Perpajakan Menurut Hukum Islam

BAB III PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PPN

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Perpajakan Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Islam Menurut pengertian bahasa hukum berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. 46 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hukum adalah peraturan, undang-undang ataupun adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh pemerintah untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. 47 Menurut H.M.N Purwosutjipto seperti yang dikutip oleh Gemala Dewi mengatakan bahwa hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa negara atau penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut. 48 Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa hukum adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia 46 Fani, Sumber Hukum Islam, Hukum Taklifi dan Hukum Wad’I, artikel diakses pada 4 Maret dari 2009 ppt . islamfani - hukum - sumber 11 2008 com . wordpress . files . ahmadlabib : http . 257 . h , . . php . index kbbi id . go . diknas . pusatbahasa : http 47 48 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Peransuransian Syari’ah Di Indonesia , Jakarta, Kencana, 2006, cet.ke 1, h. 1. dalam suatu masyarakat yang beraupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tersebut. 49 Jika dikaitkan dengan kata Islam maka definisi dan pengertiannya akan sedikit berbeda seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwasannya hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan al-quran dan al-hadits. 50 Sedangkan menurut Ahmad Sukardja seperti yang dikutip oleh M. Daud Ali, menyatakan bahwasannya hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasar wahyu Allah SWT. dan sunah Rasul tentang tingkah laku mukallaf orang yang sudah dewasa dan cakap hukum yang diakui dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk Islam. 51 Menurut para ahli fiqih hukum Islam adalah akibat yang ditimbulkan oleh tuntutan syariat, berupa al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-karahah dan al- ibadah . 52 Sedangkan menurut para ahli ushu al-fiqih hukum Islam adalah khitab atau perintah Allah SWT. yang menuntut mukallaf untuk memilih antara mengerjakan dan tidak mengerjakan atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalangbagi adanya sesuatu yang lain. 53 Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwasannya hukum Islam ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia ditengah alam semesta untuk 49 M. Daud Ali, Hukum Islam- Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 38. . php . index kbbi id . go . diknas . pusatbahasa : http 50 51 M. Daud Ali, Hukum Islam- Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Di Indonesia, Ibid., h. 2. 52 Fani, “Sumber Hukum Islam, Hukum Taklifi dan Hukum Wad’I”, Ibid., h. 257. 53 Ibid., h. 257. mencapai ketenteraman hidup di dunia dan keselamatan serta kebahagiaan hidup di akhirat. Semua hal ini dapat tercapai apabila seseorang benar-benar bertingkah laku sesuai dengan aturan yang terkandung dalam hukum Islam. 2. Pajak Dalam Islam Dalam bahasa arab pajak disebut dengan al-dharibah yang mengandung arti beban, wajib, tetap, tentu, dan lain-lain, seperti dalam kalimat “Ia telah membebankan kepadanya upeti untuk dibayarkan”. 