Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan Religiusitas Religiusitas Wanita Dewasa Awal

Lebih lanjut Maslow dalam Ancok, 2001 mengemukakan konsep metamotivasi di luar kelima hirarki kebutuhan. Pengalaman mistis atau pengalaman puncak peak experience adalah bagian dari metamotivasi yang menggambarkan pengalaman keagamaan yang sangat mendalam. Di mata Maslow, level ini adalah bagian dari kesempurnaan manusia”. Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti mengartikan religiusitas dalam penelitian ini sebagai keyakinan dan pemahaman yang dapat dihayati oleh individu untuk mengetahui siapa atau apa Yang Maha Suci sehingga mendorong individu untuk bertingkah laku sesuai dengan agamanya dalam semua aspek kehidupan.

2.1.3. Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan Religiusitas

Berdasarkan penelitiannya, Thouless 1995 mengemukakan secara khusus beberapa faktor yang dapat menimbulkan religiusitas: Pertama, pengaruh pendidikan dan berbagai tekanan sosial. Faktor ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan keagamaan itu, termasuk pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi sosial, tekanan dari lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan itu. Kedua, faktor pengalaman. Berbagai pengalaman yang membantu sikap religiusitas terutama pengalaman tentang keindahan, konflik moral dan pengalaman emosional keagamaan. Ketiga, faktor kebutuhan. Kebutuhan ini secara garis besar dapat dibagi menjadi empat, yaitu: a. Kebutuhan akan keamanan atau keselamatan, b. Kebutuhan akan cinta kasih, c. Kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan d. Kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian. Keempat, faktor intelektual. Berkaitan dengan berbagai proses pemikiran verbal atau rasionalisasi.

2.1.4. Dimensi-dimensi Religiusitas

Menurut Glock dan Stark sebagaimana dikutip oleh Rakhmat 2003, dimensi religiusitas dibagi menjadi lima, yaitu:

2.1.4.1. Dimensi ideologis, bagian dari religiusitas yang berkaitan dengan apa

yang harus dipercayai. Dimensi ini adalah dimensi yang paling dasar yang membedakan satu agama dengan agama lainnya. Rakhmat menyebutkan tiga kategori kepercayaan; pertama kepercayaan yang menjadi dasar esensial suatu agama seperti kepercayaan kepada Nabi Muhammad, kedua kepercayaan yang berkaitan dengan tujuan Ilahi dalam penciptaan manusia seperti kepercayaan orang Yahudi bahwa mereka adalah umat pilihan Tuhan yang mempunyai misi untuk menciptakan dunia yang lebih baik secara moral dan spiritual, ketiga kepercayaan yang berkaitan dengan cara terbaik untuk melaksanakan tujuan Ilahi yang di atas. 2.1.4.2. Dimensi ritualistik, dimensi religiusitas yang berkaitan dengan sejumlah perilaku khusus yang ditetapkan oleh agama, seperti tata cara ibadah, pembaptisan, dan lain sebagainya. Semakin terorganisasi sebuah agama, semakin banyak aturan yang dikenakan kepada pengikutnya. Dalam Ancok 2001, Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua garis besar, pertama ritual berupa tindakan-tindakan keagamaan yang sifatnya formal dan suci, dan kedua ketaatan berupa tindakan-tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan dan pribadi.

2.1.4.3. Dimensi eksperensial pengalaman, dimensi ini berkaitan dengan

pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang dan didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi –walaupun kecil– dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir dengan otoritas transedental Ancok, 2001. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat al Anam ayat 76 – 79 tentang pengalaman Nabi Ibrahim as. dalam mencari Tuhannya. ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ ☺ ☺ ⌧ ☺ ☺ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ ⌦ ☺ ☺ ☺ 76. Ketika malam telah gelap, dia Ibrahim melihat sebuah bintang lalu dia berkata: Inilah Tuhanku, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: Saya tidak suka kepada yang tenggelam. 77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: Inilah Tuhanku. tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat. 78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. 79. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

2.1.4.4. Dimensi intelektual, disebutkan dalam Ancok 2001 dimensi ini

mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya.

2.1.4.5. Dimensi konsekuensial, dimensi ini menunjukkan akibat ajaran agama

dalam perilaku umum, yang tidak secara langsung dan secara khusus ditetapkan agama seperti dalam dimensi ritualistik. Akibat ini boleh jadi positif atau negatif.

2.1.5. Religiusitas Wanita Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan masa pengaturan settle down. Pada masa ini Sekali seseorang menemukan pola hidup yang diyakininya dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku, sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya. Havighurst dalam Haditono 2002 mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Havighurst menyebutnya tugas perkembangan developmental task, yaitu tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan. Ia membagi tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal ini sebagai masa untuk memilih jodoh, belajar hidup dengan suamiisteri mulai membentuk keluarga, mengasuh anak, mengemudikan rumah tangga, menemukan kelompok sosial, mulai bekerja dan menerima tanggung jawab sebagai warga negara. Menurut Hurlock 1980 selama masa dewasa awal yang panjang ini, perubahan-perubahan fisik dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan seperti masa kanak-kanak dan masa remaja, yang juga mencakup periode yang cukup lama. M. Alisuf Sabri 2001 menambahkan bahwa masa dewasa awal ini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Mereka diharapkan memainkan peranan baru, seperti peran suamiistri, orang tua dan pencari nafkah, dan mengembangkan sifat-sifat baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Permasalahan seringkali muncul, terutama dalam upaya menyesuaikan diri dengan peran barunya, baik dalam karier, rumah tangga maupun harapan-harapan yang timbul dalam masyarakat terhadapnya. Selain masalah-masalah yang telah disebutkan di atas, perubahan juga terjadi pada nilai-nilai yang dipegangnya. Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja berubah karena pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda usia dan karena nilai-nilai itu kini terlihat dari kaca mata orang dewasa. Orang dewasa yang tadinya menganggap sekolah itu suatu kewajiban yang tidak berguna, kini sadar akan nilai pendidikan sebagai batu loncatan untuk meraih keberhasilan sosial, karier dan kepuasan pribadi Hurlock, 1980. Perubahan-perubahan ini berpengaruh juga pada pola religiusitas wanita dewasa awal, terutama pada aspek psikologisnya. Menurut Hurlock 1980, jika pada remaja akhir aktivitas dan pandangan keberagamaannya sekadar mengikuti perilaku keberagamaan orang-orang di sekitarnya, maka pada fase dewasa awal perilaku ini diikuti oleh terbangunnya pandangan pribadi yang relatif menetap tentang perilaku keberagamaan. Biasanya, sesudah orang menjadi dewasa ia telah dapat mengatasi keragu- raguan di bidang kepercayaan atau agamanya, yang mengganggunya pada waktu ia masih remaja. Setelah menjadi dewasa ia biasanya sudah mempunyai suatu pandangan hidup, yang didasarkan pada agama, yang memberi kepuasan baginya. Atau dapat terjadi bahwa orang meninggalkan agama yang dianut keluarga karena agama itu tidak memberi kepuasan baginya Hurlock, 1980. Banyak hal yang mempengaruhi minat keberagamaan orang pada tahap dewasa awal. Menurut Hurlock 1980 setidaknya ada delapan faktor yang berpengaruh terhadap minat keagamaan orang dewasa awal. Faktor pertama adalah seks, wanita cenderung lebih berminat pada agama daripada pria. Kedua kelas sosial, golongan kelas menengah sebagai kelompok lebih tertarik agama dibandingkan dengan kelas yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Faktor ketiga adalah lokasi tempat tinggal, orang-orang dewasa yang tinggal di pedesaan atau di pinggir kota menunjukkan minat yang lebih besar pada agama daripada orang yang tinggal di kota. Lalu yang keempat latar belakang keluarga, orang-orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga yang erat beragama cenderung lebih tertarik pada agama daripada orang-orang yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang peduli pada agama. Selanjutnya adalah minat religius teman-teman, orang-orang dewasa awal lebih memperhatikan hal-hal keagamaan jika tetangga-tetangga dan teman- temannya aktif dalam organisasi-organisasi keagamaan daripada apabila teman- temannya yang kurang peduli. Kemudian pasangan dari iman yang berbeda, pasangan yang berbeda agama cenderung kurang aktif dalam urusan agama daripada suami-istri yang menganut agama yang sama. Ketujuh kecemasan akan kematian, orang-orang dewasa yang cemas akan kematian atau mereka yang sangat memikirkan hal kematian cenderung lebih memperhatikan agama daripada orang yang bersifat lebih realistik. Dan yang terakhir adalah pola kepribadian, semakin otoriter pola kepribadian seseorang, semakin banyak perhatiannya pada agama sendiri, dan semakin kaku si`kapnya terhadap agama-agama lainnya. Sebaliknya orang yang memiliki kepribadian seimbang lebih luwes terhadap agama-agama lain dan biasanya lebih aktif dalam kegiatan agamannya. 2. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

2.2.1. Definisi Persepsi