dibuat oleh pengangkut atau agennya jika terjadi kesalahan atau keterangan yang berbeda  maka  tanggung  jawab  pengangkut  akan  lebih  besar  karena  segala
keterangan  dianggap  benar.  Surat  kargo  udara  merupakan  bukti  adanya  kontrak, penyerahan  kargo,  dan  penerimaan  persyaratan  perjanjian,  juga  merupakan
instruksi kepada pengangkut dimana dan kepada siapa kargo diserahkan dan siapa yang akan membayar.
Dalam praktiknya surat kargo udara sudah distandarisasikan sehingga para pihak  hampir  tidak  mungkin  membicarakan  persyaratan  kontrak.  Dengan
demikian,  kontrak  itu  menjadi  kontrak  baku
standart  contract .
Namun,  surat kargo udara bukan merupakan syarat mutlak adanya kontrak pengangkutan, hanya
sebagai  alat  pembuktian  adanya  kontrak.  Bagi  pengangkut,  menerbitkan  surat kargo  udara  bukan  merupakan  kewajiban  tetapi  merupakan  hak,  namun  secara
sepintas  hak  ini  mempunyai  konsekuensi  yang  merugikan  pengangkut  dan bukannya merugikan pengirim.
D. Perjanjian Pengangkutan Udara
Sebelum  membahas  apa  itu  perjanjian  pengangkutan  udara  kita  perlu mengetahui  apa  itu  perjanjian  secara  umum.
Istilah “Perjanjian” dalam “Hukum Perjanjian”  merupakan  kesepakatan  dari  istilah  “Overeenkomst”  dalam  bahasa
Belanda,  atau  “Agreement”  dalam  bahasa  Inggris.
32
Perjanjian  secara  umum diatur  dalam  KUH  Perdata.  Pengertian  perjanjian  di  dalam  KUH  Perdata  ialah
32
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 2.
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pada  Pasal  1233  KUH  Perdata  menyatakan  tiap-tiap  perikatan  dilahirkan, baik  karena  persetujuan,  baik  karena  undang-undang,  sedangkan  Buku  III  KUH
Perdata  itu  sendiri  tidak  memberikan  rumus  tentang  perikatan.  Menurut  Ilmu Pengetahuan  Hukum  Perdata,  perikatan  adalah  hubungan  hukum  yang  terjadi  di
antara 2 dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi itu.
33
Suatu  perjanjian  adalah  semata-mata  suatu  persetujuan  yang  diakui  oleh hukum.  Persetujuan  ini  merupakan  kepentingan  yang  pokok  dalam  dunia  usaha,
dan  menjadi  dasar  dari  kebanyakan  transaksi  dagang,  seperti  jual  beli  barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi
usaha dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.
34
Untuk  syarat  sahnya  suatu  perjanjian  diperlukan  empat  syarat  yang  telah diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat  artinya  terjadi  kesesuaian  kehendak  antara  para  pihak.Kesesuaian kehendak  ini  terjadi  pada  saat  melakukan  negosiasi  penawaran
offer
telah diterima
acceptance .
Kesepakatan  dianggap  tidak  terjadi,  meskipun  terjadi penandatanganan kontrak apabila terjadi paksaan, penipuan, ataupun khilafan
33
Mariam  Darus  Badrulzaman,  Kompilasi  Hukum  Perikatan,  PT.  Citra  Aditya  Bakti, Bandung, 2001, hal. 1.
34
S.B. Marsh and J. Soulsby,  BusinessLaw,  By Mc Graw-Hill Book CompanyUK  Ltd, 1978, hal. 93.
dan  kekeliruan.  Jika  kesepakatan  ini  tidak  tercapai  meskipun  terjadi perjanjian,  maka  status  perjanjian  yang  demikian  adalah  dapat  dibatalkan,
artinya  pihak  tertentu  dapat  mengajukan  pembatalan.Jika  pembatalan  tidak dilakukan, maka perjanjian tersebut berjalan terus.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Cakap maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian apabila orang- perorangan  sudah  dewasa,  sehat  akal  fikiran,  dan  tidak  di  bawah  perwalian
atau  pengampuan.  Apabila  yang  melakukan  perjanjian  adalah  suatu  badan hukum atau organisasi, maka harus orang yang mempunyai kemampuan atau
kompeten  untuk  melakukan  hubungan  hukum  dengan  pihak  lain.  Apabila syarat ini tidak terpenuhi, maka statusnya juga dapat dibatalkan.
Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum: a.
Anak di bawah umur
minderjarigheid
b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan
c. Istri
Akan  tetapi,  dalam  perkembangannya  istri  dalam  melakukan  perbuatan hukum,  sebagaimana  yang  diatur  dalam  Pasal  31  Undang-Undang  Nomor  1
Tahun 1974.
35
3. Suatu hal tertentu
Objek yang diperjanjiakan adalah hal tertentu maksudnya isi perjanjian harus jelas  spesifikasinya, sehingga obyeknya mudah diidentifikasi  keberadaannya.
Jika  syarat  ini  tidak  terpenuhi,  maka  status  perjanjian  adalah  batal  demi hukum,  artinya  dari  semula  perjanjian  dianggap  tidak  ada,  sehingga  tidak
35
Salim  H.S,  Perkembangan  Hukum  Kontrak  Innominaat  di  Indonesia,  Sinar  Grafika, Mataram, 2003, hal. 24.
dapat dilaksanakan, dan kalau terjadi ingkar janji, maka tidak dapat dituntut di pengadilan.
4. Suatu sebab yang halal
Objek  yang diperjanjikan tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan, tidak  bertentangan  dengan  kepentingan  umum  dan  kesusilaan.Jika  hal  ini
tidak terpenuhi, maka statusnya juga batal demi hukum.
36
Adapun Asas-asas Hukum Kontrak antara lain sebagai berikut:
37
1. Asas Konsensualisme
Asas  ini  sering  diartikan  bahwa  dibutuhkan  kesepakatan  untuk  lahirnya kesepakatan.  Pengertian  ini  tidak  tepat  karena  maksud  asas  konsensualisme
ini  adalah  bahwa  lahirnya  kontrak  ialah  pada  saat  terjadinya  kesepakatan. Dengan  demikian,  apabila  tercapai  kesepakatan  antara  para  pihak,  lahirlah
kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Asas ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku
pada  kontrak  konsensual  sedangkan  pada  kontrak  formal  dan  riel  tidak berlaku.
2. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak berdasarkan  pada  Pasal  1338  ayat  1  BW,  bahwa  semua  perjanjian  yang
dibuat  secara  sah  berlaku  sebagai  undang-undang  bagi  mereka  yang membuatnya.
36
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6.
37
Ahmadi  Miru,  Hukum  Kontra k  dan  Perancangan  Kontrak,  PT.  RajaGrafindo  Persada, Jakarta, 2007, hal. 3-5
Kebebasan  berkontrak  memberikan  jaminan  kebebasan  kepada  seseorang untuk  secara  bebas  dalam  beberapa  hal  yang  berkaitan  dengan  perjanjian,  di
antaranya: a.
Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak b.
Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian c.
Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian d.
Bebas menentukan bentuk perjanjian, dan e.
Kebebasan-kebebasan  lainnya  yang  tidak  bertentangan  dengan  peraturan perundang-undangan.
3. Asas Mengikatnya Kontrak
Pacta Sunt Servanda
Setiap  orang  yang  membuat  kontrak,  dia  terikat  untuk  memenuhi  kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung perjanjian-perjanjian yang harus
dipenuhi  dan  janji  tersebut  mengikat  para  pihak  sebagaimana  mengikatnya undang-undang.
4. Asas Iktikad Baik
Asas  ini  merupakan  salah  satu  asas  yang  dikenal  dalam  hukum  perjanjian, ketentuan  ini  diatur  dalam  Pasal  1338  ayat  3  BW  bahwa  perjanjian  harus
dilakukan dengan itikad baik. Setelah  mengetahui  perjanjian  secara  umum  barulah  masuk  kepada
perjanjian  pengangkutan,  perjanjian  pengangkutan  ialah  suatu  perjanjian  dimana satu  pihak  menyanggupi  untuk  dengan  aman  membawa  orang  atau  barang  dari
satu ke lain tempat sedangkan pihak  yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.