54 Dalam al-Ahkam al-Sulthaniyah karya Imam al-Mawardi seperti yang dikutip oleh Gusfahmi al-kharraj mengandung arti kontrak, sewa-menyewa atau menyerahkan yang berarti pajak atas tanah atau hasil tanah. 55 Sebagaimana firman Allah SWT., yang berbunyi: ﻡ, - . 1. 2 Artinya: “Atau kamu meminta upah kepada mereka? maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik”. Al-Mu’minun23: 72 Sedangkan al-jizyah mengandung arti kompensasi yang berarti beban yng diambil dari penduduk non muslim yang ada di negara muslim untuk mendapatkan perlindungan 56 , dan hal ini sesuai dengan firman Allah SWT., yang berbunyi: 3 ﺱ ﻡ ﻡ 5ی7 8 7 ﻡ,ی7 ی9 :;ی =ی? Aی BC D CE ی9 ﻡ F5 یG ی;ی7 H I C = - J .J 2 54 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta, Gema Insani Press, 2007, cet.ke 5, h. 56. 55 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007, ed.ke 1, h. 126. 56 Ibid, h. 119. Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar agama Allah, yaitu orang-orang yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. Al- Taubah9: 29 Selain itu pajak diartikan dengan al-‘ushr yang mengandung arti 10 yang berarti 10 dari hasil pertanian yang disirami dengan air hujan, serta 10 yang diambil dari pedagang kafir yang berdagang di dalam wilayah Islam yang mana mirip dengan kebijakan bea cukai pada saat ini. 57 Lain halnya dengan al-zakat yang mengandung arti bersih, suci, berkah, maslahat, dan berkembang. hal ini sesuai dengan firman Allah SWT., yang berbunyi: Eﺱ KI L MI N = ;I ﻡ ﻡ 9 O ﺱ = C - J PQ 2 Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Al-Taubah9: 103 3. Sejarah Pemungutan Zakat Dan Pajak Dalam Islam Sejarah perpajakan dimulai dari adanya orang-orang yang menganggap bahwa tanah atau bumi adalah milik raja. Abdul Khalik al-Nawawi dalam bukunya al- Nidham al-Mali fi al-Islam seperti yang dikutip oleh B. Wiwiho, menyebutkan bahwa Raja Ramsis II membagi-bagikan tanah Mesir kepada penduduk. Tiap-tiap anggota keluarga memperoleh sebidang tanah dan sebagai gantinya atau imbalannya 57 Ibid., h. 130. dikenakan kharaj atau pajak bumi. Kharaj ini sudah dikenal pada masa-masa Raja Ptolemen, Bizantine Bizantium, Rumawi, dan Persia. 58 Tradisi pajak ini rupanya terus berlanjut sampai zaman raja-raja Arab pra Islam. Pada tahun-tahun awal pemerintahan Islam, sumber pemasukan ataupun pengeluaran hampir tidak ada. Oleh karena itulah, pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bersumber dari sesuatu yang tidak terikat. 59 Dan pada saat itu juga belum terdapat tentara dalam bentuk yang tetap serta tidak menerima gaji, akan tetapi diperbolehkan untuk mendapatkan bagian dari harta rampasan perang tanpa adanya ketentuan yang pasti. Pada tahun kedua Hijriyah dimana Rasulullah SAW. serta para sahabat- sahabatnya prinsip-prinsip Islam telah dijalankan dengan sangat baik, Allah SWT. mensyariatkan zakat yang merupakan rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Zakat telah memberikan perubahan ekonomi secara signifikan dalam masyarakat muslim. Zakat ditetapkan berdasarkan nash-nash al-quran serta hadits nabi yang bersifat qathi’, sehingga kewajibannya bersifat mutlak atau absolut dan sepanjang masa. 60 Dan pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijriyah Allah SWT. mensyariatkan tentang pembagian harta rampasan perang yang menerangkan bahwa seperlima 58 B. Wiwoho., et., al., Zakat dan Pajak, Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1992, Cet.ke 3, h.39. 