Pelaksanaan Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Melalui Pesawat Udara Dikaitkan Dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012

(1)

86

Badrulzaman, Mariam Darus, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir, 2010. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

H S, Salim, 2003. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar Grafika, Mataram.

Khairandy, Ridwan, 2006. Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press, Yogyakarta. Marsh S. B. and J. Soulsby, 1978. BusinessLaw, By McGraw-Hill Book:

Company(UK).

Martono, K, 1987. Hukum Udara, Angkutan Udara & Hukum Angkasa, Alumni, Bandung.

Martono, K, Amad Sudiro, 2010. Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI

No. 1 Tahun 2009, Rajawali Pers, Jakarta.

Martono, K, dkk, 2011. Transportasi Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan

Pesawat Udara,Rajawali Pers, Jakarta.

Miru, Ahmadi, 2007.Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2013.Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Bakti, Bandung.

Nasution, M. N, 2008.Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta. Purba, Hasim, 2005.Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka BangsaPress, Medan. Purwosutjipto, H.M.N, 2003.Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3

Hukum Pengangkutan,Penerbit Djambatan, Jakarta.

Subekti, R, 1995.Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Suherman, E, 2000. Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, Mandar Maju, Bandung.


(2)

Tjakranegara,Soegijatna, 1995.Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Tohir Suriaatmadja, Toto, 2006.Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan

Udara Nasional, Mandar Maju, Bandung.

Uli, Sinta, 2006. Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport,Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara, USU

Press, Medan.

Yahya, M, 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.

Peraturan Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara

Perjanjian IATA (International Air Transport Association)

Perjanjian ICAO (International Civil Aviation Organization) Annex 17 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Media Internet:

http://kampoesbiruku.blogspot.com/2013/01/jenis-kargo-udara.html http://khoirulf.blogspot.com/2010/07/pengantar-pengetahuan-cargo.html


(3)

53

A. Pengaturan Tentang Pengamanan Kargo Pengangkutan Udara

Abdulkadir Muhammad mendefinisikan kargo atau barang muatan adalah barang yang sah dan dilindungi undang-undang, dimuat dalam alat pengangkut yang sesuai dengan atau tidak dilarang undang-undang, serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan. Dilindungi undang-undang artinya tidak boleh dirusakkan, dihilangkan, dimusnahkan, atau dicuri oleh siapa pun, yang berakibat merugikan pemiliknya.56

Pengertian kargo menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan, barang bawaan, atau barang yang tidak bertuan, sedangkan pengertian barang pos atau pos menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 ialah kantung atau wadah lain yang berisi himpunan surat pos dan atau paket pos untuk dipertukarkan. Kargo melalui udara adalah barang yang dikirim tanpa disertai oleh penumpang yang pengirimannya bisa melalui maskapai penerbangan ataupun agen kargo (freight forwarder).

Peraturan nasional tentang pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara pada dasarnya tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, peraturan tersebut masih berupa Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/225/IV/2011 tentang

56


(4)

Pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara yang telah digantikan oleh Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.KP.152 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara.

Peraturan Internasional tentang pengamanan kargo dan pos diatur ICAO, lebih tepatnya Bunyi Standar ICAO Annex 17 Standard 4.6.3 berbunyi:

Each Contracting State shall ensure that cargo and mail to be carried on a passenger commercial aircraft are protected from unauthorized interference from the point screening or other security controls are applied until departure of the aircraft.

Mengharuskan setiap negara peserta menjamin bahwa kargo dan pos tidak lagi dilakukan pada pesawat komersial penumpang dan dilindungi dari gangguan yang tidak sah dari penyaringan (screening) atau kontrol keamanan lainnya yang diterapkan sampai keberangkatan pesawat Bunyi Standar ICAO Annex 17 Standard 4.6.7 berbunyi:

Each Contracting State shall ensure that cargo and mail that has been confirmed and accounted for shall then be issued with a security status which shall accompany, either in an electronic format or in writing, the cargo and mail throughout the secure supply chain.

Yang artinya setiap negara peserta harus menjamin bahwa kargo dan surat yang telah dikonfirmasi dan terhitung kemudian harus dikeluarkan dengan status keamanan yang memadai, baik dalam format elekronik atau tertulis, kargo dan pos di seluruh rantai pasokan harus aman. Bunyi Standar ICAO Annex 17 Standard 4.6.8 yaitu:

Each Contracting State shall ensure that transfer cargo and mail has been subjected to appropriate security controls prior to being loaded on an aircraft engaged in commercial air transport operations departing from its territory.


(5)

Yang artinya setiap negara peserta juga harus menjamin bahwa kargo dan pos telah mengalami kontrol keamanan yang sesuai sebelum untuk dimuat di pesawat terbang yang bergerak di operasi transportasi udara dari wilayahnya.

B. Jenis-jenis Kargo Dalam Angkutan Udara

Barang muatan terdiri atas berbagai jenis menurut keperluannya, yaitu:57 a. Barang sandang

Misalnya : tekstil, kain, baju b. Barang pangan

Misalnya : beras, gula, buar-buahan c. Barang rumah tangga

Misalnya : mebel, lemari, alat dapur d. Barang pendidikan

Misalnya : buku, alat peraga, computer e. Barang pembangunan

Misalnya : kayu, besi, semen f. Hewan perdagangan

Misalnya : sapi potong, ikan hias, burung piaraan

Secara fisik barang muatan dapat dibagi menjadi enam yaitu:58 a. Barang berbahaya

Misalnya : racun, carbide, binatang buas b. Barang tidak berbahaya

57

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 116. 58


(6)

Misalnya : besi, kayu, tekstil c. Barang cair

Misalnya : minyak tanah, minyak sawit, bensin d. Barang berharga

Misalnya : emas, perak, mutiara e. Barang curah

Misalnya : kacang, minyak tanah f. Barang khusus

Misalnya : ikan dingin, tembakau, obat-obatan.

Dilihat dari sifat alamiah, barang muatan juga dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu:59

1. Barang padat

Misalnya : besi, kayu balok, suku cadang 2. Barang cair

Misalnya : minyak tanah, bensin, air mineral 3. Barang gas

Misalnya : LNG, LPG, amoniak 4. Barang rongga

Misalnya : mobil, boneka, televisi, cabinet.

59


(7)

Dari jenisnya barang dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. General cargo

Barang yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepak dalam bentuk unit-unit kecil.

2. Bulk cargo

Barang dengan jumlah basar yangdimuat dengan cara mencurahkan ke dalam kapal atau tangki.

3. Homogenus cargo

Barang dalam jumlah besar yang dimuat dengan cara membungkus. Sedangkan Macam-macam Cargo Udara terbagi atas:60

a. General Cargo

Yang umumnya mempunyai sifat yang tidak membahayakan, tidak mudah busuk, tidak mudah mati.

Contoh: tas, mobil, motor b. Special Cargo

Cargo yang memerlukan perhatian khusus dalam pengiriman, penyimpanan, dan pengangkutan,

Contoh:

1. Live animal

1.1Keadaan binatang hidup harus sehat.

60


(8)

1.2Yang diperlukan adalah surat karantina airport setempat. 1.3Apabila untuk eksport harus ada ijin dari Dinas Peternakan.

1.4Untuk pengiriman binatang yang dilindungi harus ada izin dari Dinas Perlindungan dan Pelestarian Alam/Dinas Kehutanan.

1.5Kandang (tempat membawa binatang) ataupun kontainer harus kuat untuk mencegah terlepasnya binatang yang akan dikirim.

1.6Pengiriman tersebut harus memnuhi syarat Dinas Penerbangan Internasional (IATA/ICAO).

1.7Minuman dan makanan binatang tersebut harus tersedia selama pengiriman.

1.8Pengirim harus menandatangani surat berisi pembebasan tanggung jawab.

2. Human remains

2.1Uncremated in coffin

adalah masih berupa jasad dan pengangkutannya memakai peti yang dilapisi seng (untuk mencegah kebocoran dan mencegah bau dari jenazah).

a. Ukuran peti harus sesuai dengan ukuran pintu pesawat.

b. Jenazah tidak dapat diangkut apabila penyebab kematian disebabkan oleh penyakit menular.

Surat yang diperlukan dalam pengangkutan jenazah adalah: 1. Surat keterangan sebab kematian


(9)

2. Keterangan kematian/akte kematian 3. Surat izin keluar untuk membawa jenazah 4. Bila WNA harus ada ijin dari kedutaan setempat

5. Surat dalam jawatan kesehatan yang menyatakan bahwa peti jenazah telah memenuhi persyaratan

6. Surat jaminan dari si pengirim bahwa jenazah akan dijemput ditempat tujuan, kecuali ada pengantar.

Note : Selainpersyaratan di atas, jenazah sudah disuntik decay

injection dan di balsem. 2.2Cremated in coffin

adalah jenazah yang sudah berupa abu/ashes, biasanya berupa guci/kotak.

