Corporate Social Responsibility CSR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Corporate Social Responsibility CSR

CSR muncul pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui prduknya, dan pembayaran pajak kepada negara. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggungjawab sacara sosial. Karena, selain terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan disekitar operasi perusahaan. Inilah yang kemudian melatarbelakangi munculnya konsep CSR yang paling primitif: kedermawanan yang bersifat kariatif. Gema CSR semakin terasa pada tahun 1960-an saat dimana secara global, masyarakat dunia telah pulih dari Perang Dunia II, dan mulai menapaki jalan menuju kesejahteraan. CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG good corporate governance, dimana ini sebagai Universitas Sumatera Utara suatu entitas bisnis yang bertanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungannya, perusahaan memang mesti bertindak sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good bussiness ethics. Terdapat lima prinsip GCG yang dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu Transparency Keterbukaan Informasi, Accountability Akuntabilitas, Responsibility Pertanggungjawaban, Indepandency Kemandirian dan Fairness Kesetaraan dan Kewajaran yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF. Dan dari kelima prinsip diatas prinsip responsibility merupakan prinsip yang mempunyai kekerabatan paling dekat dengan CSR. Dan dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh stakeholders. Karena itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya Wibisono, 2007:11-12. Dari sisi etimologis CSR kerap diterjemahkan sebagai ”Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”. Dalam konteks lain, CSR terkadang juga disebut sebagai ”Tanggung Jawab Sosial Korporasi” atau ”Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha Tansodus” Wibisono, 2007:8. Micheal Hopkins 2004:1, defenisi CSR adalah ” corporate social responsibility is concerned with treating the stakeholders of the firm ethically or in a responsible manner. ’Ethically or responsible ’ means treating stakeholders in a Universitas Sumatera Utara manner deemed acceptable in civilized societies. Social includes economic responsibility. Stakeholders exist both within a firm and outside. The natural environment is a stakeholder. The wider aim of social responsibility is to create higher and higher standards of living, while preserving the protability of the corporation. For peoples both within and outside the corporation”, yaitu memperlakukan stakeholders perusahaan seetis dan se-bertanggungjawab mungkin. Secara etis ataupun bertanggungjawab” artinya memperlakukan para satkeholders dalam cara yang bisa diterima atau dianggap bisa diterima dalam masyarakat yang beradab.Sosial meliputi tanggungjawab ekonomi. Stakeholders terjadi di dalam dan di luar perusahaan. Lingkungan alami juga merupakan stakeholder. Tujuan yang lebih luas dari tanggungjawab sosial adalah untuk menciptakan standard kehidupan yang lebih tinggi, sambil mempertahankan daya laba usaha untuk orang yang ada didalam dan di luar perusahaan. Menurut The World Business Council For Sustainable Development WBCSD in Fox, et al 2002, definisi CSR adalah “corporate social responsibility is the continuing commitment by business to be have ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”, yaitu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komuniti- komuniti setempat lokal dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti Universitas Sumatera Utara adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memelihara. Warhurst Wibisono, 2007 : 39-41 prinsip-prinsip CSR itu sendiri adalah sebagai berikut: 1. Prioritas korporat. Mengakui tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan penentu utama pembangunan berkelanjutan. 2. Manajemen terpadu. Mengintegrasikan kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis sebagai satu unsur manajemen dalam semua fungsi manajemen. 3. Proses perbaikan. Secara bersinambungan memperbaiki kebijakan, program dan kinerja sosial korporat, berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan sosial serta menerapkan kriteria sosial tersebut secara internasional. 4. Pendidikan karyawan. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta memotivasi karyawan. 5. Pengkajian. Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek baru dan sebelum menutup satu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik. Universitas Sumatera Utara 6. Produk dan jasa. Mengembangkan produk dan jasa yang tak berdampak negatif secara sosial. 