Letak geografis Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian Kebudayaan Masyarakat

Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009 wilayah ini merupakan hulu berbagai sungai yang mengalir ke wilayah Timur Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir mempunyai batas-batas sebagai berikut: Di sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun Parapat dan Karo Di sebelah barat berbatasan dengan Samosir dan Danau Toba Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan Potensi lain yang terdapat di wilayah ini antara lain: Tanah deatomea, Kaolin, Belerang, Guano, dan lainnya.

3.2 Letak geografis

Kabupaten Toba Samosir memiliki luas daratan 3.124,40 km², luas perairan danau toba 1.102,60 Km², dan kemiringankelerengan tanah, yaitu datar 32.673 Ha 9,66, landai 67.951Ha 20,09, miring 119.464 Ha 35,32,terjal 118.145 Ha 34,93 yang memiliki jenis tanah yang didominasi tanah podsolik. Secara geografis Kabupaten Toba Samosir terletak pada 2º 06’-2º 45’ LS dan 98º 10’-99º 35’ BT, dibagi dalam 14 kecamatan dan dihuni oleh 325.468 penduduk berdasarkan sensus pada tahun 1999. Iklimnya tropis dan tidak pernah terjadi perubahan cuaca yang mencolok, hari-harinya cerah dan hangat, namun pada malam hari cukup dingin. Suhu rata-rata adalah 17ºC di dataran rendah dan 29ºC di dataran tinggi, rata-rata hari hujan sekitar 126 haritahun. Komposisi tanah di dominasi jenis tufa toba, pasir bercampur tanah liat, kapur dan sebagian lainnya berupa lapisan tanah bantuan yang relatif kurang subur untuk pertanian. Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009

3.3 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

Perekonomian di Toba Samosir didominasi oleh sektor pertanian terutama sekitar tanaman bahan makanan kemudian industri, jasa-jasa, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor lainnya seperti perikanan. Mereka adalah nelayan tradisional, petani padi, bawang, kemenyan dan bermacam holtikultura sehingga mereka mempunyai beraneka ragam cara dalam mengelola lahan pertaniannya.

3.4 Kebudayaan Masyarakat

Orang Batak percaya bahwa kehidupan ada 3 yaitu kehidupan Banua Ginjang, Banua Tonga dan Banua Toru. Kehidupan banua ginjang adalah kehidupan dalam nirwana nanti dan dilambangkan dengan warna putih. Kehidupan Banua Tonga adalah kehidupan sekarang ini yang penuh dengan permusuhan dan lain-lain yang dilambangkan dengan warna merah. Sedangkan kehidupan banua toru adalah kehidupan alam kubur yang dilambangkan dengan warna hitam. Ketiga warna ini sangat dominan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, baik itu pada warna rumah, ulos, ukiran dan pahatan yang terdapat pada masyarakat Batak Toba. Suku Batak Toba adalah suku Batak yang berdiam di sekitar Danau Toba, yakni di Toba, Humbang, Samosir dan Silindung. Menurut sejarahnya masyarakat Batak berasal dari dataran asia, yaitu rumpun Deutro Melayu Melayu Muda yang mendarat di Pantai Barat Pulau Sumatera dan terus mendesak masuk ke pedalaman. Namun orang Batak percaya bahwa mereka adalah titisan dari Debata Mulajadi Nabolon melalui si Boru Deak Parujar yang turun ke bumi. Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009 Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilineal, yaitu yang mengambil garis keturunan dari pihak laki-laki. Dalam keluarga Batak Toba anak laki- laki memegang peranan yang sangat penting karena merupakan penyambung garis keturunanmarga. Sedangkan wanita garis keturunanannya akan berhenti, karena apabila dia menikah maka marga yang diambil adalah marga suaminya. Masyarakat Batak Toba menganut kebudayaan Dalihan Natolu, yang secara harafiah dalihan adalah tungku yang terbuat dari batu, na adalah yang, tolu adalah tiga. Jadi dalihan Natolu artinya tiga buah tungku batu tempat diletakkannya periuk untuk memasak. Dalihan berbentuk bulat panjang dimana salah satu ujungnya tumpul dan ujung yang lain agak bersegi empat sebagai kaki dalihan. Kakinya kira-kira 30 cm dan diameternya kira-kira 12 cm yang ditanamkan berdekatan dengan dapur di tempat yang telah disediakan yang terbuat dari papan berbentuk persegi panjang dan berisi tanah liat yang telah dikeraskan. Masing-masing dalihan ini ditanamkan sedemikian rupa pada suatu tempat dan ditata dengan baik agar ketiga tungku itu tetap harmonis dan seimbang. Demikian juga halnya dengan keadaan kekerabatan suku Batak Toba dan pandangan hidupnya menurut unsur Dalihan Natolu. Pada prinsipnya Dalihan Natolu terdiri dari tiga unsur yang kuat dalam mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat Toba, yang terdiri dari: • Hula-hula : orang tua dari pihak istri. • Boru : orang tua dari pihak suami. • Dongan tubu : saudara laki-laki seayah, saudara laki-laki berdasarkan sistem kekeluargaan garis laki-laki patrilineal. Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009 Ketiga unsur ini masing-masing mempunyai pribadi dan harga diri, tahu akan hak dan kewajibannya sebagai pelaksana tanggung jawab pada suatu kejadian. Pada suatu saat pihak boru bisa saja menjadi pihak hula-hula atau dongan tubu dan demikian juga sebaliknya. Boru tidak lebih rendah dari hula-hula. Ada satu rumusan hikmat yaitu bahwa hula-hula haruslah “Elek marboru” artinya agar hula-hula selalu bersikap membujuk dan sayang terhadap boru, sedangkan setiap boru haruslah “Somba Marhula-hula” artinya bahwa setiap boru haruslah bersikap hormat terhadap hula-hula dan setiap perbuatan hula-hula harus dipandang hormat oleh boru. Sedangkan pusat kejadian yaitu suhut yang mana harus bersikap “Manat Mardongan Tubu”, yang artinya semarga haruslah bersikap hati-hati.