38
Perjanjian  pengangkutan  menurut  Abdulkadir  Muhammad  adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan  penumpang  danatau  barang  dari  satu  tempat  ke  tempat  tujuan tertentu  dengan  selamat,  dan  penumpang  atau  pengirim  mengikatkan  diri  untuk
membayar  biaya  pengangkutan.  Perjanjian  pengangkutan  selalu  diadakan  secara lisan  tetapi  didukung  oleh  dokumen  pengangkutan  yang  membuktikan  bahwa
perjanjian sudah terjadi dan mengikat.
39
Dalam undang-undang ditentukan bahwa pengangkut baru diselenggarakan setelah biaya angkutan dibayar terlebih dahulu, di samping ketentuan undang-undang
juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat membayar biaya angkutan kemudian. Perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas,
yaitu  kegiatan  memuat,  membawa,  dan  menurunkanmembongkar,  kecuali  bila dalam perjanjian telah ditentukan lain.
Menurut  undang-undang  seorang  juru-pengangkut  bahasa  Belanda:
vervoerder,
bahasa  Inggris:
cerrier
hanya  menyanggupi  untuk  melaksanakan pengangkutan  saja,  jadi  tidaklah  perlu  bahwa  ia  sendiri  mengusahakan  sebuah
alat-pengangkutan,  meskipun  pada  umumnya  biasannya  ia  sendiri  yang mengusahakannya.  Selanjutnya  menurut  undang-undang  ada  perbedaan  antara
seorang pengangkut dan seorang ekspeditur, yang terakhir ini hanya memberikan jasa-jasanya  dalam  soal  pengiriman  barang  saja  dan  pada  hakekatnya  hanya
38
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 69.
39
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 41.
memberikan  perantaraan  antara  pihak  yang  hendak  mengirimkan  barang  dari pengangkutan  pihak  pengangkut  adalah  bebas  untuk  memilih  sendiri  alat
pengangkutan yang hendak dipakainya. Sebagaimana  dengan  perjanjian-perjanjian  lain,  kedua  belah  pihak
diberikan  kebebasan  seluas-luasnya  untuk  mengatur  sendiri  segala  hal  mengenai pengangkutan yang akan diselenggarakan itu. Apabila terjadi kelalaian pada salah
satu  pihak,  maka  akibat-akibatnya  ditetapkan  sebagaimana  berlaku  untuk perjanjian-perjanjian pada umumnya dalam Buku  III dari Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dalam  perjanjian  pengangkutan  itu  pihak  pengangkut  dapat  dikatakan
sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ketempat  yang  telah  ditunjuk  dan  menyerahkannya  kepada  orang  yang
dialamatkan. Kewajiban yang terakhir ini dapat dipersamakan dengan kewajiban seorang  yang  harus  menyerahkan  suatu  barang  berdasarkan  suatu  perikatan
sebagaimana  dimaksud  oleh  Pasal  1235  BW,  dalam  perikatan  mana  termaksud kewajiban  untuk  menyimpan  dan  memelihara  barang  tersebut  sebagai  “seorang
bapak rumah yang baik”. Apabila si pengangkut melalaikan kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku peraturan-peraturan yang untuk itu telah ditetapkan
dalam  Buku  III  dari  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Perdata  pula,  yaitu  dalam pasal 1243 dan selanjutnya.
Biasanya  ongkos  pengangkut  dibayar  oleh  pengirim  barang,  tetapi  ada kalanya  juga  ongkos  itu  dibayar  oleh  orang  yang  dialamatkan.  Bagaimanapun
juga si pengangkut selalu berhak menuntut pembayaran ongkos pengangkutan itu kepada kedua-duanya, yaitu baik  kepada si pengirim, maupun kepada si penerima
barang.  Perjanjian  pengangkutan  ini  tidak  diatur  dalam  BW,  tetapi  mengenai pengangkutan  terdapat  berbagai  peraturan  diluar  BW.  Meskipun  perjanjian
pengangkutan pada hakekatnya sudah harus tunduk pada pasal-pasal  dari bagian umum  dari  hukum  perjanjian  BW,  akan  tetapi  oleh  undang-undang  telah
ditetapkan  berbagai  peraturan  khusus  yang  bertujuan  untuk  kepentingan  umum membatasi kebebasan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan, yaitu dengan
meletakan berbagai kewajiban khusus kepada pihaknya si pengangkut yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian.
