Hubungan Perawatan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Dengan Terjadinya Xerostomia di RSUP H. Adam Malik, Medan

(1)

HUBUNGAN PERAWATAN KEMOTERAPI PADA PASIEN

KANKER DENGAN TERJADINYA XEROSTOMIA

DI RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ILYANA BINTI AB. RAHMAN NIM : 050600004

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2010

Ilyana

Hubungan Perawatan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Dengan Terjadinya Xerostomia di RSUP H. Adam Malik, Medan.

xi + 49 halaman

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya aliran saliva. Banyak faktor yang dapat menyebabkan xerostomia, salah satunya adalah kemoterapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi terjadinya xerostomia pada pasien yang dikemoterapi di RSUP HAM Medan dan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya xerostomia di RSUP HAM Medan.

Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini melibatkan 105 orang subjek. Subjek dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari penderita kanker yang mendapat perawatan kemoterapi, kelompok kedua terdiri dari penderita kanker yang mendapat perawatan kemoterapi dan radiasi, sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok kontrol yang terdiri dari penderita kanker yang tidak mendapat perawatan kemoterapi dan radiasi.

Persentase xerostomia pada ketiga kelompok paling tinggi pada usia 46-50 tahun. Persentase xerostomia pada kelompok pertama paling tinggi pada lama kemoterapi lebih dari 1 minggu. Sedangkan pada kelompok kedua persentase


(3)

xerostomia paling tinggi pada lama kemoterapi lebih dari 2 minggu. Persentase xerostomia pada kelompok pertama paling tinggi pada siklus 1. Sedangkan persentase xerostomia pada kelompok kedua paling tinggi pada siklus 2 dan 3. Persentase xerostomia pada kelompok pertama dan kedua paling tinggi pada penggunaan obat kemoterapi lebih dari satu atau kombinasi. Adanya hubungan yang signifikan antara usia dan xerostomia pada kelompok kedua dan ketiga. Adanya hubungan yang signifikan antara obat kemoterapi yang digunakan dengan xerostomia pada kelompok kedua. Kesimpulannya, kemoterapi menyebabkan terjadinya xerostomia. Xerostomia semakin cepat terjadi dengan pemberian secara serentak kemoterapi dan radiasi. Daftar rujukan : 27 ( 1982 – 2009 )


(4)

HUBUNGAN PERAWATAN KEMOTERAPI PADA PASIEN

KANKER DENGAN TERJADINYA XEROSTOMIA

DI RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ILYANA BINTI AB. RAHMAN NIM : 050600004

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

2010


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 17 Maret 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Syuaibah Lubis, drg. ... NIP : 194611201973062001


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 17 Maret 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Syuaibah Lubis, drg.

ANGGOTA : 1. Wilda Hafni Lubis, drg., MSi 2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kurnia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW sehingga skripsi yang berjudul ”Hubungan Perawatan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Dengan Terjadinya Xerostomia di RSUP H. Adam Malik, Medan”, selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua tersayang yaitu Ayahanda (Ab. Rahman bin Mohamad) dan Bonda (Nik Hazimah binti W. Ab. Rahman) yang telah memberikan kasih sayang, doa restu, material dan dukungan tanpa batas. Rasa kasih dan sayang untuk kakanda tersayang Mohd. Azfaruddin bin Ab. Rahman dan adinda tercinta Mohd. Aizuddin bin Ab. Rahman, Ilani binti Ab. Rahman, Isymahanani binti Ab. Rahman dan Mohd. Aimanuddin bin Ab. Rahman yang banyak memberi semangat dan mendukung penulis dalam keadaan suka maupun duka. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Syuaibah Lubis, drg., selaku dosen pembimbing skripsi ini atas waktu yang diberikan untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dan juga selaku pembimbing akademik penulis.

2. Prof. Ismet Danial Nst, drg., Ph.D., Sp. Prost. selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas sumatera Utara.


(8)

3. Wilda Hafni Lubis, drg., MSi. selaku Ketua Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan juga tim penguji skripsi.

4. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM. selaku koordinator skripsi dan juga tim penguji skripsi.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi terutama staf pengajar dan staf di Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD., SpJP(K) selaku ketua komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. Dr. M. Nur Rasyid Lubis, SpB, Fina Cs, direktur SDM dan Pendidikan RSUP H. Adam Malik Medan atas bantuan dan izin yang diberikan kepada penulis selama penelitian.

8. Dr. Muhammad Tenang Sibayang. MARS, selaku kepala instalasi ruang Rindu A, RSUP HAM.

9. Ns. Misrah Panjaitan, S Kep, selaku kepala instalasi ruang Rindu B, RSUP HAM.

10. Seluruh staf perawat di RSUP H. Adam Malik Medan terutama Rindu A, Rindu B, rawat jalan dan ruang kemoterapi.

11. Saudara-saudaraku tercinta dan teman-teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran Gigi yaitu Azee, Balqish, Arifah, Nadia, Yufi, Matno, Hanim, Apih, Jannah, Hafiz, Izzah, Zu, Sha, Sherry, Arfah, Yani, Shaz, Putra, Naim, Huda, Mimi, Nik, Liza, Nina dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(9)

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini dan memohon maaf bila terdapat kesalahan selama melakukan penelitian ini. Penulis juga mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Penyakit Mulut.

Medan, 17 Maret 2010 Penulis,

( Ilyana Binti Ab. Rahman ) NIM.: 050600004


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... HALAMAN PERSETUJUAN………...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………...

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Rumusan Masalah………. 3

1.3 Hipotesis……….... 3

1.4 Tujuan Penelitian………... 3

1.5 Manfaat Penelitian………. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….. 5

2.1 Xerostomia……….... 5

2.1.1 Definisi……… 5

2.1.2 Etiologi……… 5

2.1.3 Gejala dan Tanda………... 8

2.1.4 Diagnosis dan Evaluasi………... 8

2.2 Kemoterapi……… 9

2.2.1 Definisi……… 9

2.2.2 Tujuan………... 9

2.2.3 Cara Pemberian………... 10

2.2.4 Tipe Obat………... 10

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN………... 13

3.1 Rancangan Penelitian………. 13


(11)

3.3 Populasi dan Sampel………... 13

3.4 Besar Sampel……...………... 13

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi……… 14

3.5.1 Kriteria Inklusi……… 14

3.5.2 Kriteria Eksklusi………. 14

3.6 Variabel Penelitian………...……….... 15

3.6.1 Variabel Bebas……… 15

3.6.2 Variabel Terikat………... 16

3.6.3 Variabel Terkendali………. 16

3.6.4 Variabel Tidak Terkendali………... 16

3.7 Definisi Operasional……….. 16

3.8 Alat dan Bahan Penelitian………. 17

3.8.1 Alat Pemeriksaan Oral………. 17

3.8.2 Alat Pencatatan Data……….. 17

3.8.3 Bahan Penelitian………. 18

3.9 Prosedur Penelitian………... 18

3.9.1 Pengumpulan Data……….. 18

3.9.2 Pengolahan Data………. 19

3.9.3 Analisis Data………... 19

BAB 4 HASIL PENELITIAN………... 20

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian……… 20

4.2 Frekuensi Xerostomia..……… 21

4.3 Hasil Kuesioner Responden……… 28

BAB 5 PEMBAHASAN………. 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 33

6.1 Kesimpulan………... 33

6.2 Saran………. 33

DAFTAR RUJUKAN……… 35 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Data demografis pasien kanker di RSUP HAM... 20

2 Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan usia... 22

3 Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan lama kemoterapi... 22

4 Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan siklus kemoterapi... 23

5 Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan jenis obat... 24

6 Frekuensi xerostomia pada respon dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan usia... 24

7 Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan lama kemoterapi... 25

8 Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan siklus kemoterapi... 26

9 Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan jenis obat... 26

10 Frekuensi xerostomia pada responden tanpa kemoterapi dan radiasi berdasarkan usia... 27

11 Hasil kuesioner pada responden dengan kemoterapi... 28

12 Hasil kuesioner pada responden dengan kemoterapi dan radiasi... 28

13 Hasil kuesioner pada responden tanpa kemoterapi dan radiasi... 29


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian

bidang kesehatan... 38

2 Lembar penjelasan kepada subjek penelitian... 39

3 Lembar persetujuan subjek penelitian... 40

4 Contoh kuesioner... 41


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2010

Ilyana

Hubungan Perawatan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Dengan Terjadinya Xerostomia di RSUP H. Adam Malik, Medan.

xi + 49 halaman

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya aliran saliva. Banyak faktor yang dapat menyebabkan xerostomia, salah satunya adalah kemoterapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi terjadinya xerostomia pada pasien yang dikemoterapi di RSUP HAM Medan dan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya xerostomia di RSUP HAM Medan.

Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini melibatkan 105 orang subjek. Subjek dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari penderita kanker yang mendapat perawatan kemoterapi, kelompok kedua terdiri dari penderita kanker yang mendapat perawatan kemoterapi dan radiasi, sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok kontrol yang terdiri dari penderita kanker yang tidak mendapat perawatan kemoterapi dan radiasi.

Persentase xerostomia pada ketiga kelompok paling tinggi pada usia 46-50 tahun. Persentase xerostomia pada kelompok pertama paling tinggi pada lama kemoterapi lebih dari 1 minggu. Sedangkan pada kelompok kedua persentase


(15)

xerostomia paling tinggi pada lama kemoterapi lebih dari 2 minggu. Persentase xerostomia pada kelompok pertama paling tinggi pada siklus 1. Sedangkan persentase xerostomia pada kelompok kedua paling tinggi pada siklus 2 dan 3. Persentase xerostomia pada kelompok pertama dan kedua paling tinggi pada penggunaan obat kemoterapi lebih dari satu atau kombinasi. Adanya hubungan yang signifikan antara usia dan xerostomia pada kelompok kedua dan ketiga. Adanya hubungan yang signifikan antara obat kemoterapi yang digunakan dengan xerostomia pada kelompok kedua. Kesimpulannya, kemoterapi menyebabkan terjadinya xerostomia. Xerostomia semakin cepat terjadi dengan pemberian secara serentak kemoterapi dan radiasi. Daftar rujukan : 27 ( 1982 – 2009 )


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Xerostomia merupakan gejala di rongga mulut yang sering dirasakan oleh banyak pasien. Dinyatakan bahwa 10% populasi penduduk mengalami xerostomia atau mulut kering.1,2 Frekuensi xerostomia bertambah dengan bertambahnya umur, lebih dari 25% orang berusia tua mengeluh mengalami mulut kering setiap hari.2 Dikatakan bahwa, rata-rata orang dewasa menghasilkan sekurang-kurangnya 500 ml saliva setiap hari. Pengeluaran saliva bervariasi pada setiap waktu yaitu 0,1 ml/menit sewaktu tidur, 0,3ml/menit sewaktu bangun dari tidur, dan 4 hingga 5 ml/menit sewaktu makan dan mengunyah. Saliva mempunyai reaksi antibakteri dan antifungal, melindungi gigi terhadap karies, memudahkan penelanan dan pencernaan, dan sewaktu berbicara.1

Kebanyakan orang mengalami xerostomia setelah bangun dari tidur. Xerostomia kronik meningkatkan resiko untuk terjadinya beberapa keadaan, dan yang paling serius adalah karies gigi dan penyakit gingiva.1 Walau bagaimanapun, kondisi xerostomia kronik dan parah sering diartikan dengan aliran saliva <100 ml per hari.1

Xerostomia dapat terjadi akibat efek samping kemoterapi yaitu 78% pasien yang dikemoterapi mendapat efek tersebut. Hal ini terjadi berhubungan dengan agen yang digunakan dalam kemoterapi. Paclitaxel, carboplatin, dan infusional 5-fluorouracil merupakan sebagian agen yang digunakan dalam kemoterapi.1


(17)

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Departemen Penyakit Mulut di Universiti Copenhagen, Denmark pada pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi, menunjukkan bahwa kadar aliran unstimulated whole saliva dan stimulated whole saliva berkurang selama mendapat kemoterapi (p<0,001 dan p<0,01). Kadar stimulated parotid saliva menunjukkan bahwa berkurangnya saliva tidak bermakna, dan dinyatakan bahwa pengurangan aliran saliva adalah karena berkurangnya pengeluaran saliva di kelenjar submandibular. Dari penelitian ini ditemukan bahwa 44% pasien menderita hyposalivasi atau xerostomia.3

Dalam penelitian lain, yaitu yang telah dilakukan oleh Departemen Penelitian Kedokteran Gigi, di Universiti Missippi, Jackson, USA pada pasien kanker payudara, menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kemoterapi dengan xerostomia. Ditemukan bahwa pada pasien yang mendapat kemoterapi aliran salivanya berkurang yaitu 0.96 ml/menit berbanding dengan pasien kanker yang tidak mendapat kemoterapi yaitu 1,81ml/menit dan pasien kontrol (pasien yang tidak menderita kanker dan tidak mendapat kemoterapi) yaitu 2,33 ml/menit.4

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa Universiti Sains Malaysia terhadap 30 pasien kanker yang mendapat kemoterapi di wad onkologi (3S) HUSM, didapati bahwa pasien mengalami mulut kering (90.0%), membran mukosa kering (96.7%), keadaan saliva kering (70.0%) serta kepekatan saliva (30.0%).5

Di RSUP H. Adam Malik Medan terdapat 7 orang pasien kanker yang mendapat perawatan kemoterapi setiap harinya. Rata-rata pasien berusia sekitar 35 tahun. Oleh karena penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa adanya hubungan antara perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya


(18)

xerostomia, maka peneliti ingin mengetahui ada tidaknya hubungan tersebut pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka timbul permasalahan: 1. Berapakah prevalensi xerostomia pada pasien dengan kemoterapi kanker di RSUP HAM Medan.

2. Apakah terdapat hubungan perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya xerostomia di RSUP HAM Medan.

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis O: Tidak ada hubungan antara perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya xerostomia.

2. Hipotesis Alternatif: Ada hubungan antara perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya xerostomia.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prevalensi terjadinya xerostomia pada pasien yang dikemoterapi di RSUP HAM Medan.

2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya xerostomia di RSUP HAM Medan.


(19)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan derajat kesehatan gigi pasien yang mendapat kemoterapi agar xerostomia dapat dikurangi.

2. Sebagai usaha dalam mengatur rencana perawatan bagi setiap gejala xerostomia yang timbul pada pasien akibat kemoterapi.