59 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, Cet.ke 1, h. 37. 60 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, h. 57. bagian untuk Allah dan Rasul-Nya, dan ini dikenal dengan istilah khumsghanimah, berdasarkan firman-Nya yang berbunyi: C H ﻥ ﻡ S :TUV W ﺱ 3 3 Bﻡ C B X Y9 Z N L M [ ﻡ T CN C ﻥ\ﻡ ] ی ﻥ;[ B ی BXC A ? ی; :TUV MN B Z ]ﻥ8 - _P 2 Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami Muhammad di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Al-Anfal8: 41 Dan pada tahun itu juga Allah mewajibkan kaum muslimin untuk menunaikan zakat fitrah yaitu sebanyak 1 sha’ kurma, tepung, keju lembut, atau kismis; atau setengah sha’ gandum pada setiap bulan Ramadhan. Kemudian Allah mewajibkan zakat mal pada tahun kesembilan Hijriyah, setelah perekonomian kaum muslimin dirasakan stabil. 61 Pada masa pemerintahannya beliau juga menerapkan jizyah yaitu pajak yang diterima dari orang-orang non muslim khususnya yaitu para ahli kitab agar mendapat perlindungan jiwa, yaitu sebesar satu dirham dalam setiap tahunnya bagi laki-laki yang telah dewasa dan mampu membayarnya. Selain itu juga beliau menerapkan sistem kharaj yakni pajak terhadap tanah yang dipungut dari kaum non muslim dengan beban sebesar setengah dari hasil produksi. Selain kharaj dan jizyah Rasulullah juga menerapkan sistem ushr sebagai bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dan hanya dikenakan terhadap barang-barang yang bernilai lebih 61 Ibid., h. 38-39. dari 200 dirham dan hanya dikenakan sekali dalam setahun, dengan tingkatan bahwa bagi non muslim dikenakan sebesar 5 sedangkan bagi orang-orang muslim sebesar 2,5. 62 Zaman di mana pemerintahan Islam telah begitu sarat dengan aktifitas dan program-program pembangunan, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab atas inisiatifijtihad Umar pada saat itu mulai diterapkan adanya kharajpajak bumi dan ‘usyurpajak impor dan ekspor yang dapat disebut dengan pemungutan pajak terhadap barang-barang perdagangan. Jadi Khalifah Umar-lah yang pertama kali melestarikan dan menyempurnakan kharajpajak bumi dan ‘usyurpajak impor dan ekspor yang manfaatnya tentu dikembalikan kepada umat. Apa yang dilakukan Umar bin Khaththab ini dapat dijadikan dalil atau hujjah hukum sejalan dengan hadits Nabi: ی; ی;V T ] BCﺱ BC E `9 ﻡ C G G a 2 Artinya: “Ikutilah sunnahku dan apa-apa yang dilakukan oleh Khulafaurrasyidin yang memperoleh petunjuk”. HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi Dana yang dihimpun dari bermacam-macam pajak itu masuk ke baitul mal yang kegunaannya di peruntukkan untuk membiayai jalannya roda pemerintahan yang kegiatannya terus meningkat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat kesamaan terhadap maksud dan tujuan dalam pemungutan pajak dan zakat. 4. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Dalam Hukum Islam 62 Ibid., h. 43-45. a Pendapat Yang Menyatakan Bahwa Tidak Ada Kewajiban Lain Atas Harta Selain Zakat Mayoritas fuqaha termasuk para ahli fiqih periode muta’akhirin berpendapat bahwa, zakat merupakan satu-satunya kewajiban yang telah dilimpahkan atas kaum muslim atas harta yang dimilikinya. Oleh karena itulah, barang siapa yang telah membayar zakat maka hartanya akan bersih serta tidak ada lagi kewajiban setelah itu, kecuali jika dia berkehendak untuk mengeluarkan hartanya untuk mendapatkan pahala yang lebih besar yaitu dengan cara bershadaqah sunnat. 