Analisis dan strategi pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

(1)

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG

DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

SANUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, November 2005

SANUDIN NIM. A253040134


(3)

ABSTRAK

SANUDIN. Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS DAN BABA BARUS.

Berdasarkan RTRW Kabupaten dan kondisi faktual yang ada di Kabupaten Ciamis terdapat indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang. Penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang dikhawatirkan dapat menghambat optimalisasi pemanfaatan ruang sehingga tujuan penataan ruang tidak tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan saat ini dibandingkan dengan kesesuaian lahannya, menganalisis kesesuaian pemanfaatan ruang saat ini terhadap rencana tata ruang, dan merumuskan arahan strategi dalam penyempurnaan rencana tata ruang.

Untuk itu dilakukan analisis kesesuaian lahan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan analisis strategi terpadu menggunakan analisis

Strengths Weakness Opportunities Threats (SWOT) dan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). Hasil menunjukkan bahwa fungsi kawasan hutan saat ini sebagian besar sudah sesuai dengan peruntukannya, sedangkan untuk sawah dan pemukiman hanya sebagian kecil yang sudah sesuai dengan kesesuaian lahannya. Penggunaan lahan saat ini sebagian besar sudah sesuai dengan rencana tata ruang kecuali terdapat penyimpangan dimana dimana 23,5 ha kawasan pariwisata digunakan untuk pertanian lahan basah, 331,7 ha kawasan hutan konservasi, 160,2 ha kawasan pariwisata, dan 357,6 ha pertanian lahan basah digunakan untuk pemukiman.

Kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis mempunyai situasi yang menguntungkan karena mempunyai kekuatan dan peluang sehingga strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki dengan memanfaatkan peluang. Kekayaan sumberdaya alam dan adanya otonomi daerah merupakan kekuatan dan peluang utama yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.


(4)

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG

DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

SANUDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Tesis : Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

Nama : Sanudin

NIM : A253040134

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Baba Barus M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus dan Dr. Baba Barus, M.Sc. sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas bimbingan, kesabaran, saran dan kesempatan yang diberikan dan Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi sebagai penguji luar komisi. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pusbindiklatren Bappenas yang telah membantu pembiayaan selama kuliah dan instansi terkait di Kabupaten Ciamis yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada istri dan anak tercinta atas pengertian, perhatian, pengorbanan, dorongan moril dan spirituil, doa, kasih sayang dan kesabarannya dan kepada ayah, ibu (Alm), serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2005


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 21 September 1977 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Askadi dan ibu Awijah (Alm). Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri Talaga, Majalengka dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera di Pematangsiantar sejak tahun 2001. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah sosial ekonomi kehutanan. Pada tahun 2004, penulis menikah dengan Eva Fauziah, S.Hut dan dikarunia seorang putra Perdana Yazid Lazuardi. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa pendidikan dari Pusbindiklatren Bappenas.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 4

Penataan Ruang... 5

Sistem Informasi Geografis... 9

Analisis SWOT ... 12

Model Interpretasi Struktural ... 13

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran... 15

Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Pengumpulan dan Analisis Data ... 17

1. Penentuan Lokasi dan Pemilihan Responden ... 17

2. Pengumpulan Data ... 17

3. Analisis Data ... 19

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Geografi ... 31

Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan... 31

Topografi dan Kelerengan ... 33

Geologi dan Jenis Tanah... 34

Hidrologi ... 35

Iklim... 37

Demografi ... 37

Sosial dan Ekonomi ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kesesuaian Lahan ... 41

Penggunaan Lahan Saat Ini... 49

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis Tahun 1999 – 2009.. 52

Analisis Strategis ... 59

Analisis Struktural ... 74

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 92

Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jenis, Sumber, Cara Pengumpulan dan Analisis Data

Berdasarkan Tujuan yang Dicapai ... 18

2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan ... 18

3. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 23

4. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)... 23

5. Matriks SWOT... 25

6. Keterkaitan Antar Sub Elemen Pada Teknik ISM ... 27

7. Komposisi Penggunaan Lahan Tahun 2003 ... 33

8. Jumlah Penduduk dari Tahun 1993 Sampai dengan 2003 ... 38

9. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2003... 39

10. Luasan Masing-masing Kategori Kawasan Lindung...42

11. Fungsi Hutan pada Masing-Masing Kategori...43

12. Kawasan Hutan Saat Ini ... 45

13. Perbandingan Luasan Fungsi Hutan Menurut Hasil Analisis SIG dan Perhutani ... 46

14. Jenis Penggunaan Lahan Berdasarkan Hasil Klasifikasi Citra Landsat. 49 15. Penggunaan Lahan pada Kawasan Lindung ... 50

16. Kawasan Lindung menurut RTRW ... 53

17. Kawasan Budidaya menurut RTRW... 55

18. Peubah-peubah Unsur Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya ... 59

19. Peubah-peubah Unsur Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya ... 63

20. Peubah-peubah Unsur Peluang dan Nilai Pengaruhnya... 66

21. Peubah -peubah Unsur Ancaman dan Nilai Pengaruhnya ... 68

22. Matriks SWOT Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis ... 73

23. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Kebutuhan dari Program ... 75

24. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Kendala Utama ... 78

25. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Perubahan yang Dimungkinkan... 81


(10)

26. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Tujuan

dari Program... 84 27. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Tolok Ukur untuk menilai Tujuan ... 88


(11)

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG

DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

SANUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, November 2005

SANUDIN NIM. A253040134


(13)

ABSTRAK

SANUDIN. Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS DAN BABA BARUS.

Berdasarkan RTRW Kabupaten dan kondisi faktual yang ada di Kabupaten Ciamis terdapat indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang. Penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang dikhawatirkan dapat menghambat optimalisasi pemanfaatan ruang sehingga tujuan penataan ruang tidak tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan saat ini dibandingkan dengan kesesuaian lahannya, menganalisis kesesuaian pemanfaatan ruang saat ini terhadap rencana tata ruang, dan merumuskan arahan strategi dalam penyempurnaan rencana tata ruang.

Untuk itu dilakukan analisis kesesuaian lahan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan analisis strategi terpadu menggunakan analisis

Strengths Weakness Opportunities Threats (SWOT) dan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). Hasil menunjukkan bahwa fungsi kawasan hutan saat ini sebagian besar sudah sesuai dengan peruntukannya, sedangkan untuk sawah dan pemukiman hanya sebagian kecil yang sudah sesuai dengan kesesuaian lahannya. Penggunaan lahan saat ini sebagian besar sudah sesuai dengan rencana tata ruang kecuali terdapat penyimpangan dimana dimana 23,5 ha kawasan pariwisata digunakan untuk pertanian lahan basah, 331,7 ha kawasan hutan konservasi, 160,2 ha kawasan pariwisata, dan 357,6 ha pertanian lahan basah digunakan untuk pemukiman.

Kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis mempunyai situasi yang menguntungkan karena mempunyai kekuatan dan peluang sehingga strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki dengan memanfaatkan peluang. Kekayaan sumberdaya alam dan adanya otonomi daerah merupakan kekuatan dan peluang utama yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Ciamis.


(14)

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG

DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

SANUDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

Judul Tesis : Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

Nama : Sanudin

NIM : A253040134

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Baba Barus M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.


(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus dan Dr. Baba Barus, M.Sc. sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas bimbingan, kesabaran, saran dan kesempatan yang diberikan dan Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi sebagai penguji luar komisi. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pusbindiklatren Bappenas yang telah membantu pembiayaan selama kuliah dan instansi terkait di Kabupaten Ciamis yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada istri dan anak tercinta atas pengertian, perhatian, pengorbanan, dorongan moril dan spirituil, doa, kasih sayang dan kesabarannya dan kepada ayah, ibu (Alm), serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2005


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 21 September 1977 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Askadi dan ibu Awijah (Alm). Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri Talaga, Majalengka dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera di Pematangsiantar sejak tahun 2001. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah sosial ekonomi kehutanan. Pada tahun 2004, penulis menikah dengan Eva Fauziah, S.Hut dan dikarunia seorang putra Perdana Yazid Lazuardi. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa pendidikan dari Pusbindiklatren Bappenas.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 4

Penataan Ruang... 5

Sistem Informasi Geografis... 9

Analisis SWOT ... 12

Model Interpretasi Struktural ... 13

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran... 15

Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Pengumpulan dan Analisis Data ... 17

1. Penentuan Lokasi dan Pemilihan Responden ... 17

2. Pengumpulan Data ... 17

3. Analisis Data ... 19

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Geografi ... 31

Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan... 31

Topografi dan Kelerengan ... 33

Geologi dan Jenis Tanah... 34

Hidrologi ... 35

Iklim... 37

Demografi ... 37

Sosial dan Ekonomi ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kesesuaian Lahan ... 41

Penggunaan Lahan Saat Ini... 49

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis Tahun 1999 – 2009.. 52

Analisis Strategis ... 59

Analisis Struktural ... 74

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 92

Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jenis, Sumber, Cara Pengumpulan dan Analisis Data