7. Informasi publik. Memberi informasi dan bila diperlukan mendidik pelanggan, distributor dan publik tentang penggunaan yang aman, transportasi, penyimpanan dan pembuangan produk, dan begitu pula dengan jasa. 8. Fasilitas dan operasi. Mengembangkan, merancang dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan yang mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial. 9. Penelitian. Melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk, proses, emisi dan limbah yang terkait dengan kegiatan usaha dan penelitian yang menjadi sarana untuk mengurangi dampak negatif. 10. Prinsip pencegahan. Memodifikasi manufaktur, pemasaran atau penggunaan produk atau jasa, sejalan dengan penelitian mutakhir, untuk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif. 11. Kontraktor dan pemasok. Mendorong penggunaan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial korporat yang dijalankan kalangan kontraktor dan pemasok, disamping itu bila diperlukan Universitas Sumatera Utara mensyaratkan perbaikan dalam praktek bisnis yang dilakukan kontraktor dan pemasok. 12. Siaga menghadapi darurat. Menyusun dan merumuskan rencana menghadapi keadaan darurat, dan bila terjadi keadaan berbahaya bekerja sama dengan layanan gawat darurat, instansi berwenang dan komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi bahaya yang muncul. 13. Transfer best practice. Berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktek bisnis yang bertanggung jawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik. 14. Memberi sumbangan. Sumbangan untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan bisnis, lembaga pemerintah dan lintas departemen pemerintah serta lembaga pendidikan yang akan meningkatkan kesadaran tentang tanggung jawab sosial. 15. Keterbukaan. Menumbuh kembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik, mengatisipasi dan memberi respons terhadap potencial hazard, dan dampak operasi, produk, limbah atau jasa. Universitas Sumatera Utara 16. Pencapaian dan pelaporan. Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan perundang- undangan dan menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi, pemegang saham, pekerja dan publik. Ada beberapa bentuk kegiatan program yang dilakukan perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosial yaitu: 1. Public Relation yakni usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. 2. Strategi Defensif yakni usaha yang dilakukan perusahaan guna menangkisanggapan negatif komunitas luas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan terhadap karyawanny, dan biasanya untuk melawan ’serangan’ negatif dari anggapan komunitas yang sudah terlanjur berkembang. 3. Keinginan Tulus untuk melakukan kegiatan yang baik yang benar-benar berasal dari visi perusahaan Rudito, 2007:210. Dalam setiap program, pada umumnya memiliki tujuan dan manfaat yang berguna baik bagi segelintir orang maupun oleh kebanyakan orang. Adapun manfaat yang dapat diambil dari adanya program CSR bagi perusahaan adalah sebagai berikut Untung, 2008:6-7: Universitas Sumatera Utara a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan. b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial. c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan. d. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha. e. Membuka peluang pasar yang lebih luas. f. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah. g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. h. Memperbaiki hubungan dengan regulator. i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. j. Peluang mendapatkan pengharagaan. Selain manfaat diatas tujuan dari CSR adalah untuk pemberdayaan masyarakat. Ini sangat disadari benar oleh PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yang melakukan kegiatan CSR agar masayarakat berdaya dan menjadi mandiri. Pemberdayaan bertujuan mengkreasikan masyarakat mandiri, kalau berbicara tentang Corporate Social Responsibility, terdapat banyak defenisi. Kata sosial sering diinterpretasikan dengan kedermawanan. Padahal CSR terkait dengan sustainability dan acceptability, artinya diterima dan berkelanjutan untuk berusaha disuatu tempat, dan perusahaan ingin berkelanjutan dalam jangka panjang. Jadi CSR juga dilihat dalam lingkup stakeholders atau lingkungan dimana perusahaan berada. Universitas Sumatera Utara Selama ini CSR kebanyakan diukur dari sudut berapa besar uang yang dikeluarkan perusahaan. Sebenarnya bukan uang saja, uang itu hanya sebagian nilai karena ada nilai intangible yang sangat penting, artinya ada sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang. Nilai intangible, yaitu sampai sejauh mana perusahaan aktif dan proaktif dengan lingkungan? Persoalannya kata sosial sering hanya dipahami sebagai bentuk kedermawanan. Padahal kedermawanan itu adalah sebagian kecil dari CSR, itu sebabnya ada perusahaan yang hanya mau menggunakan kata corporate responsibility atau CR. Corporate responsibilities