diartikan sebagai faktor-faktor yang menentukan proses pengorganisasian serta pemberian makna terhadap pola stimulus yang diindera dari sinetron religius
bernuansa mistis, sehingga pemirsa dapat memahami serta memberi arti terhadap sinetron tersebut.
2.3. Kerangka Berpikir
Religiusitas adalah hal substansial yang relevan diperbincangkan di sepanjang rentang kehidupan manusia, terutama dalam praktik menjadi Warga
Negara Indonesia, yang merupakan negara berketuhanan ini.
Thouless 1955 mengemukakan bahwa ada empat faktor yang memicu religiusitas dalam diri manusia, yaitu pengaruh pendidikan dan berbagai tekanan
sosial, faktor pengalamaan, faktor kebutuhaan serta faktor intelektual.
Menurut Hurlock 1980, dalam diri wanita dewasa awal akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang disebabkan oleh tuntutan sosial
dan psikologis. Pada fase inilah mereka mulai mengembangkan pola-pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama
sisa hidupnya.
Perubahan tersebut juga terjadi pada aspek religiusitas mereka, di mana biasanya sesudah orang menjadi dewasa ia telah dapat mengatasi keragu-raguan di
bidang kepercayaan atau agamanya yang mengganggunya pada waktu ia masih remaja Hurlock 1980. Jika pada remaja akhir aktivitas dan pandangan
keberagamaannya sekadar mengikuti perilaku keberagamaan orang-orang di sekitarnya, maka pada fase dewasa awal perilaku ini diikuti oleh terbangunnya
pandangan pribadi yang relatif menetap tentang perilaku keberagamaan.
Publikasi cerita-cerita bernuansa religius-mistik secara berkala dimulai oleh Majalah Hidayah yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Melihat
peluang ini, stasiun-stasiun televisi kemudian berlomba untuk mengangkat kisah- kisah religius-mistik ke televisi. Medio 2005-2007 sinetron semacam ini menjadi
tontonan yang sangat digemari oleh masyarakat. Indikasi hal ini dapat dilihat dari kebijakan hampir semua stasiun televisi yang memilih untuk menayangkan
sinetron bertema religius-mistik.
Berdasar Hurlock 1980, wanita cenderung lebih mudah menerima serta mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agamanya. Dikaitkan
dengan dinamika kepribadian wanita dewasa awal yang mulai mengembangkan pola-pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi
kekhasannya selama sisa hidupnya, maka fase ini bisa dianggap periode krusial dalam menentukan pola religiusitasnya.
Sinetron religius bernuansa mistis sebagai tontonan populer dapat dianggap sebagai bahan informasi yang tersedia bagi wanita dewasa awal untuk
menemukan referensi tentang kebutuhan religiusitasnya. Jargon dan simbol- simbol Islam yang ada dalam sinetron-sinetron religius bernuansa mistis
memungkinkan wanita dewasa awal untuk mempersepsikan sinetron tersebut mewakili Islam secara keseluruhan.
Asumsinya, wanita dewasa awal yang mempersepsikan sinetron-sinetron tersebut sesuai dengan dirinya, bahwa mereka menemukan apa yang mereka
butuhkan dalam sinetron tersebut dan benar mereka menganggap sinetron tersebut mewakili Islam secara utuh, maka akan berpengaruh terhadap religiusitasnya.
Jika demikian, dikaitkan dengan pendapat Thouless 1995 tentang faktor- faktor yang dapat memicu religiusitas, maka dapat dikatakan bahwa persepsi
wanita dewasa awal terhadap sinetron-sinetron religius bernuansa mistis merupakan faktor intelektual yang ikut memicu munculnya religiusitas pada diri
mereka.
2.4. Pengajuan Hipotesis