3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut, baik mengenai cara penanggulangan xerostomia akibat kemoterapi atau yang lainnya.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Xerostomia

Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap saliva baru timbul apabila terjadinya pengurangan sekresi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut kering atau xerostomia.7

2.1.1 Definisi

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya aliran saliva.6,8 Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari pelbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari pelbagai jenis obat. Dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva.6

2.1.2 Etiologi

Faktor penyebab timbulnya xerostomia:

1. Gangguan pada kelenjar saliva: Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva.7,12 Sialodenitis kronis lebih sering mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus.7 Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian


(21)

mempengaruhi sekresi saliva.7,8 Sindroma Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva.1,2,6-12 Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.7,6

2. Keadaan fisiologis: Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering.7,12 Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering.7,9,11 Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.7-12

3. Penggunaan obat-obatan: Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi saliva. Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva. Oleh karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh sistem syaraf parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh antikolinergik akan menghambat paling kuat pengeluaran saliva. Obat-obatan dengan pengaruh anti β-adrenergik (yang disebut β-bloker) terutama akan menghambat sekresi ludah mukus.7,12,27 Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.7,12

4. Usia: Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan


(22)

pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya.7 Seiring dengan meningkatnya usia, dengan terjadinya proses aging, terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.1,7,12 Selain itu, penyakit- penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut.1,2,7,9

5. Terapi kanker: Xerostomia paling sering berhubungan dengan terapi radiasi kepala dan leher.1,2,6,11 Xerostomia akut karena radiasi dapat menyebabkan suatu reaksi peradangan, bila xerostomia kronik terjadi sampai 1 tahun setelah mendapat terapi radiasi, dapat menyebabkan fibrosis kelenjar saliva dan biasanya permanen.6,7 Radiasi menyebabkan perubahan di dalam sel sekresi serous, mengakibatkan pengurangan pengeluaran saliva dan peningkatan kepekatan saliva. Biasanya, keluhan awal dari terapi radiasi adalah saliva pekat dan berlendir.1,6,7 Kadar permanennya xerostomia bergantung pada banyaknya kelenjar saliva yang terpapar radiasi dan dosis radiasi.6,7,10-12 Apabila jumlah dosis radiasi yang diterima melebihi 5,200 cGy, aliran saliva akan berkurang dan sedikit atau tidak ada saliva yang dikeluarkan dari kelenjar saliva. Perubahan ini biasanya permanen.2,6 Beberapa obat kemoterapi kanker juga dapat mengubah komposisi dan aliran saliva, mengakibatkan xerostomia, tetapi perubahan ini biasanya sementara.6,10,15


(23)

2.1.3 Gejala dan Tanda

Xerostomia menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva.1,6,7,10,11,15 Proses pengunyahan dan penelanan makanan sulit dilakukan khususnya makanan kering. 1,2,6-12

Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu.1,2,6-12 Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih dari saliva berkurang, sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar.1,6-8,10-12 Selain itu, pada penderita xerostomia fungsi bakteriostase dari saliva berkurang sehingga menyebabkan peningkatan proses karies gigi.1,6-9,12

2.1.4 Diagnosis dan Evaluasi

Diagnosis dan evaluasi xerostomia adalah berdasarkan bukti yang diperoleh dari riwayat pasien, pemeriksaan rongga mulut dan sialometri, yaitu satu prosedur yang dilakukan untuk menentukan kadar aliran saliva.2,6,7,10,12,13 Xerostomia harus dipertimbangkan jika pasien mengeluh mulut kering, terutama pada waktu malam, atau kesulitan ketika makan makanan kering.2,6 Pada pemeriksaan rongga mulut, indikator yang digunakan untuk menentukan terjadinya xerostomia adalah, apabila diletakkan spatel yang kering di mukosa bukal, spatel lengket di mukosa tersebut sewaktu dialihkan.13 Pada wanita, “tanda gincu” yaitu, gincu lengket pada gigi depan merupakan indikator terjadinya xerostomia.6 Selain itu, xerostomia juga dapat dievaluasi dengan melakukan test uji wafer.14


(24)

2.2 Kemoterapi

Dahulu kemoterapi diberikan hanya sesudah kegagalan terapi radiasi atau pembedahan dalam mengatasi kanker.18 Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai bermacam variasi kombinasi obat-obatan yang digunakan, tidak hanya pada kekambuhan dan stadium lanjut, tetapi juga sebagai terapi awal untuk kanker.17,18 Kini kemoterapi telah muncul sebagai terapi tambahan setelah pembedahan atau terapi radiasi.18

2.2.1 Definisi

Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker.16,17 Dalam penggunaaan non-onkologis, istilah ini dapat juga merujuk ke antibiotik (kemoterapi antibakteri). Dalam arti tersebut, agen kemoterapi modern pertama adalah arsfenamin Paul Ehrlich, sebuah senyawa arsenik yang ditemukan pada 1909 dan digunakan untuk merawat sifilis. Ini kemudian diikuti oleh sulfonamida ditemukan oleh Gerhard Domagk dan penisilin G ditemukan oleh Alexander Fleming. Penggunaan lain dari agen kemoterapi sitostatik adalah perawatan penyakit autoimun dan penekanan transplant rejection.16

2.2.2 Tujuan

Tujuan kemoterapi adalah untuk menyembuhkan pasien dari penyakit kanker. Kemoterapi biasa digunakan untuk mengatasi kanker secara lokal dan juga untuk


(25)

mengatasi kanker apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi jaringan kanker yang masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai antineoplastik agen.18

2.2.3 Cara Pemberian

Secara umum kemoterapi bisa diberikan dengan 4 cara yaitu:17,18 1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan atau radiasi.

2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada kasus kanker stadium lanjut.

3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan atau radiasi

4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan

pembedahan terutama pada kasus- kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan limfoma).

2.2.4 Tipe obat

Obat kemoterapi atau agen kemoterapi dibagi beberapa jenis:18 1. Alkylating agent: Cyclophosphamid, Busulfan, Ifosfamid 2. Antimetabolite: MTX, 5FU, Hydroxyurea

3. Antimitosis: Vincrisin, Vinblastin

4. Antibiotic antracylin: Doxorubicine, Daunorubicine 5. Antibiotic non antracylin: Bleomycin, Mytomicin


(26)

6. Antihormonal: Prednison, Tamoxipen

KERANGKA TEORI

Terapi Utama Kanker

Pembedahan Kemoterapi Radioterapi Gabungan

kemoterapi radioterapi


(27)

KERANGKA KONSEP

Kanker

Pasien kanker dengan kemoterapi

-Lama kemoterapi -Siklus kemoterapi -Jenis kanker

-Jenis obat kemoterapi -Usia 20-50 tahun

Pasien kanker dengan kemoterapi dan radiasi -Lama kemoterapi -Siklus kemoterapi -Jenis kanker

-Jenis obat kemoterapi -Usia 20-50 tahun

Pasien kanker tanpa kemoterapi dan radiasi -Jenis kanker

-Usia 20-50 tahun


(28)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu

Tempat : RSUP H. Adam Malik ( RSUP HAM ) Waktu : 2 bulan (Februari 2009 – April 2009)

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi : Pasien kanker di RSUP HAM

Sampel : Kelompok 1- Pasien kanker dengan kemoterapi

Kelompok 2-Pasien kanker dengan kemoterapi dan radiasi Kelompok 3-Pasien kanker tanpa kemoterapi dan radiasi

3.4 Besar Sampel

Sampel dalam penelitian adalah penderita kanker yang mendapat kemoterapi di RSUP HAM. Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, penulis menggunakan persentase insiden xerostomia pada penderita kanker yang mendapat kemoterapi di HUSM Malaysia berdasarkan penelitian Azlina bt. Daud dan Farid bin Che Ghazali yaitu 90%,


(29)

N = Za2. p. q /d2

Di mana Za = confidence level 95% 1,96

p = persentase insiden xerostomia q = 1-p

d = presisi relatif 10%

N = 1,962 . 0,90 . (1-0,90) / 0,12 = 34,5

Maka jumlah sampel penelitian adalah 35 orang. Jumlah kelompok 1 35 orang

Jumlah kelompok 2 35 orang Jumlah kelompok 3 35 orang

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1 Kriteria Inklusi

a. Pasien kanker yang berusia 20-50 tahun.

b. Pasien kanker yang mendapat kemoterapi > 1 minggu. c. Pasien kanker kooperatif.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

a. Pasien kanker yang menopause.

b. Pasien kanker mulut yang tidak bisa membuka mulut.


(30)

d. Pasien kanker menderita penyakit sistemik yang menyebabkan xerostomia.

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Bebas

1. Pasien kanker dengan kemoterapi, lama kemoterapi, siklus kemoterapi, jenis kanker, jenis obat kemoterapi, dan usia 20 hingga 50 tahun.