3.4.1 Sistem Kepercayaan

Sistem kepercayaan yang dianut masyarakat Batak Toba mayoritas adalah Kristen Protestan, namun juga terdapat penganut agama Katolik dan Islam. Selain itu juga masih terdapat sekelompok penganut aliran kepercayaan yang disebut dengan parmalim, yang merupakan suatu aliran kepercayaan yang dianut oleh Raja Sisingamangaraja. Meskipun sudah hampir semua masyarakat menganut agama, baik itu agama Kristen maupun Islam namun masih banyak konsep tradisional yang masih hidup. Sumber utama untuk mengetahui sistem kepercayaan orang Batak asli adalah dari buku-buku kuno Pustaka. Selain berisi silsilah atau tarombo, buku yang terbuat dari kulit kayu ini juga berisi konsepsi orang Batak tentang dunia mahluk halus. Konsepsi tentang pencipta menurut orang Batak mempunyai arti bahwa alam beserta isinya diciptakan oleh “Debata Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009 Ompung Mulajadi Na Bolon” . Persepsi tentang kedudukan Debata Ompung Mulajadi Na Bolon itu bertempat tinggal di atas langit dan mempunyai nama-nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Sebagai penguasa di dunia tengah, ia bertempat tinggal di dunia ini dan bernama “Silaon Nabolon”. Selain sebagai pencipta Debata Ompung Mulajadi Nabolon juga membuat dan mengatur kejadian-kejadian dan gejala alam, seperti hujan, badai, kehamilan, dan sebagainya. Sedangkan “Pane Na Bolon” mengatur setiap penjuru angin. Konsepsi tentang jiwa, roh dan dunia akhirat adalah bahwa dalam hubungan jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep yaitu: • Tondi : jiwa atau roh individu itu sendiri dan sekaligus juga merupakan kekuatan. • Sahala : jiwa atau rohkekuatan yang dimiliki oleh seorang individu. Bedanya dengan tondi adalah tidak semua orang mempunyai sahala dan kualitasnya berbeda-beda. Sahala dari raja atau datu dukun lebih banyak dan lebih kuat dari orang biasa. Dan begitu juga dengan sahala dari hula-hula lebih kuat dari sahala boru. Berkurangnya sahala menyebabkan perikehidupaan seseorang kurang disegani atau kedatuannya menjadi hilang. Tondi diterima oleh seseorang ketika dia masih di dalam rahim ibunya dan demikian pula sahala. Tondi juga merupakan kekuatan yang memberi hidup kepada bayicalon manusia. Sedangkan sahala adalah merupakan kekuatan yang menunjukkan wujud dan jalan orang itu dalam hidup selanjutnya. Sahala juga dapat bertambah dan berkurang, tondi juga dapat meninggalkan badan. Bila tondi meninggalkan badan untuk sementara maka orang yang bersangkutan sakit, dan bila seterusnya orang itu akan mati. Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009 Keluarnya tondi dari raga disebabkan oleh karena ada kekuatan lain “sombaon” yang menawarnya. Untuk mengembalikan tondi maka harus dilakukan upacara “mangalap tondi” atau menjemput rohnya. • Begu adalah penjelmaan tondi dari orang yang sudah meninggal. Semua tingkah laku begu adalah seperti tingkah laku manusia hanya secara kebalikannya, yaitu apa yang dilakukan oleh manusia pada siang hari dilakukan oleh begu pada malam hari. Orang Batak mengenal begu yang baik dan yang jahat sesuai dengan kebutuhannya dan begu dipuja dengan sajian yang disebut “pelean”. Masyarakat Batak masih mempunyai ritual untuk menyembuhkan orang sakit. Upacara ini diiringi dengan musik gondang yakni “gondang saem”. Dengan memainkan musik ini para musisi mencoba membangkitkan roh orang-orang yang sudah meninggal yang dipercaya mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Ritual ini juga diselenggarakan bila terjadi kegagalan panen atau kelaparan. Karena semakin kuatnya agama Kristen berakar di tanah Batak dan perawatan medis telah meningkat mutunya, maka ritual penyembuhan seperti inipun sudah sangat jarang dilakukan.