63 Pendapat mereka mengacu pada firman Allah SWT., yang berbunyi: 3N ]C ﻡ b M :c V Aﻡ H :c V Aﻡ :c Sdﻥ Y9 ی 3X T efgL a e ﻡ N :3 dCﻡ H dCﻡ ﻡh Cی 7 aG i hj5ی7 3ﻥL Aﻥ8 - k P_P 2 Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa bentuk dan warnanya, dan tidak sama rasanya. Makanlah dari buahnya yang bermacam-macam itu bila ia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya dengan dikeluarkan zakatnya; dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” Al-An’am6: 141 Serta firman Allah SWT yang berbunyi: Aﻡ lF ﻡ B ی9 A - 1Q ._ 2 Artinya: “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu” Al- Ma’arij 70: 24 Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa dalam harta kita termasuk di dalamnya harta dari pertanian terdapat kewajiban berupa zakat yang harus dikeluarkan bagi 63 Yusuf Qardhawi, Fiqhu al-Zakat, Libanon: Beirut, 1973, Cet. Ke-2, h. 964. orang-orang yang berhak untuk menerimanya, dan juga agar kita tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang kikir. Selain menurut firman Allah SWT., terdapat hadits Nabi Muhammad saw yang menyatakan bahwa tidak terdapat kewajiban selain zakat, yang berbunyi: :mﻥ ﻡ nhU]Xo ;[ pی q M ; Aﺱ =[ C e; – 3 r – Z Xی ; [ =5q O ﺱ 3ﻥ 3 n:M ﺱ B M T Z ﺱ B L 3 I Y G O ﻥ ns ﺉ e n:;?ﻥ M ﻡ ﺱ 3 BI ZS ی gu n ﺱ 3 BI Z ﺱ ﻡ ﻥG BC nZ Xی ﻡ 3X]ﻥ7 I Z ﺱ Z X nKﺱv Z X = B :c I m n ﺱ 3 B Z w H U M Z X xﻡ V I nb 7L n7 wa H U M Z X Z ﺱ 3 Ng b 7L n7 Z X ny N ﺱ 3 BI U M Z w H b 7L n7 - Z - Z Xی M GS B;ی 7 BI Z ﺱ Z X n3ﻡ zXﻥ7 9 ﺱ 3 {;I L | a ﻡ ` [ 2 Artinya: “Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin Tharif bin Abdullah ats-Tsaqafiy berkata: Malik bin Anas yang dibacakan kepadanya dari Abu Suhail dari bapaknya bahwasannya beliau mendengar Thalhah bin Ubaidillah r.a., berkata: “Seorang laki- laki penduduk Nejd datang menghadap Rasulullah Saw. Ia berambut kusut masai dan suaranya parau, kelihatan bagai orang dungu. Setelah dekat dengan Rasulullah Saw., iapun bertanya kepada beliau tentang Islam. Rasulullah Saw. Berkata: “Islam itu ialah mengerjakan shalat lima kali sehari semalam.” Orang itu berkata: “Apakah ada kewajiban lain?” Beliau menjawab: “Tidak ada, kecuali engkau lakukan shalat sunnat dan puasa Ramadhan.” Ia bertanya lagi: “Apakah ada kewajiban puasa selain itu?” Beliau menjawab: “Tidak ada, kecuali engkau lakukan puasa sunnat.” Kemudian Rasulullah Saw. menyebut kewajiban zakat. Ia bertanya lagi: “Apakah ada kewajiban lain di luar zakat?” Beliau menjawab: “Tidak ada, kecuali shadaqah sunnat.” Lalu ia mundur sambil berkata: “Saya tidak akan menambah atau menguranginya.” Rasulullah Saw. berkata: “Beruntunglah jika ia benar ia akan masuk surga kalau benar.” HR. Bukhari dan Muslim. 64 64 Abi al-Husain Muslim bin al-Haj al-Qusyairi al-Naisaburi: Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Shahih Muslim , Riyadh: Dar-Salam,Juli 1998, h. 26-27. 