2. Pasien kanker dengan kemoterapi dan radiasi, lama kemoterapi, siklus kemoterapi, jenis kanker, jenis obat kemoterapi, dan usia 20 hingga 50 tahun.

3. Pasien kanker tanpa kemoterapi dan radiasi, jenis kanker, dan usia 20 hingga 50 tahun.

Variabel bebas

 Pasien kanker dengan kemoterapi

-Lama kemoterapi

-Siklus kemoterapi

-Jenis kanker

-Jenis obat kemoterapi -Usia 20-50 tahun

 Pasien kanker dengan kemoterapi dan radiasi -Lama kemoterapi -Siklus kemoterapi -Jenis kanker

-Jenis obat kemoterapi -Usia 20-50 tahun

 Pasien kanker tanpa kemoterapi dan radiasi -Jenis kanker

-Usia 20-50 tahun

Variabel terikat

 Xerostomia

Variabel tidak terkendali

 Oral hygiene

 Obat lain yang dikonsumsi

 Jenis kelamin

Variabel terkendali

 Belum menopause

 Tidak memakai obat yang menyebabkan xerostomia

 Tidak menderita penyakit sistemik yang menyebabkan xerostomia


(31)

3.6.2 Variabel Terikat

Xerostomia.

3.6.3 Variabel Terkendali

Pasien kanker belum menopause, pasien kanker tidak memakai obat yang menyebabkan xerostomia, dan pasien kanker tidak menderita penyakit sistemik yang menyebabkan xerostomia.

3.6.4 Variabel Tidak Terkendali

Oral hygiene pasien, obat lain yang dikonsumsi, dan jenis kelamin pasien.

3.7 Definisi Operasional

a. Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia atau obat-obatan untuk merawat kanker.

b. Xerostomiaadalah bila terlihat keadaan saliva yang kental dengan kondisi rongga mulut yang kering. Apabila diperiksa menggunakan spatel, spatel seperti lengket atau susah lepas dari mukosa bukal.

c. Lama kemoterapi adalah jarak waktu setelah pasien mendapat perawatan kemoterapi yang dilihat dari rekam medis pasien.

d. Siklus kemoterapi adalah jumlah perawatan kemoterapi yang telah dijalani oleh pasien yang dilihat dari rekam medis pasien.

e. Jenis kanker adalah kanker yang diderita oleh pasien.

f. Jenis obat kemoterapi adalah obat yang digunakan dalam perawatan kemoterapi seperti yang dicatat di rekam medis pasien.


(32)

g. Usia 20-50 tahun adalah usia pasien yang dicatat di rekam medik 20 hingga 50 tahun saat menjadi subjek penelitian.

h. Menopause adalah wanita yang mengalami defisiensi hormonal, ditandai dengan berhentinya menstruasi.

3.8 Alat dan Bahan Penelitian 3.8.1 Alat Pemeriksaan Oral

Alat yang tepat harus digunakan untuk prosedur ini. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan oral adalah :

a. Kaca mulut, digunakan untuk menarik pipi/lidah untuk melihat keadaan rongga mulut dengan jelas.

b. Sonde tumpul, digunakan untuk mengidentifikasi keadaan rongga mulut yang terlihat.

c. Pinset, digunakan untuk mengambil gulungan kapas atau bulatan kapas dari tray ke rongga mulut maupun sebaliknya.

d. Spatel,digunakan untuk mengevaluasi xerostomia.

e. Tray, digunakan untuk meletakkan alat dan bahan pada saat melakukan pemeriksaan. Alat-alat yang digunakan haruslah dalam keadaan baik dan bersih agar dapat melakukan pemeriksaan dengan lebih efektif.

3.8.2 Alat Pencatatan Data

a. Kuesioner pasien kanker yang mendapat perawatan kemoterapi.


(33)

c. Kuesioner pasien kanker yang tidak mendapat perawatan kemoterapi dan radiasi.

d. Rekam medik pasien yang mendapat perawatan kemoterapi.

e. Rekam medik pasien yang mendapat perawatan kemoterapi dan radiasi. f. Rekam medik pasien yang tidak mendapat perawatan kemoterapi dan radiasi.

3.8.3 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan untuk mengerjakan pemeriksaan oral adalah:

a. Gulungan kapas (cotton roll), digunakan untuk menyerap saliva sehingga gigi yang sedang dirawat terjaga agar tetap kering.

b. Bulatan kapas (cotton pellet), digunakan untuk membersihkan kavitas. c. Sarung tangan dan masker, digunakan untuk mencegah infeksi silang.

3.9 Prosedur Penelitian

3.9.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data ditujukan kepada pasien kanker dengan kemoterapi, pasien kanker dengan kemoterapi dan radiasi dan pasien kanker tanpa kemoterapi dan radiasi yang datang berobat ke instalasi rawat inap A, B, dan instalasi rawat jalan Onkologi di RSUP H. Adam Malik yang dilakukan mulai pukul 9.00-4.00 WIB dan pada pasien diberi informasi tentang tujuan penelitian ini. Setelah pasien setuju menjadi subjek penelitian, pasien diminta menandatangani informed consent. Kemudian dari rekam medik dicatat keterangan data pribadi (nama, umur, jenis kelamin), jenis


(34)

kanker, jenis obat kemoterapi, lama kemoterapi serta siklus kemoterapi. Selanjutnya diajukan pertanyaan sesuai kuesioner kepada pasien, diperiksa keadaan rongga mulut pasien dengan spatel yang disentuhkan ke mukosa bukal pasien untuk memastikan ada tidaknya xerostomia.

3.9.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dengan menggunakan software SPSS 16.0. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.9.3 Analisis Data

Dihitung persentase xerostomia pada jenis kanker, jenis obat kemoterapi, lama kemoterapi dan siklus kemoterapi pada pasien kemoterapi kanker yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi. Untuk melihat ada tidaknya hubungan antara perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya xerostomia dilakukan uji statistik dengan uji Pearson chi-square.


(35)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian mengenai Hubungan Perawatan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Dengan Terjadinya Xerostomia di RSUP H. Adam Malik, Medan akan disajikan dalam bentuk tabel berikut.

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Tabel 1. Data demografis pasien kanker di RSUP HAM

Variabel Pasien Kanker (N = 105) 1. Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan

25 (23,8%) 80 (76,2 %)

2. Usia

a. 21-25 tahun b. 26-30 tahun c. 31-35 tahun d. 36-40 tahun e. 41-45 tahun f. 46-50 tahun

4 (3,8%) 2 (1,9%) 8 (7,6%) 7 (6,7%) 23 (21,9%) 61 (58,1%)

3. Jenis Kanker

a. Payudara b. Prostat c. Usus

57 (54,3%) 1 (1,0%) 2 (1,9%)


(36)

d. Nasofaring e. Limfoma f. Otak g. Paru h. Ovari i. Pankreas j. Lain-lain

8 (7,6%) 10 (9,5%)

2 (1,9%) 6 (5,7%) 3 (2,8%) 1 (1,0%) 15 (14,3%)

Data demografis yaitu data pasien kanker yang datang ke RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis kanker. Dari 105 orang pasien kanker di RSUP HAM, jumlah pasien perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pasien laki-laki yaitu sebanyak 80 orang pasien perempuan (76,2%) dan 25 orang pasien laki-laki (23,8%). Jumlah pasien kanker yang datang ke RSUP HAM, paling banyak dijumpai pada kelompok usia 46-50 tahun dengan persentase 58,1%, diikuti oleh kelompok usia 41-45 tahun yaitu 21,9%, dan jumlah pasien paling sedikit adalah dari kelompok usia 26-30 tahun yaitu hanya 1,9%. Jumlah pasien kanker di RSUP HAM berdasarkan jenis kanker paling banyak adalah kanker payudara (54,3%), diikuti kanker lain-lain (14,3%) dan kanker limfoma (9,5%).

