Analisis Pengujian Statistik Analisis Dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif

1000 2000 3000 4000 2004 2005 2006 2007 2008 PUAS Sumber : Data Diolah Berdasarkan grafik 4.6 diketahui bahwa volume transaksi PUAS cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun terjadi penurunan pada periode tertentu. Terus meningkatnya jumlah transaksi pada PUAS disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya semakin meningkatnya jumlah NPF bank syariah yang menyebabkan bank syariah mencari alternatif untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah dan keinginan bank syariah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan penempatan dana pada SWBI yang keuntungannya lebih kecil jika dibandingkan keuntungan pada transaksi PUAS.

2. Analisis Pengujian Statistik

a. Uji Stationeritas Stasioner dari sebuah variabel menjadi penting karena pengaruhnya pada hasil estimasi regresi. Regresi antara variabel-variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan fenomena regresi palsu spurious regression, di mana nilai koefisien yang dihasilkan dari estimasi menjadi tidak valid dan sulit untuk dijadikan pedoman. Dalam penelitian ini digunakan Uji Phillips- Peron dalam pengujian stationeritas data dari variabel yang diteliti. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang memiliki rata-rata, varian dan kovarian yang konstan pada setiap titik waktu. Uji Hipotesis Phillips-Peron : Ho : data tidak stasioner Ha : data stasioner Tolak Ho jika PP Test Critical Value Terima Ho jika PP Test Critical Value Berikut ini disajikan hasil uji stasioneritas dari setiap data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan Uji Phillips Peron PP, yaitu: Tabel 4.7 Hasil Uji PP Data Tingkat Level Variabel PP Test Mc Kinnon Prob Keterangan t-statistics Critical Value 5 Aset 3.208.431 -2.911.730 1.0000 Tidak Stationer DPK 2.664071 -2.911730 1.0000 Tidak Stationer Pembiayaan 1.626919 -2.911.730 0.9994 Tidak Stationer NPF -0.951181 -2.911.730 0.7648 Tidak Stationer SWBI -3.832.266 -2.911.730 0.0044 Stationer PUAS -0.028742 -2.911.730 0.9517 Tidak Stationer Sumber : Lampiran 1, Data Diolah Dari rangkuman hasil pengolahan pada tabel 4.7 di atas dapat dilihat nilai t-statistic dan critical value 5. Nilai stastistik PP di atas kemudian akan dibandingkan dengan Mc Kinnnon Critical Value untuk mengukur stasioneritas suatu variabel serta dengan melihat Prob-nya yaitu harus lebih kecil dari 0,05. Pada pengujian stasioneritas data pada tingkat level terhadap seluruh variabel diketahui bahwa hanya variabel SWBI saja yang stationer pada tingkat level karena nilai mutlak PP statistiknya lebih besar dari Mc Kinnnon Critical Value, hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Deky Anwar 2006 dan Sri Widyatstuti 2009 dimana variabel SWBI tidak stationer pada tingkat level. Jika data stasioner pada tingkat level maka kita tidak perlu melakukan uji kointegrasi. Dengan demikian apabila data stasioner pada tingkat level maka model VAR yang kita punyai disebut model non struktural karena tidak memerlukan keberadaan hubungan secara teoritis antar variabel yang dikenal dengan nama VAR bentuk level. Sedangkan jika data tidak stasioner pada tingkat level perlu dilakukan difference non stationary processes untuk menstasionerkan data tersebut. Seperti uji akar-akar unit sebelumnya, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon serta dengan melihat Prob-nya yaitu harus lebih kecil dari 0,05. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner. Berikut ini adalah hasil uji stationeritas 1st difference dari uji PP: Tabel 4.8 Uji Stationeritas Tingkat Difference Variabel PP Test Mc Kinnon Prob Keterangan t-statistics Critical Value 5 DPK -8.987.302 -2.912.631 0.0000 Stationer Aset -8.715.265 -2.912.631 0.0000 Stationer Pembiayaan -5.654.874 -2.912.631 0.0000 Stationer NPF -5.880.962 -2.912.631 0.0000 Stationer PUAS -9.200.592 -2.912.631 0.0000 Stationer Sumber : Lampiran 2, Data Diolah Dengan membandingkan nilai PP statistik dengan nilai kritis Mackinnon di atas pada tabel 4.8 dapat dilihat keberadaan unit root dari setiap variabel yang digunakan di dalam model. Melalui pengujian stasioneritas pada tingkat difference pertama, terlihat dengan jelas bahwa semua data tersebut menjadi stasioner, yaitu baik variabel kinerja perbankan syariah DPK, ASET, NPF dan Pembiayaan maupun instrumen moneter syariah PUAS. Jika data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level tetapi menjadi stasioner pada diferensi yang sama yaitu maka kedua data adalah terkointegrasi. Dengan kata lain uji kointegrasi hanya bisa dilakukan ketika data yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat yang sama. Widarjono, 2007. b. Uji Kointegrasi Setelah melakukan uji stasioner, selanjutnya melakukan uji kointegrasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang atau ekuilibrium antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Dengan kata lain, walau secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner, namun kombinasi antar variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Uji kointegrasi ini menggunakan metode Johansen Cointegration Test dengan data stasioner pada tingkat difference pertama. Hasil uji kointegrasi untuk masing-masing hubungan dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil Uji Kointegrasi DPK, ASET, NPF, PEMBIAYAAN dan PUAS Hypothesize d Trace 5 Percent 1 Percent No. of CEs Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value None 0.721347 165.0405 68.52 76.07 At most 1 0.583692 96.03997 47.21 54.46 At most 2 0.406985 48.71812 29.68 35.65 At most 3 0.261572 20.50124 15.41 20.04 At most 4 0.073574 4.126754 3.76 6.65 Trace test indicates 5 cointegrating equations at the 5 level Trace test indicates 4 cointegrating equations at the 1 level denotes rejection of the hypothesis at the 51 level Sumber : Lampiran 4, Data Diolah Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa variabel-variabel diatas memiliki nilai trace statistic yang lebih besar jika dibandingkan dengan critical value- nya, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel saling terkointegrasi dan memiliki hubungan jangka panjang. c. Penentuan Panjang Lag Pendekatan VAR maupun VECM sangat sensitif terhadap panjang lag data yang digunakan. Penentuan panjang lag dimanfaatkan untuk mengetahui lamanya periode keterpengaruhan suatu variabel terhadap variabel masa lalunya maupun terhadap variabel endogen lainnya. Kriteria yang digunakan dalam pengujian ini adalah Schwatz Information Criterion SIC, karena SIC memberi timbangan yang lebih besar, jika ada kontradiksi antara nilai AIC dan SIC maka yang digunakan adalah kriteria dari SIC. Berdasarkan kriteria tersebut maka panjang lag yang optimal adalah panjang lag yang meminimalkan nilai SIC. Hasil uji SIC untuk data yang didifferencing dapat dilihat pada Tabel 4.10 Tabel 4.10 Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal Untuk Data Yang Didefferencing Digunakan Pada VECM Variabel Lag SIC ASET 1 -13.37568 DPK 2 -12.90235 NPF 3 -12.49134 PMBY 4 -11.65129 PUAS 5 -10.99899 6 -12.04055 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.10 dapat kita simpulkan bahwa penentuan panjang lag untuk data yang didefferencing terletak pada lag pertama. Disebabkan karena nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan lag-lag yang lain. a. Pengujian Vector Auto Regression VAR Setelah melakukan uji stasioner dengan metode Phillips Peron PP dan uji kointegrasi dengan metode Johansen Cointegrastion Test, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian VAR. Model VAR ini dibangun dengan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik, karena seringkali teori ekonomi yang ada belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam pembentukan VAR, yaitu pertama adalah melakukan uji stasioneritas data. Jika data stasioner pada tingkat level maka kita mempunyai model VAR biasa unrestricted VAR. Sebaliknya jika data stasioner pada tingkat difference, maka kita harus menguji apakah data mempunyai hubungan jangka panjang atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi maka berimplikasi pada Vector Error Correction Model VECM, sedangkan jika tidak terkointegrasi maka berimplikasi pada VAR dengan data difference VAR in difference. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa data SWBI stasioner pada tingkat level maka selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan Vector Auto Regression VAR. Karena hanya variabel SWBI saja yang stationer pada tingkat level sementara variabel yang lain stationer pada tingkat difference maka SWBI tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena tidak ada variabel eksogen yang stationer pada tingkat level sehingga kita tidak dapat mengetahui dampak yang terjadi terhadap variabel eksogen terhadap shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah. Sedangkan data Aset, DPK, NPF, Pembiayaan, dan PUAS stasioner pada tingkat difference maka selanjutnya dilakukan analisis Vector Error Correction Model VECM. 1 Hasil analisis Vector Error Correction Model VECM pada variabel Aset, DPK, NPF, dan Pembiayaan dan PUAS Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa model yang tepat untuk menganalisis hubungan antara variabel Aset, DPK, Pembiayaan, NPF terhadap PUAS adalah Vector Error Correction Model VECM. Panjang kelambanan optimal adalah satu berdasarkan kriteria SIC. Hasil estimasi model VECM ditunjukkan pada lampiran 5. a. Impulse Respons Tabel 4.11 Respon Aset Terhadap PUAS Response of LOGASET: Period LOGASET LOGDPK LOGNPF LOGPMBY LOGPUAS 1 0.022002 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.017076 -0.006047 0.000340 0.002228 0.001666 3 0.015356 -0.003427 0.000264 0.002745 0.001972 4 0.016722 -0.003659 0.000452 0.002078 0.001673 5 0.016790 -0.003501 8.71E-05 0.002245 0.002151 6 0.016904 -0.003585 -1.20E-05 0.002018 0.002137 7 0.016960 -0.003520 -0.000128 0.001983 0.002181 8 0.016961 -0.003595 -0.000130 0.001934 0.002126 9 0.016911 -0.003600 -0.000117 0.001959 0.002101 10 0.016878 -0.003621 -8.02E-05 0.001973 0.002066 Sumber: Data Diolah Berdasarkan tabel 4.11 diatas respon yang diterima oleh akibat transaksi PUAS adalah positif. Dikatakan positif karena garis yang ditunjukkan grafik pada grafik IRF cenderung berada diatas garis horizontal Lihat Lampiran 7. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar 2006 dan Sri Widyastuti 2009, bahwa shock yang terjadi pada PUAS berpengaruh positif pada Aset. Seperti yang kita ketahui bahwa aset bank syariah dalam neraca terdiri dari Dana Pihak Ketiga, penempatan pada bank lain, penempatan pada Bank Indonesia, dan termasuk di dalamnya adalah pembiayaan. Jika dilihat dari hasil uji IRF variabel aset memiliki pengaruh yang positif, ini artinya apabila terjadi shock pada transaksi PUAS maka jumlah aset yang dimiliki akan bertambah. Tabel 4.12 Respon DPK Terhadap PUAS Response of LOGDPK: Period LOGASET LOGDPK LOGNPF LOGPMBY LOGPUAS 1 0.025248 0.017050 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.025370 0.004924 0.002321 -0.000563 -0.001554 3 0.021094 0.009040 0.001379 0.002486 0.000829 4 0.022681 0.008091 0.002304 0.000934 -0.000459 5 0.022801 0.008903 0.001672 0.001543 0.000508 6 0.023079 0.008508 0.001650 0.001073 0.000380 7 0.023134 0.008771 0.001391 0.001109 0.000586 8 0.023213 0.008609 0.001383 0.000956 0.000486 9 0.023152 0.008639 0.001354 0.000996 0.000487 10 0.023117 0.008584 0.001403 0.000990 0.000422 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.12 respon yang diterima oleh DPK akibat shock yang terjadi pada PUAS adalah tidak merespon. Dikatakan tidak merespon karena jika dilihat dari grafik IRF respon yang diterima oleh DPK cenderung berada sejajar dengan garis horizontal Lihat Lampiran 7. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar 2006 dan Sri Widyastuti 2009, bahwa DPK tidak merespon terhadap shock yang terjadi pada PUAS . Berdasrkan hasil uji IRF variabel DPK tidak memberikan respon skibat shock yang terjadi pada PUAS, yang artinya besarnya jumlah transaksi intrumen PUAS tidak akan menambah jumlah DPK pada bank syariah. Tabel 4.13 Respon NPF Terhadap PUAS Response of LOGNPF: Period LOGASET LOGDPK LOGNPF LOGPMBY LOGPUAS 1 -0.058298 -0.012354 0.082464 0.000000 0.000000 2 -0.041528 0.037051 0.083372 0.007914 -0.003900 3 -0.017985 0.028315 0.080970 0.003978 0.011646 4 -0.012187 0.037308 0.067812 0.000340 0.024426 5 -0.001842 0.037655 0.059709 -0.008622 0.027754 6 0.001225 0.037280 0.054227 -0.012256 0.028966 7 0.000606 0.035119 0.053277 -0.013982 0.026986 8 -0.001614 0.034041 0.054275 -0.013376 0.024959 9 -0.003604 0.033209 0.056078 -0.012288 0.023317 10 -0.004884 0.033135 0.057448 -0.011158 0.022669 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.13 diatas respon yang diterima NPF akibat terjadi shock pada PUAS adalah merespon positif hal ini ditunjukkan dengan grafik IRF yang berada diatas garis horizontal Lihat Lampiran 7. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar 2006 dan Sri Widyastuti 2009 dimana pengaruh shock yang terjadi pada PUAS terhadap variabel NPF adalah positif. Berdasarkan hasil uji IRF respon yang diterima akibat adanya shock pada transaksi instrumen moneter syariah adalah positif, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah NPF pada bank syariah akan meningkatkan jumlah transaksi pada PUAS. Bank syariah memiliki kewajiban untuk membayar keuntungan dari dana yang dititipkan oleh nasabah, hal itu dilakukan dengan keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan. Namun jika tingkat pengembalian pembiayaan cenderung terhambat, dalam artian NPL meningkat maka bank syariah harus mencari alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya, yaitu dengan melakukan transaksi pada PUAS. Tabel 4.14 Respon Pembiayaan Terhadap PUAS Response of LOGPMBY: Period LOGASET LOGDPK LOGNPF LOGPMBY LOGPUAS 1 0.007708 0.000779 0.002188 0.014907 0.000000 2 0.003521 -0.002998 0.005333 0.019353 0.007298 3 0.006704 0.003741 0.002170 0.018145 0.011510 4 0.012902 0.004418 -0.001397 0.014772 0.014455 5 0.015170 0.004741 -0.004677 0.012773 0.016223 6 0.015951 0.004204 -0.006086 0.011296 0.016072 7 0.015575 0.003695 -0.006323 0.010991 0.015416 8 0.014788 0.003198 -0.005822 0.011212 0.014637 9 0.014080 0.003014 -0.005207 0.011664 0.014151 10 0.013700 0.002985 -0.004743 0.012018 0.013949 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.14 respon yang diterima pembiayaan adalah positif. Dikatakan merespon positif karena dalam grafik IRF menunjukkan garis respon Pembiayaan terhadap shock yang terjadi pada PUAS berada diatas garis horizontal Lihat Lampiran 7. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar 2006 dan Sri Widyastuti 2009 bahwa pengaruh yang diakibatkan oleh shock yang terjadi pada PUAS akan berpengaruh positif pada Pembiayaan. Berdasarkan uji IRF jumlah pembiayaan akan meningkatkan jumlah transaksi instrumen moneter PUAS, sebab besarnya jumlah pembiayaan yang diberikan akan berakibat pada meningkatnya NPF bank syariah. Dan dampaknya bank syariah harus memenuhi kebutuhan likuiditas melalui transaksi instrumen moneter PUAS. b. Variance Decomposition Tabel 4.15 Respon ASET Terhadap PUAS Variance Decompos ition of LOG ASET: Period S.E. LOGASET LOGDPK LOGNPF LOGPMBY LOGPUAS 1 0.022002 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.028638 94.58436 4.458000 0.014057 0.605090 0.338491 3 0.032851 93.73102 4.476265 0.017146 1.158085 0.617488 4 0.037142 93.59476 4.472112 0.028236 1.219052 0.685844 5 0.041028 93.44809 4.392985 0.023589 1.298332 0.837006 6 0.044616 93.37978 4.360616 0.019956 1.302472 0.937180 7 0.047951 93.35110 4.314077 0.017988 1.298541 1.018296 8 0.051071 93.32554 4.298772 0.016501 1.288169 1.071014 9 