ada dua. Pertama, yang sifatnya ke dalam atau internal. Kedua, yang sifatnya mengatur keluar atau eksternal. Kalau internal menyangkut transparansi, sehingga ada yang namanya Good Corporate Governance. Di kalangan perusahaan publik diukur dengan keterbukaan informasi Untung, 2008:9-10. Good Corporate Governance adalah mekanisme bagaimana sumber daya perusahaan dialokasikan menurut aturan ”hak” dan ”kuasa”, sedang Perusahaan Publik menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 tiga ratus pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,- tiga miliar rupiahatau suatu jumlah pemegang saham dan modal yang disetor yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Adapun corporate responsibility eksternal, menyangkut lingkungan tempat dimana perusahaan berada. Pengusaha harus memperhatikan polusi, limbah, maupun partisipasi lainnya. Stakeholder yang ada di luar dapat dikategorikan, ada masyarakat, Universitas Sumatera Utara pemasok, pelanggan, konsumen, maupun pemerintah. Apabila perusahaan ingin berbuat sesuatu untuk masyarakat, perusahaan harus tahu apa yang stakeholder butuhkan. Bukan yang ingin perusahaan buat. Oleh karena itu, harus terjadi komunikasi sebelum membuat program. CSR jauh lebih besar dari kedermawanan yang biasanya lebih karena bencana alam. Tujuan CSR juga bukan untuk memanja, karena akan terjadi pembodohan masyarakat. Jadi CSR tujuannya untuk pemberdayaan, bukan memperdayai. Pemberdayaan bertujuan mengkreasikan masyarakat mandiri Untung, 2008:10-11. Menurut Princes of Wales Foundation ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi CSR, pertama, menyangkut human capital atau pemberdayaan manusia. Kedua, environments yang berbicara tentang lingkungan. Ketiga adalah Good Corporate Governance. Keempat, social cohesion. Artinya, dalam melaksanakan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial. Kelima adalah economic strength atau memberdayakan lingkungan menuju kemandirian di bidang ekonomi Untung, 2008:11-12. Jadi, keuntungan lain dari investasi sosial bernama CSR ini adalah apabila dilihat dari investor global yang memiliki idealisme tertentu, dengan aktivitas CSR saham perusahaan dapat lebih bernilai. Investor akan rela membayar mahal karena kita membicarakan tentang sustainability dan acceptability. Sebab itu terkait dengan resiko bagi investor. Investor menyumbangkan social responsibility dalam bentuk premium nilai saham. Itu sebabnya ada pembahasan tentang corporate social responsibility pada annual report, karena investor ingin bersosial dengan membayar Universitas Sumatera Utara saham perusahaan secara premium. Kalau perusahaan tergolong high-risk investor akan menghindar. Jadi, dari uraian diatas terlihat jelas bahwa faktor yang mempengaruhi implementasi CSR adalah komitmen pimpinan perusahaan, ukuran dan kematangan perusahaan serta regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Agar program Corporate Social Responsibility CSR berhasil, maka perlu adanya keterlibatan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya komunitas, juga komunitas setempat lokal. Kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar stakeholders. Konsep kedermawanan perusahaan corporate philanthropy dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya Rudito, 2007:210. Perilaku para pengusaha pun beragam dari kelompok yang sama sekali tidak melaksanakan sampai ke kelompok yang telah menjadikan CSR sebagai nilai inti corevalue dalam menjalankan usaha. Terkait dengan praktek CSR, pengusaha dapat dikelompokkan menjadi empat: kelompok hitam, merah, biru, dan hijau. Kelompok hitam adalah mereka yang tak melakukan praktik CSR sama sekali. Mereka adalah pengusaha yang menjalankan bisnis semata-mata untuk kepentingan sendiri. Kelompok ini sama sekali tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial Universitas Sumatera Utara sekelilingnya dalam menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Kelompok merah adalah mereka yang mulai melaksanakan praktek CSR, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Aspek lingkungan dan sosial mulai dipertimbangkan, tetapi dengan keterpaksaan yang biasanya dilakukan setelah mendapat tekanan dari pihak lain, seperti masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat. Kesejahteraan karyawan baru diperhatikan setelah karyawan ribut atau mengancam akan mogok kerja. Kelompok ini umumnya berasal dari kelompok satu kelompok hitam yang mendapat tekanan dari stakeholders-nya, yang kemudian dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial, termasuk kesejahteraan karyawan. CSR jenis ini kurang berimbas pada pembentukan citra positif perusahaan karena publik melihat kelompok ini memerlukan tekanan dan gertakan sebelum melakukan praktek CSR. Praktek jenis ini tidak akan mampu berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan. Kelompok Biru, perusahaan yang menilai praktek CSR akan memberi dampak positif terhadap usahanya karena metupakan investasi, bukan biaya. Kelompok Hijau, Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi inti dan jantung bisnisnya, CSR tidak hanya dianggap sebagai keharusan, tetapi kebutuhan yang merupakan modal sosial. Saidi dan Abidin 2004:64-65 menyatakan ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Keterlibatan langsung, dimana perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat senoirnya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, dimana perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan diperusahaan-perusahaan dinegara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. 3. Bermitra dengan pihak lain, dimana perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosialorganisasi non-pemerintah ornop, instansi pemerintah universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. 4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat ”hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program CSR yang dilaksanakan perusahaan ini dilakukan agar terjalin hubungan baik antara masyarakat dengan perusahaan. Ini bisa dikatakan sebagai modal sosial yang dimiliki perusahaan agar tetap beroperasi. Selain itu, masyarakat juga mendapatkan keuntungan dari program CSR ini. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kedua belah pihak saling menguntungkan satu sama lain dan saling mendapatkan manfaat dari hubungan yang mereka jalani dengan baik. Dalam CSR, perusahaan tidak dihadapkan pada tanggung jawab yang hanya berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan corporate value yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, selain aspek financial juga sosial dan lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan sustainable, tetapi juga harus memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan lingkungan hidup Untung, 2008:25. Dalam konteks CSR, dilakukan John Elkington pada 1997. dalam bukunya: “Cannibals with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness.” Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice Untung, 2008:32. Menurut konsep tersebut, CSR dikemas kedalam tiga komponen prinsip yakni : Profit, Planet, dan People 3P. Dengan konsep ini memberikan pemahaman bahwa suatu Universitas Sumatera Utara perusahaan dikatakan baik apabila perusahaan tersebut tidak hanya memburu keuntungan belaka profit, melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan planet dan kesejahteraan masyarakat people. Gambar 1. Triple Bottom Lines Sumber : Wibisono, 2007:32 Profit Keuntungan Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Tak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang paling esensial terhadap pemegang saham. Profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan aktifitas Sosial People Lingkungan Planet Ekonomi Profit Universitas Sumatera Utara yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan niali tambah semaksimal mungkin. Peningkatan produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki manajemen kerja melalui penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses pelayanan. Termasuk juga menggunakan material sehemat mungkin dan memangkas biaya serendah mungkin. People Masyarakat Menyadari bahwa msyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar besarnya kepada masyarakat. Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat sekitar. Karenanya pula perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Intinya, jika ingin eksis dan akseptabel, perusahaan harus menyertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial. Universitas Sumatera Utara Planet Lingkungan Unsur ketiga yang mesti diperhatikan juga adalah planet atau lingkungan. Jika perusahaan ingin eksis dan akseptabel maka harus disertakan pula tanggung jawab kepada lingkungan. Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan kita. Semua kegiatan yang kita lakukan mulai kita bangun tidur di pagi hari hingga terlelap dimalam hari berhubungan dengan lingkungan. Air yang kita minum, udara yang kita hirup, seluruh peralatan yang kita gunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Lingkungan dapat menjadi teman atau musuh kita, tergantung bagaimana kita memperlakukannya. Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi memang penting, namun tak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian lingkungan. Disinilah perlunya penerapan konsep triple bottom line atau 3BL, yakni profit, people dan planet. Dengan kata lain, “jantung hati” bisnis bukan hanya profit laba saja, tetapi juga people manusia dan jangan lupa, planet lingkungan Wibisono, 2007:33-37. Universitas Sumatera Utara

2.2. Sustainable Livelihood