4.2 Frekuensi Xerostomia

Frekuensi xerostomia pada pasien kanker dibagi dalam beberapa kelompok yaitu kelompok responden dengan kemoterapi, kelompok responden dengan


(37)

kemoterapi dan radiasi, dan kelompok responden tanpa kemoterapi dan radiasi. Frekuensi xerostomia akan disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan usia

No Usia ( Tahun) Xerostomia Ya (%) Tidak (%)

1 31-35 3 (10) 0(0)

2 36-40 3(10) 1(20) 3 41-45 4(13,3) 2(40)

4 46-50 20(66,7) 2(40)

Total 30(100) 5(100)

Tabel 2 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan usia. Dari 35 orang responden, dijumpai pasien kanker yang berusia 46-50 tahun adalah paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 20 orang (66,7%) berbanding penderita kanker pada tingkat usia lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,371. Nilai p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara usia responden terhadap xerostomia.

Tabel 3. Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan lama kemoterapi

No Lama Xerostomia

Ya (%) Tidak (%)

1 >1 minggu 11(36,7) 2(40)

2 >2 minggu 9(30) 0(0)

3 >1 bulan 3(10) 2(40)

4 >3 bulan 4(13,3) 1(20)

5 >6 bulan 3(10) 0(0)

Total 30(100) 5(100)

Tabel 3 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden berdasarkan lama kemoterapi. Dari 35 orang responden, penderita kanker dengan lama kemoterapi >1 minggu paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 11 orang (36,7%) berbanding


(38)

penderita kanker pada kelompok lama kemoterapi lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,303. Nilai p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara lama kemoterapi terhadap xerostomia.

Tabel 4. Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan siklus kemoterapi

No Siklus Xerostomia

Ya(%) Tidak(%)

1 1 10(33,3) 1(20)

2 2 7(23,3) 2(40)

3 3 5(16,7) 1(20)

4 4 1(3,3) 0(0)

5 >5 7(23,3) 1(20)

Total 30(100) 5(100)

Tabel 4 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan siklus kemoterapi. Dari 35 orang responden, dijumpai pasien kanker dengan siklus kemoterapi 1 adalah paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 10 orang (33,3%) berbanding penderita kanker pada kelompok siklus kemoterapi lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,303. Nilai p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara siklus kemoterapi terhadap xerostomia.


(39)

Tabel 5. Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan jenis obat

No Jenis Obat Xerostomia

Ya(%) Tidak(%)

1 Alkylating agent 1(3,3) 1(20)

2 Antimetabolites 3(10) 0(0)

3 Natural Product 2(6,7) 0(0)

4 Hormones 0(0) 0(0)

5 Topoisomerase-inhibitor 1(3,3) 0(0) 6 Enzim seperti L-A Sparaginase 0(0) 0(0) 7 >1 Jenis Obat 23(85,2) 4(14,8)

Total 30(100) 5(100)

Tabel 5 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi berdasarkan jenis obat. Dari 35 orang responden, penderita kanker dengan >1 jenis obat paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 23 orang (85,2%) berbanding penderita kanker pada kelompok jenis obat lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,543. Nilai p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara jenis obat kemoterapi terhadap xerostomia.

Tabel 6. Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan usia

No Usia ( Tahun) Xerostomia

Ya(%) Tidak(%)

1 26-30 1(2,9) 0(0) 2 31-35 1(2,9) 0(0) 3 36-40 1(2,9) 1(100) 4 41-45 9(26,5) 0(0) 5 46-50 22(64,7) 0(0)


(40)

Tabel 6 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan usia. Dari 35 orang responden, dijumpai penderita kanker pada usia 46-50 tahun paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 22 orang (64,7%) berbanding penderita kanker pada tingkat usia lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,005. Nilai p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara usia responden terhadap xerostomia.

Tabel 7. Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan lama kemoterapi

No Lama Xerostomia

Ya(%) Tidak(%)

1 >1 minggu 6(17,6) 1(100)

2 >2 minggu 10(29,4) 0(0)

3 >1 bulan 9(26,5) 0(0)

4 >3 bulan 3(8,8) 0(0)

5 >6 bulan 6(17,6) 0(0)

Total 34(100) 1(100)

Tabel 7 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan lama kemoterapi. Dari 35 orang responden, penderita kanker dengan lama kemoterapi >2 minggu paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 10 orang (29,4%) berbanding penderita kanker pada kelompok lama kemoterapi lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,390. Nilai p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara lama kemoterapi terhadap xerostomia.


(41)

Tabel 8. Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan siklus kemoterapi

No Siklus Xerostomia

Ya(%) Tidak(%)

1 1 7(20,6) 1(100)

2 2 9(26,5) 0(0)

3 3 9(26,5) 0(0)

4 4 4(11,8) 0(0)

5 >5 5(14,7) 0(0)

Total 34(100) 1(100)

Tabel 8 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan siklus kemoterapi. Dari 35 orang responden, dijumpai penderita kanker dengan siklus kemoterapi 2 dan 3 paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 9 orang (26,5%) berbanding penderita kanker pada kelompok siklus kemoterapi lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,482. Nilai p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara siklus kemoterapi terhadap xerostomia.

Tabel 9. Frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan jenis obat

No Jenis Obat Xerostomia

Ya(%) Tidak(%)

1 Alkylating agent 1(2,9) 0(0)

2 Antimetabolites 1(2,9) 0(0)

3 Natural Product 1(2,9) 0(0)

4 Hormones 0(0) 0(0)

5 Topoisomerase-inhibitor 1(2,9) 1(100) 6 Enzim seperti L-A Sparaginase 0(0) 0(0)

7 >1 Jenis Obat 30(88,2) 0(0)


(42)

Tabel 9 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden dengan kemoterapi dan radiasi berdasarkan jenis obat. Dari 35 orang responden, penderita kanker dengan >1 jenis obat paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 30 orang (88,2%) berbanding penderita kanker pada kelompok jenis obat lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,002. Nilai p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara jenis obat kemoterapi terhadap xerostomia.

Tabel 10. Frekuensi xerostomia pada responden tanpa kemoterapi dan radiasi berdasarkan usia

No Usia ( Tahun) Xerostomia

Ya(%) Tidak(%)

1 21-25 1(5,9) 3(16,7)

2 26-30 0(0) 1(5,6)

3 31-35 1(5,9) 3(16,7)

4 36-40 1(5,9) 0(0)

5 41-45 0(0) 8(22,9)

6 46-50 14(82,4) 3(16,7)

Total 17(100) 18(100)

Tabel 10 menunjukkan frekuensi xerostomia pada responden tanpa kemoterapi dan radiasi berdasarkan usia. Dari 35 orang responden, dijumpai penderita kanker yang berusia 46-50 tahun adalah paling banyak memiliki gejala xerostomia yaitu 14 orang (82,4%) berbanding penderita kanker pada tingkat usia lainnya. Pada uji Pearson chi-square, nilai p yang diperoleh adalah 0,002. Nilai p < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara usia responden terhadap xerostomia.


(43)

4.3 Hasil Kuesioner Responden

Tabel 11. Hasil kuesioner pada responden dengan kemoterapi

Tanggapan Responden YA TIDAK Item Pertanyaan F % F %

1. Saya minum air untuk menelan makanan dengan mudah

14 40 21 60 2. Mulut saya terasa kering ketika makan 21 60 14 40 3. mulut saya terasa panas atau seperti terbakar 10 28,6 25 71,4 4. Saya merasa air ludah sedikit 28 80 7 20 5. Saya mengalami kesulitan apabila makan

makanan kering

20 57,1 15 42,9 6. Saya mengisap permen untuk melegakan

mulut yang kering

0 0 35 100

7. Saya menglami kesulitan untuk menelan sebagian makanan

8 22,9 27 77,1

8. Bibir saya tarasa kering 35 100 0 0

9. Saya mengalami gangguan nafsu makan 6 17,1 29 82,9 Tabel 11 memperlihatkan hasil kuesioner pada responden dengan kemoterapi. Keluhan utama dari pasien adalah bibir terasa kering dengan persentase terbesar yaitu 100 %. Keseluruhan pasien tidak mengisap permen untuk melegakan mulut yang kering.