40
Sifat  hukum  perjanjian  pengangkutan,  dalam  perjanjian  pengangkutan kedudukan  para  pihak,  yaitu  pengirim  dan  pengangkut  sama  tinggi  tidak  seperti
pada perjanjian perburuhan, di mana para pihak tidak sama tinggi, yakni majikan memiliki kedudukan lebih tinggi daripada si buruh. Kedudukan para pihak dalam
perjanjian  perburuhan  ini  disebut  kedudukan  subordinasi,  sedangkan  kedudukan para  pihak  dalam  perjanjian  pengangkutan  adalah  sama  tinggi  atau  kedudukan
koordinasi.
41
Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan itu,  hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadang kala, kalau
pengirim  membutuhkan  pengangkutan  untuk  mengirim  barang.  Hubungan semacam  ini  disebut  “pelayanan  berkala,”  sebab  pelayanan  ini  bersifat  tetap,
hanya  kadang  kala  saja,  bila  pengirim  membutuhkan  pengangkutan.  Perjanjian
40
R. Subekti, Op. Cit., hal. 70-71.
41
H.M.N Purwosutjipto, Op.Cit., hal. 7.
yang  bersifat  “pelayanan  berkala”  ini  disinggung  dalam  Pasal  1601  KUH Perdata.
42
Perjanjian  pengangkutan  bersifat
consensual
yang  artinya  timbal  balik, pihak  pengangkut  mempunyai  kewajiban  untuk  mengangkut  barang  ataupun
orang dari satu  tempat  ke tempat  lain dengan selamat sedangkan pihak pengirim berkewajiban  menyerahkan  ongkos  yang  disepakati  serta  menyerahkan  barang
yang  dikirim  pada  alamat  tujuan  dengan  jelas.  Ditempat  tujuan  barang  tersebut diserahterimakan  kepada  penerima  yang  mana  dan  alamatnya  tercantum  dalam
surat  angkutan  sebagai  pihak  ketiga  yang  turut  serta  bertanggung  jawab  atas penerima  barang.  Kedudukan  pihak  penerima  barang  karena  sesuatu  perjanjian
untuk  berbuat  sesuatu  bagi  penerima  barang  apakah  barang  itu  diterimanya sebagai suatu hadiah.
43
Perjanjian  pengangkutan  dan  perjanjian  pengangkutan  udara  itu  sendiri tidak  diatur  secara  khusus  di  dalam  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Perdata
maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.Hukum Dagang hanya mengatur pengangkutan  laut  saja.  Untuk  menyelenggarakan  pengangkutan,  lebih  dahulu
harus  ada  perjanjian  antara  pengangkut  dan  penumpangpengirim.  Perjanjian pengangkutan adalah konsep mengenai gejala normatif disebut juga gejala yuridis
mengenai  pengangkutan.Pengangkutan  adalah  konsep  mengenal  gejala  peristiwa yang disebut juga gejala empiris mengenal pelaksanaan perjanjian pengangkutan,
dan kedua konsep tersebut saling berhubungan erat.
44
42
Ibid.
43
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995 , hal. 67.
44
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 40-41.
Perjanjian pengangkutan udara dijelaskan pada Pasal 1 ayat 29 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 berbunyi:
“
perjanjian  antara  pengangkut  dan  pihak  penumpang  danatau  pengirim  kargo untuk  mengangkut  penumpang  danatau  kargo  dengan  pesawat  udara,  dengan
imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.
” Dalam  kontrak  pengangkutan,  materi  kontrak  adalah  penyerahan  kargo
dari  pengirim  kepada  pengangkut  atau  agen  pengangkut.  Hal  ini  sesuai  dengan persyaratan  umum
general  condition
IATA  Pasal  6  ayat  3  yang  menyatakan perjanjian  mengikat  segera  setelah  pengangkut  menyetujui  untuk  mengangkut
kargo  dengan  surat  kargo  udara
the  contract  as  soon  as  a  carrier  agrees  to transport the good with airway bill
yang menimbulkan dugaan pengangkut sudah menandatangani  surat  kargo  udara  pada  waktu  kargo  diserahkan.  Ketentuan  ini
memungkinkan surat kargo udara hak adalah dapat menolak sudah ditandatangani, sedangkan  kargo  belum  diserahkan  kepada  pengangkut,  oleh  karena  itu,
penerapannya  harus  dikaitkan  pula  dengan  asas
konsensual  consideration
,  dan
equity
dalam perjanjian pengangkutan udara.
E. Penyelenggaraan Pengangkutan Udara