Berdasarkan Tujuan yang Dicapai ... 18

2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan ... 18

3. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 23

4. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)... 23

5. Matriks SWOT... 25

6. Keterkaitan Antar Sub Elemen Pada Teknik ISM ... 27

7. Komposisi Penggunaan Lahan Tahun 2003 ... 33

8. Jumlah Penduduk dari Tahun 1993 Sampai dengan 2003 ... 38

9. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2003... 39

10. Luasan Masing-masing Kategori Kawasan Lindung...42

11. Fungsi Hutan pada Masing-Masing Kategori...43

12. Kawasan Hutan Saat Ini ... 45

13. Perbandingan Luasan Fungsi Hutan Menurut Hasil Analisis SIG dan Perhutani ... 46

14. Jenis Penggunaan Lahan Berdasarkan Hasil Klasifikasi Citra Landsat. 49 15. Penggunaan Lahan pada Kawasan Lindung ... 50

16. Kawasan Lindung menurut RTRW ... 53

17. Kawasan Budidaya menurut RTRW... 55

18. Peubah-peubah Unsur Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya ... 59

19. Peubah-peubah Unsur Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya ... 63

20. Peubah-peubah Unsur Peluang dan Nilai Pengaruhnya... 66

21. Peubah -peubah Unsur Ancaman dan Nilai Pengaruhnya ... 68

22. Matriks SWOT Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis ... 73

23. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Kebutuhan dari Program ... 75

24. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Kendala Utama ... 78

25. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Perubahan yang Dimungkinkan... 81


(20)

26. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Tujuan

dari Program... 84 27. Reachability Matrix dan Interpretasinya untuk Elemen Tolok Ukur untuk menilai Tujuan ... 88


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 16

2. Diagram SWOT ... 25

3. Diagram Teknik ISM ... 30

4. Lokasi Penelitian... 32

5. Kelas Lereng ... 34

6. Jenis Tanah... 35

7. Ketersediaan Air ... 36

8. Curah Hujan ... 37

9. Kepadatan Penduduk Tahun 2003 ... 40

10. Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Lindung ... 42

11. Kesesuaian Lahan untuk Fungsi Hutan... 44

12. Kawasan Hutan saat Ini... 46

13. Fungsi Hutan Hasil Analisis dan Kawasan Hutan Saat Ini ... 47

14. Kesesuaian Lahan untuk Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi... 48

15. Kesesuaian Lahan untuk Pemukiman ... 49

16. Penggunaan Lahan Saat Ini... 50

17. Penggunaan Lahan pada Kawasan Lindung ... 51

18. Kesesuaian Lahan Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi dan Penggunaan Lahan ... 52

19. Kesesuaian Lahan Pemukiman dan Penggunaan Lahan ... 53

20. Kawasan Lindung menurut RTRW... 54

21. Kawasan Budidaya menurut RTRW... 56

22. RTRW dan Penggunaan Lahan... 58

23. Hasil Analisis Strategis terhadap Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis ... 60

24. Diagram SWOT Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis... 71

25. Matriks Driver-power Dependence untuk Elemen Kebutuhan dari Program ... 75

26. Diagram Model Struktural untuk Elemen Kebutuhan dari Program ... 77

27. Matriks Driver-power Dependence untuk Elemen Kendala Utama ... 79


(22)

29. Matriks Driver power- Dependence untuk Elemen

Perubahan yang Dimungkinkan ... 82 30. Diagram Model Struktural untuk Elemen Perubahan yang

Dimungkinkan Tujuan dari Program ... 83 31. Matriks Driver-power Dependence untuk Elemen Tujuan dari

Program ... 84 32. Diagram Model Struktural untuk Elemen Tujuan dari Program... 86 33. Matriks Driver-power Dependence untuk Elemen Tolok Ukur

untuk Menilai Tujuan... 88 34. Diagram Model Struktural untuk Elemen Tolok Ukur untuk

Menilai Tujuan ... 89 35. Model Struktural Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis ... 90


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Skor untuk Penentuan Fungsi Hutan... 99 2. Matrik Kesesuaian Lahan untuk Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi... 99 3. Matrik Kesesuaian Lahan untuk Pemukiman ... 100 4. Hasil Analisis SIG untuk Jenis Tanah... 101 5. Hasil Analisis SIG untuk Intensitas Curah Hujan... 101 6. Hasil Analisis SIG untuk Kelas Lereng ... 101 7. Kuisioner SWOT dan ISM... 102 8. Cara Perhitungan SWOT... 112 9. Cara Penentuan Matriks Dependence-Driver Power...113 10. Daftar Responden... 114


(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumberdaya alam digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dimana kemakmuran rakyat tersebut harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Paradigma baru pembangunan menyepakati bahwa prasyarat tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah terjadinya keseimbangan dalam tiga aspek utama, yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi. Paradigma pembangunan ini mencoba menyelaraskan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan yang selama ini dianggap bertentangan.

Pengelolaan sumberdaya alam yang beraneka ragam baik di daratan, di lautan, maupun di udara menurut UU No 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam suatu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lahan sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan. Penataan ruang yang terdiri dari proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tujuan pembangunan secara keseluruhan

Dalam suatu ruang yang ketersediaannya terbatas terdapat sumberdaya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda. Pemanfaatan ruang yang tidak diatur dengan baik, dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup, pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh sebab itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan.

Penataan ruang mempunyai tiga tujuan, yaitu optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya (productivity), keberimbangan dan keadilan (equity), dan keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al.2004). Penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang dikhawatirkan akan menghambat tujuan tersebut.


(25)

Untuk itu, perlu dilakukan analisis dan arahan strategi pemanfaatan ruang sebagai

bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam penentuan kebijakan

penyempurnaan rencana tata ruang sebagai acuan teknis dalam pemanfaatan ruang

dan penetapan kawasan yang optimal.

Perumusan Masalah

Kabupaten Ciamis menurut PP No 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional yang selanjutnya dipertegas dalam RTRWP Jawa Barat tahun 2000 – 2010 ditetapkan termasuk dalam dua kawasan andalan yakni kawasan andalan Priangan Timur dan kawasan andalan Pangandaran dengan sektor unggulan pertanian tanaman pangan, industri, perkebunan, kehutanan, dan pariwisata.

Berdasarkan RTRW kabupaten dan kondisi faktual yang ada di Kabupaten Ciamis ada beberapa permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan ruang di wilayah studi, yakni konflik kepentingan antar sektor berupa kepentingan pelestarian sumberdaya hutan dan kepentingan produksi, konflik penggunaan lahan/pemanfaatan lahan, alih fungsi (konversi) lahan, dan kutub-kutub pertumbuhan yang mempunyai daerah hinterland yang potensial tetapi belum didukung oleh prasarana ekonomi pada kutub pertumbuhan yang bersangkutan.

Selain itu, adanya perkembangan pembangunan fisik di bagian Utara Kabupaten Ciamis pada areal yang seharusnya untuk kawasan lindung dan penyangga, adanya pengembangan prasarana transportasi potensial di kawasan hutan bakau (mangrove), adanya perluasan wilayah perkotaan yang diikuti proses penggunaan lahan yang dapat menyebabkan terjadinya transformasi lahan pertanian yang subur dalam skala besar menjadi kawasan pariwisata (fasilitas akomodasi). Dari kondisi diatas, dikhawatirkan jika pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan jika peruntukannya tidak sesuai dengan kesesuaian lahannya maka pemanfaatan ruang tidak akan optimal.

Dari uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Adanya indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang. b. Sulitnya mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral


(26)

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan saat ini dibandingkan dengan kesesuaian lahannya.

2. Menganalisis kesesuaian pemanfaatan ruang saat ini terhadap rencana tata ruang.

3. Merumuskan arahan strategi dalam penyempurnaan rencana tata ruang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam penentuan kebijakan penyempurnaan rencana tata ruang sebagai acuan teknis dalam pemanfaatan ruang dan pengendaliannya.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas, dan sementara juga melakukan tindakan konservasinya untuk pengggunaan masa mendatang. Beberapa permasalahan dalam usaha penataan penggunaan lahan dan lingkungan hidup diantaranya adalah kurangnya informasi tentang potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan dan tindakan pengelolaan yang diperlukan bagi setiap areal lahan yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemanfaatan areal tersebut (Sitorus 1998).

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk jenis penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno et al. 2001).

Sitorus (1998), menyatakan bahwa pada dasarnya evaluasi kesesuaian lahan memerlukan informasi yang menyangkut tiga aspek utama, yaitu: lahan, penggunaan lahan dan aspek ekonomi. Keterangan tentang syarat-syarat/kebutuhan ekologis dan teknik dari berbagai jenis penggunaan lahan diperoleh dari keterangan-keterangan agronomis, kehutanan dan disiplin ilmu lainnya yang sesuai. Manfaat yang mendasar evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan.

Menurut Mitchell (1973) dalam Mahi (1994), sistem evaluasi kesesuaian lahan memiliki beberapa ciri, yaitu: sebagai suatu cara dalam menjadwal permintaan pemakai, sebagai suatu cara pengumpulan, penyimpanan, analisis, penyajian informasi lahan dan potensi penggunaannya, dan sebagai suatu cara pemanggilan kembali dan manipulasi informasi.