3 Bﺽ y ی B Z X ﺱ 3 BI U[ B ~ B G Z X n=? • G 3C gL :M B yKi X n V 3 € d7 ;[A E xﻡ i n=ﺽ ] y N `G, n= C • Z ;ی 7 na; B ]ﻥ `9 9 B • ﺱ 3 BI Z ﺱ Z nB :M B L ‚ی a ﺱ ﻡ M ﻡ 9 B L ‚ =? ` [ a 2 Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a.: Bahwa seorang Arab dusun datang kepada Nabi Saw. Ia berkata: “Tunjukkanlah padaku suatu amal yang memasukkan aku kedalam surga.” Nabi berkata: “Beribasahlah kepada Allah SWT dan jangan berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya, dirikanlah shalat fardhu, tunaikan zakat, dan berpuasalah bulan Ramadhan.” Orang itu berkata: “Demi yang menguasai diriku, aku tak akan menambahnya.” Kemudian Rasulullah Saw berkata: “Ingin melihat ahli surga, lihatlah orang ini.” HR. Bukhari Berdasarkan kedua hadits di atas disebutkan bahwa, yang wajib dikeluarkan atas harta adalah zakat saja. Mengenai adanya nash dalil yang menyebutkan bahwa adanya kewajiban lain atas harta selain zakat, mayoritas ulama menyatakan bahwa yang dimaksud oleh dalil tersebut ialah anjuran sunnat. 65 Dikarenakan tidak ada kewajiban lain selain zakat maka negara tidak boleh menarik pajak dalam usahanya untuk meningkatkan sumber daya, dan sejalan dengan pemikiran ini, Dr. Hasan Turobi seorang ulama dari Sudan pengarang buku Principle of Governance, Freedom, and Responsibility in Islam , seperti yang dikutip oleh Gusfahmi menyatakan bahwa: Pemerintahan yang ada di dunia Muslim dalama sejarah yang begitu lama “pada umumnya tidak sah”. Karena itu, para fuqaha khawatir jika diperbolehkan menarik pajak akan disalahgunakan dan menjadi suatu alat penindasan. 66 65 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, h. 173. 66 Ibid., h. 186. b Pendapat Yang Menyatakan Bahwa Ada Kewajiban Lain Atas Harta Selain Zakat Selain yang berpendapat bahwa tidak ada kewajiban lain selain zakat, maka terdapat beberapa pendapat yang mengatakan bahwa ada kewajiban lain selainn zakat, diantaranya: Umar, Ali, Abu Dzar, aisyah, Ibn Umar, Abu Hurairah, Hasan bin Ali, Fatimah binti Qais dari kalangan sahabat r.a., berpendapat bahwa terdapat kewajiban lain dalam harta kekayaan selain zakat, yang mana pendapat ini disahkan oleh Sya’bi, Mujahid, Thawus, ‘Atha dan lain-lain dari kalangan tabi’in. 67 Dan pendapat mereka mengacu pada firman Allah SWT, yang berbunyi: h [ m ﻡ T ﻡ [ E D ƒ { d M[ E Bﻡ C B X Y g 3[ B Z B T [ D CE =E 8 [ N y N B T yKi D U ﺉ M ;I ی9 sS[ Tf x T\ﺱS[ U ی i ; gL ;A XC y X[ - . P11 2 Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang- orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. Al- Baqarah 2: 177 Imam al-Qurthubi, seperti yang di kutip oleh Didi Hafidhuddin, ketika menafsirkan ayat di atas “...dan memberikan harta yang dicintainya...” 67 Yusuf Qardhawi, Fiqhu al-Zakat, Ibid., h. 968. mengemukakan pendapatnya bahwa para ulama telah sepakat, jikalau kaum muslimin memiliki berbagai macam kebutuhan serta keperluan yang harus ditanggulanginya, maka wajib untuk mengeluarkan harta untuk mengatasinya walaupun sudah mengeluarkan zakat. 68 Serta firman Allah SWT yang berbunyi: Eﻡ ﻡS B Z ﺱ A q A q ﻡ T ی9 l„ی ی BI B C u S ﻡ, CN L Z ﺱ B L a hG :TBV g Kی S T - _ …J 2 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Qur’an dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya ”. Al-Nisaa’4: 59 Ayat di atas menerangkan bahwa terdapat perintah yang menyatakan untuk taat kepada ulil amri pemerintah termasuk dalam ketaatan untuk membayar pajak selain ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila dana pajak yang dipungut dari masyarakat dipergunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam serta bertentangan dengan kemaslahatan bersama, maka tidak ada alasan bagi umat Islam untuk membayar pajak. Muhammad Ali al-Shabuni seperti yang dikutip oleh Didin Hafidhuddin, ketika menafsirkan ayat diatas menyatakan bahwa ketaatan kepada penguasa jika 68 