3. Perishable Goods

Barang yang mudah busuk. Contoh: buah-buahan, sayur, ikan, seafood. a. Pengiriman perishable goods memerlukan perhatian khusus dalam

penerimaan dan pengiriman sehingga tiba di tempat tujuan keadaannya tidak rusak dan masih segar.

b. Penerima barang perishable, diinformasikan oleh airlines ditempat keberangkatan ke airport tujuan dengan mengunakan telex ataupun telepon.


(10)

Barang-barang berharga dan mengandung unsur kimia lainnya di dalamnya.

Contoh: logam mulia, perhiasan, kertas/dokumen berharga.

5. Strongly smelling goods

Pengiriman barang seperti ini memerlukan packing yang baik sehingga baunya tidak tercium.

6. Dangerous goods

Barang yang termasuk dangerous goods adalah:61

a. Kelas 1 : bahan/barang yang mudah meledak (explosivematerials). b. Kelas 2 : bahan/barangterbakarjikaditekan(compresseddeeply

refrigerated)

c. Kelas 3 : bahan/barang cairan yang mudah terbakar jikaterkena gesekan/terkena api (flammable liquid, tinner, alcohol) d. Kelas 4 : bahan/barang serbuk yang mudah terbakar/terkena air

(carbon dioxide, carbide)

e. Kelas 5 : bahan/barang yang mudah menguap yang apabilaterhirup oleh manusia/binatang akanmengantuk/pingsan.

f. Kelas 6 : bahan/barang mengandung racun yang sangatberbahaya bila terkena makanan (pestisida, pupuk)

g. Kelas 7 : bahan/barang yang mengandung radioaktif/zathelium dan

mercury.

61


(11)

h. Kelas 8 : bahan/barang yang mengandung karat/garam

i. Kelas 9 : bahan/barang yang dapat menimbulkan magnetyang akan mempengaruhi kompas pesawat jikacara pemuatannya salah (besi berbentuk silinder berukuran besar)

Pemuatan barang berbahaya perlu dilakukan dengan teliti, hati-hati, dan tidak dicampur dengan barang-barang pangan. Sifat berbahaya itu harus diberitahukan dengan terperinci kepada pengangkut, sebab pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kelalaian pengirim. Pengangkutan barang berbahaya mengandung resiko besar karena ada kemungkinan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, pengangkut perlu memastikan keterangan lengkap mengenai sifat berbahaya sehingga pengangkutan akan berusaha sedapat mungkin menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan.62

Mengenai Dangerous Good (DG), perlu diketahui bahwa PT. Garuda Indonesia merupakan satu-satunya maskapai di Indonesia yang dapat mengangkut

Dangerous Good (DG), yang mempunyai penanganan khusus oleh pegawai pada

PT. Garuda Indonesia, Tbk. Maupun pada Ground Handeling (gapura) yang memiliki Dangerous Good Licence (lisensi DG) bersertifikat resmi yang dikeluarkan oleh departemen perhubungan , di Medan sendiri sudah ada 7 (tujuh) dan di gapura PT. Garuda Indonesia memiliki 5 (lima) pegawai yang berlisensi

Dangerous Good (DG) dengan kegunaan apabila ada barang yang tiba-tiba

62


(12)

dikirim termasuk Dangerous Good sudah di verifikasi terlebih dahulu oleh petugas yang mempunyai lisensi Dangerous Good (DG) untuk dilihat apakah barang tersebut akan diterima atau ditolak, apabila bisa diterima maka barang itu dikirim,proses penanganannya sama tetap lewat x-ray juga namun ada dokumen tambahan terkait Dangerous Good.63

C. Prosedur Pengamanan Kargo pada PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk.

Secara umum Standard Operation Prosedure (SOP) Pengiriman kargo udara (domestik) terdiri dari:64

1. Menentukan Berat Kargo

Metode untuk menentukan berat barang kiriman didasarkan pada 2 (dua) cara perhitungan yaitu:

a. Berdasarkan volume barang

Perhitungan berat untuk barang-barang yang berukuran besar tetapi memiliki berat yang ringan, akan dihitung berdasarkan volumenya dengan rumus :

(panjang x lebar x tinggi)/ 6000 = Volume b. Berat asli (Actual Weight)

Perhitungan berat berdasarkan angka yang tertera pada timbangan.

63

Hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang, selaku Cargo Sales Manager PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Area Sumatera, tanggal 14 Januari 2015.

64


(13)

Keterangan : hasil dari kedua pengukuran diatas akan diperhitungkan mana yang lebih besar.

2. Pengisian Airway bill

Untuk pengisian Airway bill atau Surat Tanda Terima Pengiriman (STTP) dapat dilakukan oleh petugas kurir cargo dengan lengkap dan jelas. Airway

bill atau STTP sebelum dibawa bersama dengan Shipment (barang kiriman)

harus ditandatangani oleh Shipper (Pengirim) dan kurir akan memberikan lampiran sebagai tanda bukti pengiriman.

3. Ukuran Kemasan (Packaging)

Ukuran kemasan harus disesuaikan dengan ukuran pintu pesawat yang akan dipergunakan dengan ukuran sebagai berikut:

Panjang : 150 cm Lebar : 110 cm Tinggi : 80 cm

Keterangan : Ukuran tidak mengikat tergantung jenis pesawat pengangkut.65 Pada pengangkutan udara program keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 airwaybill sekurang-kurangnya memuat:

1. Personil

Personil keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara terdiri dari personil keamanan yang telah bersertifikat, personil penanganan

65 Ibid.


(14)

pengangkutan barang berbahaya (dangerous good) yang telah bersertifikat dan administrasi.

2. Fasilitas/peralatan

Fasilitas/peralatan untuk penanganan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara terdiri dari gedung/ruangan untuk kegiatan penerimaan, pemeriksaan, dan penumpukan kargo dan pos, peralatan pemeriksaandan pengawasan pengamanan, dan lebel atau segel keamanan.

Gedung/ruangan penanganan kargo dan pos sebagaimana dimaksudharus ditetapkan daerah keamanan terbatas, daerah terbatas, daerah publik dan harus dibuat dalam bentuk peta. Peralatan pemeriksaan dan pengawasan yang dimaksud meliputi mesin x-ray,detektor pelacak peledak (eksplosive trace

detector), detektor logam genggam (hand held metal detector), gawang

detektor logam (walk through metal detector), kaca detektor (mirror detector), dan pagar peralatan pemantauan keamanan (close circuit television/CCTV). 3. Prosedur untuk kegiatan

Adapun prosedur keamanan kargo dan pos yang diatur dalam peraturan ini terdiridari:

a. Penerimaan kargo dan pos b. Pemeriksaan

c. Penumpukan/storage d. Pengepakan/build up

e. Pengangkutan/muat ke pesawat udara f. Penempatan di pesawat udara dan g. Pengangkutan dengan pesawat udara.


(15)

4. Peta keamanan terbatas dan daerah terbatas.

Peta keamanan terbatas dan daerah terbatas merupakan denah daerah kerja untuk proses kargo dan pos yang akan diangkut dengan pesawat udara dan menjadi lampiran program keamanan angkutan udara.

Pada pemeriksaan keamaanan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan pemeriksaan keamanan atau pemeriksaan secara manual, dalam prosedur penerimaan kargo dan pos harus memuat proses pemeriksaan terhadap dokumen administrasi, pemberitahuan tentang isi/PTI sesuai contoh pada lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012, surat, muatan udara, daftar kargo dari perjanjian kerjasama bagi pengirim pabrikan dan dokumen lain yang diperlukan dalam pengengkutan kargo dan pos tertentu, adapun dokumen lain yang diperlukan dalam pengangkutan kargo dan pos tertentu yang diatur pada Pasal 12 (ayat 2) antara lain :

a. Pernyataan pengiriman (shipper declaration) dan lembar data keselamatan barang (material safety data sheet/MSDS) untuk barang berbahaya

b. Surat izin kepemilikan/penggunaan bahan peledak dari instansi berwenang

c. Surat izin karantina untuk hewan dan tumbuhan dari instansi berwenang d. Surat izin kepemilikan/penggunaan barang dan benda purbakala dari

instansi berwenang, dan

e. Surat izin kepemilikan/penggunaan nuklir, biologi, kimia, dan radioaktif dari instansi berwanang.

Diantara berbagai jenis muatan kargo dan pos, ada beberapa yang harus dilakukan pemeriksaan dengan cara perlakuan khusus. Perlakuan khusus itu antara lain terhadap jenazah dalam peti, vaksin, plasma darah dan organ tubuh manusia, barang-barang medis yang mudah rusak dan kargo lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal.


(16)

Konsep pengamanan kargo dan pos yang ada pada PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk yang berlaku di Bandar Udara Kuala Namu sampai saat ini ada 4 konsep yaitu:66

1. Screening (oleh pegawai PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk)

2. Ground Handeling (oleh Avsec PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk)

3. X-ray Bandara Angkasa Pura

Seperti yang telah diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP.152 Tahun 2012, peralatan pemeriksaan dan pengawasan keamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara meliputi mesin x-ray. 4. Security Avsec Angkasa Pura

Selain konsep PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk mempunyai Prosedur pengamanan pengiriman kargo dan pos yang tidak bertentangan atau sesuai dengan Peraturan Direktur Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 Pasal 11 yaitu sebagai berikut:

a. Petugas acceptance di Cargo Service Center (CSC) menerima barang, menimbang barang, memeriksa kondisi, ukuran dan kemasan barang. Petugas

acceptance juga menanyakan isi barang kepada shipper. Jika tidak laik

diterima berdasarkan persyaratan keamanan dan keselamatan, petugas acceptance menolak dan mengembalikan barang ke shipper. Jika laik diterima, petugas acceptance meminta customer mengisi pemberitahuan tentang isi (PTI) atau Shipper Letter of Instruction(SLI). Petugas acceptance mengeluarkan bukti timbang barang (BTB) atas kiriman tersebut.