0.053994 93.30094 4.290264 0.015233 1.284044 1.109518 10 0.056759 93.27708 4.289611 0.013985 1.282807 1.136514 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.15 akibat shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada variabel Aset sebesar 0,34 pada periode kedua dan diakhir periode tercatat sebesar 1,13. Variabel aset yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 100 dan terus menurun hingga periode kesepuluh dan tercatat sebesar 93,3. Sedangkan sisanya pada akhir periode variabel Aset yang dijelaskan variabel itu sendiri sebesar 93,3 dan sisanya dipengaruhi oleh DPK, NPF dan Pembiayaan masing-masing sebesar 4,2, 0,013 dan 1,28. Jika kita melihat hasil uji Variance Decomposition besarnya kontribusi yang diberikan oleh variabel aset kecil, hal ini disebabkan variabel aset terdiri dari beberapa variabel lain yang termasuk dalam penelitian ini, yaitu pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga. Sehingga kontribusi yang diberikan oleh variabel aset juga dipengaruhi oleh variabel lain yang terdapat dalam penelitian ini, akibatnya besaran dari kontribusi variabel aset menjadi lebih kecil jika dibandingkan variabel lainnya dalam penelitian ini. Tabel 4.16 Respon DPK Terhadap PUAS Variance Decompos ition of LOG DPK: Period S.E. LOGASET LOGDPK LOGNPF LOGPMBY LOGPUAS 1 0.030466 68.67941 31.32059 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.040052 79.86033 19.63341 0.335935 0.019787 0.150541 3 0.046256 80.67098 18.53949 0.340740 0.303789 0.144992 4 0.052210 82.19205 16.95383 0.462141 0.270460 0.121523 5 0.057710 82.88141 16.25632 0.462230 0.292833 0.107208 6 0.062766 83.58855 15.58049 0.459888 0.276767 0.094303 7 0.067492 84.04086 15.16351 0.440183 0.266353 0.089093 8 0.071911 84.44945 14.79050 0.424711 0.252295 0.083046 9 0.076059 84.75600 14.51160 0.411365 0.242695 0.078342 10 0.079976 85.01177 14.27691 0.402835 0.234838 0.073645 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.16 akibat shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada variabel DPK sebesar 0,15 pada periode kedua dan pada akhir periode tercatat sebesar 0,073 pada akhir periode. Pada awal periode variabel DPK yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 31,32 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel Aset sebesar 68,67. Sedangkan pada akhir periode variabel DPK yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 14,2 dan sisanya dipengaruhi oleh variabel Aset, NPF, dan Pembiayaan sebesar masing-masing 85, 0,40, dan 0,23. Berdasarkan uji Variance Decomposition kontribusi yang diberikan oleh variabel DPK sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh karena Dana Pihak Ketiga yang dikumpulkan dari nasabah difokuskan terlebih dahulu dalam hal pembiayaan, sebab bank harus menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Tabel 4.17 Respon NPF terhadap PUAS Variance Decompos ition of LOG NPF: Period S.E. LOGASET LOGDPK LOGNPF LOGPMBY LOGPUAS 1 0.101743 32.83216 1.474388 65.69345 0.000000 0.000000 2 0.143101 25.01872 7.449091 67.15206 0.305847 0.074279 3 0.168258 19.23915 8.220140 71.73080 0.277128 0.532785 4 0.187207 15.96534 10.61182 71.06583 0.224197 2.132816 5 0.202181 13.69622 12.56666 69.65006 0.374086 3.712980 6 0.214938 12.12196 14.12754 67.99292 0.656123 5.101459 7 0.226262 10.93973 15.15798 66.90223 0.973960 6.026102 8 0.236861 9.987156 15.89707 66.29891 1.207638 6.609221 9 0.247100 9.197916 16.41312 66.06875 1.356942 6.963270 10 0.257136 8.530033 16.81747 66.00357 1.441391 7.207537 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa pada periode kedua akibat shock yang terjadi pada PUAS, variabel NPF menjelaskan perubahan sebesar 0,07 dan tercatat pada akhir periode sebesar 7,2. Pada awal periode respon yang diterima oleh varibel NPF yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 65,69 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh Aset dan DPK masing-masing sebesar 32,8 dan 1,47. Pada akhir periode respon yang diterima oleh variabel NPF yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 66 dan sisanya dipengaruhi oleh Aset sebesar 8,5, DPK 16.8, dan Pembiayaan sebesar 1,44. Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition besarnya kontribusi yang diberikan oleh variabel NPF cukup besar jika dibandingkan dengan variabel Aset dan DPK, hal ini menujukkan bahwa NPF merupakan salah satu indikator yang paling penting dalam meningkatnya jumlah transaksi instrumen PUAS. Bank harus memenuhi kewajibannya terhadap nasabah, namun apabila dana likuid yang didapat dari pembiayaan terhambat, bank dapat melakukan transaksi PUAS untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap nasabah. Tabel 4.18 Respon Pembiayaan Terhadap PUAS Variance Decompos ition of LOG PMBY: Period S.E. LOGASET LOGDPK LOGNPF LOGPMBY LOGPUAS 1 0.016942 20.70073 0.211274 1.667736 77.42026 0.000000 2 0.027652 9.392121 1.254801 4.345063 78.04285 6.965166 3 0.035917 9.051406 1.828937 2.940477 71.78051 14.39867 4 0.043648 14.86687 2.263126 2.093606 60.05878 20.71761 5 0.051048 19.69921 2.517202 2.369928 50.16765 25.24602 6 0.057454 23.25901 2.522477 2.993112 43.47000 27.75540 7 0.062894 25.54201 2.450218 3.508488 39.32977 29.16952 8 0.067516 26.96191 2.350569 3.788272 36.88699 30.01226 9 0.071618 27.82695 2.266121 3.895390 35.43490 30.57663 10 0.075414 28.39656 2.200443 3.908662 34.49713 30.99721 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel 4.18 akibat shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada pembiayaan pada awal periode sebesar 0 sisanya dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, Aset, DPK dan NPF masing- masing sebesar 77,4, 20, 0,21 dan 1,66. Sedangkan pada akhir periode shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada variabel pembiayaan adalah sebesar 30,99, sisanya dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, Aset, DPK dan NPF masing-masing sebesar 34,49, 28,39, 2,2 dan 3,9. Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition variabel pembiayaan menunjukkan jumlah kontribusi yang paling besar jika dibandingkan dengan variabel lainnya dalam penelitian ini. Besarnya jumlah pembiayaan akan menambah jumlah transaksi instrumen PUAS, sebab semakin besar jumlah pembiayaan akan semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh bank akan ketidakmampuan debitor untuk mengembalikannya sehingga jumlah NPF akan meningkat. Oleh sebab itu bank syariah harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan likuiditas agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap nasabah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dengan tujuan penelitian yaitu menguji respon variabel kinerja perbankan syariah di Indonesia Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah SWBI dan PUAS, dan mengetahui kontribusi variabel kinerja perbankan syariah terhadap shock yang terjadi pada variabel instrumen moneter syariah untuk periode penelitian bulan Januari Tahun 2004 sampai dengan bulan Desember tahun 2008 dengan menggunakan Impulse Respons dan Variance Decomposition , maka hasil dari pengujian adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil impulse response menunjukkan bahwa: a. Aset merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS b. DPK tidak merespon akibat shock yang terjadi pada PUAS c. NPF merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS d. Pembiayaan merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS 2. Berdasarkan hasil variance decomposition menunjukkan bahwa: a. Aset mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS antara 0,34 sampai dengan 1,14. b. DPK mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS antara 0,07 sampai dengan 0,15 c. NPF mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS antara 0,07 sampai dengan 7,20. d. Pembiayaan mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS antara 6,9 sampai dengan 30,99.