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, h. 62. mereka adalah kaum muslimin yang berpegang teguh kepada syariat Islam dan tidak ada ketaatan kepada makhluk jika bermaksiat kepada Allah SWT. 69 Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, tatkala ditanya tentang ayat diatas, seperti yang dikutip oleh Gusfahmi mengatakan bahwa: Apabila dana zakat tidak mencukupi bagi pemenuhan kebutuhan orang-orang miskin dalam suatu daerahatau negara, maka menjadi tanggung jawab warga yang mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Apabila mereka tidak melakukan itu, semuanya berdosa. Penguasa berhak untuk menghukum mereka. Inilah pendapat yang tidak diragukan, yang diambil dari makna dan tujuan al-quran. 70 Selain menurut firman Allah SWT., terdapat hadits Nabi Muhammad saw yang menyatakan bahwa terdapat kewajiban selain zakat, yang berbunyi: ﻥ [ 2 :m • = q : ﻡ :y B ی V e M ]h ; 5ﻡ ﻡ B Z Xی ﺱ 3 BI Z ﺱ •A ﺱ • y N ` ﺱ ~X E X G a :m • = q B 2 Artinya: “Muhammad Thufail dari Abu Hamzah dari ‘Amir dari Fathimah binti Qais mengatakan: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya di dalam setiap harta kalian terdapat kewajiban selain zakat ”. HR. Darul Quthni dan Fathimah binti Qais 71 Dalam hadits lain Nabi Muhammad Saw meyebutkan bahwa: :; Aﺱ =[ C e; † e; :|ﻡ ; 5ﻡ e; n:O ﻥ † ﻥ [ BI U[ Z 3ﻥ ﺱ 3 Z ﻡ EhN n:b EhN 7 3C • M B :b M n3C Z ﻡ n:b s B `9 ﻡS y n Z ﻡ n:b n3C = ﻡ U na; A • B = 3 Z ﻡ a;‡ﺱ Z ﻡ B :b ;[A n • Z ﻡ EhN n:b EhE 7 3C • ﻡ a 2 Artinya: 69 Ibid., h. 63. 70 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, h. 175. 71 Muhammad Abdullah ibn Bahram Darimi, Sunan al-Darimi, Beirut: Dar al-Fikr, 1990, Jilid 1, h. 385. “Qutaibah bin Sa’id berkata: Laits berkata: Muhammad bin Rumhin berkata: Laits mengabarkan dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar dari Nabi Saw, bahwasannya beliau bersabda: Sesungguhnya setiap kalian itu adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang kalian pimpin. Dan seorang penguasa itu adalah pemimpin, dan dia bertanggung jawab atas apa yang dia pimpin. Dan seorang suami itu adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas anggota keluarganya. Dan seorang isteri itu adalah pemimpin bagi tempat tinggal serta anaknya, dan dia bertanggung jawab atas itu semua. Dan seorang hamba pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas itu semua. Sesungguhnya kalian adalah pemimpin, dan kalian bertanggung jawab atas apa yang kalian pimpin”. HR. Muslim 72 Berdasarkan kedua hadits di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya pemungutan pajak dibolehkan akan tetapi dengan syarat tidak menyampingkan prinsip-prinsip hukum Islam, serta digunakan untuk kemaslahatan masyarakat karena pajak dipungut dari masyarakat untuk masyarakat. Berdasarkan Kaidah Fiqih: j 3 7L j h Cی7 ﻡ Artinya: “Segala sesuatu yang menjadi sebab sempurnanya sesuatu yang wajib hukumnya adalah wajib” . 73 Sedangkan para ulama lain yang berpendapat bahwa terdapat kewajiban lain selain zakat seperti halnya pajak, yaitu: a. Imam Qurtubi dalam Tafsir al-Qurtubi, seperti yang dikutip oleh Gusfahmi berpendapat bahwa: Para ulama sependapat bila datang satu kebutuhan mendesak kepada kaum Muslimin-setelah membayar zakat-maka wajib kepada mereka yang kaya mengeluarkan hartanya untuk menanggulangi keperluan tersebut. 