Pajak Pertambahan Nilai Yang Ditanggung Pemerintah Faktur Pajak

G. Pajak Pertambahan Nilai Yang Ditanggung Pemerintah

42 Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tertentu, yang Pajak Pertambahan Nilai-nya ditanggung pemerintah adalah: 1. Impor Barang Modal berupa mesin dan peralatan pabrik baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas; 2. Impor senjata, amunisi, alat angkut di air, di bawah air, dan di udara, kendaraan lapis baja serta kendaraan angkuta khusus lain untuk keperluan TNI yang belum dibuat di dalam negeri; 3. Impor Vaksin Polio dalam rangka melaksanakan program Pekan Imunisasi Nasional PIN; 4. Impor Barang Kena Pajak yang bersifat strategis untuk keperluan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Menteri Keunangan; 5. Penyerahan Barang Modal berupa mesin dan peralatan pabrik baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas; 6. Penyerahan senjata, amunisi, alat angkut di air, di bawah air, dan di udara, kendaraan lapis baja serta kendaraan angkuta khusus lain untuk keperluan TNI yang belum dibuat di dalam negeri; 7. Penyerahan Vaksin Polio dalam rangka melaksanakan program Pekan Imunisasi Nasional PIN; 42 Ibid., h. 424. 8. Penyerahan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis untuk keperluan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Menteri Keunangan; 9. Penyerahan jasa yang diserahkan oleh kontraktor kepada Perum Perumnas untuk pemborongan bangunan rumah murah, rumah sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Negara Urusan Perumahan Rakyat; 10. Penyerahan jasa oleh kontraktor dalam rangka pembangunan tempat-tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah; 11. Penyerahan jasa persewaan Rumah Susun Sederhana.

H. Faktur Pajak

Faktur pajak sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 23 yaitu: “Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunaka oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai”. Jenis-jenis faktur pajak menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, yaitu: 1. Faktur Pajak Sederhana. Faktur Pajak Sederhana adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir dan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya. Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima jasa Kena Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukan. 2. Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak serta dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 3 Peraturan Direktur jenderal Pajak Nomor: PER- 159 PJ.2006, tanggal 31 Oktober 2006, Faktur Pajak Standar sekurang-kurangnya berisikan: a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau jasa Kena Pajak; b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Sedangkan dokumen-dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-312PJ2001, tanggal 23 April 2001, adalah sebagai berikut: a. Pemberitahuan Impor Barang PIB, yang dilampiri Surat Setoran Pajak SSP atau Bukti Pungutan Pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai dokumen impor barang Kena Pajak; b. Pemberitahuan Ekspor Barang PEB yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang PEB tersebut; c. Surat Perintah Penyerahan Barang SPPB yang dibuat dikeluarkan oleh BULOG DOLOG untuk penyaluran tepung terigu; d. Faktur Nota Bon Penyerahan FNBP yang dibuatdikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM; e. Tanda Penyerahan atau kuitansi telepon; f. Ticket, tagihan Surat Muatan Udara Airway Bill, atau Delivery Bill, yang dibuat dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; g. Surat Setoran Pajak SSP untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan; i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik. Menurut Pasal 2 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER- 159 PJ.2006, tanggal 31 Oktober 2006. Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat: a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak; b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak danatau penyerahan Jasa Kena Pajak; c. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak danatau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; d. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. 3. Faktur Pajak Gabungan. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 4 Peraturan Direktur jenderal Pajak Nomor: PER- 159 PJ.2006, tanggal 31 Oktober 2006, yang disebut dengan Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak danatau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 satu bulan takwim kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama. Menurut Pasal 2 ayat 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER- 159 PJ.2006, tanggal 31 Oktober 2006. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat: a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak; atau b. Pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak danatau penyerahan Jasa Kena Pajak. Apabila Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat faktur pajak tetapi tidak melaksanakannya sesuai dengan waktu yang ditentukan ataupun tidak dengan selengkap-lengkapnya maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 dua per seratus dari dasar pengenaan pajak. Dan apabila pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak membuat faktur pajak maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2 dua per seratus dari dasar pengenaan pajak, serta diwajibkan menyetor jumlah pajak tersebut ke kas negara. 43 43 Ibid., h. 432.

I. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

44 Yang termasuk dalam karakteristik Pajak Pertambahan Nilai, yaitu: 1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pemungutannya dapat dibebankan kepada pihak ketiga. 45 Oleh karena itulah, apabila terdapat penyimpangan dalam penyetoran Pajak Pertambahan Nilai maka fiskus akan meminta pertanggung jawaban dari pihak yang menjual Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak tersebut. 2. Pajak Objektif Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak objektif karena dalam pemungutannya Pajak Pertambahan Nilai tidak melihat kepada kondisi subjektif subjek pajak dengan kata lain tidak membedakan antara konsumen yang berpenghasilan tinggi maupun berpenghasilan rendah. 3. Pemungutan PPN Multi Stage Tax. Dalam hal ini Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Dengan kata lain pada setiap penyerahan barang yang merupakan objek pajak dari tingkat pabrikan manufacturer kepada tingkat pedagang besar wholesaler sampai dengan tingkat pedagang eceran retailer akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 4. Pajak Pertambahan Nilai dipungut dengan alat bukti Faktur Pajak. 44 Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, h. 19-29. 45 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, h. 6. Metode pengkreditan yang digunakan dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai mengharuskan Pengusaha Kena Pajak menerbitkan faktur pajak yang digunakan untuk memperoleh suatu bukti besarnya jumlah Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam memperoleh besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang wajib disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak. 5. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri. Berdasarkan dengan pernyataan di atas maka, sejumlah komoditi yang diimpor dari negara lain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Akan tetapi komoditi yang diekspor ke negara lain sebaliknya yaitu dengan tidak dibebani Pajak pertambahan Nilai. 6. Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral. Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya dua faktor, yaitu: 1 PPN dikenakan atas konsumsi barang atau jasa. 2 PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan. 7. Tidak Menimbulkan Dampak Pengenaan Pajak Berganda.

BAB III PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PPN

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Perpajakan Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Islam Menurut pengertian bahasa hukum berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. 46 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hukum adalah peraturan, undang-undang ataupun adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh pemerintah untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. 47 Menurut H.M.N Purwosutjipto seperti yang dikutip oleh Gemala Dewi mengatakan bahwa hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa negara atau penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut. 48 Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa hukum adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia 46 Fani, Sumber Hukum Islam, Hukum Taklifi dan Hukum Wad’I, artikel diakses pada 4 Maret dari 2009 ppt . islamfani - hukum - sumber 11 2008 com . wordpress . files . ahmadlabib : http . 257 . h , . . php . index kbbi id . go . diknas . pusatbahasa : http 47 48 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Peransuransian Syari’ah Di Indonesia , Jakarta, Kencana, 2006, cet.ke 1, h. 1.