Tabel 12. Hasil kuesioner pada responden dengan kemoterapi dan radiasi

Tanggapan Responden YA TIDAK Item Pertanyaan F % F %

1. Saya minum air untuk menelan makanan dengan mudah

13 37,1 22 62,9 2. Mulut saya terasa kering ketika makan 33 94,3 2 5,7 3. mulut saya terasa panas atau seperti terbakar 23 65,7 12 34,3 4. Saya merasa air ludah sedikit 33 94,3 2 5,7 5. Saya mengalami kesulitan apabila makan

makanan kering

29 82,9 6 17,1 6. Saya mengisap permen untuk melegakan

mulut yang kering

0 0 35 100 7. Saya menglami kesulitan untuk menelan

sebagian makanan

12 34,3 23 65,7


(44)

9. Saya mengalami gangguan nafsu makan 11 31,4 24 68,6 Tabel 12 memperlihatkan hasil kuesioner pada responden dengan kemoterapi dan radiasi. Keluhan utama dari pasien adalah mulut terasa kering ketika makan, air ludah terasa sedikit, dan bibir terasa kering dengan persentase terbesar yaitu 94,3%. Tidak ada pasien yang mengisap permen untuk melegakan mulut yang kering.

Tabel 13. Hasil kuesioner pada responden tanpa kemoterapi dan radiasi

Tanggapan Responden YA TIDAK Item Pertanyaan F % F %

1. Saya minum air untuk menelan makanan dengan mudah

7 20 28 80 2. Mulut saya terasa kering ketika makan 10 28,6 25 71,4 3. mulut saya terasa panas atau seperti terbakar 1 2,9 34 97,1 4. Saya merasa air ludah sedikit 9 25,7 26 74,3 5. Saya mengalami kesulitan apabila makan

makanan kering

8 22,9 27 77,1 6. Saya mengisap permen untuk melegakan

mulut yang kering

0 0 35 100

7. Saya menglami kesulitan untuk menelan sebagian makanan

4 11,4 31 88,6

8. Bibir saya tarasa kering 22 62,9 13 37,1

9. Saya mengalami gangguan nafsu makan 3 8,6 23 91,4 Tabel 13 memperlihatkan hasil kuesioner pada responden tanpa kemoterapi dan radiasi. Keluhan utama dari pasien adalah bibir terasa kering dengan persentase terbesar yaitu 62,9%. Tidak ada pasien yang mengisap permen untuk melegakan mulut yang kering.


(45)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga-tiga kelompok responden paling banyak mengalami xerostomia pada usia 46-50 tahun dibanding usia lainnya. Namun pada uji statistik hasil ini tidak signifikan pada kelompok responden dengan kemoterapi. Akan tetapi, hasil ini signifikan pada kelompok responden dengan kemoterapi dan radiasi serta kelompok responden tanpa kemoterapi dan radiasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Anke Petra Jellema M.D. dkk) sebelumnya yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara perawatan radiasi dengan terjadinya xerostomia berdasarkan umur.19 Radiasi pada kepala dan leher dapat menyebabkan terjadinya xerostomia. Pada penelitian ini pasien yang mendapat terapi radiasi kepala dan leher hanya 7 orang (20%). Kanker yang dirawat di RSUP HAM kebanyakan adalah kanker payudara. Menurut literatur, 50% xerostomia terjadi pada pasien golongan tua karena pada usia tua faktor risiko untuk terjadi xerostomia lebih tinggi dengan adanya penyakit-penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan untuk perawatan penyakit sistemik tersebut.1 Menurut literatur juga, pada usia tua terjadi perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya.7 Namun, menurut literatur lain pula, tiada bukti yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya xerostomia adalah semata-mata karena proses aging. Ditemukan bahwa, salah satu penyebab lain terjadinya xerostomia adalah menopause. Menapouse didefinisikan sebagai pemberhentian haid secara permanen akibat daripada kehilangan fungsi ovari.


(46)

Dinyatakan bahwa umur fisiologikal menopause terjadi adalah di antara 45-55 tahun dengan rerata umur 52.5 tahun.20

Pada penelitian ini dijumpai bahwa pada kelompok responden dengan kemoterapi, penderita kanker dengan lama kemoterapi lebih dari 1 minggu paling banyak mengalami xerostomia. Sedangkan pada kelompok responden dengan kemoterapi dan radiasi, penderita kanker dengan lama kemoterapi lebih dari 2 minggu paling banyak mengalami xerostomia. Pada uji statistik pula, hasil ini tidak signifikan pada kedua-dua kelompok responden. Menurut literatur, kira-kira 40% pasien yang mendapat kemoterapi mengalami xerostomia sebagai efek samping.21 Pasien ini mengeluh terjadinya xerostomia dalam waktu 7-10 hari setelah permulaan perawatan kemoterapi diberikan.22 Berbeda dengan xerostomia yang disebabkan oleh radiasi kepala dan leher, xerostomia yang disebabkan oleh kemoterapi biasanya sementara dan pulih dalam waktu 2-8 minggu setelah pemberhentian perawatan kemoterapi.21 Efek samping yang diakibatkan oleh radiasi dimulai sekitar minggu kedua dan ketiga perawatan diberikan, dan berkurang 2 atau 3 minggu setelah perawatan selesai.23

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada kelompok responden dengan kemoterapi, penderita kanker dengan siklus 1 paling banyak mengalami xerostomia. Sedangkan pada kelompok responden dengan kemoterapi dan radiasi, penderita kanker dengan siklus 2 dan 3 paling banyak mengalami xerostomia. Pada uji statistik, kedua hasil kelompok responden ini tidak signifikan. Menurut literatur, xerostomia terjadi pada siklus 2 dan 4. Pada siklus 2, xerostomia mulai terlihat, dan pada siklus 4 xerostomia terjadi. Siklus 4 merupakan fase penyembuhan dari


(47)

ketoksikan sistemik yang diakibatkan oleh kemoterapi dan kemoradiasi.24 Menurut Dr. Nugroho Prayogo, Sp. PD., obat kanker tidak diberikan sekaligus pada siklus ini untuk memulihkan sel sehat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan permanen dari sel sehat. Namun, laporan sepenuhnya tentang bagaimana siklus ini mempengaruhi terjadinya xerostomia belum dijumpai.

Pada penelitian ini juga, dijumpai bahwa pada kelompok responden dengan kemoterapi dan kelompok responden dengan kemoterapi dan radiasi, penderita kanker dengan penggunaan lebih dari satu obat kemoterapi (kombinasi) paling banyak mengalami xerostomia. Pada uji statistik pula, hasil ini tidak signifikan pada kelompok responden dengan kemoterapi. Sedangkan hasil ini signifikan pada kelompok responden dengan kemoterapi dan radiasi. Menurut literatur, penggunaan agen atau obat kemoterapi tunggal atau kombinasi akan menyebabkan terjadinya disfungsi kelenjar saliva. Akan tetapi, efek ini belum didokumentasikan dengan baik.25 Literatur lain menyatakan bahwa obat kemoterapi akan menyebabkan xerostomia terutama apabila diberikan dalam dosis yang tinggi, berulang-ulang atau diberikan serentak dengan terapi radiasi.26 Menurut literatur lain, kerusakan kelenjar saliva pada pasien yang mendapat radiasi bergantung pada jumlah dan jenis radiasi yang digunakan, total dosis dan luas kawasan yang terpapar radiasi dan ianya tidak berkaitan dengan penggunaan kemoterapi.26

Keseluruhan hasil penelitian ini sedikit berbeda dari literatur mungkin karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi, contohnya gangguan emosional atau stress yang dihadapi oleh pasien ketika menjalani perawatan kemoterapi.


