Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Bank sentral memegang peranan yang penting dalam mengoptimalkan fungsi dan peran perbankan dalam perekonomian, salah satu fungsinya adalah sebagai tempat meminjam uang bagi bank-bank komersial, termasuk bank syariah yang sedang mengalami kesulitan likuiditas ataupun menempatkan dananya dalam kondisi over likuiditas. Fungsi ini sangat penting untuk dilakukan guna meningkatkan kestabilan perekonomian dan pada akhirnya mempertahankan tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap sistem perbankan. Selama ini kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian uang beredar ditempuh dengan operasi pasar terbuka Sri Widyastuti : 2009. Agar operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat dilaksanakan, maka dalam rangka pengendalian moneter, diciptakan suatu piranti yang sesuai dengan prinsip syariah dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI dan Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah PUAS. Ketentuan mengenai PUAS dan SWBI ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia PBI No.28PBI2000 dan No.29PBI2000 tanggal 28 Februari 2000 yang mulai berlaku sejak 1 Maret 2000. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI dapat pula menjadi sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Dari sisi bank syariah piranti tersebut merupakan sarana penempatan kelebihan likuiditas. Bank Indonesia dapat memberikan bonus return kepada bank-bank pemegang SWBI apabila penitipan tersebut dalam rangka kontraksi moneter berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian berbeda dengan Sertifikat Bank Indonesia pada bank konvensional, SWBI tidak dimaksudkan untuk memberikan sinyal tingkat return syariah sebagai pengganti suku bunga pada Bank Indonesia Sudarsono : 2003. Demikian juga dengan upaya lain yang bisa dilakukan bank syariah jika mengalami kelebihan likuiditas melalui Pasar Uang Antarbank Syariah PUAS, perbankan syariah dapat berinvestasi pada sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank IMA dalam PUAS. Dengan adanya dukungan dari Bank Indonesia dalam memfasilitasi tersedianya instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah dan tersedianya pasar uang syariah.. Maka hal ini akan berdampak pada kinerja perbankan syariah. Perbankan syariah dapat lebih leluasa mengelola portofolio usahanya, dengan memanfaatkan instrumen moneter syariah tersebut. Selain sebagai upaya untuk operasi pasar terbuka, instrumen moneter syariah juga secara tidak langsung akan mempengaruhi likuiditas, profitabilitas, dan pembiayaan bank syariah. Namun kecenderungan untuk menempatkan dana pada instrumen moneter syariah akan membuat fungsi intermediasi perbankan syariah akan tidak optimal Deky Anwar : 2006. Ketidak efektifan sistem perbankan konvensional dan instrumen keuangan yang disediakan oleh Bank Indonesia dalam menyerap likuiditas perbankan nasional pada saat krisis moneter pada tahun 1998, menyebabkan tumbuhnya perbankan syariah sebagai dan instrumen keuangan syariah sebagai alternatif Sri Widyastuti : 2009. Perbankan syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada bulan September 2009 sudah terdapat lima Bank Umum Syariah dan jumlah perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah UUS sampai dengan September 2009 sejumlah 24 UUS dari sebelumnya 19 pada tahun 2006 Bank Indonesia: 2009. Aset yang dimiliki oleh bank syariah juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan, hingga September 2009 berjumlah Rp 58 Triliun lebih dibandingkan pada tahun 2005 yang hanya sebesar Rp 20 Triliun, juga perkembangan dana pihak ketiga terus mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh adanya fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank pada akhir Desember 2003. Terlihat bahwa tahun-tahun sesudahnya dana pihak ketiga terus meningkat. Seperti diketahui bahwa bank syariah memiliki 3 produk utama yaitu murabaha jual-beli, mudharabah bagi hasil, dan musyarakah kemitraan usaha. Dari ketiga komponen tersebut justru yang paling menonjol mewarnai bisnis perbankan syariah di Indonesia adalah murabahah Sri Widyastuti : 2009. Kenyataan ini berbeda dengan pengelolaan perbankan syariah di negara-negara lainnya dimana peran mudharabah dan musyarakah sangat menonjol. Dominasi pembiayaan murabahah ini bukan sesuatu yang unik bagi kasus perbankan syariah di Indonesia, tetapi juga merupakan karakter umum bank syariah di banyak negara muslim lainnya. Di samping itu, bukti preferensi bank syariah pada sektor industri dan pertanian yang diharapkan menjadi motor pertumbuhan di negara berkembang tidak konsisten. Sebagian survei mengindikasikan alokasi pembiayaan yang berimbang, sedangkan survei lain menunjukkan bank syariah terutama menyalurkan pembiayaan ke sektor jasa dan perdagangan, demikian juga dengan masalah yang ditimbulkan karena tersedianya instrumen keuangan bagi bank syariah Deky Anwar : 2006. Posisi jumlah dana bank syariah yang ditempatkan pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI mencapai Rp 2,635 Triliun pada September 2009 dan posisi volume transaksi PUAS mencapai Rp 251 Miliar pada September 2009 Bank Indonesia: 2009. Gejala meningkatnya dana perbankan syariah pada Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank IMA sebagai instrumen pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah PUAS dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI harus disikapi sebagai fenomena yang bersifat sementara. Fenomena penempatan dana perbankan syariah pada PUAS dan SWBI merupakan indikasi dari tidak tersalurkannya pembiayaan perbankan syariah dengan baik dan optimal sehingga perbankan syariah mencari alternatif untuk berinvestasi pada instrumen yang ada agar tidak terdapatnya dana yang menganggur idle fund. Penempatan idle fund perbankan syariah pada instrumen moneter PUAS dan SWBI masih merupakan keputusan subjektif perbankan syariah di Indonesia. Karena penempatan dana tersebut lebih didasari oleh motif memaksimalkan keuntungan tanpa mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan oleh masing-masing instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah secara keseluruhan. Upaya perbankan syariah yang tergolong agresif dalam memanfaatkan instrumen moneter syariah tidaklah dapat dibenarkan, karena hal ini akan berakibat pada sedikitnya pembiayaan yang bisa disalurkan kepada masyarakat. Yang pada akhirnya akan memperlambat sektor riil dan memperbesar transaksi semu pada sektor moneter Deky Anwar : 2006. Namun demikian juga besarnya jumlah dana pihak ketiga, asset dan sedikitnya pembiayaan yang disalurkan akan mengakibatkan perbankan syariah melirik instrumen SWBI dan PUAS sebagai sarana untuk menutupi biaya operasional dan pembayaran nisbah bagi hasil dana pihak ketiga, yang diambilkan dari persentase bonus SWBI dan nisbah bagi hasil sertifikat IMA pada PUAS. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara instrumen moneter syariah dengan kinerja perbankan syariah. Dalam konteks instrumen moneter syariah dan perbankan syariah dapat dijelaskan hubungan antar variabelnya, bahwa besarnya transaksi dan frekuensi yang terjadi pada SWBI dan PUAS secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kepada kinerja perbankan syariah berupa dana pihak ketiga, pertumbuhan aset, jumlah pembiayaan dan non performing financing Sri Widyastuti : 2009 sebagaimana Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia : 2005 Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Analisis Vector Auto Regressive VAR Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia”.

B. Perumusan Masalah,