3.4.2 Sistem Kesenian

Sistem kesenian pada masyarakat Batak Toba cukup beragam yang meliputi seni ukir, seni bangunan, seni sastra, dan juga dalam berbagai bentuk jenis tari-tarian. Seni sastra dapat jumpai di tanah batak yang dituliskan dalam daun lontar yang disebut dengan “lak-lak” dengan menggunakan aksara Batak. Selain itu orang Batak juga menggunakan banyak umpasa dan umpama dalam kehidupannya, yaitu yang merupakan perumpamaan tentang kehidupan manusia. Selain itu juga terdapat bait-bait sajak yang Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009 bersifat mistis seperti mantra-mantra yang dihafalkan oleh para petua yang berupa doa, ada juga yang berupa senandung, berupa huling-hulingan atau teka-teki dan juga turi- turian yaitu cerita yang diceritakan oleh orang tua kepada anaknya sebelum tidur. Mengenai seni bangunan dapat dilihat pada struktur bangunan rumah adat masyarakat Batak.

3.4.3 Bahasa

Bahasa yang digunakan dalam keseharian penduduk pada umumnya adalah bahasa Batak Toba, namun sekarang ini penggunaan bahasa Indonesia sudah semakin meluas terutama sering dipergunakan di perkantoran, lingkungan sekolah, dan instansi pemerintahan. Umumnya orang Batak yang tinggal di perantauan juga lebih sering menggunakan bahasa Batak bila mereka saling mengetahui bahwa mereka sama-sama datang dari daerah Toba. Suara orang Batak cukup keras sehingga orang yang pertama kali berbicara dengan mereka akan mengira bahwa mereka sedang marah padahal sebenarnya tidak. Hal ini disebabkan oleh kondisi daerahnya yang merupakan daerah pegunungan, yang mana tiupan angin kadang-kadang cukup kencang dan jarak rumah yang cukup berjauhan sehingga mereka sering berkomunikasi dengan suara yang cukup keras. Hal ini merupakan ciri khas masyarakat Toba.

3.4.4 Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Batak Toba sudah cukup maju. Hal ini terbukti dengan adanya peninggalan budaya berupa lak-lak, yaitu sejenis tulisan aksara Batak yang dituliskan di atas selembar daun lontar. Selain itu orang Batak Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009 juga mengenal seni perbintangan untuk musim untuk menanam padi, menuai padi dan sebagainya, serta dengan adanya kalender Batak, yang menjadi pedoman tentang hari baik dan hari tidak baik sebelum melakukan suatu pekerjaan. Pada masyarakat Batak Toba, kesadaran akan sistem pendidikan cukup tinggi, hal ini dibuktikan oleh pameo pada masyarakat yang berbunyi “Anakkonhi do hamoraon di au” artinya anakku adalah kekayaanku. Jika anaknya berhasil maka orang tua juga turut merasakan keberhasilan anaknya dan orang tua juga akan melakukan apa saja untuk kepentingan pendidikan si anak, walaupun itu harus dengan jalan menggadaikan sawah atau hewan peliharaan. Balige merupakan kota pelajar, yang mana di sana terdapat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah kejuruan, sekolah menengah umum baik milik pemerintah maupun yang dikelola oleh lembaga swasta. Salah satu diantaranya adalah SMU 2 Balige, yang berada di bawah Yayasan Soposurung, di bawah pimpinan T.B Silalahi. Selain itu juga terdapat sebuah sekoah tinggi Komputer yang terdapat di Laguboti, kabupaten Toba Samosir. Lenni Samosir : Upaya Pengembangan Objek Wisata Lumban Silintong Di Kabupaten Toba Samosir, 2009. USU Repository © 2009 BAB IV UPAYA PENGEMBANGAN POTENSI WISATA LUMBAN SILINTONG DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

4.1 Gambaran Umum Lumban Silintong