(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adanya hubungan antara perawatan kemoterapi pada pasien kanker dengan terjadinya xerostomia. Namun, hubungan ini lebih bermakna pada perawatan kemoterapi dan radiasi. Frekuensi terjadinya xerostomia tergantung pada usia pasien, lama pemberian kemoterapi, siklus kemoterapi, dan obat kemoterapi. Usia pasien dan obat kemoterapi yang digunakan paling mempengaruhi terjadinya xerostomia. Semakin meningkat usia semakin meningkat terjadinya xerostomia. Dan semakin banyak kombinasi obat kemoterapi yang digunakan semakin tinggi terjadinya xerostomia.

6.2 Saran

Profesi dokter gigi adalah paling utama bertanggungjawab dalam memperhatikan kesehatan rongga mulut pasien yang sedang menjalani perawatan kemoterapi agar tidak terjadi xerostomia. Dokter gigi harus memainkan peranan penting dalam memberitahu para onkologis tentang cara-cara menjaga kesehatan rongga mulut pasien yang mendapat kemoterapi. Di antara cara-cara untuk menjaga kesehatan rongga mulut pasien adalah debridement oral, dekontaminasi oral, pengobatan secara topical atau sistemik,pemberian profilaksis dan nasehat. Selain itu, para onkologis haruslah mengkonsultasi ke dokter gigi tentang status kesehatan mulut pasien melalui perawatan pendahuluan untuk mengurangi terjadinya xerostomia


(49)

semasa dan selepas kemoterapi. Perawatan pendahuluan ini haruslah dilakukan kira-kira 1 bulan sebelum menjalani perawatan kemoterapi. Oleh karena itu, kerjasama antara para onkologis dan dokter gigi adalah amat penting dalam mengurangi prevalensi terjadinya xerostomia pada penderita kanker yang menerima perawatan kemoterapi.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Zanni GR. Xerostomia is more than an inconvenience. August 2007. http://204.11.214.173/files/articlefiles/Augut07P2PXerostomia.pdf. (14 Sept. 2008).

2. Fox PC. Xerostomia: recognition and management. Feb 2008. http://www.adha.org/downloads/Acc0208Supplement.pdf. (14 Sept. 2008). 3. Jensen SB, Mouridsen HT, Reibel J, Brunner N, Nauntofte B. Adjuvant

chemotherapy in breast cancer patients induces temporary salivary gland hypofunction. 2008.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/175888802.index. (10 Sept. 2008). (abstrak).

4. Harrison T, Bigler L, Tucci M, dkk. Salivary slgA concentrations and stimulated whole saliva flow rates among women undergoing chemotherapy for breast cancer: an exploratory study. 1998. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9680920.index. (10 Sept. 2008). (abstrak).

5. Azlina D, Farid CG. Jagarawatan oral klien kanser di hospital universiti sains malaysia. Mal J Med Sci 2004; 11: 89-117.

6. Bartels CL. Xerostomia information for dentist. 2008. http://www.oralcancerfoundation.org/dental/xerostomia.htm. (14 Sept. 2008). 7. Hasibuan S. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab, manifestasi

dan penanggulannya. 2002.

http://library.usu.ac.id/dowload/fkg/fkg-sayuti.pdf. (14 Sept. 2008).

8. Gravenmade EJ. Ludah dan xerostomia. In: Konig KG, Hoogendoorn H, eds. Prevensi dalam kedokteran gigi dan dasar ilmiahnya. Jakarta: Indonesia Dental Industries, 1982: 39-43.

9. Nally F. Xerostomia. In: Erlan, ed. Kapita selekta penyakit dan terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997: 433-40.


(51)

10. Ilgenil T, Oren H, Uysal K. The acute effects of chemotherapy upon the oral cavity: prevention and management. Turk J Cancer 2001; 31: 093-105.

11. Lubis WH, Andryas I. Peranan saliva pengganti pada penderita xerostomia. Dentika Dent J 2004; 9: 60-5.

12. Anonymous. Xerostomia. 2008. http://ilmukedokteran.net. (10 Sept. 2008). 13. Navazesh M. How can oral health care providers determine if patients have

dry mouth. J Am Dent Assoc 2003; 134: 613-8.

14. Sanchez-Guerrero J, Aguirre-Garcia E, Perez-Dorsal M.R, Kraus A, Cardiel M.H, Soto-Rojas A.E. The wafer test: a semi-quantitative test to screen for xerostomia. Bri Soc for Rheumatology 2002; 41: 381-9.

15. Navazesh M. Saliva in health and disease. In: Mostofsky DI, Forgione AG, Giddon DB, eds. Behavioral dentistry. United Kingdom: Blackwell Munksgaard, 2006: 37-49.

16. Anonymous. Kemoterapi. 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/kemoterapi. (10 Sept. 2008).

17. Prayogo N. Kemoterapi akibat dan manfaatnya. 2008. http://ww.dharmais.co.id/new/content.php. (14 Sept. 2008).

18. Kartikawati H. Penatalaksanaan karsinoma nasofaring menuju terapi kombinasi / kemoradioterapi. 2007.

http://hennykartika.files.wordpress.com/2007/03/kemoradioterapil.doc. (14 Sept. 2008).

19. Jellema AP, Slotman BJ, Doornaert P, Leemans CR, Langendijk JA. Impact of radiation-induced xerostomia on quality of life after primary radiotherapy among patient with head and neck cancer. Inter J Rad Onco Bio Physics 2007; 69 : 751-60.

20. Gomez BR, Vallejo GH, de la Fuente LA, Cantor ML, Diaz M, Lopez-Pitor RM. The relationship between the levels of salivary cortical and the presence of xerostomia in menopausal women. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006; 11 : E407-12.


(52)

21. Aqualina-Arnold J, Grater-Nakamura C. Chemotherapy : considerations for

dental hygienists. Juli 2008. http://www.thefreelibrary.com/chemotherapy:+considerations+for+dental+hy

gienists.-a0188499057. (12 Feb. 2010).

22. Barry JM. The dentist’s role in managing oral complications of cancer therapies. August 2005. http://www.dentistrytoday.com/ME2/dirmod.asp. (12 Feb. 2010).

23. Niederhuber JE. Nutrition implications of cancer therapies. Des 2009. http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/supportivecare/nutririon/HealthProfe ssional/page4. (12 Feb. 2010).

24. Niederhuber JE. Oral and dental management prior to cancer therapy. Okt 2009.

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/supportivecare/oralcomplications/He althProfessional/page4. (12 Feb. 2010).

25. Niederhuber JE. Conditions affected by both chemotherapy and head/ neck

radiation. Okt 2009. http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/supportive/oralcomplication/HealthP

rofessional/page15. (12 Feb. 2010).

26. Hill B. Dental and oral complications. Feb 2009. http://oralcancerfoundation.org/dental-complications.htm. (12 Feb. 2010).

27. Suryo S, ed. Ludah dan kelenjar ludah arti bagi kesehatan gigi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1991: 194-213.


(53)

(54)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi,

Saya Ilyana mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara. Saya mengadakan penelitian dengan judul

‘Hubungan Perawatan Kemoterapi pada Pasien Kanker dengan Terjadinya Xerostomia di RSUP H. Adam Malik, Medan’. Saya mengikutsertakan Bapak/Ibu dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perawatan kemoterapi (obat yang digunakan untuk merawat kanker) dengan terjadinya xerostomia (mulut kering). Manfaat dari penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada Bapak/Ibu tentang xerostomia (mulut kering) yang terjadi dan dapat menjaga kesehatan rongga mulut agar tidak terjadi xerostomia (mulut kering).