74 72 Abi al-Husain Muslim bin al-Haj al-Qusyairi al-Naisaburi: Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Shahih Muslim , h. 820. 73 B. Wiwoho., et., al., Zakat dan Pajak, h.151. b. Mahmud Syaltut dalam al-Fatawa, seperti yang dikutip oleh Gusfahmi berpendapat bahwa: Apabila pemerintah atau pemimpin rakyat tidak mendapat dana untuk menunjang kemaslahatan umum, seperti pembangunan sarana pendidikan, balai pengobatan, perbaikan jalan dan saluran air, serta mendirikan industri alat pertahanan negara di mana kaum hartawan masih diam membelenggu tangannya, maka dibolehkan bagi pemerintah, untuk memungut pajak dari kaum hartawan, untuk meringankan pelaksanaan rencana pembangunan itu. 75 c. Abu Yusuf, dalam kitabnya al-Kharaj, seperti yang dikutip oleh Gusfahmi menyebutkan bahwa Semua khulafa ar-rasyidin, terutama Umar, Ali dan Umar bin Abdul Aziz dilaporkan telah menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan dengan keadilan dan kemerataan, tidak diperbolehkan melebihi kemampuan rakyat untuk membayar, juga jangan sampai membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari. Abu Yusuf mendukung hak penguasa untuk meningkatkan atau menurunkan pajak menurut kemampuan rakyat yang terbebani. 76 d. Hasan al-Banna, dalam bukunya Majmuatur Rasa’il, seperti yang dikutip oleh Gusfahmi menyatakan bahwa: 74 Gusfahmi,Pajak menurut Syariah, h. 180. 75 Ibid., h. 181. 76 Ibid., h. 183. Melihat tujuan keadilan sosial dan distribusi pendapatan yang merata, maka sistem perpajakan progresif tampaknya seirama dengan sasaran-sasaran Islam. 77 e. Ibnu Taimiyah, dalam Majmuatul Fatawa, seperti yang dikutip oleh M. Umer Chapra mengatakan bahwa: Penghindaran pajak itu dilarang meskipun pajak tersebut tidak adil berdasarkan alasan bahwa mereka yang tidak membayar pajak oleh mereka yang berkewajiban akan mengakibatkan beban yang tidak semestinya bagi kelompok lain. 78 f. M. Umer Chapra, dalam Islam and The Economic Challange, menyatakan bahwa: Hak negara Islam untuk menarik pajak disamping zakat untuk meningkatkan sumber penerimaan telah dipertahankan oleh para ahli fiqih yang secara otomatis telah mewakili seluruh aliran dalam fiqih.hal ini disebabkan karena hasil zakat digunakan terutama untuk kesejahteraan orang-orang miskin, dimana negara membutuhkan sumber pemasukan lain selain zakat agar dapat melakukan seluruh fungsi alokasi, distribusi, serta stabilisasi secara efektif. Dan ini berdasarkan hadits Nabi Saw yang berbunyi: “Di dalam kekayaanmu yang telah melebihi bata nishab ada kewajiban zakat”. Serta didasarkan pada kaidah Hukum Islam yang berbunyi: “Suatu pengorbanan kecil boleh dikenakan untuk menghindari pengorbanan yang lebih besar”, serta kaidah yang berbunyi: ”Sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan adalah juga wajib”. 79 5. Persamaan Dan Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak a Persamaan Antara Zakat Dan Pajak 77 Ibid., h. 185. 78 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Edisi terj. oleh Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Inztitute, 2000, Cet. Ke-1, h. 322. 79 Ibid., h. 319. Diantara persamaan antara zakat dan pajak yaitu: 1 Unsur Paksaan Seorang muslim yang memiliki harta dan telah memenuhi persyaratan zakat, jika tidak mau membayar zakat, maka petugas zakat wajib memaksanya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT. yang berbunyi: Eﺱ KI L MI N = ;I ﻡ ﻡ 9 ﺱ O = C - J PQ 2 Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Al-Taubah9: 103 Demikian pula halnya dengan pajak apabila seseorang termasuk dalam kategori wajib pajak, maka fiskus hendaknya memaksa yang dilakukan secara bertingkat mulai dari peringatan, teguran, surat paksa, sampai dengan penyitaan. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menggantikan UU No. 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. 2 Unsur Pengelola Unsur pengelolaan zakat berdasarkan atas firman Allah SWT. yang berbunyi: N T X] c ;i ﻥL ﻡ A =] , D U ﻡ ƒ [ﺱ U ی M [ M ﻡ =x E = C - J kQ 2 Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang- orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Al-Taubah9: 60 Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa pengelolaan zakat tidaklah dilakukan secara individual, akan tetapi dikelola oleh lembaga yang khusus menangani zakat yang disebut dengan amil zakat. Dalam bab III Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikemukakan bahwa terdapat dua pengelola zakat, yaitu Badan Amil Zakat BAZ dan Lembaga Amil Zakat. Adapun pengelolaan pajak, jelas diatur oleh negara. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia Pasal 23 ayat 2, yang berbunyi segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang. 3 Dari Sisi Tujuan Pada dasarnya tujuan pemungutan zakat dan pajak yaitu sebagai sumber dana untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, dan berkesinambungan antara hubungan material dan spiritual. 80 b Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak 1 Dari Segi Nama Seperti yang telah penulis uraikan pada pembahasan sebelumnya bahwasannya zakat bermakna bersih, suci, berkah, maslahat, dan berkembang. Sedangkan pajak bermakna beban, wajib, tetap, tentu, dan lain-lain 2 Dari Segi Dasar Hukum Dan Sifat Kewajiban Zakat ditetapkan berdasarkan nash al-quran serta hadits Nabi Muhammad saw yang bersifat mutlak, sehingga kewajibannya juga bersifat mutlak dan sepanjang 80 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, h. 55. masa. Sedangkan pajak, tergantung pada kebijakan pemerintah sesuai dengan kebutuhan. 3 Dari Sisi Objek, Persentase, Serta Pemanfaatannya. Zakat memiliki nishab kadar minimal dan persentase yang sifatnya baku berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam hadits, serta dipergunakan untuk kepentingan para mustahiq orang yang berhak menerima zakat yang berjumlah delapan ashnaf golongan. Sedangkan pajak sangat bergantung pada peraturan yang ada serta objek pajaknya yang berupa jenis, sifat, maupun cirinya, dan pajak dipergunakan dalam seluruh sektor kehidupan, walaupun sama sekali tidak berkaitan dengan ajaran agama. 6. Karakteristik Pajak Dalam Islam Diantara karakteristik pajak dalam syariat Islam, adalah: d. Pajak dharibah bersifat temporer, bahwa pajak tidak dipungut ketika baitul mal sudah terisi kembali. e. Pajak dharibah hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum muslim serta terbatas jumlah yang dibutuhkan untuk menutupi biaya kewajiban tersebut serta tidak boleh lebih. f. Pajak dharibah dipungut dari kaum muslim yang kaya, dengan dengan pengertian bahwa orang yang memiliki kelebihan harta dari biaya kebutuhan yang dikeluarkan menurut kelayakan masyarakat sekitar. g. Pajak dharibah hanya dikenakan pada objek pajak yang bersifat halal.

B. Analisa Praktik Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Perspektif