Pada umumnya si pengevaluasi lahan jarang yang ingin mengembangkan sistem sendiri yang sama sekali baru. Umumnya yang mereka lakukan adalah


(28)

memilih dari sistem-sistem yang sudah ada tergantung dari kepentingan evaluasi yang akan dilakukan, dan kemudian memodifikasinya sesuai dengan keadaan setempat dan ketersediaan data (Sitorus 1998).

Penataan Ruang

Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta melihara kelangsungan hidupnya. Menurut UU No 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang adalah suatu upaya untuk mewujudkan tata ruang yang terencana melalui suatu proses yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang satu dengan lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Menurut Undang-undang No 24 tahun 1992 pasal 9 ayat 1, penataan ruang berasaskan: a) pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan; b) keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.

Penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya sehingga terciptanya pengaturan pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penataan ruang ini juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan sangat penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi (Darwanto 2000).

Sedangkan menurut Rustiadi et al. (2004), penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang merupakan bagian dari proses pembangunan. Penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yakni: a) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi); b) alat dan wujud distribusi sumberdaya (prinsip pemerataan, keberimbangan, dan keadilan); dan c) keberlanjutan (prinsip

sustainability).

Konsep penataan ruang dapat menjadi aktivitas yang mengarahkan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai


(29)

tujuan, dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti dengan di Perda-kannya rencana tata ruang kabupaten, tetapi penataan ruang harus merupakan aktivitas yang terus menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah untuk mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto 2000).

Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung seperti suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, pantai berhutan bakau, dan sebagainya serta kawasan budidaya seperti industri, pemukiman, pertanian, dan sebagainya, sedangkan berdasarkan aspek administratif, penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota yang dalam penyusunannya melalui hierarki dari level yang paling atas ke level yang paling bawah agar penataan ruang bisa dilakukan secara terpadu.

RTRW Nasional merupakan perencanaan makro strategi jangka panjang dengan horizon waktu hingga 25-50 tahun ke depan dengan menggunakan skala ketelitian 1 : 1.000.0000, RTRW Provinsi merupakan perencanaan makro strategis jangka menengah dengan horizon waktu 15 tahun pada skala ketelitian 1 : 250.000, sementara RTRW Kabupaten dan Kota merupakan perencanaan mikro operasional jangka menengah (5-10 tahun) dengan skala ketelitian 1 : 20.000 hingga 1 : 10.000, yang kemudian diikuti dengan rencana-rencana rinci yang bersifat mikro-operasional jangka pendek dengan skala ketelitian di bawah 1 : 5.000 (Departemen Kelautan dan Perikanan 2002).

Dalam kerangka penataan ruang secara nasional, ada beberapa permasalahan diantaranya adalah terjadinya tumpang tindih penanganan pemanfaatan sumberdaya alam yang memicu terjadinya berbagai persoalan lainnya, tingginya alih fungsi (konversi) lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian. Permasalahan tersebut timbul karena masih kurangnya perhatian atau program pembangunaan yang mengarah pada pemanfaataan ruang secara benar dan konsisten serta sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat, potensi sumberdaya alam dan lingkungan.

Menurut UU No 24 tahun 1992, RTRW kabupaten/kota merupakan pedoman yang digunakan untuk perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan


(30)

ruang wilayah kabupaten/kota untuk mewujudkan keterpaduan, kerterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antara wilayah kabupaten/kota serta keserasian antara sektor, juga menjadi pedoman dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan. Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah. Menurut PP No 16 tahun 2004, penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Penatagunaan tanah diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Perencanaan tata ruang merupakan perumusan tata ruang secara optimal dengan orientasi produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Perencanaan tata ruang wilayah mengarah dan mengatur alokasi pemanfaatan ruang, mengatur alokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi kegiatan, serta indikasi program dan kegiatan pembangunan. Hasil perencanaan tata ruang yang disebut rencana tata ruang sesungguhnya adalah konsep, ide, dan merupakan instrumen pengendalian pembangunan suatu wilayah pemerintahan yang menjadi pegangan bersama segenap aktor pembangunan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

Idealnya suatu rencana tata ruang disusun berdasarkan aspirasi kebutuhan masyarakat yang dirumuskan dan dianalisis dengan metode dan teknik perencanaan. Rencana tata ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup, kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan

(sustainability of development). Widiarto (2000) dalam Zainuddin (2004) menjelaskan bahwa tata ruang merupakan suatu bentuk instrumen publik yang bersama-sama dengan bentuk-bentuk instrumen publik yang lain, misalnya kebijaksanaan tentang penganggaran sektor publik dan peraturan perlindungan lingkungan hidup untuk mencapai keadaan publik yang lebih baik.


(31)

Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW baik Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Selain merupakan proses, penataan ruang sekaligus juga merupakan instrumen yang memiliki landasan hukum untuk mewujudkan sasaran pengembangan wilayah.

Rencana pemanfaatan dan pengendalian ruang, merupakan suatu perencanaan tata ruang yang disusun pada suatu saat tertentu dalam kurun waktu tertentu pula. Landasan hukum dalam pelaksanaan tata ruang adalah UU No 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, PP No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dan PP No 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran, fungsi serta karakter kegiatan manusia dan/atau kegiatan alam. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan. Pendekatan pembangunan melalui sistem ruang akan bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam usaha pemanfaatan dan penataan ruang suatu wilayah baik dalam skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, karena dalam penyusunan program-program pembangunan secara konsisten dapat terwujud jika konsep dan penataan ruang dapat diwujudkan dalam struktur yang menggambarkan ikatan pemanfaatan ruang yang terpadu dari berbagai sektor pembangunan (Budiharsono dalam Vincentius 2003).

Fungsi penataan ruang dalam kebijakan pembangunan daerah adalah: sebagai matra ruang dari kebijakan pembangunan daerah, merupakan pedoman untuk menetapkan lokasi bagi kegiatan pembangunan dalam pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam rencana tata ruang, dan sebagai alat untuk mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan pemanfaaatan ruang bagi kegiatan yang memerlukan ruang, sehingga dapat menyelaraskan setiap program antar sektor yang terlibat.


(32)

Pada tahap pemanfaatan ruang khususnya di tingkat provinsi masih ditemui berbagai kendala yang diantaranya disebabkan oleh belum adanya persamaan persepsi dalam memahami kebijakan penataan ruang sehingga kebijakan penataan ruang belum sepenuhnya dapat ditindaklanjuti dalam kebijaksanaan institusi masing-masing. Hal lain adalah ketidakpastian alokasi anggaran daerah dalam rangka mewujudkan apa yang telah direncanakan dari rencana tata ruang (Saromi 2004).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan, pengambilan, analisis data, dan tampilan data geografis yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Sistem komputer ini terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan manusia (personal) yang dirancang untuk secara efisien memasukan, menyimpan, memperbarui, memanipulasi, menganalisis, dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis (ESRI 1990).

SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Pada pengertian yang lebih luas SIG mencakup juga pengertian sebagai suatu sistem yang berorientasi operasi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional (Barus & Wiradisastra 2000). Burrough (1986), mendefinisikan SIG sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan, mentransformasikan, dan menyajikan data spasial obyek atau aspek permukaan bumi untuk tujuan tertentu. SIG adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukan, mengelola (memberi dan mengambil kembali), memanipulasi, dan menganalisis data (Aronoff 1989).

Analisis SIG dapat dipakai untuk mendukung berbagai aplikasi terhadap fenomena geografis yang penting dalam kegiatan pembangunan, misalnya dalam perencanaan tata ruang (spatial planning). Dalam perencanaan pembangunan tersebut perlu dilakukan analisis spasial dari berbagai kondisi fisik dan sosial ekonomi suatu daerah untuk dapat menentukan pemanfaatan sumberdaya yang


(33)

optimal. Disamping itu, di dalam perencanaan yang baik perlu dilengkapi dengan analisis kemungkinan dampak yang timbul dan hasil yag diperoleh dari pemanfaatan tersebut. Untuk keperluan analisis keruangan tersebut SIG mempunyai kemampuan yang sangat fleksibel dan akurat.

Menurut Gunawan (1998), SIG mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) maupun waktu (temporal analysis). Dengan kemampuan tersebut SIG dapat dimanfaatkan dalam perencanaan apapun karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian setiap perubahan, baik sumberdaya, kondisi maupun jasa-jasa yang ada di wilayah perencanaan akan terpantau dan terkontrol dengan baik. Selain itu pemanfaatan SIG dapat meningkatkan efisiensi waktu dan ketelitian (akurasi).

Konsep dasar SIG merupakan suatu sistem yang mampu mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis data secara simultan sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan. Berdasarkan hasil tersebut SIG jelas mempunyai karakterisik sebagai perangkat pengelolaan basis data (data base management system), perangkat analisis keruangan (spatial analysis), sekaligus merupakan proses komunikasi dalam pengambilan keputusan (Gunawan 1998). Berbagai pengertian SIG diatas secara garis besar mempunyai kesamaan, yakni mencerminkan adanya pemrosesan data keruangan dalam bentuk pemrosesan data numerik. Pemrosesan yang mendasarkan pada kerja mesin dalam hal ini komputer yang mempunyai persyaratan tertentu. Data sebagai masukan harus bersifat numerik artinya data masukan apapun bentuknya harus diubah menjadi angka digital, data lain adalah data atribut (Dulbahri 2003).