Bapak/Ibu sekalian, penderita kanker yang mendapat kemoterapi (obat yang digunakan untuk merawat kanker) biasanya akan mengalami xerostomia (mulut kering). Hal ini bisa menimbulkan rasa terbakar pada mulut dan memerlukan penjagaan kesehatan rongga mulut dengan lebih baik.

Adapun pemeriksaan yang akan saya lakukan adalah dengan memeriksa langsung rongga mulut untuk melihat xerostomia (mulut kering) yang terjadi. Dalam pemeriksaan ini, saya akan meminta Bapak/Ibu untuk membuka mulut selama 2-3 menit. Kemudian saya akan melakukan pemeriksaan.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter bila Bapak/Ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bapak/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan.

Pada penelitian ini, identitas Bapak/Ibu akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Bapak/Ibu dipublikasikan kerahasiaan tetap dijaga.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Jika selama menjalankan penelitian ini akan terjadi keluhan pada Bapak/Ibu, silakan menghubungi saya Ilyana ( HP: 081534773134 )

Peneliti,


(55)

LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan*) Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.

Mahasiswa peneliti Medan,...Maret 2009

Peserta penelitian

Ilyana binti Ab. Rahman


(56)

KUESIONER

Nama : No. Kartu :

Umur : Tanggal : Jenis Kelamin :

Alamat : No. Tel/Hp :

1.Saya minum air untuk menelan makanan dengan mudah Ya Tidak

2.Mulut saya terasa kering ketika makan Ya Tidak

3.Mulut saya terasa panas atau seperti terbakar Ya Tidak

4.Saya merasa air ludah sedikit Ya Tidak

5.Saya mengalami kesulitan apabila makan makanan

kering Ya Tidak

6.Saya hisap permen untuk melegakan mulut yang kering Ya Tidak

7.Saya mengalami kesulitan untuk menelan sebagian

makanan Ya Tidak

8.Bibir saya terasa kering Ya Tidak


(57)

REKAM PASIEN

Nama : No. Kartu :

Umur : Tanggal : Jenis Kelamin :

Alamat : No. Tel/Hp :

Jenis Kanker :-

1. Kanker payudara 7. Kanker otak 2. Kanker prostat 8. Kanker paru 3. kanker usus 9. Kanker serviks 4. Kanker darah ( leukemia ) 10. Kanker hati 5. Kanker nasofaring 11. Kanker ovari 6. Limfoma 12. Kanker pancreas Lain-lain : ………..

Jenis Obat Kemoterapi :-

1. Alkylating agent 2. Antimetabolites 3. Natural Products 4. Hormones

5. Topoisomerase-inhibitor 6. Enzim seperti L-A Sparaginase

Jika no 1, Jika no 2,

1. Busulfan (myleran) 1. Cytarabine HCL 2. Chlorambucil (leukeran) 2. Floxuridine 3. Cyclophosphamide (cytoxan) 3. Fluorouracil 4. Estramunstine phosphate sodium 4. Mercaptopurine 5. Mechlorethamine 5. Methotrexate

6. Melphalan 6. Thioguanine


(58)

Jika no 3,

1. Asparaginase 2. Bleomycin 3. Dactinomycin 4. Adriamycin 5. Mithramycin 6. Mitomycin

Lama Kemoterapi :- Siklus Kemoterapi :-

1. > 1 minggu 1. Siklus 1 2. > 2 minggu 2. Siklus 2 3. > 1 bulan 3. Siklus 3 4. > 3 bulan 4. Siklus 4 5. > 6 bulan 5. Siklus > 5

Xerostomia

Pemeriksaan klinis :


(1)

(2)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi,

Saya Ilyana mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara. Saya mengadakan penelitian dengan judul ‘Hubungan Perawatan Kemoterapi pada Pasien Kanker dengan Terjadinya Xerostomia di RSUP H. Adam Malik, Medan’. Saya mengikutsertakan Bapak/Ibu dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perawatan kemoterapi (obat yang digunakan untuk merawat kanker) dengan terjadinya xerostomia (mulut kering). Manfaat dari penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada Bapak/Ibu tentang xerostomia (mulut kering) yang terjadi dan dapat menjaga kesehatan rongga mulut agar tidak terjadi xerostomia (mulut kering).

Bapak/Ibu sekalian, penderita kanker yang mendapat kemoterapi (obat yang digunakan untuk merawat kanker) biasanya akan mengalami xerostomia (mulut kering). Hal ini bisa menimbulkan rasa terbakar pada mulut dan memerlukan penjagaan kesehatan rongga mulut dengan lebih baik.

Adapun pemeriksaan yang akan saya lakukan adalah dengan memeriksa langsung rongga mulut untuk melihat xerostomia (mulut kering) yang terjadi. Dalam pemeriksaan ini, saya akan meminta Bapak/Ibu untuk membuka mulut selama 2-3 menit. Kemudian saya akan melakukan pemeriksaan.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter bila Bapak/Ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bapak/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan.

Pada penelitian ini, identitas Bapak/Ibu akan disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila data Bapak/Ibu dipublikasikan kerahasiaan tetap dijaga.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Jika selama menjalankan penelitian ini akan terjadi keluhan pada Bapak/Ibu, silakan menghubungi saya Ilyana ( HP: 081534773134 )

Peneliti,

( Ilyana binti Ab. Rahman )


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan*) Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.

Mahasiswa peneliti Medan,...Maret 2009

Peserta penelitian

Ilyana binti Ab. Rahman


(4)

KUESIONER

Nama : No. Kartu :

Umur : Tanggal :

Jenis Kelamin :

Alamat : No. Tel/Hp :

1.Saya minum air untuk menelan makanan dengan mudah Ya Tidak

2.Mulut saya terasa kering ketika makan Ya Tidak

3.Mulut saya terasa panas atau seperti terbakar Ya Tidak

4.Saya merasa air ludah sedikit Ya Tidak

5.Saya mengalami kesulitan apabila makan makanan

kering Ya Tidak

6.Saya hisap permen untuk melegakan mulut yang kering Ya Tidak

7.Saya mengalami kesulitan untuk menelan sebagian

makanan Ya Tidak

8.Bibir saya terasa kering Ya Tidak

9.Saya mengalami gangguan nafsu makan Ya Tidak


(5)

REKAM PASIEN

Nama : No. Kartu :

Umur : Tanggal :

Jenis Kelamin :

Alamat : No. Tel/Hp :

Jenis Kanker :-

1. Kanker payudara 7. Kanker otak 2. Kanker prostat 8. Kanker paru 3. kanker usus 9. Kanker serviks 4. Kanker darah ( leukemia ) 10. Kanker hati 5. Kanker nasofaring 11. Kanker ovari 6. Limfoma 12. Kanker pancreas Lain-lain : ………..

Jenis Obat Kemoterapi :- 1. Alkylating agent 2. Antimetabolites

3. Natural Products

4. Hormones

5. Topoisomerase-inhibitor 6. Enzim seperti L-A Sparaginase

Jika no 1, Jika no 2,

1. Busulfan (myleran) 1. Cytarabine HCL 2. Chlorambucil (leukeran) 2. Floxuridine 3. Cyclophosphamide (cytoxan) 3. Fluorouracil 4. Estramunstine phosphate sodium 4. Mercaptopurine 5. Mechlorethamine 5. Methotrexate

6. Melphalan 6. Thioguanine


(6)

Jika no 3,

1. Asparaginase 2. Bleomycin 3. Dactinomycin 4. Adriamycin 5. Mithramycin 6. Mitomycin

Lama Kemoterapi :- Siklus Kemoterapi :-

1. > 1 minggu 1. Siklus 1 2. > 2 minggu 2. Siklus 2 3. > 1 bulan 3. Siklus 3 4. > 3 bulan 4. Siklus 4 5. > 6 bulan 5. Siklus > 5

Xerostomia

Pemeriksaan klinis :

Spatel lengket pada mukosa pipi Ya Tidak