66

Hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang, selaku Cargo Sales Manager PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Area Sumatera, tanggal 14 Januari 2015.


(17)

b. Staf Cargo Service Center (CSC) menerima PTI/SLI. BTB, dan JRN (jika ada) dari costomer direct selling.

c. Staf Cargo Service Center (CSC) mengecek kesediaan stok dengan melakukan Get next pada screen Reservation and Booking-[RES0001]. Pengecekan stok

juga dapat dilakukan pada screen Stock desk-STK0012.

d. Jika stok tidak tersedia maka staf Cargo Service Center (CSC) mengirim permintaan stok ke Handeling Airport Arrival (FA)/AA

e. Staf Cargo Service Center (CSC) menerima stok dari FA/AA

f. Jika stok sudah tersedia dan customer belum memiliki Job Reference Number (JRN), staf Cargo Service Center (CSC) mengecek Availabilty dan harga untuk kiriman tersebut, kemudian mengkorfirmasi ke Shipper mengenai Space yang tersedia dan biaya yang harus dibayar. Jika Shipper tidak setuju, staf

Cargo Service Center (CSC) menolak kiriman dan meminta petugas Acceptance mengembalikan barang ke Shipper.

g. Jika Shipper setuju dengan Flight yang tersedia dan harga yang dikenakan, staf Cargo Service Center (CSC) memasukan data pembukuan menggunakan

stok direct selling pada screen AWB Capture - [AWB0001], yaitu agent branch code direct selling caller, pieces, weight, volume/dimension,origin, destination, manifest description, commodity code, routing, flight number, flight date, product code, Special Handling Code (SHC) “Drop And Pick Up point” (DNP) dan Charger Code dan Charge code “PP”. Data-data ini dimasukan sesuai PTI/SLI dan BTB pada space dan flight yang tersedia. Jika


(18)

sehingga status kirimannya akan waiting (NN). Maka staf Cargo Service

Center (CSC) membuat alternatif intinerary agar mendapat status (SS).

- Volume dimention. Jika dimensi memungkinkan untuk diukur,

maka data panjang, lebar, dan tinggi harus dimasukan ke dalam sistem.Jika tidak dapat dilakukan pengukuran, volum dapat diisi dengan formula: Vol

h. Jika stok sudah tersedia dan customer sudah memiliki (JRN) maka staf Cargo

Service Center (CSC) memeriksa data pembukuan di screen Reservation and Booking – [RES0001]. Lalu mengubah data pembukuan sesuai kondisi aktual yang tertera pada PTI/SLI dan BTB. Staf Cargo Service Center (CSC) mengecek harga terhadap pembukuan tersebut lalu mengkonfirmasi shipper mengenai harga yang harus dibayarkan. Jika shipper tidak setuju dengan harga tersebut, staf Cargo Service Center (CSC) melakukan Cancel Shipment lalu meminta petugas acceptance untuk mengembalikan barang ke shipper.

i. Jika shipper setuju dan data pembukuan telah selesai dengan PTI/SLI dan BTB, maka staf Cargo Service Center (CSC) melakukan Get Nextuntuk mendapatkan nomor AWB di screen AWB Capture [AWB0001]. Staf

Cargo Service Center (CSC) memeriksa kembali data alamat shipper dan consignee. Jika belum lengkap dan rinci staf Cargo Service Center (CSC)

meminta shipper untuk memberikan shipper dan consignee yang lengkap dan rinci, lalu memasukan data tersebut ke dalam sistem. Staf Cargo Service

Center (CSC) memilih issued by e-cargo di tab AWB General mengklik


(19)

& Rate menambahkan other charge drop and pick up point (PU) dan tax of PU (Tx) secara manual dan menyimpan data tersebut. Kemudian staf Cargo Service Center (CSC) melakukan proses Show Cashiering, lalu membuat

AWB dan atau invoice. Staf Cargo Service Center (CSC) kemudian melakukan proses import cashiering bila menggunakan layanan city to city dan mencetak invoice.

j. Staf Cargo Service Center (CSC) menerima pembayaran dari customer direct

selling sesuai dengan jumlah yang tertera pada AWB ditambah import invoice.

k. Petugas acceptance (CSC) mengembalikan barang ke shipper karena tidak laik diangkat atau shipper tidak setuju dengan kondisi flight dan space yang tersedia dan atau shipper tidak setuju dengan harga yang dikenakan.

Prosedur diatas adalah prosedur pengiriman sekaligus pengamanan pengangkutan kargo domestikdan internasional, prosedur pengiriman kargo domestik dengan prosedur pengiriman kargo internasional pada dasarnya samasaja yang membedakan hanya jika pada prosedur pengiriman Internasional melewati pemeriksaan bea cukai yang jelas lebih ketat diikuti dengan dokumen tambahan yaitu dokumen bea cukai.

Pada pengiriman kargo internasional PT. Garuda Indonesia mengikuti dan tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ada pada IATA (International Air

Transport Association).67

67Hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang, selaku Cargo Sales Manager PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Area Sumatera, tanggal 14 Januari 2015.


(20)

D. Pelaksanaan Pengangkutan Kargo oleh PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk.

Sebelum membahas tentang bagaimana pelaksanaan pengangkutan kargo perlu diketahui bahwa PT. Garuda Indonesia pada saat sekarang ini memiliki tiga produk pengiriman kargo yaitu:

1. Door to door

Kargo diangkut dari rumah ke rumah bekerjasama dengan agen. 2. City to city (CSC)

Dari kota ke kota, misalnya pengiriman dari cargo service center Medan ke

cargo service center Jakarta, jadi tidak perlu ke bandara cukup ke cargo service center saja.

3. Port to port

Dari bandara ke bandara, yang paling lazim dilakukan untuk pengiriman kargo.

Pelaksanaan pengangkutan kargo, proses penerimaan cargo dari gedung keberangkatan Pada PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk., adalah sebagai berikut :68

a. Petugas cargo ground handeling melakukan check status cargo di dalam sistem Skychain.

b. Status tidak confirm dan tidak tersedia lokasi space maka cargo ditolak dan dikembalikan ke shipper.

c. Jika status pembukuan cargo telah confirm, maka lakukan proses acceptance: 1. Check fisik: periksa kemasan (packing) cargo dan mail.

68

Hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang, selaku Cargo Sales Manager PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Area Sumatera, tanggal 14 Januari 2015.


(21)

2. Timbang barang: timbang kembali cargo dan mail.

3. Check dimensi: pastikan kesesuaian ukuran kemasan dengan dokumen. 4. Check jumlah barang: pastikan kesesuaian jumlah barang dengan dokumen

cargo (AWB).

5. Check berat barang: pastikan kesesuaian berat barang dengan dokumen cargo (AWB).

6. Check marking: pastikan marking pada kemasan yang ada sesuai dan benar.

Check labelling: pastikan labelling pada kemasan yang ada sesuai dan benar.

7. Check kelengkapan dokumen pendukung: pastikan pengiriman special

shipment dilengkapi dengan dokumen pendukung.

d. Jika terdapat ketidaksesuaian pada cargo tersebut, maka cargo tersebut ditolak dan dikembalikan pada shipper untuk dilakukan perbaikan.

e. Lakukan proses screening (x-ray) melalui terminal keberangkatan penumpang dan diberikan label security check.

f. Jika terdapat suspeck cargo pada proses x-ray, maka cargo ditolak dan dikembalikan ke shipper dengan dibuatkan berita acara.

g. Jika tidak terdapat suspeck cargo maka lakukan proses b/up di baggage make

up area dengan menggunakan b/up checklist.

h. Petugas cargo melakukan finalisasi pada skychain (proses depart dan produce

manifect).

i. Cargo bersama dokumennya (AWB & Manifect) ditarik ke pesawat untuk


(22)

72

DIANGKUT MELALUI PESAWAT UDARA DIKAITKAN

DENGAN PERATURAN DIREKTUR

JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

NO. KP. 152 TAHUN 2012

A. Penerapan dan Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara Dikaitkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 Di PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk.

Setiap pengangkutan udara dengan menggunakan pesawat udara sudah semestinya selalu memperhatikan keamanan penerbangan, keamanan penerbangan ialah suatu keadaan dimana perlindungan diberikan kepada penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur. Pada saat ini proses pengamanan pengangkutan kargo dan pos masih belum maksimal, dapat dilihat dengan masih banyaknya pencurian barang kargo yang sering terjadi pada bandar udara, penyelundupan kargo berbahaya yang akan diangkut melalui pesawat udara atau pengangkutan udara dan kelalaian lainnya didalam pelaksanaan pengamanan pada pengangkutan udara.

Pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara dapat dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia selain Badan Usaha Angkutan Udara, setelah memiliki izin regulated agent untuk badan hukum yang bergerak di bidang bandar udara atau pengirim barang dan pos dengan pesawat udara, dan sertifikat sebagai pengirim pabrikan (known shipper/known consignor)


(23)

untuk badan hukum yang bergerak di bidang produksi barang yang bersifat reguler Untuk meningkatkan pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara, Direktur Jenderal Perhubungan Udara membuat suatu kebijakan berupa Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012, berisikan antara lain yaitu membuat daerah keamanan terbatas (Security

Restricted Area) , daerah keamanan terbatas ialah daerah-daerah tertentu didalam

bandar udara maupun diluar bandar udara yang diidentifikasi sebagai daerah beresiko tinggi untuk digunakan kepentingan keamanan penerbangan, penyelenggara bandar udara dan kepentingan lain untuk digunakan kepentingan penerbangan dimana daerah tersebut dilakukan pengawasan dan untuk masuk dilakukan pemeriksaan keamanan sesuai ketentuan yang berlaku.

Daerah terbatas ialah daerah-daerah tertentu yang digunakan kepentingan penerbangan, dimana daerah tersebut dilakukan pengawasan dan untuk masuk dilakukan pemeriksaan keamanan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain membuat daerah keamanan terbatas, daerah terbatas, kebijakan lainnya ialah menyangkut

Regulated agent, Regulated agent adalah Badan Hukum Indonesia yang

melakukan kegiatan usaha dengan badan usaha angkutan udara yang memiliki izin dari Direktur Jenderal untuk melaksanakan pemeriksaan keamanan terhadap kargo udara.

Program keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 sekurang-kurangnya memuat personil, fasilitas/ peralatan, prosedur untuk kegiatan, dan peta daerah keamanan terbatas dan daerah terbatas. Prosedur


(24)

keamanan kargo dan pos sebagaimana diatur dalam pasal 11 Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 terdiri dari:

a. Penerimaan kargo dan pos b. Pemeriksaan

c. Penumpukan/storage d. Pengepakan/build up

e. Pengangkutan/muat ke pesawat udara f. Penempatan di pesawat udara dan g. Pengangkutan dengan pesawat udara.

Dalam proses pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk telah melakukan proses pengamanan pengangkutan kargo dengan menggunakan empat konsep pengamanan kargo dan pos yang berlaku di Bandar Udara Kuala Namu yaitu:

1. Screening (oleh pegawai PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk)

Pemeriksaan kargo dan pos melalui mesin x-ray

2. Ground Handeling (oleh Avsec PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk)

3. X-ray Bandara Angkasa Pura

Seperti yang telah diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012, peralatan pemeriksaan dan pengawasan keamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara meliputi mesin x-ray.

4. Security Avsec Angkasa Pura

Proses penerimaan cargo dari gedung keberangkatan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 sebagai berikut :

1. Petugas cargo ground handeling melakukan check status cargo di dalam sistem Skychain.


(25)

2. Status tidak confirm dan tidak tersedia lokasi space maka cargo ditolak dan dikembalikan ke shipper.

3. Jika status pembukuan cargo telah confirm, maka lakukan proses

acceptance:

a. Check fisik

Berupa periksa kemasan (packing) cargo dan mail. b. Timbang barang

Minimbang kembali cargo dan mail. c. Check dimensi

Memastikan kesesuaian antara ukuran kemasan dengan dokumen yang ada.

d. Check jumlah barang

Memastikan kesesuaian jumlah barang yang ada dengan dokumen

cargo (AWB).

e. Check berat barang

Memastikan kesesuaian berat barang dengan dokumen cargo (AWB). f. Check marking

Memastikan marking pada kemasan yang ada telah sesuai dan sudah benar.

g. Check labeling

Memastikan labelling pada kemasan yang ada sesuai dan benar. h. Check kelengkapan dokumen pendukung

Memastikan pengiriman special shipment dilengkapi dengan dokumen pendukung.


(26)

4. Jika terdapat ketidaksesuaian pada cargo tersebut, maka cargo tersebut ditolak dan dikembalikan pada shipper untuk dilakukan perbaikan.

5. Lakukan proses screening (x-ray) melalui terminal keberangkatan penumpang dan diberikan label security check, security check label mempunyai ketentuan mempunyai warna dasar biru dengan tulisan warna kuning untuk pengirim pabrikan, warna dasar orange dengan tulisan warna hitam untuk pengirim non pabrikan, label berlogo dan nama perusahaan yang berukuran 29,7 cm x 21 cm, tercantum nomor seri label pemeriksaan keamanan, melekat erat dan mudah rusak bila dibuka dan ditempel diantara kedua daun pintu kendaraan pengangkut.

6. Jika terdapat suspeck cargo pada proses x-ray, maka cargo ditolak dan dikembalikan ke shipper dengan dibuatkan berita acara.

7. Jika tidak terdapat suspeck cargo maka lakukan proses b/up di baggage

make up area dengan menggunakan b/up checklist.

8. Petugas cargo melakukan finalisasi pada skychain (proses depart dan

produce manifect).

9. Cargo bersama dokumennya (AWB &Manifect) ditarik ke pesawat untuk

dilakukan proses loading.

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang selaku Cargo Sales Manager area Sumatera PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk telah melakukan prosedur pengamanan yang tepat sesuai dengan peraturan yang ada, tetapi pada dasarnya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 masih belum sepenuhnya berlaku di Bandar Udara Kuala Namu, infonya paling cepat akhir 2015 Regulated agent berlaku di Bandar Udara Kuala


(27)

Namu, jadi sampai saat ini peraturan tersebut masih sebagian di jalankan contonya daerah keamanan terbatas (Security Restricted Area)69, daerah keamanan terbatas

dan daerah terbatas yang sama artinya dengan lini satu dan lini dua.

Bandar Udara Kuala Namu belum melaksanakan ketentuan-ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2015 secara sepenuhnya karena sampai saat ini pada bandar udara kuala namu x-ray masih menjadi tulang punggung, ketentuan-ketentuan tersebut tersebut juga belum dijalankan sepenuhnya karena Stakeholder di medan belum siap, sumber daya manusia yang ada saat ini belum memadai, orang yang mempunyai izin/lisensi Regulated Agent masih terbatas,dan faktor lainnya.

B. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara di PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Sebelum dan Sesudah Adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012

Hambatan yang terjadi pada pengangkutan udara saat ini mencakup ketidak disiplinan waktu keberangkatan. Waktu keberangkatan sering tertunda bahkan pembatalan tanpa alasan logis dan tanpa pemberitahuan sebelumnya menunjukkan kurang siapnya pengangkut udara dalam penyediaan pesawat udara. Hambatan yang serius pada pengangkutan udara lain ialah gangguan keamanan dan ketertiban, yang paling sering terjadi adalah pencurian barang bagasi dengan cara membuka paksa atau mendongkel koper bagasi untuk mencuri isinya.

69

Hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang, selaku Cargo Sales Manager PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Area Sumatera, tanggal 14 Januari 2015.


(28)

Hambatan yang di hadapi oleh PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk sebagai maskapai penerbangan dalam pelaksanaan pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara sebelum dan sesudah adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 ialah:

1. Setelah adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 proses pengiriman kargo menjadi lebih lama, karena di bandar udara sebelum adanya ketentuan KP. 152 hanya ada satu lini di bandar udara, pengiriman kargo dapat langsung masuk ke lini satu hanya membutuhkan waktu beberapa menit tetapi setelah adanya peraturan tersebut maka pola diperpanjang karena membagi antara daerah keamanan terbatas dengan daerah terbatas menjadikan lini pada bandar udara menjadi dua.

2. Petugas acceptance yang ada di bandar udara harus terbagi menjadi dua bagian yaitu pada lini satu dan lini dua. Yang artinya petugas pada lini menjadi berkurang misalnya ada empat petugas yang awalnya hanya di 1 lini saja sekarang menjadi hanya dua petugas acceptance.

3. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk harus memperpanjang Closing time yang tadinya hanya dua jam menjadi empat jam yang artinya apabila pesawat berangkat jam 6 sore maka pada jam 4 sore PT. Garuda Indonesia sudah tidak menerima pembukuan, karena adanya kebijakan tersebut sekarang apabila pesawat berangkat jam 6 maka batas waktu booking hanya sampai jam 2 saja, dan akibatnya PT. Garuda Indonesia mengalami kerugian.


(29)

4. Proses Screening yang ada pada bandar udara menjadi dua kali, yang artinya proses penimbangan kargo, pemeriksaan kargo dilakukan dua kali, yaitu pada lini dua dan pada lini satu yang menyebabkan terkadang hasil timbangan atau hasil pemeriksaan di lini dua dan lini satu tidak sesuai, contohnya pada saat barang ditimbang pada lini dua berjumlah 22kg tetapi sampai di lini satu hanya 21kg dan kekurangan tersebut harus ditanggung oleh PT. Garuda Indonesia.

5. Hambatan mengapa ketentuan Peraturan Direktur Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 belum sepenuhnya berlaku ialah meskipun gudang Regulated Agent telah lama ada di bandar udara Kuala Namu namun konsep Regulated Agent yang diatur dalam Peraturan Direktur Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 sampai saat ini belum juga terlaksana, salah satunya ialah karena stakeholder yang ada di medan belum siap, dan karena belum banyaknya sumber daya manusia (SDM) yang memiliki izin atau lisensi Regulated Agent itu sendiri sehingga bandar udara belum melaksanakan peraturan ini secara sepenuhnya yang kemungkinan sampai akhir tahun 2015 juga belum dapat terlaksana.

6. Hambatan lain yang dihadapi juga terkait Ketidak jelasan masalah tarif penimbangan kargo per kilonya yang tidak ada diatur dalam peraturan ini.


(30)

C. Penyelesaian Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara di PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Sebelum dan Sesudah Adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012

Pada dasarnya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 sedikit memberatkan untuk proses pelaksanaan pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara, yang sebenarnya kurang efisien yang dengan maksud agar tidak terjadi penumpukan kargo dan pos pada gudang penyimpanan pada bandara ternyata tidak berpengaruh banyak, penumpukan kargo juga masih terjadi, dari berbagai hambatan yang ada maka penyelesaian hambatan yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk dalam pelaksanaan pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara terkait adanya peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 ialah: 1. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk merubah perjanjian yang telah ada

antara perusahaan dengan petugas Ground Handeling, perubahan itu mencakup penambahan sumber daya manusia (SDM) agar proses pemeriksaan kargo dan pos menjadi lebih cepat. Permintaan penambahan sumber daya manusia tersebut diajukan untuk mempercepat pemeriksaan yang ada pada bandara yang membagi dua lini.

2. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk juga meminta penambahan fasilitas untuk proses pemeriksaan pengamanan kargo dan pos yang akan diangkut melalui pesawat udara. Penambahan fasilitas tersebut berupa penambahan mesin x-ray dan lainnya.

3. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk melakukan upaya sosialisasi kepada agen-agen melalui Garuda Indonesia (GA) Info untuk info-info menyangkut


(31)

penerbangan , contoh info yang telah dikeluarkan oleh perusahaan ini ialah info tentang perubahan closing time yang tadinya 2 jam menjadi 4 jam guna mengantisipasi kebijakan yang ada.

4. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk juga meminta operator di lini dua untuk penambahan kendaraan/angkutan dari lini dua ke lini satu dan meminta operator yang ada pada lini dua mengangkut barang ke lini satu tidak lebih dari 1 jam.70

5. Secepatnya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, bertanggung jawab, menguasai fasilitas dan peralatan pemeriksaan keamanan dan telah memiliki izin dan berlisensi keamanan penerbangan serta lisensi penanganan pengangkutan barang berbahaya (dangerous good) untuk menjadi regulated agent yang seharusnya sudah berlaku pada setiap bandar udara yang ada di Indonesia sebagaimana Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012.

70

Hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang, selaku Cargo Sales Manager PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Area Sumatera, tanggal 14 Januari 2015.


(32)

82 A. Kesimpulan

1. Dalam menerapkan dan melaksanakan pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk dikaitkan dengan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012, PT. Garuda Indonesia telah melakukan pelaksanaan dan penerapan kebijakan dengan baik dan mengutamakan pengamanan dalam pengiriman kargo dan pos, di dalam pelaksanaan pengamanan PT. Garuda Indonesia memiliki 4 konsep pengamanan yaitu:

1) Screening (oleh pegawai PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk)

2) Ground Handeling (oleh Avsec PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk)

3) X-ray Bandara Angkasa Pura

4) Security Avsec Angkasa Pura

Dengan berpatokan pada prosedur keamanan kargo dan pos sebagaiman diatur pada Pasal 11 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.KP. 152 Tahun 2012 yang terdiri dari:

1) Penerimaan kargo dan pos 2) Pemeriksaan

3) Penumpukan/ storage 4) Pengepakan/ build up


(33)

6) Penempatan di pesawat udara, dan 7) Pengangkutan dengan pesawat udara.

2. Hambatan yang dialami oleh PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk terkait adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012dalam pelaksanaan pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara ialah proses pengiriman kargo menjadi lebih lama karena adanya daerah keamanan terbatas dan daerah terbatas yang lebih dikenal dengan lini satu dan lini dua pada bandar udara yang menyebabkan pola diperpanjang dan memakan waktu lebih lama dari biasanya.

Dengan adanya penambahan lini PT. Garuda Indonesia juga harus membagi petugas acceptance mereka untuk ditempatkan pada lini satu dan lini dua.

PT. Garuda Indonesia juga harus mengubah closing timeyang tadinya 2 jam menjadi 4 jam.

Belum berlakunya konsep Regulated Agent pada bandar udara Kuala Namu.

3. Dalam menyelesaikan permasalahan pelaksanaan pengangkutan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara terkait adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012, PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk melakukan perubahan perjanjian dengan

Ground Handeling untuk menambah SDM dan fasilitas agar proses lebih


(34)

PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk., melakukan Sosialisasi kepada agen-agen melalui Garuda Indonesia (GA) Info, contohnya perubahan closing

time yang tadinya 2 jam menjadi 4 jam guna mengantisipasi kebijakan

tersebut.

Meminta operator di lini dua untuk penambahan kendaraan/angkutan dari lini dua ke lini satu dan meminta operator yang ada pada lini dua mengangkut barang ke lini satu tidak lebih dari 1 jam.

B. Saran

1. Dalam pelaksanaan penerapan dan pelaksanaan pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara, PT. Garuda Indonesia telah melaksanakannya dengan baik, saya menyarankan agar hal tersebut dapat selalu dipertahankan demi terciptanya kenyamanan pengangkutan udara. 2. PT. Garuda Indonesia terus selalu mengutamakan para pengguna jasa

pengangkutan baik pengangkutan barang ataupun penumpang.

3. PT. Garuda Indonesia seterusnya dapat selalu memberikan info-infoterkait penerbangannya.

4. Dalam membuat regulasi seharusnya pemerintah lebih mampu mensosialisasikan kebijakan yang ada kepada pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan tersebut agar semua regulasi tersebut dapat berjalan dengan baik.

5. Pemerintah lebih bisa dengan tegas memberikan sanksi-sanksi bagi pelanggaran terkait pelaksanaan peraturan yang ada.


(35)

6. Sebelum membuat peraturan seharusnya pemerintah dapat berfikir secara matang terhadap kebijakan yang akan diberlakukan agar kebijakan tersebut tidak merugikan ataupun menguntungkan salah satu atau sebagian pihak yang terkait dengan kebijakan tersebut.


(36)

15

A. Pengartian dan Landasan Hukum Pengangkutan Udara 1. Pengertian Pengangkutan Udara

Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti

“mengangkut atau membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan

sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang).10

Pengertian pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.11

Pengangkutan dalam arti luas dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan M. N Nasution menyatakan pengangkutan adalah hal yang membuat sebuah bangsa menjadi besar dan makmur, yakni tanah yang subur, kerja keras, dan kelancaran pengangkutan orang dan barang dari satu bagian negara ke bagian bagian lainnya.12

10

Hasim Purba, Op. Cit, hal. 3.

11

H. M. N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 2.

12


(37)

Dalam hal ini unsur-unsur pengangkutan ialah sebagai berikut :13 a. Ada sesuatu yang diangkut

b. Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutnya, dan c. Ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.

Proses pengangkutan itu merupakan gerak dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan di mana angkutan itu diakhiri. Pengangkutan juga dapat diartikan dalam arti sempit yang meliputi kegiatan membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan. Untuk menentukan pengangkutan itu dalam arti luas atau arti sempit bergantung pada perjanjian pengangkutan yang dibuat oleh pihak-pihak, bahkan kebiasaan masyarakat.14

Fungsi Pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai di tempat baru itu tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu diadakan, sebab merupakan suatu perbuatan yang merugikan bagi si pedagang. Fungsi pengangkutan yang demikian itu tidak hanya berlaku di dunia perdagangan saja,

13

Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press, Yogyakarta, 2006, hal. 178.

14


(38)

tetapi juga berlaku di bidang pemerintahan, politik, sosial, pendidikan, hankam dan lain-lainnya.15

Subjek hukum pengangkutan terdiri dari : a. Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan

b. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan Objek hukum pengangkutan terdiri dari :

a. Alat pengangkut b. Muatan yang diangkut c. Biaya pengangkutan d. Dokumen pengangkutan

Adapun tujuan dari pengangkutan ialah untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari satu tempat ke tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan, sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit, atau meninggal dunia.Jika yang diangkut itu barang, selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, atau kemusnahan.16

Adapun jenis-jenis pengangkutan sesuai dengan alat angkut yang ada sesuai dengan wilayah pengangkutannya, Ridwan Khairandy mengklasifikasikan macam-macam moda pengangkutan sebagai berikut:17

15

H. M. N Purwosutjipto,Op. Cit., hal. 1-2.

16

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 15.

17


(39)

a. Pengangkutan Darat :

1. Pengangkutan melalui jalan (raya) 2. Pengangkutan dengan kereta api b. Pengangkutan Laut

c. Pengangkutan Udara

Sedangkan Hasim Purba membedakan jenis-jenis pengangkutan itu sebagai berikut:18

a. Pengangkutan di darat, yang terdiri dari: 1. Pengangkutan dengan kendaraan bermotor 2. Pengangkutan dengan kereta api

3. Pengangkutan dengan tenaga hewan b. Pengangkutan di perairan yang terdiri dari:

1. Pengangkutan di laut

2. Pengangkutan di sungai dan danau 3. Pengangkutan penyeberangan c. Pengangkutan udara.

Pengertian angkutan udara atau pengangkutan udara itu sendiri telah diuraikan pada ketentuan umum Undang-Undang No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang berbunyi:

Setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.

Pengangkutan udara ialah pengangkutan yang diangkut dengan pesawat udara, pesawat udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer

18


(40)

karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.

Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.

Kegiatan angkutan udara terbagi dua, angkutan udara niaga dan angkutan udara bukan niaga, tujuan khusus pengangkutan udara dengan pesawat udara niaga ialah:19

1. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktik persaingan usaha yang tidak sehat

2. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi pengangkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional

3. Membina jiwa kedirgantaraan 4. Menjunjung kedaulatan Negara

5. Menciptakan daya saing dengan pengembangan teknologi dan industri pengangkutan udara nasional

6. Menunjang, menggerakan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional

19

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 22.


(41)

7. Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara

8. Meningkatkan ketahanan nasional, dan 9. Mempererat hubungan antar bangsa

2. Landasan Hukum Pengangkutan Udara

Peraturan-peraturan yang menjadi dasar-dasar hukum pengangkutan udara di Indonesia ialah:20

a. Undang-undang

Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan yang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi setelah adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

b. Ordonansi

1. Luchtverkeersverordening (S. 1936 - 425), yang mengatur lalu

lintas udara, misalnya: mengenai penerangan, tanda-tanda dan isyarat-isyarat yang harus dipergunakan dalam penerbangan dan lain-lain.

2. Verordening Toezicht Lucthtvaart (S.1936 - 426), yang merupakan

peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personil penerbangan, selanjutnya pemeriksaan

20


(42)

sebab-sebab kecelakaan pesawat terbang yang terjadi di wilayah Indonesia dan lain-lain.

3. Luchtvaartquarantine Ordonnantie (S. 1939 - 149, jo S.1939 - 150)

yang mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarkannya penyakit menular oleh penumpang- penumpang pesawat terbang.

4. Luchtvervoerordonnantie (S. 1939 –100), Ordonansi Pengangkutan udara, yang mengatur pengangkutan penumpang, bagasi, dan pengangkutan barang serta pertanggung jawab pengangkutan udara. Pada Ordonansi ini negara-negara di dunia tunduk secara global (umum), termasuk Indonesia kecuali jika telah ada peraturan khusus yang dibuat oleh masing-masing negara.

c. Peraturan Pemerintah

1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara yang diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2000.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang Kebandarudaraan.

d. Perjanjian-Perjanjian Internasional dan Perjanjian Khusus 1. Perjanjian Warsawa 1929

Perjanjian Warsawa tanggal 12 Oktober 1929, yang berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933.Perjanjian ini sangat


(43)

100). Bunyi konsiderans “Luchtvervoerordonnantie” sebagai

berikut :

Dat Hij, in aansluiting aan het op 12 October 1929 te Waarschau gesloten en op 29 September 1933 voor Indonesia in werking getreden verdrag tot het brengen van eenheid in enige bepalingen inzake het internasional luchtvervoer (S. 1933 - 344) voorzieningen willende treffen inzake het binnenlandsch luchtvervoer, zoveel mogelijk overeenkomstig de bij de wet van 10 September 1936 (Ned. S. 1936 - 523) voor Nederland vestgestelde

voorschriften; enz.”

(Bahwa dia dengan menghubungkan perjanjian Warsawa tanggal 12 Oktober 1929, yang berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933, yang mempersatukan beberapa ketentuan mengenai pengangkutan udara internasional (S. 1933 - 344), hendak mengatur tentang pengangkutan udara nasional yang sedapat mungkin disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dengan undang-undang Nederland tanggal 10 September 1936 (Ned. S. 1936 -523). Pasal 1, “Lechtvervoerordonnantie” (S. 1939 - 100) berbunyi:

“De bepalingen van deze ordonnantie vinden toepassing,

voozoveel niet ingevolgen het op 12 October 1929 te Waarschau gesloten en op 29 September 1933 voor Indonesia in werking getreden verdrag tot het brengen van eenheid in enige bepalingen inzake het interrnationale luchtvevoer (S. 1933 - 344), hierna te

noemen “het vengrdrag”, een andere voorzieningen geldt”

(Ketentuan-ketentuan dari ordonansi ini berlaku, bila perjanjian tanggal 12 Oktober 1929 di Warsawa, yang berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933 untuk mempersatukan ketentuan-ketentuan mengenal pengangkutan udara internasional


(44)

(S. 1933 - 344) selanjutnya disebut “Perjanjian”, tidak menetapkan ketentuan lain).21

2. Perjanjian Roma 1933

Perjanjian Roma tanggal 29 Mei 1933, tentang “Convention on Damage caused by Foreign Aircraft to Third Parties on The

Surface”. Perjanjian ini mengatur tentang tanggung jawab

pengangkut udara mengenai kerusakan/kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di muka bumi. Perjanjian ini diperbaharui pada tahun 1952.

3. Perjanjian internasional khusus pengangkutan, International Air Transport Association (IATA).

Sebagai suatu organisasi internasional, dalam mana tergabung sebagian besar pengangkutan-pengangkutan udara di seluruh dunia, mempunyai kekuasaan yang tidak sedikit terhadap anggota-anggotanya. IATA telah menyetujui “General Condition of

Carriage” (syarat-syarat umum pengangkutan), baik untuk

penumpang, bagasi maupun untuk barang, berdasarkan ketentuan-ketentuan perjanjian Warsawa. Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya, berlaku bagi para anggotanya, berlaku bagi pengangkutan udara internasional yang diselenggarakan oleh pengangkut udara anggota IATA. Selain

21


(45)

daripada itu, setiap pengangkut udara mempunyai pula syarat-syarat

khusus sendiri yang didasarkan pada “General Condition of

Carriage” dari IATA. Syarat khusus itu selalu dapat diminta dan dilihat oleh setiap orang yang akan membeli tiket atau akan mengangkut barangnya dengan pesawat terbang dari pengangkut udara yang bersangkutan. Syarat-syarat khusus ini perlu diketahui dahulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab dalam tiket penumpang itu selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan Ordonansi Pengangkutan Udara di Indonesia.

B. Pihak-pihak yang Terkait dalam Pengangkutan Udara

Dalam sistem angkutan udara ada beberapa pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pengangkutan yaitu:

a. Pengangkut

Secara umum, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkut, kecuali dalam pengangkutan laut.22 Pengangkut adalah barang siapa yang baik dengan persetujuan charter menurut waktu (time charter) atau charter menurut perjalanan baik dengan suatu persetujuan lain mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang yang seluruhnya maupun sebagian melalui pengangkutan. Pengangkut menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 adalah suatu badan usaha angkutan udara

22


(46)

niaga yang pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga.

b. Pengirim

Pengirim tidak didefinisikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan selain itu dia juga memberikan muatan. Pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyerahkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penerima dan menjaga keselamatan barang muatan itu. Dalam sistem angkutan udara dengan multimoda transportasi pihak-pihak dalam pengangkutan yang dikemukakan Sinta Uli terdiri dari beberapa pihak yaitu:23

1. Pengirim Barang

Pengirim barang dalam sistem angkutan bisa saja bukan pemilik barang, tetapi pihak yang diberikan kuasa untuk melakukan pengiriman barang. Seperti dalam sistem MTO biasanya pengirim barang adalah forwarding yang memegang B/L FIATA yang oleh karena tidak mempunyai sistem angkutan udara sendiri, maka pengangkut tersebut disubkontrakkan kepada perusahaan angkutan udara. Jadi dalam sistem MTO pihak pengirim barang bukanlah pemilik barang tetapi perusahaan forwarding yang memberikan kuasa berdasarkan B/L FIATA mensubkontrakkan kepada perusahaan angkutan udara.

23

Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara, USU Press, Medan, 2006, hal. 87.


(47)

2. Pengangkut

Pihak pengangkut dalam angkutan udara adalah perusahaan angkutan udara yang diberikan kuasa oleh pengirim untuk melakukan pengangkutan barang ke suatu tujuan tertentu.

C. Dokumen-dokumen dalam Pengangkutan Udara

Dokumen pengangkutan udara dengan pesawat udara terdiri atas tiket penumpang, tiket bagasi, dan surat muatan udara. Tiket penumpang dan tiket bagasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, tetapi undang-undang ini tidak memuat perincian keterangan isi dokumen.24 Pengangkutan udara dengan pesawat udara diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 150 mencantumkan bahwa dokumen pengangkutan udara terdiri dari tiket penumpang pesawat udar, pas masuk pesawat udara (boarding pass), tanda pengenal bagasi (baggage

identification/claim tag) dan surat muatan udara (airway bill)

1. Tiket Penumpang Pesawat Udara

Pengertian tiket menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 ialah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara.

24


(48)

Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang perseorangan atau penumpang kolektif. Tiket Penumpang sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 paling sedikit memuat :

a. Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan b. Nama penumpang dan nama pengangkut

c. Tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan d. Nomor penerbangan

e. Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada dan

f. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Menurut ketentuan OPU Indonesia, tiket penumpang diterbitkan tidak atas nama (niet op naam) sebab dalam ketentuan tersebut tidak ada ketentuan mencantumkan nama penumpang. Pasal itu hanya memuat butir-butir berikut ini:25

a. Tempat dan tanggal penerbitan b. Bandara pemberangkatan dan tujuan

c. Pendaratan yang direncanakan di tempat antara bandara pemberangkatan dan tujuan mengingat hak pengangkut udara untuk mengajukan syarat bahwa dia bila perlu dapat mengadakan perubahan dalam pendaratan

d. Nama dan alamat pengangkut udara

e. Pemberitahuan bahwa pengangkutan udara tunduk pada ketentuan mengenai tanggung jawab yang diatur oleh ordonansi ini atau Perjanjian Warsawa Pasal 5 ayat (1) OPU Indonesia.

Dalam praktik perjanjian pengangkutan udara, nama penumpang justru harus dicantumkan dalam tiket penumpang. Tiket penumpang harus diterbitkan

25


(49)

“atas nama” (on name). Pencantuman nama penumpang perlu karena dia adalah

pihak dalam perjanjian dan untuk kepastian dalam pengangkutan udara.26 Tiket tidak perlu dinyatakan merupakan perjanjian pengangkutan udara namun tetap tiket itu merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan udara, dan perjanjian pengangkutan udara itu tetap bersifat konsensuil.27

2. Pas Masuk Pesawat Udara (Boarding Pass)

Pengangkut harus menyerahkan pas masuk pesawat udara, pas masuk pesawat udara pada pasal 152 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 paling sedikit memuat:

a. Nama penumpang b. Rute penerbangan c. Nomor penerbangan

d. Tanggal dan jam keberangkatan e. Nomor tempat duduk

f. Pintu masuk ke ruang tunggu menuju pesawat udara (boarding gate) dan g. Waktu masuk pesawat udara (boarding time).

3. Tanda Pengenal Bagasi (baggage identification/claim tag)

Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 2009, mewajibkan menyerahkan tanda pengenal bagasi sebagaimana dimaksud pada pasal 150 huruf c kepada penumpang. Tanda pengenal bagasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 153 ayat (1) paling sedikit memuat:

a. Nomor tanda pengenal bagasi

b. Kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan c. Berat bagasi

26

Ibid, 135-136. 27


(50)

Tiket Bagasi merupakan tanda bukti penitipan barang, yang nanti bila penumpang turun dari pesawat terbang, barang bagasi itu akan diminta kembali. Dipandang dari sudut perjanjian pengangkutan, maka perjanjian penitipan bagasi

ini merupakan “accessoire verbintenis.” Jadi, tiket bagasi itu hubungannya erat sekali dengan perjanjian pengangkutan, meskipun begitu dengan tidak adanya tiket bagasi, suatu kesalahan di dalamnya atau hilangnya tiket bagasi itu tidak mempengaruhi adanya atau berlakunya perjanjian pengangkutan udara, yang tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam OPU (Pasal 6 ayat (5) OPU), akan tetapi bila pengangkut udara menerima bagasi untuk diangkut tanpa memberikan suatu tiket bagasi, maka dia tidak berhak untuk mempergunakan ketentuan-ketentuan OPU, yang meniadakan atau membatasi tanggung jawab.

Dari ketentuan ini dapat diambil kesimpulan bahwa untuk kepentingan sendiri, pengangkutan udara harus memberikan tiket bagasi kepada penumpang, sebab kalau tidak, dia sendiri akan rugi bila barang bagasi hilang atau rusak.28

4. Surat Muatan Udara (Airway bill)

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang dimaksud Surat Muatan Udara (Airway bill) adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak penerima kargo untuk mengambil kargo. Surat muatan udara dibuat dalam rangkap tiga oleh pengirim, bagian pertama untuk perusahaan penerbangan yang ditandatangani oleh pengirim, bagian kedua untuk penerima barang yang

28


(51)

ditandatangani oleh perusahaan penerbangan dengan pengirim barang dan bagian ketiga untuk pengirim yang ditandatangani oleh perusahaan penerbangan pada saat barang diserahkan oleh pengirim kepada perusahaan penerbangan. Tanda tangan tersebut dapat dilakukan dengan stempel atau tanda tangan asli.

Bilamana diminta oleh pengirim, perusahaan penerbangan membuat surat muatan udara (Airway Bill), perusahaan penerbangan dianggap bekerja untuk dan atas nama pengirim kecuali secara tegas terbukti sebaliknya.29

Menurut Pasal 10 OPU, surat muatan udara harus berisi:30

1. Tempat dan tanggal surat muatan udara itu dibuat 2. Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan

3. Pendaratan-pendaratan yang direncanakan dengan mengikat hak pengangkut udara untuk merubah rencana itu bila perlu

4. Nama dan alamat pengangkut pertama 5. Nama dan alamat pengirim

6. Nama dan alamat penerima 7. Macam barang

8. Jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa atau nomor barang-barang

9. Berat, jumlah, besar atau ukuran barang-barang 10.Keadaan luar barang-barang dan pembungkusannya

11.Uang angkutan udara, tanggal dan tempat pembayaran, dan orang-orang yang harus membayar

12.Jika pengiriman dilakukan dengan jaminan pembayaran, harga barang-barang dan jumlah biaya-biaya

13.Jumlah nilai barang-barang

14.Dalam rangkap berapa surat muatan udara dibuat

15.Surat-surat yang diserahkan kepada pengangkut untuk menyertai barang-barang 16.Lamanya pengangkutan udara dan petunjuk ringkas tentang rute yang

ditempuh

17.Pemberitahuan bahwa pengangkutan ini tunduk pada ketentuan-ketentuan tanggung jawab yang diatur dalam OPU atau perjanjian Warsawa.

29

K. Martono, Amad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI No. 1 Tahun 2009,Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 268-269.

30


(52)

Dari ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa surat muatan udara ini isinya lebih lengkap daripada tiket penumpang atau tiket bagasi, tetapi kedudukan hukumnya sama saja dengan tiket penumpang atau tiket bagasi.31 Pada OPU surat muatan udara ialah apabila seorang akan mengirim barang menggunakan pesawat udara sedangkan dia sendiri tidak turut pergi maka pengirim barang itu memberikan surat muatan kepada pengangkut udara. Sebaliknya pengirim berhak minta kepada pengangkut untuk menerima surat muatan udara tersebut.

Dokumen yang diperlukan dalam pengiriman barang/kargo ada dua yaitu: 1. SMU (Surat Muatan Udara) khusus untuk penerbangan domestik.

Surat muatan udara sebagaimana dimaksud pada Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, paling sedikit memuat:

a. Tanggal dan tempat surat muatan udara di buat b. Tempat pemberangkatan dan tujuan

c. Nama dan alamat pengangkut pertama d. Nama dan alamat pengirim kargo e. Nama dan alamat penerima kargo

f. Jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada

g. Jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo h. Jenis atau macam kargo yang dikirim, dan

i. Pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

Angkutan kargo juga diatur dalam Pasal 4 Konvensi Montreal 1999, Menurut pasal tersebut, perusahaan penerbangan harus menyerahkan surat muatan udara (Airway Bill) kepada pengirim barang. Surat muatan udara dapat diganti dengan sarana apapun untuk penyerahan, apabila digunakan sarana lain dari surat

31 Ibid


(53)

muatan udara perusahaan penerbangan harus menyerahkan kepada pengirim pada saat penyerahan barang oleh pengirim kepada perusahaan penerbangan. Surat muatan udara tersebut berisikan antara lain indikasi bandar udara keberangkatan dan bandar udara tujuan, apabila bandar udara keberangkatan dan bandar udara tujuan berada dalam satu wilayah negara anggota konvensi Montreal 1999, harus ada satu atau lebih pendaratan antara (intermediate lending) di negara lain walaupun bukan negara anggota konvensi Montreal 1999.

2. AWB (Airway Bill) khusus untuk penerbangan internasional

Dokumen yang digunakan dalam pengangkutan kargo udara dikenal dengan airway bill atau surat kargo udara yang harus berisi 18 elemen sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Konvensi Warsawa 1929. Pengadilan menetapkan yang terpenting adalah Pasal 8c karena itu yang akan menentukan apakah suatu pengangkutan itu tunduk pada konvensi atau tidak.

Fungsi surat kargo udara adalah untuk dapat diterapkannya Konvensi. Hal ini merupakan kompromi dari dua kehendak yaitu kehendak pertama berpendapat bahwa untuk melindungi para pihak dalam pengangkutan harus dengan surat kargo udara dan kehendak kedua berpendapat bahwa untuk melindungi kepentingan para pihak diserahkan kepada para pihak sendiri yaitu dengan cara pengirim membuat surat kargo dan ditandatangani oleh pengangkut.

Maksud Konvensi menyerahkan pembuatan atau pengisian surat kargo udara kepada pengirim agar terjamin akuratnya karena pengirim dianggap paling mengetahui tentang kargo yang dikirimnya. Oleh karena itu, ketidakakuratan surat kargo udara menjadi tanggung jawab pengirim. Dalam hal surat kargo udara


(54)

dibuat oleh pengangkut atau agennya jika terjadi kesalahan atau keterangan yang berbeda maka tanggung jawab pengangkut akan lebih besar karena segala keterangan dianggap benar. Surat kargo udara merupakan bukti adanya kontrak, penyerahan kargo, dan penerimaan persyaratan perjanjian, juga merupakan instruksi kepada pengangkut dimana dan kepada siapa kargo diserahkan dan siapa yang akan membayar.

Dalam praktiknya surat kargo udara sudah distandarisasikan sehingga para pihak hampir tidak mungkin membicarakan persyaratan kontrak. Dengan demikian, kontrak itu menjadi kontrak baku (standart contract). Namun, surat kargo udara bukan merupakan syarat mutlak adanya kontrak pengangkutan, hanya sebagai alat pembuktian adanya kontrak. Bagi pengangkut, menerbitkan surat kargo udara bukan merupakan kewajiban tetapi merupakan hak, namun secara sepintas hak ini mempunyai konsekuensi yang merugikan pengangkut dan bukannya merugikan pengirim.

D. Perjanjian Pengangkutan Udara

Sebelum membahas apa itu perjanjian pengangkutan udara kita perlu mengetahui apa itu perjanjian secara umum. Istilah “Perjanjian” dalam “Hukum

Perjanjian” merupakan kesepakatan dari istilah “Overeenkomst” dalam bahasa

Belanda, atau “Agreement” dalam bahasa Inggris.32 Perjanjian secara umum diatur dalam KUH Perdata. Pengertian perjanjian di dalam KUH Perdata ialah

32Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 2.


(55)

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Pada Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, sedangkan Buku III KUH Perdata itu sendiri tidak memberikan rumus tentang perikatan. Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.33

Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.34

Untuk syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yang telah diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat artinya terjadi kesesuaian kehendak antara para pihak.Kesesuaian kehendak ini terjadi pada saat melakukan negosiasi penawaran (offer) telah diterima (acceptance). Kesepakatan dianggap tidak terjadi, meskipun terjadi penandatanganan kontrak apabila terjadi paksaan, penipuan, ataupun khilafan

33

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 1.

34S.B. Marsh and J. Soulsby, BusinessLaw, By Mc Graw-Hill Book Company(UK) Ltd, 1978, hal. 93.


(56)

dan kekeliruan. Jika kesepakatan ini tidak tercapai meskipun terjadi perjanjian, maka status perjanjian yang demikian adalah dapat dibatalkan, artinya pihak tertentu dapat mengajukan pembatalan.Jika pembatalan tidak dilakukan, maka perjanjian tersebut berjalan terus.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Cakap maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian apabila orang-perorangan sudah dewasa, sehat akal fikiran, dan tidak di bawah perwalian atau pengampuan. Apabila yang melakukan perjanjian adalah suatu badan hukum atau organisasi, maka harus orang yang mempunyai kemampuan atau kompeten untuk melakukan hubungan hukum dengan pihak lain. Apabila syarat ini tidak terpenuhi, maka statusnya juga dapat dibatalkan.

Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum: a. Anak di bawah umur (minderjarigheid)

b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan c. Istri

Akan tetapi, dalam perkembangannya istri dalam melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.35

3. Suatu hal tertentu

Objek yang diperjanjiakan adalah hal tertentu maksudnya isi perjanjian harus jelas spesifikasinya, sehingga obyeknya mudah diidentifikasi keberadaannya. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka status perjanjian adalah batal demi hukum, artinya dari semula perjanjian dianggap tidak ada, sehingga tidak

35Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Mataram, 2003, hal. 24.


(57)

dapat dilaksanakan, dan kalau terjadi ingkar janji, maka tidak dapat dituntut di pengadilan.

4. Suatu sebab yang halal

Objek yang diperjanjikan tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan, tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan.Jika hal ini tidak terpenuhi, maka statusnya juga batal demi hukum.36

Adapun Asas-asas Hukum Kontrak antara lain sebagai berikut:37 1. Asas Konsensualisme

Asas ini sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu.

Asas ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku pada kontrak konsensual sedangkan pada kontrak formal dan riel tidak berlaku.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak berdasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

36M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6.

37

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 3-5


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Pelaksanaan Pengamanan Kargo Dan Pos Yang Diangkut Melalui Pesawat Udara Dikaitkan Dengan Peraturan Direktur Jenderal

Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012” (studi pada PT. Garuda

Indonesia, Tbk. Cabang Medan).

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, sehingga dapat menjadi perbaikan di masa yang akan datang,

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril maupun materil, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.H, D.F.M, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I saya yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, serta nasihat dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Rabiatul Syariah, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Aflah, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II dengan sosok keibuan nan lembutnya telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, menasihati, memberikan saran serta bantuan dalam penulisan skripsi ini hingga selesai, terimakasih banyak bu.

8. Ibu Rabiatul Syariah, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Ibu Sinta Uli, SH., M.Hum, selaku dosen pengajar hukum keperdataan yang telah banyak berjasa mentransfer ilmu-ilmuyang mudah dimengerti dan dipahami selama perkuliahan.

10.Ibu Hj. Puspa Melati, SH., M.Hum, selaku dosen pengajar hukum keperdataan.

11.Bapak dan Ibu Dosen pengajar, serta seluruh staf di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12.Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan untuk papa dan mama tercinta tersayang Nurmala Sari Tarigan yang telah banyak berkorban, bersusah payah dan begitu tegar selalu ada saat suka duka, merawat, mendidik, membesarkan, menyekolahkan hingga seperti sekarang ini, I love


(3)

13.You to the moon and back mom, gelar ini khusus dipersembahkan untuk mama tercinta maaf baru selesai sekarang setelah sekian lama ma.

14.Keluarga senioran, alumni, dan seluruh anggota keluarga besar HMI Komisariat Fakultas Hukum USU yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 15.Keluarga Mapala Natural Justice FH USU, abang-abang pendiri terima kasih

untuk segala bimbingan dan arahannya, perintis, adek-adek angkatan cakrawala, adek-adek angkatan manusia ilusi, yang tidak bisa disebut satu per satu, ayok cepat sarjana, rajin-rajin kuliahnya yang masih kuliah, makasih ya buat dukungan, hiburan, dan semuanya.

16.Sepupu-sepupu tercinta yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

17.Rekan-rekan satu setambuk 2009, Yenny, Nova, Fenny, Angga, Cipo, dan teman-teman lainnya yang pernah sama-sama berjuang.

18.Rekan-rekan se-almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua, akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juni 2015 Penulis

Rahmi Pambpha PM 090200119


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II :

PENGANGKUTAN UDARA MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG PENERBANGAN

A. Pengertian dan Landasan Hukum Pengangkutan Udara . 15 B. Pihak-pihak yang terkait dalam Pengangkutan Udara .... 24

C. Dokumen-dokumen dalam Pengangkutan Udara ... 26

D. Perjanjian Pengangkutan Udara ... 33

E. Penyelenggaraan Pengangkutan Udara ... 42

BAB III :

PENGAMANAN KARGO YANG DIANGKUT

MELALUI ANGKUTAN UDARA


(5)

B. Jenis-jenis Kargo Dalam Angkutan Udara ... 55 C. Prosedur Pengamanan Kargo pada PT.Garuda Indonesia

(Persero), Tbk. ... 62 D. Pelaksanaan Pengangkutan Kargo oleh PT.Garuda

Indonesia (Persero), Tbk ... 70

BAB IV :

PELAKSANAAN PENGAMANAN KARGO DAN

POS YANG

DIANGKUT MELALUI PESAWAT

UDARA DIKAITKAN DENGAN PERATURAN

DIREKTUR

JENDERAL

PERHUBUNGAN

UDARA NO. KP. 152 TAHUN 2012

A. Penerapan dan Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara Dikaitkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 Di PT. Garuda

Indonesia (Persero), Tbk ... 72 B. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam

Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara di PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Sebelum dan Sesudah Adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012... 77 C. Penyelesaian Hambatan-hambatan yang Dihadapi

Dalam Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara di PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Sebelum dan Sesudah


(6)

D. Adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 ... 80

BAB V :

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...

82 B. Saran ... 84