Secara umum komponen utama SIG dapat dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu: perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen), dan pemakai. Porsi masing-masing komponen tersebut berbeda-beda dari satu sistem ke sistem lainnya, tergantung tujuan dari dibuatnya SIG tersebut. Kombinasi yang paling tepat antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan SIG dalam suatu organisasi.


(34)

Keunikan SIG jika dibandingkan dengan sistem pengolahan basis data lainnya adalah kemampuannya untuk menyajikan informasi spasial maupun non spasial secara bersama-sama. Sebagai contoh, data SIG penggunaan lahan akan dapat disajikan dalam bentuk batas-batas luasan yang masing-masing mempunyai atribut dalam bentuk tulisan maupun angka. Informasi yang berlainan tema umumnya disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang berbeda. Oleh karena SIG merupakan penyederhanaan (miniatur) dari fenomena alam/geografi yang nyata, maka SIG harus betul-betul mewakili kondisi, sifat-sifat (atribut yang penting) bagi suatu aplikasi/pemanfaatan tertentu (Raharjo 1996). Dalam SIG, data disimpan dalam dua bentuk yaitu data spasial dan data atribut. Kedua data tersebut terikat pada aspek keruangan-lokasional yang disajikan dalam bentuk peta sebagai basis datanya. Pada analisis spasial dilakukan teknik penampalan (overlay) dari beberapa peta tematik baik bentuk vektor maupun raster.

SIG mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan SIG diantaranya adalah :

a. Dapat menyimpan data/informasi spasial dan atribut dalam format peta digital. Secara fisik format ini lebih ringkas dan aman dalam penyimpanan dibandingkan dari format peta kerja, data tabuler atau bentuk konvensional lainnya.

b. Memiliki kemampuan menyimpan dan mengolah data spasial dalam jumlah besar dalam waktu cepat dengan harga per unitnya lebih murah.

c. Memiliki kemampuan untuk menganalisis berbagai jenis data spasial dan atribut dengan mengintegrasikan berbagai jenis data tersebut dalam satu analisis yang komplek dengan kecepatan tinggi yang tidak mungkin dapat dilakukan secara manual

Kelemahan yang paling menonjol dari SIG adalah proses input data untuk membangun data awal ke dalam format digital yang dapat diolah oleh SIG seringkali merupakan bottle neck (masalah serius). Penyiapan input data awal ini memerlukan biaya cukup besar dan memakan waktu yang cukup lama.

Hanya dalam beberapa tahun penggunaan SIG telah tersebar luas pada bidang ilmu lingkungan, perairan, dan sosial ekonomi. SIG juga telah digunakan di bidang militer, permodelan perubahan iklim global, dan geologi terutama


(35)

dengan menggunakan SIG tiga dimensi. SIG pada dasarnya dapat digunakan oleh lintas disiplin ilmu, misalnya digunakan untuk pengelola di bidang pertanian, kehutanan, serta pembangunan pemukiman penduduk dan fasilitasnya.

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini (Rangkuti 2000).

Dalam analisis SWOT terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu lingkungan internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) serta lingkungan eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Menurut Pearce II dan Robinson (1991), kekuatan (strengths) adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar; kelemahan (weakness) merupakan keterbatasan dalam sumberdaya, keterampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja; peluang (opportunities) merupakan situasi yang menguntungkan, berbagai kecenderungan, peraturan-peraturan, dan perubahan teknologi; sedangkan ancaman (threats) adalah situasi yang tidak menguntungkan atau rintangan.

Dalam melakukan analisis SWOT dapat ditemukan masalah-masalah yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam mempresentasikan hasil analisis SWOT. Menurut Salusu (1996), masalah tersebut adalah sebagai berikut:

- The missing link problem atau masalah hilangnya unsur keterkaitan, yang merujuk pada kegagalan dalam menghubungkan evaluasi terhadap faktor eksternal dengan evaluasi terhadap faktor internal.

- The blue sky problem, atau masalah langit biru. Para pengambil keputusan bersikap terlalu optimistis dalam melihat peluang, yang berakibat munculnya penilaian atas faktor-faktor internal dan eksternal yang tidak cocok.


(36)

- The silver lining problem, para pengambil keputusan memandang remeh akan pengaruh dari ancaman lingkungan yang sangat potensi yang ditafsirkan sebagai akan mendapatkan keberuntungan.

- The all things to all people problem, para pengambil keputusan cenderung memusatkan perhatiannya pada kelemahan-kelemahan organisasinya dan kurang melihat potensi kekuatan yang dimilikinya.

- The putting the car before the horse problem, menempatkan kereta di depan kuda adalah suatu aktifitas terbalik. Para pengambil keputusan langsung mengembangkan strategi dan rencana tindak lanjut sebelum menentukan kebijaksanaan strategi yang akan dijalankan organisasinya.

Model Interpretasi Struktural

Salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis adalah teknik pemodelan interpretasi struktural (Interpretative Structural Modelling-ISM). Menurut Eriyatno (1999), ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Teknik ini merupakan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencanaan jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif (Marimin 2004).

Pemodelan struktur memberikan bentuk grafis dan perkataan dalam pola yang secara hati-hati memotret perihal yang kompleks. Kuantifikasi matematik dapat untuk membuat gambaran geometris menjadi semi kuantitatif. Akan tetapi proses permodelan struktur menekankan pada pentingnya bentuk geometris daripada aljabar. Oleh karena itu, melalui permodelan struktural, para pengguna model mampu meningkatkan pendalaman yang lebih baik terhadap perilaku dari sistem secara utuh. Dengan demikian, dapat ditetapkan prioritas maupun urutan tahap pelaksanaan kesisteman (Eriyatno 1999).

Menurut Marimin (2004), ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki. Elemen-elemen dapat merupakan tujuan kebijakan, target


(37)

organisasi, faktor penilaian, dan lain-lain. Hubungan langsung dapat dalam konteks-konteks yang beragam (berkaitan dengan hubungan kontekstual).

Model interpretasi struktural merupakan alat strukturisasi yang popular untuk hubungan langsung. Model struktural mencakup dua tahap. Pada tahap pertama diterapkan suatu alat pembangkit dari sejumlah daftar elemen-elemen yang berhubungan dengan perihal yang ditelaah. Tahap kedua terdiri atas pemilihan hubungan-hubungan yang relevan dan suatu alat strukturisasi yang tepat sehingga elemen-elemen tersebut dapat diinformasikan. Alat pembangkit yang dapat digunakan adalah: (1) diskusi ahli, melalui proses musyawarah dan

brainstorming ditetapkan daftar elemen-elemen oleh para panelis yang terpilih dengan ketat, (2) survei pakar, melalui in-depth interview dari berbagai pakar lintas disiplin, didapatkan kesimpulan tentang daftar elemen, (3) metode DELPHI, dengan pengumpulan informasi terkendali, iteratif dan berumpan balik, dan (4) media elektronik, seperti computerized conferencing, generating graphics, atau tele-conference.


(38)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Bapeda Kabupaten Ciamis (2000), menyebutkan bahwa ada indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang. Berdasarkan hal tersebut kemudian dilakukan analisis spasial menggunakan SIG untuk mengetahui penyimpangan tersebut. Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan lahan saat ini berdasarkan kesesuaian lahannya. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang diantaranya disebabkan oleh belum dipertimbangkannya kondisi alam seperti ketersediaan lahan, daya dukung lahan, dan lingkungan serta kondisi sosial budaya masyarakat setempat (respon masyarakat, tradisi dan kebiasaan yang sudah turun temurun dan lain-lain).

Dari penyimpangan yang terjadi dilakukan pendekatan analisis spasial dan analisis strategi terpadu. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan SIG untuk menganalisis kesesuaian lahan, sedangkan analisis strategi terpadu menggunakan pendekatan sistem agar proses dan hasil model strateginya memiliki tingkat integritas keilmuan lintas disiplin yang komprehensif.

Pendekatan sistem mencakup dua tahapan, yaitu: 1) analisis strategis dan 2) analisis struktural. Analisis strategis dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT yang akan menghasilkan: a) peubah-peubah bersifat strategis unsur internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang berpengaruh dalam pemanfaatan ruang, dan b) nilai pengaruh peubah-peubah bersifat strategis tersebut.

Berdasarkan arahan strategis tersebut tahap selanjutnya dilakukan analisis struktural dengan teknik Interpretative Structural Modelling (ISM). Analisis struktural menghasilkan model interpretasi struktural bagi pemanfaatan ruang. Sebagian data hasil analisis spasial digunakan untuk analisis SWOT dan ISM. Dengan hasil analisis SWOT dan hasil teknik ISM maka dirumuskan arahan strategi dalam pemanfaatan ruang. Berdasarkan hasil kedua analisis tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi dalam kebijakan pemanfaatan ruang. Diagram kerangka pendekatan disajikan pada Gambar 1.


(39)

Penataan Ruang

Arahan Strategi Pemanfaatan Ruang

Keterangan : = ruang lingkup penelitian

Gambar 1 Kerangka Pemikiran.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pendekatan Sistem

Peubah unsur SWOT Nilai pengaruh

Diagram dan Matriks SWOT

Analisis Struktural Teknik ISM Model Struktural Pemanfaatan Ruang

Analisis Strategis Analisis SWOT- Peubah

Strategi Pemanfaatan

Ruang

Perencanaan Tata Ruang Pemanfaatan Ruang

Rencana Tata Ruang

Tidak Ya

Penyimpangan

Pemanfaatan Ruang yang Optimal Kebijakan Pemanfaatan Ruang Analisis

Kesesuaian Lahan Analisis Spasial Ya


(40)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat selama 6 bulan mulai bulan Mei sampai Oktober 2005. Pengumpulan data lapangan dilakukan selama 2 bulan mulai Juni hingga Juli 2005, sedangkan analisis data dan penyusunan tesis dilakukan selama 3 bulan dari Agustus sampai Oktober 2005.

Pengumpulan dan Analisis Data Penentuan Lokasi dan Pemilihan Responden

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Ciamis. Kriteria responden yang digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Responden ditentukan secara sengaja berdasarkan hasil survei dan informasi yang didapat, dengan jumlah responden 14 orang yang terdiri dari pemerintah/birokrat, akademisi, peneliti, pengusaha, dan LSM. Menurut David (1997), dalam analisis ini untuk menentukan responden tidak ada jumlah minimal yang harus dipenuhi, sepanjang responden yang dipilih adalah orang-orang yang memahami bidang yang dijalaninya. Namun demikian semakin banyak responden yang dilibatkan akan semakin baik untuk mengurangi subyektivitas.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan 2 cara, yakni melalui wawancara mendalam dan pertanyaan terstruktur berbentuk kuesioner. Data primer digunakan untuk perumusan strategi dalam penyempurnaan rencana tata ruang. Sedangkan data sekunder meliputi peta penggunaan lahan (saat ini), RTRW kabupaten, peta jenis tanah, peta kelerengan, peta ketinggian, peta kedalaman tanah, peta drainase, peta curah hujan yang dikumpulkan dari instansi terkait seperti Bapeda, Kantor Pertanahan Nasional, Bakosurtanal, Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Sumberdaya Mineral, dan sebagainya.

Jenis, sumber, cara pengumpulan dan analisis data berdasarkan tujuan yang dicapai disajikan pada Tabel 1. Sedangkan jenis dan sumber data yang digunakan seperti pada Tabel 2.


(41)

Tabel 1 Jenis, sumber, cara pengumpulan dan analisis data berdasarkan tujuan yang dicapai

No. Tujuan Data yang Dikumpulkan Sumber Data dan Cara Pengumpulan Analisis Data 1. Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan saat ini dibandingkan dengan kesesuaian lahannya.

- Kawasan lindung -Kawasan

budidaya

Peta jenis tanah, peta lereng, peta ketinggian, peta kedalaman efektif tanah, data dan peta curah hujan, peta garis pantai, peta sebaran sungai/danau/situ/kawas an cagar alam/suaka margasatwa dan sebagainya.

• BPN, Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Sumberdaya Mineral, Bakosurtanal, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian. • Data sekunder.

Overlay, Buffer, Pengkelasan Kesesuaian Lahan. 2. Kesesuaian pemanfaatan ruang saat ini terhadap rencana tata ruang.

Peta penggunaan lahan saat ini, RTRW.

•Bapeda, CIFOR. •Data sekunder.

Overlay.

3. Arahan strategi pemanfaatan

ruang.

Faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan

hambatan dalam pemanfaatan ruang.

- Depth interview.

- Kuesioner. • Data primer.

SWOT, ISM.

Tabel 2 Jenis dan sumber data yang digunakan

No. Jenis Data Skala Tahun Bentuk

Data

Sumber

1.

Peta Jenis Tanah

Peta Kedalaman Efektif

Peta Drainase 1:100.000 1992

Hardcopy (Digitasi)

BPN Kabupaten Ciamis

2.

Peta Rupa Bumi Indonesia - Peta Kontur (kelerengan,

ketinggian) - Peta Garis pantai - Peta Sungai

- Peta Sebaran Danau/Situ

1:25.000 1999 Digital Bakosurtanal

3. Peta Hidrogeologi 1:100.000 1990 Hardcopy (Digitasi)

Direktorat Geologi Tata Lingkungan

4. Peta dan Dokumen RTRW

Tahun 1999-2009 1:50.000 1999

Hardcopy (Digitasi)

Bapeda Kabupaten Ciamis 5. Peta Penggunaan Lahan 2003 1:50.000 2005 Digital CIFOR

6. Data dan Peta Curah Hujan 1:25.000 1992 - 2002 Digitasi/ Interpolasi Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis

7. Peta Kawasan Hutan Saat Ini 1:100.000 1999 Hardcopy (Digitasi)

Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis


(42)

Analisis Data

Ada tiga analisis yang digunakan, yakni analisis kesesuaian lahan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis), analisis strategi menggunakan SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats), dan analisis struktural menggunakan ISM (Interpretative Structural Modelling).

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kesesuaian untuk kawasan lindung seperti hutan lindung, sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan mata air, dan sempadan situ, sedangkan kawasan budidaya yang dianalisis adalah hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, sawah, dan pemukiman.

Penentuan kawasan lindung menggunakan Kepres No 32 tahun 1990 dan penentuan fungsi hutan menggunakan SK Menteri Pertanian No 837/kpts/UM/II/1980.

1. Kriteria penentuan kawasan lindung (Kepres No 32 tahun 1990) • Kawasan hutan lindung

- Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng, jenis tanah, curah hujan dengan skor ≥ 175.

- Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan ≥ 40 %.

- Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian ≥ 2000 m diatas permukaan laut.

• Sempadan pantai

- Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

• Sempadan sungai

- Sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman.

- Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter.


(43)

• Sempadan situ

- Daratan sepanjang tepian situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik situ antara 50 – 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

• Sempadan mata air

- Sekurang-kurangnya radius 200 m sekitar mata air. 2. Kriteria penentuan kawasan budidaya

ƒ Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap (SK Mentan No 837/kpts/UM/II/1980)

- Kawasan hutan dengan faktor lereng, jenis tanah, curah hujan dengan skor 124 – 175 untuk hutan produksi terbatas dan jumlah skor < 124 untuk hutan produksi tetap.

ƒ Sawah tadah hujan tanpa irigasi (PPT, 1983 dalam Sitorus, 1998) - Terletak pada kemiringan/kelerengan < 3 %.

- Terletak pada ketinggian < 500 m. - Drainase terhambat

- Kedalaman efektif tanah > 75 cm.

ƒ Pemukiman (USDA, 1971 dalam Masri, 2005) - Terletak pada kemiringan/kelerengan 0 - 15 %. - Drainase baik - agak baik

- Kedalaman efektif tanah sangat dangkal (< 25 cm) – dangkal (25 – 50 cm).

Analisis untuk sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan situ, dan sempadan mata air dilakukan dengan membuat buffer sesuai Keppres No 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. Sempadan sungai dibuat dengan buffer 100 m kiri kanan sungai (sungai besar), sempadan pantai dibuat dengan buffer 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat, sempadan situ/danau dibuat dengan buffer 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik situ/danau dengan asumsi bentuk dan kondisi fisiknya seragama dan sempadan mata air dibuat dengan buffer jari-jari 200 m sekitar mata air.


(44)

Analisis kesesuaian lahan untuk fungsi hutan menggunakan scoring, tumpang susun (overlay), sedangkan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi dan pemukiman menggunakan teknik tumpang susun (overlay). Pengharkatan (scoring) untuk fungsi hutan dan pengkelasan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi dan pemukiman berturut-turut tertera pada Lampiran 1, 2, dan 3.

Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi kedalam 5 kelas (untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi dan pemukiman), yakni :

a. Kelas S1: Sangat Sesuai (Highly Suitable)

Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.

b. Kelas S2: Sesuai (Suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan tertentu yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan masukan untuk mengusahakan lahan tersebut.

c. Kelas S3: Sesuai Marjinal (Marginally Suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat cukup berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.

d. Kelas N1: Tidak Sesuai Saat Ini (Currently Not Suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas sangat berat tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional.

e. Kelas N2: Tidak Sesuai Permanen (Permanently Not Suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.

Pengkelasan tersebut (sawah tadah hujan tanpa irigasi dan pemukiman) kemudian dibagi dua kelas yakni Kelas Sesuai dan Kelas Tidak Sesuai dimana Kelas S1, Kelas S2, dan Kelas S3 dikelompokkan menjadi Kelas Sesuai dan Kelas N1 – N2 dikelompokkan menjadi Kelas Tidak Sesuai.


(45)

Tumpang susun (overlay) pada evaluasi lahan untuk fungsi hutan adalah sebagai berikut :

Tumpang susun (overlay) pada evaluasi lahan untuk Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi adalah sebagai berikut :

Tumpang susun (overlay) pada evaluasi Lahan untuk Pemukiman adalah sebagai berikut :

Kelerengan

Jenis Tanah

Intensitas Curah Hujan

Peta Kesesuaian Lahan untuk Fungsi Hutan

Kelerengan

Ketinggian

Kedalaman Efektif

Drainase

Peta Kesesuaian Lahan untuk Sawah Tadah Hujan Tanpa Irigasi

Kelerengan

Kedalaman Efektif

Drainase

Peta Kesesuaian


(46)

Analisis SIG juga digunakan untuk mengetahui penyimpangan pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang melalui teknik tumpang susun (overlay) antara RTRW dengan penggunaan lahan (saat ini).

Analisis Strategi

Perangkat analisis data yang digunakan adalah Internal Factor Evaluation Matrix dan External Factor Evaluation Matrix, Diagram SWOT dan Matriks SWOT.

a. Internal Factor Evaluation Matrix dan External Factor Evaluation

Matrix

Matriks IFE (Tabel 3) dan matriks EFE (Tabel 4) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal serta mengklasifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman kemudian dilakukan pembobotan.

Tabel 3 Matriks internal factor evaluation (IFE)

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor = Bobot × Rating

Kekuatan 1. … 10.

Kelemahan 1.

… 10.

Jumlah Sumber : David (1997)

Tabel 4 Matriks eksternal factor evaluation (EFE) Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor = Bobot ×Rating

Peluang 1. … 10. Ancaman 1. … 10.

Jumlah Sumber : David (1997)


(47)

Menurut Rangkuti (2000), tahap-tahap untuk mengidentifikasi peubah-peubah internal dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut:

1. Menentukan faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman (pada kolom 1).

2. Memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut (pada kolom 2).

3. Menghitung rating baik pada matrik IFE maupun EFE untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) guna mengidentifikasikan kelemahan utama, kekuatan utama, peluang dan ancaman beserta nilai pengaruhnya. (pada kolom 3).

4. Mengalikan bobot kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan yang menunjukkan nilai pengaruh faktor (pada kolom 4).

5.Menjumlahkan bobot skor pada kolom 4 untuk memperoleh total skor pembobotan.

b. Diagram SWOT

Diagram SWOT merupakan perpaduan antara perbandingan kekuatan dan kelemahan (diwakili garis horisontal) dengan perbandingan peluang dan ancaman (diwakili garis vertikal). Pada diagram tersebut kekuatan dan peluang diberi tanda positif, sedangkan kelemahan dan ancaman diberi tanda negatif. Dengan menempatkan selisih nilai kekuatan (S) – kelemahan (W) pada sumbu (x), dan menempatkan selisih nilai antara peluang (O) – ancaman (T) pada sumbu (y), maka ordinat (x, y) akan menempati salah satu sel dari diagram SWOT. Letak nilai S – W dan O – T dalam diagram SWOT akan menentukan arahan strategi pemanfaatan ruang.


(48)

Peluang (O)

Gambar 2 Diagram SWOT.

Setiap sel pada diagram SWOT memperlihatkan ciri yang berbeda, sehingga diperlukan strategi yang berbeda dalam penanganannya. Dengan diagram SWOT yang dibuat berdasarkan nilai pengaruh unsur SWOT akan dapat dirumuskan bentuk strategi yang tepat (Pearce & Robinson 1991).

c. Matriks SWOT

Matriks SWOT (Tabel 5) digunakan untuk menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.

Tabel 5 Matriks SWOT

Strengths (S)

Tentukan 1-10 kekuatan internal

Weakness (W) Tentukan 1-10 kelemahan internal

Opportunities (O) Tentukan 1-10 peubah peluang eksternal

Strategi SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Treaths (T)

Tentukan 1-10 peubah ancaman eksternal

Strategi ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti (2000)

Matriks ini dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu SO, ST, WO, dan WT. Strategi SO adalah strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi ST adalah strategi dalam menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi WO adalah strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang

Kekuatan (S) Sel 1 Sel 3 Kelemahan (W) Sel 2 Sel 4 Ancaman (T)


(49)

ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada dan strategi WT adalah strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti 2000).

Analisis Struktural

Analisis struktural dilakukan dengan menggunakan Interpretative Structural Modelling (ISM). Teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi sub elemen. Prinsip dasar teknik ini adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem akan memberikan manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik (Eriyatno 1999).

a. Penyusunan Hierarki

Penyusunan hierarki adalah menentukan tingkat jenjang struktur dari suatu sistem untuk lebih menjelaskan pemahaman hal yang sedang dikaji.

Ada lima kriteria menentukan tingkat jenjang yaitu:

1. Kekuatan pengikat (bond strength) di dalam dan antar kelompok atau tingkat.

2. Frekuensi relatif dari guncangan (oskilasi) di mana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari yang di atas.

3. Konteks (context), di mana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas.

4. Liputan (containtment), dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah.

5. Hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat di tingkat bawahnya. Program yang sedang ditelaah perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen di mana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub elemen sampai dipandang memadai. Menurut Eriyatno (1999), suatu program dapat dibagi menjadi 9 elemen, yaitu: 1) Sektor masyarakat yang terpengaruh, 2) Kebutuhan dari program, 3) Kendala utama, 4) Tujuan dari program, 5) Perubahan yang dimungkinkan, 6) Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, 7) Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, 8)


(50)

Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, dan 9) Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Sedangkan dalam penelitian ini elemen dibatasi pada: 1) Kebutuhan dari program, 2) Kendala utama, 3) Tujuan dari program, 4) Perubahan yang dimungkinkan, dan 5) Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan.

b. Hubungan Kontekstual

Setelah itu dilakukan penetapan hubungan kontekstual antar sub elemen di mana di dalamnya terkandung suatu pengarahan (direction). Hubungan kontekstual pada teknik ISM dinyatakan dalam terminologi sub ordinat yang menuju perbandingan berpasangan antar sub elemen. Keterkaitan antar sub elemen dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Keterkaitan antar sub elemen pada teknik ISM

No. Jenis Interpretasi

1. Pembandingan (comparative)

A lebih penting/besar/indah daripada B

2. Pernyataan A adalah atribut B (definitive) A termasuk didalam B

A mengartikan B

3. Pengaruh A menyebabkan B (influence) A adalah sebagian dari B

A mengembangkan B

A menggerakkan B

4. Keruangan A adalah selatan/utara B

(spatial) A diatas B

A sebelah kiri B

5. Kewaktuan A mendahului B

(temporal/time scale) A mengikuti B

A mempunyai prioritas lebih dari B

Sumber : Eriyatno (1999) c. Pengolahan Data

Berdasarkan masukan dari responden dengan mempertimbangkan hubungan kontekstual dari sub elemen maka disusun Self Structural Interpretation Matrix (SSIM). Penyusunan SSIM menggunakan simbol V, A, X, dan O dimana : V adalah jika sub-elemen (i) lebih dahulu harus dipenuhi dibandingkan dengan sub-elemen (j), A adalah jika sub-elemen (j) lebih dahulu dipenuhi dibandingkan dengan elemen (i), X adalah jika sub-elemen (i) dan (j) yang dibandingkan harus dipenuhi secara bersama-sama, O adalah jika kedua sub-elemen (i) dan (j) yang dibandingkan sama-sama


(51)

tidak perlu dipenuhi. Atau V adalah eij = 1 dan eji = 0, A adalah eij = 0 dan eji = 1, X adalah eij = 1 dan eji = 1, dan O adalah eij = 0 dan eji = 0. Dengan pengertian simbol 1 adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 adalah tidak terdapat atau tidak ada hubungan kontekstual, antara elemen i dan j dan sebaliknya.

Setelah SSIM dibentuk, kemudian dibuat tabel Reachability Matrix

dengan mengganti V, A, X, O dengan bilangan 1 dan 0. Simbol i adalah untuk baris vertikal dan j adalah untuk baris horisontal. Kemudian dilakukan pengkajian menurut Aturan Transivity di mana dilakukan koreksi terhadap SSIM sampai terjadi matriks yang tertutup.

Modifikasi SSIM membutuhkan masukan dari responden, dengan diberikan catatan khusus agar perhatian hanya ditujukan pada sub elemen tertentu. Aturan transivity merupakan aturan kelengkapan dari lingkaran sebab akibat dengan ketentuan tertentu. Hasil revisi SSIM dan matriks yang memenuhi syarat aturan transivity diproses lebih lanjut. Adapun aturan

transivity adalah sebagai berikut : jika i = 1 dan j = 0 maka aturan transivity = 1, jika i = 0 dan j = 1 maka aturan transivity = 0, jika i = 0 dan j = 0 maka aturan transivity = 0, dan jika i = 1 dan j = 1 maka aturan transivity = 1.

Setelah melalui proses modifikasi berdasarkan aturan transivity maka dihasilkan suatu Self Structural Interpretation Matrix akhir dan Reachability Matrix akhir dari elemen program. Hasil akhir Reachability Matrix

menunjukkan hubungan antar sub elemen yang diaplikasikan dalam bentuk grafis pada model struktural tiap elemen program. Tingkat kekuatan penggerak (driver power) sub elemen dapat dilihat pada Reachability Matrix

akhir. Sub elemen dengan kekuatan tingkat terbesar mempunyai tingkat (level) tertinggi dan sub elemen tersebut berada di posisi terbawah dari model struktural tiap elemen.

d. Klasifikasi Sub elemen

Untuk beragam sub elemen dalam suatu elemen berdasarkan hasil akhir

Reachability Matrix kemudian disusun Driver Power-Dependence Matrix. Klasifikasi sub elemen dipaparkan dalam empat sektor.


(52)

Sektor 1: Weak driver-weak dependent variables (Autonomous)

Peubah sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem dan mempunyai hubungan yang sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat.

Sektor 2: Weak driver-strongly dependent variables (Dependent)

Umumnya peubah di sini adalah peubah tidak bebas, maksudnya akibat ditimbulkan oleh sub elemen yang terdapat di sektor

lingkage dan sektor independent.

Sektor 3: Strong driver-strongly dependent variables (Linkage)

Peubah pada sektor ini harus dikaji secara hati-hati sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak.

Sektor 4: Strong driver-weak dependent variables (Independent)

Peubah pada sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas.

Dalam keseluruhan proses teknik ISM maka berbagai urutan kerja dari tahap penyusunan hierarki sampai hasil analisis struktural dapat dilihat pada Gambar 3. Dari hasil proses teknik ISM ini akan dihasilkan diagram struktural yang menggambarkan hubungan yang saling mempengaruhi antar sub elemen.


(53)

PROGRAM

Susun SSIM untuk setiap elemen Uraikan setiap Elemen menjadi Sub-elemen Uraikan program menjadi perencanaan program

Tentukan Hubungan Kontekstual antara Sub-elemen pada setiap elemen

Bentuk Reachability Matriks setiap elemen Uji Matriks dengan Aturan Transivity

OK ? Modifikasi SSIM

Ubah RM menjadi format Lower Triangular RM

Plot Sub-elemen pada empat sektor Susun Diagraph dari

Lower Triangular RM

Tetapkan Driver dan Driver Power setiap

Sub-elemen

Tentukan Rank dan Hirarki dariSub-elemen

Tetapkan Driver-Dependence Matriks

setiap elemen

Klasifikasi sub-elemen pada empat peubah katagori

Susun ISM dari setiap elemen Tentukan level melalui pemilahan

Ya

Tidak

Gambar 3 Diagram Teknik ISM. Sumber : Eriyatno (1999)


(54)

Komposisi penggunaan lahan terdiri dari 51.688 ha lahan basah (21,14 %) dan 192.791 ha lahan kering (78,86 %). Pola penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis pada umumnya dapat dibedakan menjadi pemukiman, sawah, perkebunan, tegal/kebun/ladang/huma, penggembalaan padang rumput, hutan, kolam ikan/empang, tambak, dan lain-lain. Sawah dibedakan menjadi sawah beririgasi teknis, setengah teknis, sawah sederhana, dan sawah tadah hujan, sedangkan perkebunan dan hutan dibedakan atas hutan dan kebun milik negara dan perkebunan rakyat. Penggunaan lahan secara rinci adalah seperti tertera pada Tabel 7.

Kabupaten Ciamis mempunyai luas wilayah 255.910 ha, pada tahun 2003 wilayah Kota Administratif Banjar terpisah dari Kabupaten Ciamis, sehingga luas wilayah Ciamis menjadi 244.479 ha. Wilayah Selatan Kabupaten Ciamis berbatasan langsung dengan garis pantai Samudra Indonesia yang membentang di 6 kecamatan dengan panjang garis pantai mencapai 91 km. Dengan adanya garis pantai tersebut, maka Kabupaten Ciamis memiliki wilayah laut seluas 67.340 ha yang berada di 6 kecamatan.

Secara administratif pemerintahan Kabupaten Ciamis terdiri dari 30 Kecamatan, 336 Desa, dan 7 kelurahan. Peta administrasi Kabupaten Ciamis seperti pada Gambar 4.

Kabupaten Ciamis termasuk ke dalam Keresidenan Priangan Timur dan berada di ujung timur Provinsi Jawa Barat. Jarak dari Ibukota Negara, Jakarta sekitar 212 km dan dari Ibukota Provinsi, Bandung sekitar 121 km. Secara geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108°20’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” Lintang Selatan. Kabupaten Ciamis mempunyai perbatasan: sebelah Utara dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan Geografi


(55)

32 Gambar 4 Lokasi penelitian.


(56)

Tabel 7 Komposisi penggunaan lahan tahun 2003

No. Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%) 1. Lahan Basah

Irigasi Teknis

Irigasi Setengah teknis Irigasi Sederhana/Desa PU Irigasi Sederhan/desa non PU Tadah Hujan Rawa 51.688 17.020 2.949 3.836 17.923 9.808 1,52 21,14 6,96 1,21 1,57 7,33 4,01 0,06 2. Lahan Kering

Perkampungan/pekarangan Tegal/kebun/ladang/huma Penggembalaan padang rumput Sementara tidak diusahakan Hutan rakyat

Hutan negara

Perkebunan negara dan swasta Rawa yang tidak ditanami Tambak Kolam/tebet/empang Lain-lain 192.791 29.296 76.676 1,777 0,72 18.793 37.348 16.188 0,10 0,43 2.716 9.242 78,86 11,98 31,36 0,73 0,03 7,69 15,28 6,62 0,0041 0,0176 1,11 3,78

Jumlah 244.479 100

Sumber : BPS & Bapeda Kabupaten Ciamis (2004)

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa potensi lahan pertanian di Kabupaten Ciamis pada tahun 2003 terdiri atas 31,36 % kebun milik rakyat, 21,14 % sawah, dan kehutanan sebesar 22,97 %. Lahan sawah yang beririgasi umumnya sudah dapat ditanami padi dengan panen dua kali dalam satu tahun, sedangkan sawah tadah hujan hanya satu kali setahun. Masih luasnya lahan hutan, bermanfaat sebagai kawasan yang dapat menjaga siklus hidrologis guna memenuhi ketersediaan air bagi kepentingan rumah tangga, industri, dan pertanian. Sedangkan lahan untuk perikanan dan peternakan penggunaannya masih relatif sangat rendah, walaupun sebenarnya Kabupaten Ciamis memiliki potensi yang cukup prospektif, khususnya di bidang perikanan.

Topografi dan Kelerengan

Secara garis besar topografi permukaan wilayah Kabupaten Ciamis dibedakan menjadi :

1. Wilayah Ciamis bagian Utara yang merupakan dataran tinggi pegunungan dan berbukit terutama di wilayah Gunung Sawal, dengan ketinggian antara 600 - 1000 m diatas permukaan laut dan kemiringan lereng antara 15 - 40


(57)

% dan di atas 40 %. Wilayah ini dominan sebagai kebun campuran, perkebunan, dan hutan.

2. Wilayah Ciamis bagian Tengah dan Selatan yang terdiri atas dataran rendah yang sebagian bergelombang dengan ketinggian antara 25 - 500 m di atas permukaan laut dan sebagian kecil dengan kemiringan lereng antara 15 - 40 persen serta wilayah dataran rendah di pesisir pantai yang landai dengan ketinggian antara 0 - 25 m dari permukaan laut dan kemiringan lereng 0 - 15 %. Wilayah ini lebih dominan sebagai lahan basah berupa sawah dan rawa.

Kondisi kelerengan di Kabupaten Ciamis ditunjukan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kelas lereng.

Geologi dan Jenis Tanah

Kondisi tanah di Kabupaten Ciamis banyak dipengaruhi oleh batuan induk dan faktor lainnya. Dilihat dari stuktur geologis, tanah di Kabupaten Ciamis memiliki batuan induk yang terdiri atas : Aluvial, Undifferentiated Volcanic Products, Pliocene Sedimentary facies, Miocene Sedimentary facies, dan Miocene Limestone facies.


(58)

Sedangkan jenis tanah pada umumnya bervariasi teridiri atas Latosol coklat, Latosol coklat kemerahan, Aluvial kelabu, Aluvial kelabu kuning, Asosiasi aluvial kelabu tua, Glei humus rendah, Grumusol kelabu, Andosol coklat kekuningan, Podsolik, Asosiasi Podsolik merah kekuningan dan Litosol, dan Kompleks Podsolik merah kekuningan dan Regosol (BPN 1992). Jenis tanah di Kabupaten Ciamis ditunjukkan Gambar 6.

Gambar 6 Jenis tanah.

Hidrologi

Wilayah Kabupaten Ciamis sebagian besar termasuk kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy yang meliputi 15 Kecamatan. Sungai-sungai lainnya merupakan anak Sungai Citanduy, yaitu Sungai Ciliwung, Cirende, Cimuntur, Ciharus, Cileueur, dan Ciseel yang berhulu di Utara dan bermuara ke Samudra Indonesia. Sungai besar lainnya yang berada di bagian Selatan adalah Sungai Cijulang dan Cimedang dengan Anak Sungai Cigugur dan Cisodong. Sungai-sungai kecil lainnya yaitu Sungai Citanjung, Cikembulan, dan Ciputrapingggan, dimana semua sungai tersebut mengalir ke Samudra Indonesia.


(1)

2. Kendala Utama

Petunjuk pengisian :

V - jika elemen (a) lebih dahulu diprioritaskan untuk diatasi dibandingkan dengan sub-elemen (b)

A - jika elemen (b) lebih dahulu diprioritaskan untuk diatasi dibandingkan dengan sub-elemen (a)

X - jika sub-elemen (a) dan (b) yang dibandingkan harus secara bersama-sama diprioritaskan untuk diatasi

O - jika kedua sub-elemen (a) dan (b) yang dibandingkan sama-sama tidak perlu mendapat perhatian untuk diatasi.

1. Koordinasi dan keterpaduan program

2. Jumlah dan kualitas penduduk rendah dan tingginya migrasi 3. Permasalahan fisik (rawan banjir, longsor, dan sebagainya) 4. Ketimpangan ekonomi antar unit wilayah

5. Belum meratanya penyebaran penduduk dan infrastruktur

6. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan (pengaruh otonomi daerah) 7. Sikap ego sektoral dan daerah (otonomi daerah)

8. Terbatasnya investor

9. Sulitnya mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar

10. ………

11. ………

a

11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

1 2 3

4

b

5

6

7

8

9

10 11


(2)

3. Perubahan yang dimungkinkan

Petunjuk pengisian :

V - jika elemen (a) lebih dahulu diprioritaskan untuk diatasi dibandingkan dengan sub-elemen (b)

A - jika sub-elemen (b) lebih dahulu diprioritaskan untuk diatasi dibandingkan dengan sub- elemen (a)

X - jika sub-elemen (a) dan (b) yang dibandingkan harus secara bersama-sama diprioritaskan untuk diatasi

O - jika kedua sub-elemen (a) dan (b) yang dibandingkan sama-sama tidak perlu mendapat perhatian untuk diatasi

1. Meningkatnya produktivitas

2. Meningkatnya pendapatan/kesejahteraan (productivity, efficiency) 3. Adanya peningkatan kegiatan investasi

4. Berkembangnya perekonomian di tiap wilayah 5. Terjadinya pemerataan pembangunan (equity) 6. Peningkatan sarana dan prasarana /infrastruktur 7. Adanya peningkatan pembangunan daerah 8. Peningkatan partisipasi masyarakat

9. Terciptanya keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan (sustainability)

10. ... 11. ... a

11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

1 2 3

4

b

5

6

7

8

9

10 11


(3)

4. Tujuan dari program

Petunjuk pengisian :

V - jika sub-elemen (a) lebih dahulu diprioritaskan untuk diperhatikan dibandingkan dengan sub-elemen (b)

A - jika sub elemen (b) lebih dahulu diprioritaskan untuk diperhatikan dibandingkan dengan sub-elemen (a)

X - jika sub-elemen (a) dan (b) yang dibandingkan harus secara bersama-sama diprioritaskan untuk diperhatikan

O - jika kedua sub-elemen (a) dan (b) yang dibandingkan sama-sama tidak perlu mendapat prioritas untuk diperhatikan.

1. Meningkatnya pendapatan/kesejahteraan

2. Meningkatnya kesempatan bekerja dan berusaha

3. Terwujudnya pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah (productivity,efficiency) 4. Meningkatnya investor dengan memberikan kepastian hukum dalam

berinvestasi dan arahan alokasi ruang sesuai dengan potensinya

5. Mengurangi kesenjangan/pemerataan/distribusi pembangunan berimbang (equity)

6. Menciptakan keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan (sustainability)

7. Meningkatnya partisipasi masyarakat/organisasi

8. Terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan/pengaturan pemanfaatan ruang

9. Mewujudkann keterpaduan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sumberdaya buatan

10. ... 11. ... a

11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

1 2 3

4

b

5

6

7

8

9

10 11


(4)

5. Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan Petunjuk pengisian :

V - jika sub-elemen (a) lebih dahulu diprioritaskan untuk diperhatikan dibandingkan dengan sub-elemen (b)

A - jika sub-elemen (b) lebih dahulu diprioritaskan untuk diperhatikan dibandingkan dengan sub-elemen (a)

X - jika sub-elemen (a) dan (b) yang dibandingkan harus secara bersama-sama diprioritaskan untuk diperhatikan

O - jika kedua sub-elemen (a) dan (b) yang dibandingkan sama-sama tidak perlu mendapat prioritas untuk diperhatikan.

1. Pendapatan dan kesejahteraan masyarakat 2. Menurunnya kesenjangan sektoral, spasial 3. Produktivitas / pertumbuhan (ekonomi) 4. Meningkatnya investasi

5. Pendapatan daerah

6. Tersedianya sarana dan prasarana/infrastruktur 7. Kelestarian sumberdaya

8. Partisipasi masyarakat

9. ... 10. ...

a

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1

2

3 4

b 5

6

7

8 9 10


(5)

Lampiran 8. Cara perhitungan SWOT

Kekuatan Kelemahan

Peubah Skor Rangking Peubah Skor Rangking

1 0,6429 2 1 0,2694 1

2 0,6965 1 2 0,6048 2

3 0,6036 3 3 0,5809 3

4 0,5488 5 4 0,5595 4

5 0,6024 4 5 0,5309 5

Jumlah 3,0942 Jumlah 2,9702

Keterangan :

Peubah Kekuatan (Jumlah Skor = 3,0942)

1. Letak/posisi geografis Ciamis sebagai salah satu penyangga Jawa Barat 2. Kekayaan sumberdaya alam (darat dan laut)

3. Tersedianya sarana transportasi/perhubungan terkait dengan pariwisata 4. Rencana tata ruang dengan dukungan peraturan perundangan

5. Adanya dukungan pemerintah dan masyarakat Peubah Kelemahan (Jumlah Skor = 2,9702)

1. Koordinasi dan keterpaduan program yang lemah

2. Permasalahan kondisi fisik terkait dengan karakterisitik fisik alamiah 3. Jumlah, kepadatan, dan distribusi penduduk yang rendah

4. Belum meratanya infrastruktur dan kegiatan investasi 5. Ketimpangan ekonomi antar unit wilayah

Peluang Ancaman

Peubah Skor Rangking Peubah Skor Rangking

1 0,5786 2 1 0,5375 1

2 0,6054 1 2 0,5107 3

3 0,5571 3 3 0,5232 2

4 0,4804 4 4 0,4696 4

5 0,4714 5 5 0,3982 5

Jumlah 2,6929 Jumlah 2,4392

Peubah Peluang (Jumlah Skor = 2,6929)

1. Penetapan Ciamis sebagai Kawasan Andalan Priangan Timur dan Kawasan Andalan Pangandaran

2. UU No 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah

3. Adanya komitmen pemerintah daerah tentang pentingnya penataan ruang 4. Peningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pariwisata

5. Permintaan terhadap pemanfaatan lahan yang tinggi Peubah Ancaman (Jumlah Skor = 2,4390)

1. Konflik antar kegiatan/sektor dalam pemanfaatan lahan 2. Tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan

3. Ego sektoral dan daerah semakin kuat terkait dengan otonomi daerah

4. Sifat dinamika wilayah yang tinggi sebagai kabupaten yang terletak pada perbatasan Jabar dan Jateng

5. Kesulitan mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar


(6)

Lampiran 9. Cara penentuan Matriks

Dependence – Driver Power

(ISM)

Kebutuhan dari program

1. Sarana dan prasarana / Infrastruktur

2. Sumberdaya manusia dan aparat pemerintah yang mengerti manfaat dan kegunaan perencanaan

3. Sosialisasi peraturan

4. Kebijakan dan aturan-aturan pemerintah yang mendukung 5. Partisipasi masyarakat

6. Penataan kawasan sesuai dengan potensinya (perencanaan tata ruang) 7. Pemanfaatan sumberdaya alam/modal/pendanaan/teknologi

8. Koordinasi dan komunikasi antar instansi

j

i

1 2 3 4 5 6 7 8 DP R 1 1 1 1 1 1 0 1 1 7 2 2 0 1 0 0 1 0 0 1 3 5 3 0 1 1 0 1 0 0 1 4 4 4 0 1 1 1 0 0 1 0 4 4 5 0 0 1 1 1 0 1 0 4 4 6 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 7 0 1 1 1 0 0 1 1 5 3 8 0 1 0 1 1 0 0 1 4 4 D 2 7 6 6 6 1 5 6 L 4 1 2 2 2 5 3 2 Keterangan : D : Dependence, L : Level, DP : Driver Power, R : Rangking

IV

III

I

II

1 2 3 4 5 6 7 8

8

(2) 7

6

2 3 4 5

(3,4,5,8

)

Drive

r

p

owe

r

(6) (1)

(7)

1

0