Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

d. Pajak Pertambahan Nilai 1984 PPN 1984 Untuk mengantisipasi sifat kumulatif Undang-undang Pajak Penjualan 1951 dan bersamaan dengan reformasi perpajakan nasional tax reform tahun 1983, maka Undang-undang Pajak Penjualan 1951 diganti dengan Undang–undang Nomor 8 tahun 1983 yang dikenal dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Pajak ini termasuk kedalam kelompok Non Cumulative Multi Stage Sales Tax, yang mulai berlaku secara efektif sejak tanggal 1 April 1985. Sifat non kumulatif dalam pajak ini terletak pada mekanisme pemungutannya yang dikenakan pada Nilai Tambah Added Value dari Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Pada akhir tahun 1994 diundangkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang Mewah yang mulai berlaku sejak 1995. Kemudian pada tahun 2000 diundangkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagai perubahan kedua Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

B. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Sebelum membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai, ada baiknya kita mengerti apa yang dimaksud dengan pajak itu sendiri. Terdapat banyak definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Diantaranya oleh P.J.A. Adriani: 23 23 Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung, PT. Refika Aditama, 2003, ed. 4, cet.ke 1, h. 2. “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Selain itu juga terdapat definisi yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro: 24 “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal kontra-prestasi, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Kemudian disempurnakan dengan beliau, yang isinya sebagai berikut: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”. 25 Sedangkan yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai yaitu pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak di dalam negeri. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ketika Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak maka disebut dengan Pajak Masukan. Pajak Masukan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pasal 1 ayat 24 yaitu: “Pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak danatau penerima Jasa Kena Pajak danatau 24 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, Yogyakarta, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005, ed. 3, cet. ke 1, h. 2. 25 Ibid., h. 2. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean danatau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean danatau impor barang Kena Pajak”. Dan sebaliknya apabila Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak dijual kepada pembeli maka Pengusaha Kena Pajak memungut Pajak Pertambahan Nilai kepada pembeli yang disebut dengan Pajak keluaran. Pajak keluaran sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pasal 1 ayat 25 yaitu: “Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak atau ekspor Barang Kena Pajak”. Pajak Pertambahan Nilai merupakan selisih antara Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. Apabila Pajak Masukan lebih besar dibandingkan dengan Pajak Keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak berhak untuk memperoleh pengembalian atau dikompensasikan dengan utang pajak dalam Masa Pajak berikutnya. Dan sebaliknya apabila Pajak Keluaran lebih besar dibandingkan dengan Pajak Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak wajib menyetorkan selisihnya kepada kas negara. 26

C. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai