Analisis Dan Strategi Pemanfaatan Ruang Di Kabupaten Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam

(1)

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG

DI KABUPATEN GAYO LUES,

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

T E S I S

Oleh :

FAUZUL IMAN

057003002/PWD

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(2)

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG

DI KABUPATEN GAYO LUES,

N A D

T E S I S

Oleh :

FAUZUL IMAN

057003002/PWD

Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof.

. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, P.hd)

(lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP)

Anggota Anggota

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 7


(3)

RINGKASAN

Judul penelitian ini adalah “Analisa dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Gayo Lues Nangroe Aceh Darussalam”. dengan tujuan untuk Mengkaji Dan Mengevaluasi Kemungkinan Penyimpangan Pemanfaatan Tat Ruang Dengan Rencana Tata Ruang, dan Merumuskan Arahan Strategi Dalam Perencanaan Tata Ruang.

Lokasi penelitian ini dilakukan di kabupaten Gayo Lues Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan luas wilayah 571.967 Ha. Kabupaten Gayo Lues secara administrative meliputi 5 kecamatan yaitu kecamatan Blangkejeren, Pindieng, Kuta Panjang, Rikit Gaib dan kecamatan Terangon.

Data yang digunakan adalah data primer dan data skunder, data primer di peroleh melalui wawancara mendalam dan pertanyaan terstruktur berbentuk kuisioner, kriteria yang digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian.di mana kriteria responden adalah terdiri dari 11 orang diantaranya pemerintah, swasta, masyarakat, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), sedangkan data skunder di peroleh dari instansi-instansi terakait seperti BAPPEDA, kantor pertanahan nasional, Bkosurtanal, direktorat geologi tata lingkungan dan sumber daya mineral.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesuai dengan hasil analisis SWOT bagaimana mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan sektoral dan permintaan pasar pertumbuhan sektoral dan pemanfaatan ruang optimal apabiala alokasi ruang yang dimanfaatkan sesuai dengan kriterian peruntukan ruang yang telah direncanakan (digariskan) dalam RTRW, peruntukan ruang tersebut memberikan manfaat secara optimal bagi kesejahteraan umat manusia


(4)

dan mahluk hidup lainnya. Dalam hal ini kabupaten Gayo Lues tidak ada memberikan batasan optimal/ideal dalam pemanfaatan lahan yang ada hanya berpedoaman pada RTRW yang ada.

Penggunaan lahan saat ini di kabupaten sebagian besar sudah sesuai dengan kesesuaian lahan kecuali terdapat penyimpangan dimana 40.768 ha pemukiman dan 529 ha pertanian lahan basah yang terdapat dikecamatan putrid betong yaitu 9 desa berlokasi pada kawasan lindung 529 TNGL, untuk fungsi hutan sebagian besar sudah sesuai dengan peruntukannya dimana 36.89% hutan lindung saat ini, luasan ini sangat ideal sebagai penyeimbang ekosistem dalam suatu DAS, yang sesuai dengan UU no. 41 tahun 1999 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan menyebutkan hanya 30% kawasan hutan yang harus dipertahankan.

Penggunaan lahan saat ini di kabupaten Gayo Lues sebagian besar sudah sesuai rencana tata ruang kesuali terdapat penyimpangan penggunaan lahan dimana tempat pemukiman masyarakat dijadikan kawasan pariwisata dan lahan untuk pertanian lahan basah (sawah) dijadikan untuk pemukiman masyarakat hal ini banyak terjadi di kecamatan Blangkejeren dan kecamatan kota Panjang.

Hasil dari analisis SWOT menunjukkan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang di kabupaten Gayo Lues mempunyai kekuatan dan peluang sehingga strategi yang dapat dilaksanakan adalah dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki juga memanfaatkan peluang yang ada.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis penjatkan atas hadirat Allah SWT yang telah menciptakan bumi beserta segala isinya yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan hayati bagi kemaslahatan ummat manusia, serta rahmat dan karunianya pada penulis dengan diberikan sedikit pengetahuan dari lautan ilmu-Nya yang tak terbatas, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penelitian ini berjudul “Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Gayo Lues, NAD”. Yang merupakan salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di program studi Pengembangan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Drs. H. Ma’at Husin dan Ibunda Hj. Aminah, dan Saudara-saudara ku yang tercinta, Abangda Ir. Tarmihin dan keluarga, Ir. Win Ansharullah dan keluarga, Adinda Istiqomah Spd dan keluarga, serta Istri tersayang Ponisih, A.Mk dan Anakku tercinta Izzul Islam yang selama ini telah memberikan dorongan dan motivasi bagi penulis didalam menyelesaikan studi ini.

2. Ibu Prof. Dr. T. Chairun Nisa, B. M.Sc. selaku Direktur Pasca Sarjana.USU. 3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza selaku ketua program studi PWD.sekolah

Pasca Sarjana USU beserta para dosen pengajar dan staf yang telah membantu berjalannya perkuliahan.

4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, P.hd selaku Ketua Komisi Pembimbing dan lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE serta Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP


(6)

selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan tesis.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues Provinsi NAD yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan, dan terima kasih kepada BAPPEDA Kab. Gayo Lues yang telah membantu memfasilitasi penulis.

6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana USU terutama jurusan PWD- PWK.

7. Rekan-rekan seperjuangan PWD (2005 Genap) : terutama Pak Saut Situmeang, Pak Frans Nelson Togatorop, Pak Fa’atulo Zaluchu, Pak Yudi Triyanto, Mbak Meirnasari, Ibu Lurinim Purba. Yang telah bersama-sama dalam suka dan duka menempuh studi di Pasca Sarjana USU, serta rekan mahasiswa lainnya di pasca sarjana USU yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Akhir kata, saran dan kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan, karena penulis menyadari bahwa manusia tidak lepas dari segala kekurangan dan kekhilapan.

Medan, 4 Oktober 2007 Terima Kasih

FAUZUL IMAN 057003002


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis, Fauzul Iman adalah putra ke-7 dari 10 (sepuluh) bersaudara yang berasal dari keluarga pasangan Drs. H. Ma’at Husin dan Hj. Aminah. Penulis dilahirkan di Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 12 Agustus 1974. Pendidikan SD tamat tahun 1986, SMP tamat tahun 1989, SMA tamat tahun 1992, dan Sarjana (S1) di tempuh di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil UISU Medan dan tamat tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana pada program studi Perencanaan Wilayah Kota/Pedesaan (PWD) pada sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.


(8)

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah………... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Evaluasi Kesesuaian Lahan... 7

2.2. Penataan Ruang... 8

2.3. Analisa SWOT ... 13

2.4. Kerangka Pemikiran... 15

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1. Lokasi Penelitian... 18

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 18

3.3. Metode Analisa Data... 21

3.3.1. Analisa Strategi ... 27

a. Internal faktor Evolution Matrix dan External faktor evolution matrix ... 27

b. Diagran SWOT ... 28

c. Matrix SWOT……… 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian... 31

4.2. Penggunaan Lahan ... 32

4.3. Topografi dan Geologi/Fisiologi Lahan... 33

4.4. Jenis Tanah... 34

4.4.1. Kedalaman Efektif ... 35

4.4.2. Tekstur Tanah... 36

4.4.3. Draenase... 37

4.5. Hidrologi ... 38

4.6. Klimatologi/Iklim... 39

4.7. Demografi (penduduk) ... 39

4.7.1. Prakiraan Jumlah Penduduk... 39

4.7.2. Penyebaran dan Kepadatan Penduduk ... 41

4.8. Sosial Ekonomi ... 42


(9)

4.8.2. Pemerintahan ... 42

4.8.3. Fasilitas Pendidikan ... 42

4.8.4. Fasilitas Peribadatan………. 43

4.8.5. Fasilitas Kesehatan... 43

4.8.6. Fasilitas Pemerintahan ... 43

4.9. Analisis Kesesuaian Lahan ... 45

4.10. Kawasan Lindung ... 45

4.10.1. Kawasan yang memberikan perlindungan di Bawahnya... 46

4.10.2. Kawasan yang memberikan perlindungan setempat ... 48

4.10.2.a. Kawasan Sepadan Sungai... 48

4.10.3. Kawasan Cagar Budaya ... 48

4.10.4. Kawasan Rawan Bencana Alam ... 49

4.10.4.a. Rawan Longsor ... 49

4.10.4.b. Rawan Banjir... 49

4.11. Kawasan Budidaya... 50

4.12. Kawasan Budidaya Pertanian... 51

4.12.1. Analisis Peruntukan Lahan Basah... 53

4.12.2. Analisis Peruntukan Tanaman Holtikultura ... 53

4.13. Kawasan Pariwisata ... 53

4.14. Kawasan Pemukiman ... 54

4.15. Analisis Peruntukan Lahan Hutan Produksi ... 55

4.15.1. Hutan Produksi Terbatas ... 55

4.15.2. Hutan Tanaman Industri... 55

4.16. Kawasan Budidaya non Pertanian... 56

4.16.1. Kawasan Industri dan Pertambangan/penggalian ... 56

4.16.2. Kawasan Pariwisata ... 57

4.17. Analisa Strategi (SWOT) ... 57

4.17.1. Unsur Internal dan Eksternal Hasil Analisa SWOT... 59

4.17.1.1. Kekuatan ... 59

4.17.1.1.a. Adanya dukungan pemerinyah dan mas- yarat ... 59

4.17.1.1.b. Tersedia sarananya transportasi/ perhubu- ngan terkait dengan pariwisata... 60

4.17.1.1.c. Letak kabupaten gayo lues di pertenga- han kota-kota dari lima kabupaten di calon propinsi ALA... 60

4.17.1.1.d. Kekayaan sumber daya alam... 62

4.17.1.1.e Kabupaten gayo lues merupakan kabu- paten terluas dari 5 kabupaten di calon- propinsi ALA. ... 64

4.17.1.2. Kelemahan ... 65

4.17.1.2.a. Koordinasi antar instansi pemerintah dan keterpaduan program yang lemah .... 66

4.17.1.2.b. Belum meratanya infrastruktur dan ke giatan investasi bagi kabupaten baru... 67

4.17.1.2.c. Ketimpangan ekonomi antar unit wi- layah ... 67


(10)

4.17.1.2.d. Jumlah, kepadatan dan distribusi pen-

duduk yang lemah. ... 68

4.17.1.2.e. Kabupaten gayo lues tidak memiliki- laut sehingga tidak mungkin ada pela- buhan ... 69

4.17.1.3. Peluang ... 71

4.17.1.3.a. Adanya komitmen pemerintah daerah tentang pentingnya penataan ruang... 71

4.17.1.3.b. Telah disusun RTRW kabupaten RUTR kota blangkejeren RTBL sehingga me-mudahkan perancangan pembangunan wilayah. ... 72

4.17.1.3.c. UU.no.32 thn 2004 tentang otonomi daerah ... 73

4.17.1.3.d. Pemerintah terhadap pemanfaatan lahan yang tinggi... 73

4.17.1.3.e. Peningkatan Pendapatan masyarakat me- lalui kegiatan pariwisata dan pertanian ... 74

4.17.1.4. Ancaman 4.17.1.4.a. Kesulitan mengoptimalkan rencana tata- ruang mengikuti pertumbuhan sektoral - dan permintaan pasar... 75

4.17.1.4.b. Sifat dinamika wilayah yang tinggi - sebagai kabupaten yang berada dalam - kawasan TNGL ... 75

4.17.1.4.c. Konflik antar kegiatan/sector dalam pemanfaatan lahan... 76

4.17.1.4.d.Tekanan terhadap SDA dan lingkungan .. 76

4.17.1.4.e. Ego sektoral dan daerah semakin kuat terkait dengan otonomi daerah. ... 76

4.17.2. Diagram Matrix SWOT ... 77

4.17.2.1. Arahan strategi pemanfaatan ruang... 80

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

5.1. Kesimpulan ... 82

5.2. Saran ... 83


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman 3.1. Jenis, Sumber, cara pengumpulan dan analisa data-

berdasarkan tujuan yang dicapai ... 20

3.2. Jenis data dan sumber data yang digunakan ... 21

3.3. Matrix internal factor evaluation (IFE) ... 27

3.4. Matrix eksternal factor evaluation (EFE)... 27

3.5. Matrix SWOT ... 30

4.6. Data luas setiap kecamatan di kabupaten gayo lues... 31

4.7. Luas penggunaan lahan masing-masing kec.di kab.gayo lues... 32

4.8. Luas wilayah kab.gayo lues berdasarkan jenis tanah 35 4.9. Luas wilayah kab.gayo lues berdasarkan kedalaman efektif ... 35

4.10. Luas wilayah kab.gayo lues berdasarkan tekstur tanah ... 37

4.11. Luas wilayah kab.gayo lues berdasarkan keadaan draenase... 38

4.12. Luas wilayah aliran sungai dan debit air di kab.gayo lues... 38

4.13. Rata-rata curah hujan dan hari hujan di kab.gayo lues ... 39

4.14. Jumlah penduduk dan proporsi jlh penduduk di kab.gayo lues thn 1997-2001 ... 40

4.15. Jumlah desa per kecamatan di kab.gayo lues... 42

4.16. Fungsi kawasan lindung dan TNGL tahun 2013 ... 46

4.17. Fungsi hutan pada masing-masing kategori... 49

4.18. Kawasan hutan saat ini menurut kecamatan di kab.gayo lues. ... 50

4.19. Penggunaan lahan tanaman basah... 51

4.20. Penggunaan lahan kering perkecamatan kab.gayo lues tahun 2003-2013 ... 51

4.21. Penggunaan lahan tanaman holtikultura perkecamatan tahun 2013 .. 52

4.22. Pemanbfaatan lahan untuk hutan tanaman industri... 55

4.23. Peubah bersifat strategis unsur kekuatan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang dan nilai pengaruhnya (skor) ... 58

4.24. Kabupaten gayo lues di perempat jalur jalan nasional... 61

4.25. Potensi penggunaan lahan perkecamatan kab.gayo lues... 62

4.26. Potensi sumber daya mineral kab.gayo lues ... 63

4.27. Peubah-peubah unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya. ... 65

4.28. Peubah-peubah unsur peluang dan nilai pengaruhnya. ... 70

4.29. Peubah-peubah unsur ancaman dan nilai pengaruhnya. ... 73


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Kerangka pemikiran ... 17 3.2. Tumpang susun (overlay) pada evaluasi lahan untuk fungsi ... 25 3.3. Tumpang susun (overlay) pada evaluasi lahan untuk sarana

Tadah Hujan tanpa irigasi. ... 26 3.4. Tumpang susun (overlay) pada evaluasi lahan untuk pemuki-

man... 26 3.5. Diagran SWOT... 29 4.6. Hasil analisis strategi terhadap pemanfaatan ruang di Kab.lues.

Gayo Lues... 57 4.7. Diagram SWOT pemanfaatan ruang di Kab.gayo lues... 77


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 88

2. Tabulasi Daftar responden ... 94

3. Peta wilayah kab.gayo lues 3.1. Peta administrasi ... 103

3.2. Peta pengunaan lahan... 104

3.3. Peta Lereng ... 105

3.4. Peta penyebaran curah hujan... 106

3.5. Peta Kawasan budaya... 107

3.6. Peta Kesesuaian lahan untuk tanaman lahan basah... 108

3.7. Peta rencana kepadatan penduduk per BWK kota blang- kejeren Tahun 2013... 109

3.8. Peta Peta Provinsi Aceh Lauser Antara (ALA)... 110

3.9. Peta Arahan Fungsi Hutan Kabupaten Gayo Lues... 111


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penggunaan lahan yang layak harus didasarkan pada potensi lahan dan keadaan lingkungan. Disamping itu, peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat dan luas lahan yang relatif terbatas dan tetap, menyadarkan manusia akan keterbatasan sumber daya alam yang tersedia. Eksploitasi suatu jenis sumber daya alam akan berpengaruh terhadap sumber daya alam lain dan keadaan lingkungan sekitarnya. Sumber daya alam terbagi menjadi dua, yaitu sumber daya alam yang berada di permukaan bumi yang biasanya dapat diperbaharui dan dapat dilihat dengan mata secara langsung dan sumber daya alam dibawah permukaan bumi yang jarang mengalami perubahan secara langsung dan tidak dapat dilihat secara langsung oleh mata.

Pesatnya perkembangan pembangunan suatu wilayah secara logis akan di ikuti pula dengan permintaan akan lahan sebagai lokasi kegiatan. Untuk mengakomodasikan berbagai kegiatan pembangunan dalam wadah ruang yang dimaksud tersebut, diperlukan suatu rencana dalam pengolahan lahan. Dalam kaitannya dalam pelaksanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Gayo Lues, diperlukan suatu pedoman umum pengorganisasian penataan ruang kegiatan yang mampu mengakomodasi berbagai kepentingan dalam wadah ruang wilayah secara sektoral. Hal ini diperlukan untuk mengarahkan dan mengendalikan lokasi kegiataan pembangunan di masa yang akan datang sehingga pada akhirnya tujuan pembangunan akan dapat terwujud.


(15)

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dimana kemakmuran rakyat tersebut harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Paradigma baru pembangunan menyepakati bahwa prasyarat tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah terjadinya keseimbangan dalam tiga aspek utama, yakni lingkungan, sosial, dan ekonomi. Paradigma pembangunan ini mencoba menyelaraskan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan yang selama ini bertentangan.

Sebagai kabupaten yang secara otonomi baru terbentuk berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 04 tahun 2002 tanggal 10 April 2002 tentang pembentukan Kabupaten Gayo Lues, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Tamiang dan Nagan Raya, maka arah pembangunan daerah yang selama ini masih mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Aceh Tenggara tidak dapat lagi digunakan. Karena dalam pelaksanaannya ternyata RTRWK tersebut banyak ditemukan perubahan-perubahan dan ketidaksesuaian sebagai konsekuensi dari perkembangan pembangunan daerah yang pesat. Dengan sendirinya perubahan perubahan yang terjadi tersebut perlu mendapat perhatian yang cukup serius, terutama yang berkenaan dengan perubahan fungsi pemanfaatan ruang wilayah.

Dalam suatu ruang yang ketersediaannya terbatas terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiataan pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya buatan dan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda. Pemanfaatan ruang yang tidak diatur dengan baik, dapat mendorong ke arah


(16)

adanya ketidak seimbangan pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup, pemborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh sebab itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika.

Berdasarkan data Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Gayo Lues (Bappeda Gayo Lues 2003) luas Kabupaten Gayo Lues seluruhnya adalah 571.967 ha, dengan pembagian kawasan lindung 406.457 ha (71,10%) dan kawasan budi daya 165.310 ha (28,91%). Kawasan lindung yang terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), kawasan konservasi dan zona inti konservasi yang luas wilayahnya lebih dari 70% dari luas keseluruhan Kabupaten Gayo Lues. Hal ini bermakna bahwa ada kawasan budidaya yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Sebagai sebuah Kabupaten baru, tentunya Kabupaten Gayo Lues masih tertinggal dari kabupaten lainnya. Dalam usaha mengejar ketertinggalannya Kabupaten Gayo Lues berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh PAD dengan cara mengeksploitasi berbagai sumber daya di daerah tersebut dalam rangka pembangunan. Dalam pemanfaatan sumber daya yang ada, Kabupaten Gayo Lues menghadapi kendala-kendala yang cukup berarti bagi pembangunan, yakni belum memadainya perencanaan, terbatasnya sumber daya manusia, petani yang kurang modal, kawasan budi daya yang sempit, ladang berpindah, dan rendahnya kepemilikan tanah. Berdasarkan kendala-kendala yang telah di daftarkan tersebut, maka perlu dilakukan pemanfaatan ruang yang tepat di Kabupaten Gayo Lues.


(17)

Penataan ruang mempunyai tiga tujuan, yaitu optimalisasi pemanfaatan sumber daya (productivity), keberimbangan dan keadilan (equity), dan keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al. 2004). Penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang dikhawatirkan akan menghambat tujuan tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan analisis dan arahan strategi pemanfaatan ruang sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam penentuan kebijakan penyempurnaan rencana tata ruang sebagai acuan teknis dalam pemanfaatan ruang dan penetapan kawasan yang optimal.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Gayo Lues merupakan salah satu Kabupten yang berada di bawah wewenang adminstrasi Provinsi Naggroe Aceh Darussalam. Kabupaten Gayo Lues terbentuk berdasarkan Undang-undang RI Nomor 4 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupten Gayo Lues, Tamiang, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya dan Nagan Raya. Kabupaten Gayo Lues memiliki sumber daya alam yang tinggi sehingga dalam pemanfaatanya harus memperhatikan kualitas lingkungan agar tetap lestari. Perkembangan sektor pertanian, perkebunan, pariwisata dan pemukiman dapat memberi tekanan terhadap lingkungan. Bila tidak dikelola dengan baik, maka kemungkinan besar akan timbul masalah lingkungan (fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya) yang lebih komplek dan pada akhirnya dapat mengakibatkan degradasi lingkungan yang akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan RTRW kabupaten dan kondisi faktual yang ada di Kabupaten Gayo Lues ada beberapa permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan ruang di wilayah studi, yakni konflik kepentingan antar sektor


(18)

berupa kepentingan antar pelestarian sumber daya hutan dan kepentingan produksi, konflik pengguna lahan, pemanfaatan lahan, alih fungsi (konversi lahan) disebakan oleh perkembangan dan pembangunan daerah secara sektoral yang amat pesat, kesulitan utama yang sering dijumpai dalam mengakomodasikan kegiatan pembangunan adalah sulitnya menterjemahkan rencana strategis pembangunan daerah yang masih bersifat umum dan subjektif ke dalam wadah ruang. Dalam upaya mengatasi kesulitan tersebut, perlu adanya penilaian tingkat relevansi tujuan dan sasaran pembangunan dengan rencana tata ruang akan dilakukan dengan pendekatan konsepsi pengembangan, misalnya sejauh mana pola dan struktur tata ruang mampu memacu laju pertumbuhan dan perkembangan daerah di masa yang akan datang, sejauh mana pola dan struktur tata ruang mampu menciptakan fungsi ruang dan azas kelestarian lingkungan dan pemerataan pembangunan dalam wilayah Kabupaten Gayo Lues.

Tujuan dan konsep pembangunan berkelanjutan adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan cara mengoptimalisasikan pengelolaan sumber daya alam yang ada. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya, adanya perluasan wilayah perkotaan yang diikuti proses pengunaan lahan yang dapat menyebabkan terjadinya transformasi lahan pertanian yang subur berskala besar di kawasan pariwisata (fasilitas akomodasi). Dari kondisi di atas dikhawatirkan jika pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan jika peruntukannya tidak kesesuaian lahannya, maka pemanfaatan ruang tidak akan optimal. Dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


(19)

a. Apakah ada penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang ?

b. Bagaimanakah mengoptimalkan rencana tata ruang mengikuti pertumbuhan

sektoral dan permintaan pasar ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk :

1. Mengkaji dan mengevaluasi kemungkinan penyimpangan pemanfaatan tata

ruang dengan rencana tata ruang.

2. Merumuskan arahan strategi dalam perencanaan tata ruang.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan pengenalan terhadap pola pemanfaatan lahan di Kabupaten Gayo Lues, kegiatan yag diperkirakan akan memberikan dampak negatif cukup luas yaitu terdapat kesenjangan antar bagian-bagian wilayah, terutama wilayah kota dengan Interland-nya. Kesenjangan tersebut muncul karena fasilitas layanan lebih terkonsentrasi pada kota (ibu kota kabupaten). Selain dari itu proporsi pemanfaatan lahan yang diusahakan oleh pengusaha besar lebih dominan bila dibandingkan dengan kawasan yang diusahakan oleh masyarakat. Dari hal di atas, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam penentuan kebijakan penyempurnaan rencana tata ruang sebagai acuan teknis dalam pemanfaatan ruang dan pengendaliannya.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Evaluasi Kesesuain Lahan

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan dalam pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumber daya lahan yang terbatas, sementara juga melakukan tindakan konserpasinya untuk penggunaan di masa yang datang. Beberapa permasalahan dalam usaha penataan penggunaan lahan lingkungan hidup diantaranya adalah kurangnya informasi tentang potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan dan tindakan pengelolaan yang diperlukan bagi setiap areal lahan yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemanfaatan areal tersebut (Sitorus, 1998).

Menurut Hardjowigeno, S. 2001, sistem evaluasi kesesuai lahan memiliki beberapa ciri yaitu:

a. Sebagai suatu cara dalam menjadwal permintaan pemakai.

b. Sebagai suatu cara pengumpulan, penyimpanan, analisis, penyajian informasi lahan dan potensi penggunaannya.

c. Sebagai suatu cara pemanggilan kembali dan manipulasi informasi.

2.2. Penataan Ruang

Dalam kerangka perencanaan wilayah, yang dimaksud dengan ruang wilayah adalah ruang pada permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Ruang didefenisikan sebagai wadah lapisan atas pada permukaan bumi termasuk apa yang ada di atasnya dan yang ada di


(21)

bawahnya sepanjang manusia masih dapat menjangkaunya. Dengan demikian, ruang adalah lapisan atas permukaan bumi yang berfungsi menopang kehidupan manusia dan mahluk lainnya. (UU No. 24/1992 Bab I pasal 1)

Perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan penggunaan/pemanfaatan ruang wilayah yang intinya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut. Menurut undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang disebutkan bahwa penataan ruang adalah suatu upaya untuk mewujudkan tata ruang yang terencana melalui suatu proses yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang satu dengan yang lainnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 1992 pasal 9 ayat 1, penataan ruang berazaskan:

a. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna

dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan.

b. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budi daya sehingga terciptanya pengaturan pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penantaan ruang ini juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan sangat penting dalam kaitannya dalam pembangunan ekonomi (Darwanto, 2000).

Sedangkan menurut Rustiadi 2004, penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik,


(22)

maka penataan ruang merupakan bagian dari proses pembangunan. Penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yakni:

a. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya (prinsip produktifitas dan efisiensi).

b. Alat dan wujud distribusi sumber daya (prinsip pemerataan, keberimbangan

dan keadilan).

c. Keberlanjutan (prinsip sustainability).

Konsep penataan ruang dapat menjadi aktifitas yang mengarahkan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan, dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti dengan diperdakannya rencana tata ruang kabupaten, tetapi penataan ruang harus merupakan aktifitas yang terus menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah guna mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto, 2000).

Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung seperti suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, pantai berhutan bakau dan sebagainya, serta kawasan budi daya seperti pemukiman, pertanian, perkebunan, dan sebagainya, sedangkan berdasarkan aspek administratif, penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota yang dalam penyusunannya melalui hirarki dari level yang paling atas ke level yang paling bawah agar penataan ruang dilakukan secara terpadu. RTRW Nasional merupakan perencanaan makro strategi jangka panjang dan horizontal waktu hingga 25-50 tahun ke depan dengan menggunakan skala penelitian 1 : 1.000.000, RTRW provinsi merupakan perencanaan makro strategis


(23)

jangka menengah dengan horizontal waktu 15 tahun pada skala ketelitian 1 : 250.000, sementara RTRW kabupaten dan kota merupakan perencanaan mikro

operasional jangka menengah (5-10 tahun) dengan skala ketelitian dengan 1 : 20.000 hingga 1 : 10.000, yang kemudian diikuti dengan rencana-rencana rinci

yang bersifat mikro operasional jangka pendek dengan skala ketelitian di bawah 1: 5.000 (Departemen Perikanan dan Kelautan, 2002).

Dalam kerangka penataan ruang secara nasional, ada beberapa permasalahan diantaranya adalah terjadinya tumpang tindih penanganan pemanfaatan sumber daya alam yang memicu terjadi berbagai persoalan lainnya, tingginya alih fungsi (konversi) lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian. Permasalahan tersebut timbul karena masih kurangnya perhatian atau program pembanguan yang mengarah pada pemanfaatan ruang secara benar dan konsisten serta sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat, potensi sumber daya alam dan lingkungan. (Undang-undang nomor 24 tahun 1992).

Undang-undang nomor 24 tahun 1992 menyatakan bahwa RTRW kabupaten/kota merupakan pedoman yang digunakan untuk perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antara wilayah kabupaten/kota serta keserasian antar sektor, juga menjadi pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan. Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah. Menurut PP nomor 16 tahun 2004, penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi


(24)

pemanfaatan tanah kondisi pengelolaan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Penatagunaan tanah diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencara tata ruang wilayah Kabupaten/Kota.

Perencanaan tata ruang merupakan perumusan tata ruang secara optimal dengan orientasi produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan. Perencanaan tata ruang wilayah mengarah dan mengatur alokasi pemanfaatan ruang, mengatur alokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi kegiatan serta indikasi program dan kegiatan pembangunan. Hasil perencanaan tata ruang yang disebut rencana tata ruang sesungguhnya adalah konsep, ide dan merupakan instrumen pengendalian pembangunan suatu wilayah pemerintahan yang menjadi pegangan bersama segenap aktor pembangunan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta (Darwanto, 2000)

Idealnya suatu wilayah tata ruang disusun berdasarkan aspirasi kebutuhan masyarakat yang dirumuskan dan dianalisis dengan metode dan teknik perencanaan. Rencana tata ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk terncapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup, kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (sustainability of development), jadi tata ruang merupakan suatu bentuk instrumen publik yang bersama-sama dengan bentuk-bentuk instrumen publik yang lain, misalnya kebijaksanaan tentang penganggaran sektor publik dan peraturan perlindungan lingkungan hidup untuk mencapai kehidupan publik yang lebih baik.


(25)

Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW baik nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Selain merupakan proses, penataan ruang sekaligus juga merupakan instrumen yang memiliki landasan hukum untuk mewujudkan sasaran pengembangan wilayah ( Zainuddin. 2004).

Rencana pemanfaatan dan pengendalian ruang, merupakan suatu perencanaan tata ruang yang disusun suatu saat tertentu (waktu tertentu pula). Landasan hukum dalam pelaksanaan tata ruang adalah Undang-undang nomor 24 tahun 2002 tentang penataan ruang, undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang pertimbangan keuangan antara pusat dan daerah PP nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, dan PP nomor 69 tahun 1966 tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang.

Pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri dan pertanian serta penggunaan tanah pembangunan pedesaan dan perkotaan. Pendekatan pembangunan melalui sistem ruang akan bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam usaha pemanfaatan dan penataan ruang suatu wilayah baik dalam skala nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota, karena dalam penyusunan program-program


(26)

pembangunan secara konsisten dapat terwujud jika konsep dan penataan ruang dapat di wujudkan dalam struktur yang menggambarkan ikatan pemanfaatan ruang yang terpadu dari berbagai sektor pembangunan (Budi Harsono, 2001).

Fungsi penataan ruang dalam kebijakan pembangunan daerah adalah sebagai mata ruang dari kebijakan pembangunan daerah, merupakan pedoman untuk menetapkan lokasi bagi kegiatan pembangunan dalam pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam rencana tata ruang, dan sebagai alat untuk mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan pemanfaatan ruang bagi kegiatan yang memerlukan ruang, sehingga dapat menyelaraskan setiap program antar sektor yang terlibat. Pada tahap pemanfataan ruang khususnya di tingkat Provinsi masih di temui berbagai kendala yang diantaranya di sebabkan oleh belum adanya persamaan persepsi dalam memahami kebijakan penataan ruang sehingga kebijakan penataan ruang belum sepenuhnya dapat di tindak lanjuti dalam kebijaksanaan institusi masing-masing. Hal lain adalah ketidakpastian alokasi anggaran daerah dalam mewujudkan apa yang telah direncanakan dari rencana tata ruang (Saromi 2004).

2.3. Analisa SWOT

Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan ( strengths ) dan peluang ( opportunities ), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi , tujuan , stratege , dan kebijakan (Rangkuti 2000).


(27)

Dalam analisa SWOT terdapat dua faktor yang harus dipertimbangkan , yaitu lingkungan Internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) serta lingkungan eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Menurut Pearce II dan Robinson (1991), kekuatan (strengths) adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar, kelemahan (weakness) merupakan keterbatasan dalam sumber daya, keterampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja; Peluang (opportunities) merupakan situasi yang menguntungkan, berbagai kecendrungan, peraturan-peraturan dan perubahan teknologi. sedangkan ancaman (threats) adalah situasi yang tidak menguntungkan atau rintangan. Dalam melakukan analisis SWOT dapat ditemukan masalah-masalah yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam mempersentasikan hasil analisis SWOT. Menurut Salusu ( 1996 ) , masalah tersebut adalah sebagai berikut

- The missing link problem, atau masalah hilangnya unsur keterkaitan , yang merujuk pada kegagalan dalam menghubungkan eveluasi terhadap faktor eksternal dengan evaluasi terhadap faktor internal.

- The blue sky problem , atau masalah langit biru. Para pengambil keputusan bersikap terlalu optimistis dalam melihat peluang , yang berakibat munculnya penilaian atas faktor-faktor internal dan eksternal yang tidak cocok.

- The silver lining problem , para pengambil keputusan memandang remeh akan pengaruh dari ancaman lingkungan yang sangat potensi yang datafsirkan sebagai akan mendapatkan keberuntungan.


(28)

- The all things to all people problem , Para pengambil keputusan cendrung memusatkan perhatiannya pada kelemahan-kelemahan organisasinya dan kurang melihat potensi kekuatan yang dimilikinya.

- The putting the car before the horse problem , menempatan kereta di depan kuda adalah suatu aktifitas terbalik. Para pengambil keputusan langsung mengembangkan strategi dan rencana tindak lanjut sebelum menentukan kebijaksanaan strategi yang akan di jalankan organisasinya.

2.4. Kerangka Pemikiran

Bapeda Kabupaten Gayo Lues ( 2004-2014 ) , menyebutkan bahwa sejalan dengan terbentuknya Kabupaten Gayo Lues , maka produk RTRWK Aceh Tenggara yang hingga saat ini masih digunakan didalam pelaksanaannya banyak ditemukan ketidak sesuaian antara rencana dengan kenyataan di lapangan. Hal ini menyebabkan adanya indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang Kabupaten Gayo Lues.

Berdasarkan hal tersebut kemudian dilakukan analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan lahan saat ini berdasarkan kesesuaian lahannya. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang RTRW Kab Gayo Lues di antaranya disebabkan oleh belum dipertimbangkannya kondisi alam seperti ketersediaan lahan , daya dukung lahan, dan lingkungan serta kondisi sosial budaya masyarakat setempat ( respon masyarakat, tradisi dan kebiasaan yang sudah turun temurun dan lain-lain ).

Dari penyimpangan yang terjadi dilakukan pendekatan analisis spasial dan analisis strategi terpadu. Analisis spasial menggunakan data skunder bappeda,,


(29)

sedangkan analisis strategi terpadu menggunakan pendekatan system SWOT, agar proses dan hasil model strateginya memiliki tingkat integritas keilmuan lintas disiplin yang konprehensif.

Pendekatan system yang ada dengan system analisis strategis dilakuakan dengan menggunakan analisis SWOT, yang akan menghasilkan :

a. Peubah-peubah bersifat strategis unsur Internal (kekuatan dan kelemahan), dan eksternal (peluang dan ancaman) yang berpengaruh dalam pemanfaatan ruang.


(30)

Diagram Kerangka Pemikiran Disajikan Pada Gambar 2.1.

Penataan ruang

Perencanaan Tata Ruang Pemanfaatan Ruang Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Rencana Tata Ruang Kabupaten Gayo Lues 2003-2013

Penyimpangan

Pendekatan Sistem

Ya

Analisis Strategis Analisis SWOT- Peubah

Diagram dan Matrik SWOT

Arahan Strategi Pemanfaatan Ruang

Kebijakan Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan Ruang sudah optimal Strategi

Pemanfaatan Ruang

Peubah Unsur SWOT Nilai Pengaruh

Tidak Ya

Keterangan : : ruang lingkup penelitian


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gayo Lues provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan luas wilayah, 571.967 Ha. Kabupaten Gayo Lues secara administratif meliputi 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Blangkejeren, Pindieng, Kuta Panjang, Rikit Gaib dan Kecamatan Terangon. Dengan batas-batas wilayah :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh timur, aceh tengan

dan Nagan Raya.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara Dan

Aceh Barat Daya.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Aceh Tamiang dan Kabupaten

Langkat Provinsi Sumatera Utara.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Aceh Barat Daya.

Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 bulan mulai Oktober 2006 sampai dengan Desember 2006, sedangkan analisis data dan penyusunan tesis selama 3 bulan dari Oktober sampai Januari 2007.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara, yakni melalui wawancara mendalam dan pertanyaan terstruktur berbentuk kuisioner. Kriteria responden yang digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Responden ditentukan dengan cara purposive sampling atau ditentukan secara sengaja berdasarkan hasil


(32)

survey dan informasi yang didapat. Pertimbangan responden adalah aktor atau pengguna lahan (stakeholders) yang terdiri dari 11 orang yaitu, pemerintah/ Birokrat, Swasta, masyarakat, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti dengan baik pemasalahan yang terkait dengan pemanfaatan wilayah. Menurut David 1997, dalam analisis ini untuk menentukan responden tidak ada jumlah minimal yang harus dipenuhi, sepanjang responden yang dipilih adalah orang-orang yang memahami bidang yang dijalaninya. Namun demikian semakin banyak responden yang dilibatkan akan semakin baik untuk mengurangi subjektipitas.dalam penelitian ini jumlah responden

Data primer digunakan untuk perumusan strategi dalam penyempurnaan rencana tata ruang. Sedangkan data skunder meliputi peta penggunaan lahan (saat ini), RTRW Kabupaten Gayo Lues, peta jenis tanah, peta jenis kelerengan, peta ketinggian, peta kedalaman tanah, peta draenase, peta curah hujan yang dikumpulkan instansi terkait seperti Bappeda, kantor pertanahan nasional, Bakosurtanal, direktorat giologi tata lingkungan dan sumber daya mineral, dsb.

Jenis, sumber, cara pengumpulan dan analisis data berdasarkan tujuan yang dicapai disajikan pada tabel 3.1. sedangkan jenis dan sumber data yang digunkan seperti pada tabel 3.1.


(33)

Tabel 3.1. Jenis, Sumber, Cara Pengumpulan Dan Analisis Data Berdasarkan Tujuan Yang Dicapai.

No Tujuan Data yang

dikumpulkan

Sumber data dan cara pengumpulan

Analisis data

1 Merumuskan

arahan srtrategi dalam perencanaan tata ruang.

Peta jenis tanah, peta lereng, peta

ketinggian, peta kedalaman, efektif tanah, data dan peta curah hujan, peta garis pantai, peta sebaran sungai/ danau/ situ/ kawasan cagar alam/suaka marga satwa dan sebagainya. Peta pengaunaan lahan saat ini, RTRW.

Faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan, dalam pemanfaatan ruang.

- BPN, Direktorat

geologi tata lingkungan dan sumber daya mineral, bakosurtanal, dinas kehutanan, dinas pertanian.

- Data skunder.

- Bappeda,

CIFOR.

- Data Preimer

a. Depth interview. b. Kuisioner Overlay, buffer, pengkelasan kesesuaian lahan. SWOT


(34)

Tabel 3.2. Jenis Data Dan Sumber Data Yang Digunakan

No Jenis data Skala Tahun Bentuk data Sumber

1 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Peta jenis tanah. Peta kedalaman efektip Peta drainase

Peta rupa bumi indonesia - peta kontur

(kelrengan,ketinggian) - peta garis pantai - peta sungai - peta sebaran

danau/Situ

Peta Hidrogeologi

Peta dan Dokumen RTRW tahun 1999 sampai dengan 2009

Peta penguanaan lahan 2003

Data dan peta curah hujan

Peta kawasan hutan saat ini

1 : 100.000

1 : 25.000

1 : 100.000

1 : 50.000

1 : 50.000

1 : 25.000

1 : 100.000

1992 1999 1990 1999 2005 1992-2002 1999 Hardocopy (digitasi) Digital Hardocopy (digitasi) Hardocopy (digitasi) Digital Digitasi/interp olasi Hardocopy (digitasi) BPN Kabupaten Gayo Lues Bakosurtanal Direktorat Giologi Tata lingkungan Bappeda Kabupaten Gayo Lues CIFOR Dinas Pertanian Kabupaten Gayo Lues Dinas Kehutanan Kabupaten Gayo Lues

3.3. Metode Analisa Data

Ada dua analisis yang digunakan, yakni analisis kesesuaian lahan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis), analisis strategi menggunakan SWOT (Strength, Weakneess, Opportunity, Threats.

Analisis kesesuain lahan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kesesuaian kawasan budidaya untuk ini sebelum ditetapkan kawasan budidaya dan non budidaya dengan memakai kriteria TGHK (Tata Guna Hak Kesepakatan).


(35)

Penentuan kawasan lindung menggunakan kepres no 32 tahun 1990 dan penentuan fungsi hutan menggunakan SK Mentri Pertanian no.837/kpts/ UM/II/1980.

1. Kriteria penentuan kawasan lindung (Kepres No.32 thn 1990) - Kawasan Hutan Lindung.

a. kawasan hutan dengan faktaor-faktor lereng, jenis tanah,

curah hujan dengan skor > 175.

b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan > 40%

c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian > 2000 M diatas

permukaan laut. - Sempadan Pantai

a. Daratan sepanjang tepian yang lebarnya propesional dengan bentuk dan konsisi pisik pantai minimal 100M dari titik pasang tertinggi kearah darat.

- Sempadan Sungai

a. Sekurang-kurangnya 100M dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak sungai yang berada diluar pemukinan. b. Untuk sungai dikawasan pemukiman berupa sempadan sungai

yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi aantara 10-15 M.

- Sempadan Situ

a. Daratan sepanjang tepian situ yang lebarnya propesional dengan bentuk dan kondisi fisik situ antara 50 – 100m dari titik pasang tertinggi kearah darat.


(36)

- Sempadan Mata Air

a. Sekurang-kurangnya radius 200 M sekitar mata air. 2. Kriteria penentuan kawasan budidaya

- Hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap.

a. Kawasan hutan dengan faktor lereng, jenis tanah, curah hujan dengan skor 124- 175 untuk hutan produksi terbatas dan jumlah skor < 124 untuk hutan prosduksi tetap.

- Sawah tadah hujan tanpa irigasi.

a. terletak pada keimiringan/ kelerengan < 3%. b. terletak pada ketinggian < 500M.

c. Draionase terhambat.

d. kedalaman efektif tanah > 75 cm. - Pemukiman.

a. Terletak pada kemiringan / kelerengan 0-15 %. b. Drainase baik- agak baik.

c. kedalaman efektif tanah sangat dangkal ( <25cm) – dangkal (25-50 cm).

Analisis untuk sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan situ, dan sempadan mata air dilakukan dengan membuat buffer sesiau kepres no.32 thn 1990 tentang pengolahan kawasan lindung. Sempadan sungai dibuat dengan buffer 100M kirikanan sungai (sungai besar), sempadan pantai dibuat dengan buffer 100M dari titik pasang tertinggi kearah darat, sempadan situ/ danau dibuat dengan buffer 50 m dari titik pasang tertinggi kearah darat yang lebarnya profesional dengan bentuk dan kondisi fisik situ/ danau dengan asumsi bentuk dan


(37)

kondisi fisiknya seragam dan sempadan mata air dibuat dengan buffer jari-jari 200 M sekitar mata air.

Analisis kesesuaian lahan untuk pungsi hutan menggunakan scorring, tumpang susun ( Overlay), sedangkan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi dan pemukiman menggunakan tehnik tumpang susun (overlay). Perpangkatan (scooring) untuk pungsi hutan dan perkerasan untuk sawah hujan tambah, irigasi dan pemukinan berturut-turut tertera pada gambar 3.2, 3.3, 3.4.

Dalam penelitian ini kelas kesesuaian dibagi kedalam 5 kelas (untuk sawah tadah hujan tampa irigasi dan pemukiman), yakni :

a. Kelas S1 : sangat sesuai (highlysutable)

Lahan tidak mempunyai pembatasa yang bereat untuk suatau penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak baerpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa deberikan.

b. Kelas S2. Sesuai (suitaible)

Lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produkstivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkantkan masukan untuk mengusahakan arahan tersebut.

c. Kelas S3 : sesuai marginal (marginally suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat cukup berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.


(38)

Lahan yang batas sangat berat tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional.

e. Kelas N2 : tidak sesuai permanen (permanently nots suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu peggunaan yang lestari.

Penkelasan tersebut ( sawah tadah hujan tanpa irigasi dan pemukiman ) kemudian dibagi 2 kelas yakni kelas sesuai dan kelas tidak sesuai dimana kelas S1, kelas S2, dan kelas S3 dikelompokkan menjadi kelas sesuai dan kelas N1/N2/dikelompokkan menjadi kelas tidak sesuai.

Tumpang susun (overlay) pada evaluasi lahan untuk pungsi hutan adalah sebagai berikut :

Peta kesesuaian lahan untuk pungsi hutan

Kelerengan

Jenis tanah

Intensitas Curah Hujan

Gambar 3.2. Tumpang Susun (Overlay) Pada Evaluasi Lahan Untuk Fungsi Hutan.


(39)

Tumpang susun (overlay) pada evaluasi lahan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi adalah sebagai berikut :

Kelerengan

Peta kesesuaian lahan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi

Gambar 3.3. Tumpang susun (overlay) pada evaluasi lahan untuk sawah tadah hujan tanpa irigasi

Gambar 3.4. Peta Kesesuai Lahan Untuk Pemukiman

Ketinggian

Kedalaman efektif

Drainase

Kelerengan

Kedalaman efektif

Drainase

Peta kesesuai lahan untuk pemukiman


(40)

3.3.1. Analisa Strategi.

Perangkat analisa data yang digunakan adalah Interval Factor Evaluation Matrix dan External Factor Evaluation Matrix, diagram SWOT dan Matrixs SWOT.

a. Internal Factor Evaluation Matrix dan External Factor Evaluation Matrix

Matrix IFE (tabel 3.3) dan Matrix EFE (tabel 3.4) digunkan untuk menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal serta mengklasifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman kemudian dilakukan pembobotan.

Tabel 3.3 Matrix Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor strategi internal Bobot Rating Skor=bobot x Rating

Kekuatan 1.

… 10

kelemahan 1.

… 10

Jumlah Sumber : David (1997)

Tabel 3.4. Matrix Eksternal Factor Evaluation (EFE)

Faktor strategi Eksternal Bobot Rating Skor = bobot x Rating

Peluang 1. … 10 Ancaman 1.

… 10

Jumlah Sumber : David (1997)


(41)

Menurut Rangkuti (2000), tahap-tahap untuk mengidentifikasikan peubah-peubah internal dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut :

1. Menentukan faktor-faktor strategis internal yangt menjadi kekuatan dan

kelemahan serta faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman (pada kolkom 1).

2. Memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai

dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut (pada kolom 2).

3. Menghitung rating baik pada matrix IFE dan EFE untuk masing-masing

faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (porr) guna mengidentifikasikan kelemahan utama, kekuatan uatama, peluang dan ancaman beserta nilai pengaruhnya. (pada kolom 3)

4. Mengalikan bobot kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk

memperoleh faktor pembobotan yang menunjukkan nilai pengaruh faktor (pada kolom 4)

5. Menjumlahkan bobot skor pada kolom 4 untuk memperoleh total skor

pembonbotan.

b. Diagram SWOT

Diagram SWOT merupakan perpaduan antara perbandingan kekuatan dan kelemahan (diwakili garis horizontal) dengan perbandingan peluang dan ancaman (diwakili garis vertikal). Pada diagram tersebut kekuatan dan peluang diberi tanda positif, sedangkan peluang ancaman diberi tanda negatif. Dengan menempatkan selisih nilai kekuatan (S) – kelemahan (W) pada sumbu (x), dan


(42)

menempatkan selisih nilai anatara peluang (O) – ancaman (T) pada sumbu (y), maka ordinat (x,y) akan menempati salah satu sel dari diagram SWOT. Letak nilai S – W dan O – T dalam diagram SWOT akan menentukan arahan strategi pemanfaatan ruang.

Peluang (O)

Sel 3 Sel 1

Kelemahan (W) Kekuatan (S)

Sel 4 Sel 2

Ancaman (T)

Gambar 3.5. Diagram SWOT.

Setiap sel pada diagram SWOT memperlihatkan ciri yang berbeda, sehingga diperlukan strategi yang berbeda dalam penggunaanya. Dengan diagram SWOT yang dibuat berdasarkan nilai pengaruh unsur SWOT akan dapat dirumuskan bentuk strategi tepat (Pearce & Robinson 1991).

c. Matrix SWOT

Matrix SWOT (pada tabel 3.5) digunakan untuk menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapai dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.


(43)

Tabel 3.5. Matrix SWOT

Strategths (S)

Tentukan 1-10 keakuatan internal

Weakness (W)

Tentukan 1-10 kelemehan internal

Opptunities (O)

Tentukan 1 – 10 peubah peluang eksternal

Strategy SO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Treats (T)

Tentukan 1 – 10 peubah peluang eksternal

Strategy ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategy WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman.

Sumber : Rangkuti (2000)

Matriks ini dapat menghasilkan 4 kemungkinan alternatif strategi yaitu SO, ST, WO, dan WT. Strategi SO adalah strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi ST adalah strategi dalam menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi WO adalah strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada dan strategi WT adalah strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti, 2000).


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

Secara geografis Kabupaten Gayo Lues Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yang terletak pada posisi 030 40’ 32”-040 16’ 37” LU dan 960

48’ 31”-970 56’ 08” Bujur Timur. Kabupaten Gayo Lues dengan ibu kota

Blangkejeren merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara. Kabupaten Gayo Lues secara administratif meliputi 5 (lima) kecamatan, yaitu Blangkejeren, Pining, Kuta Panjang, Rikit Gaib, Terangun, dengan luas

keseluruhan 5.719,580 Km2 atau 571.958 Ha. Lebih jelasnya data luas setiap

kecamatan di Kabupaten Gayo Lues dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Data Luas Setiap Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues Luas

No Kecamatan

Km2 Ha (%)

1 Blangkejeren 1.694,180 169.718,0 29,62

2 Pining 1.167,140 161.714,0 28,27

3 Kuta Panjang 705,480 70.548,0 12,33

4 Rikit Gaib 595,375 59.537,5 10,40

5 Terangun 1.107,425 110.742,5 19,36

Jumlah 5.719,580 571.958,0 100,00

Sumber : Gayo Lues dalam angka 2004

Kondisi fisik geografi yang demikian mengakibatkan adanya keterkaitan yang kuat dalam intraksi dan dinamika perkembangan sosial, ekonomi dan budaya antar Kabupaten Gayo Lues dengan Kabupaten lain yang ada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu, terdapat peluang terlaksananya kerja sama antar daerah sesuai dengan spesifikasi


(45)

dan karakteristik sosial dan ekonomi masing-masing daerah. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika didukung oleh aksesibilitas yang memadai.

4.2. Penggunaan Lahan

Berdasarkan data dari Bappeda Kabupaten Gayo Lues tahun 2002, diketahui Kabupaten Gayo Lues memilki luas wilayah sekitar 571.967 Ha. Sebagian besar 441.935 Ha (77,27%) merupakan kawasan lindung dan hanya sekitar 130.032 Ha (22,73%) merupakan kawasan budidaya. Luas penggunaan lahan masing-masing kecamatan (Ha) dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Luas Penggunaan Lahan Masing-Masing Kecamatan Di Kabupaten Gayo Lues

Penggunaan Terangun Rikit Gaib

Kuta Panjang

Blangkeje

ren Pining (%)

Perkampungan 104 201 141 533 314 0,23

Sawah 1.087 1.823 2.469 2.931 470 1,54

Tergalan 758 202 140 1.275 879 0,57

Kebun Rakyat - - 125 3.618 1.225 0,87

Kebun Campuran 416 163 115 18.312 1.190 3,51

Hutan 85.206 41.153 48.559 131.619 89.981 69,32

Belukar 3.854 1.071 10.007 28.870 5.714 8,65

Hutan Sejenis 19.048 12.232 8.990 29.726 7.515 13,55

Semak 269 2.802 - 4.248 2.712 1,75

Jumlah 110.742 59.547 70.546 221.132 110.0 100,0

Sumber : BPS Kab.Gayo Lues 2000

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa Kabupaten Gayo Lues didominasi oleh kawasan hutan, diikuti oleh hutan sejenis (pinus) dan semak belukar. Selain itu, dari luasan belukar merupakan indikator bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Gayo Lues sangat tidak efesien. Areal yang belum dimanfaatkan terbesar di


(46)

seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Gayo Lues, dengan cadangan lahan yang paling luas berada pada kecamatan pining diikuti Blangkejeren, Terangun, Kuta Panjang, Rikit Gaib. Sementara itu, saat ini yang menjadi kendala dalam pembangunan pertanian Kabupaten Gayo Lues adalah lahan yang tersedia tidak berada dalam satu hamparan dan pertanian yang berskala besar hanya bisa dilakukan di kecamatan Pindieng, Blangkejeren, dan Terangun.

Kesesuaian lahan sangat diperlukan dalam mempertimbangkan penggunaan lahan. Kesesuaian lahan yang dimaksud adalah suatu wilayah yang secara fisik, kimia, agroekologis dan sosial ekonomi layak untuk dikembangkan menjadi suatu jenis pemanfaatan ruang scara ekonomis. Sebagai gambaran, di Kabupaten Gayo Lues pada tahun 1993 memiliki kondisi sebagai berikut:

1. Kebun rakyat/tanaman berpotensi seluas 66.496 Ha, sudah dimanfaatkan

1.131 Ha (1,70%) atau masih sesuai untuk dikembangkan seluas 65.365 Ha (98,30%)

2. Lahan kering/tanaman semusim berpotensi seluas 30.112 Ha, telah terpakai

2.027 Ha (6,73%) dan masih sesuai untuk dikembangkan seluas 28.085 Ha (93,27%).

3. Lahan basah/sawah berpotensi seluas 20.017 Ha, telah dimanfaatkan seluas

10.234 Ha (51,13%) dan masih sesuai untuk di kembangkan dengan luas 9.783 Ha (48,87%)

4.3. Topografi dan Geologi/Fisiografi Lahan

Bentuk fisiografi lahan di Kabupaten Gayo Lues merupakan wilayah pegunungan bukit barisan. Secara morfologi, wilayah perencanaan dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu:


(47)

• Daerah perlembahan merupakan wilayah datar yang diapit oleh daerah pegunungan. Bentuk fisiografi yang dijumpai berupa datar sampai berombak. Daerah ini merupakan daerah yang telah berkembang untuk daerah pemukiman dan pertanian. Fisiografi lahan pada daerah ini umumnya ditempati oleh endapan/Allivial Quartier.

• Daerah perbukitan terhampar pada daerah yang mengelilingi daerah

pemukiman dan pertanian. Daerah ini memiliki lereng dengan kemiringan 15-40% dengan bentuk wilayah (fisiografi berbukit). Sungai yang mengalir membentuk pola aliran dentrit dan sejajar. Kawasan ini bayak dibudidayakan untuk kawasan budidaya pertanian.

• Daerah pegunungan, terdapat dibagian pinggir yang mengelilingi wilayah

Kabupaten Gayo Lues yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Timur, Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya. Didaerah di jumpai lereng-lereng yang terjal dengan lembah-lembah yang sempit. Kawasan ini umumnya kawasan hutan, baik hutan primer maupun hutan pinus.

4.4. Jenis Tanah

Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Gayo Lues secara umum terdiri dari berbagai jenis tanah yaitu tanah, entisol, ultisol, inseptisol,enfisol, oxisol.jenis tanah entisol terdapat di wilayah sungai dan persawahan, ultisol terdapat di komplek perumahan Pemda, inceptisol terdapat di daerah Blangtenggulung, dan oxisol terdapat di daerah-daerah pegunungan seperti leme dan kalapinang. Jenis tanah ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kesesuain tanaman yang dapat dikembangkan. Luas wilayah Kabupaten Gayo Lues berdasarkan jenis tanah disajikan pada Tabel 4.8.


(48)

Tabel 4.8. Luas Wilayah Kabupaten Gayo Lues Bedasarkan Jenis Tanah

Luas

No Jenis Tanah

Ha %

1 Aluvial Hidromorf (entisol) 1.025 1,79

2 Hidromorf Kelabu (entisol) 6.760 1,18

3 Kambisol (ultisol) 99.659 17,42

4 oxisol 13.671 2,39

5 PMK(alfisol) 401.242 70,15

6 Podsolik Coklat (inceptisol) 40.374 7,06

Total 571.958 100,00

Sumber : BPN Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 4.4.1. Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif tanah mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan kemungkinan akar tanaman menembus lapisan tanah. Tanah dengan solum yang dalam mempunyai kualitas tanah baik. Secara rinci luas wilayah di Kabupaten Gayo Lues berdasarkan kedalaman efektif tanah disajikan pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Luas Wilayah Kabupaten Gayo Lues Berdasarkan Kedalaman Efektif.

Luas Wilayah Kedalaman Efektif

30-60 cm 60-90 cm Luas Wilayah No Kecamatan

Ha % Ha % Ha %

1 Blangkejeren 111.015 65,53 58.403 34,47 169.418 29,62 2 Pining 150.728 93,21 10.986 6,79 161.714 28,27 3 Kuta Panjang 50.531 71,63 20.015 28,37 70.546 12,33 4 Rikit Gaib 48.277 81,00 11.310 19,00 59.538 10,41 5 Terangun 85.574 77,27 25.166 22,73 110.743 19,36

Jumlah 446.125 77,99 125.883 22,01 571.958 100,00

Sumber : BPN Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Tanah di Kabupaten Gayo Lues merupakan tanah yang mengalamai pelapukan lanjut (tanah tua). Tanah ini mempunyai sifat peka terhadap erosi. Daerah Kabupaten Gayo Lues mampunyai dua kelas kedalaman efektif, yaitu kedalaman antara 30-60 cm dan 60-90 cm. tanah dengan kedalaman efektif antara


(49)

30-60 cm, sekitar 77,99% dari luas kabupaten yaitu 446.125 Ha. Kedalaman efektif ini umumnya dijumpai didaerah pegunungan yang telah mengalami erosi. Sedangkan kedalaman efektif tanah 30-60 cm terletak pada lereng 15-40% yang luasnya 22,01% dari luas keseluruhan Kabupaten Gayo Lues.

4.4.2. Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif jumlah bahan mineral yang terbentuk dari fraksi pasir, debu dan liat. Penyusunan tektur tanah berkaitan erat dengan kemampuan memberikan zat hara untuk tanaman, kelengasan tanah, perambatan panas, perambatan akar tanaman dan pengolahan tanah (BPN Provinsi NAD, 2003).

Berdasarkan perbandingan fraksi liat, pasir dan debu, tekstur tanah dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu halus, sedang dan kasar. Tekstur halus merupakan tekstur tanah yang mempunyai liat yang tinggi. Tekstur sedang merupakan tanah yang mengandung lempung, sedangkan tekstur kasar merupakan tanah yang mengandung banyak pasir. Makin besar atau makin halus tekstur tanah, maka kualitasnya makin menurun, karena kemampuannya meresap air menjadi kurang baik (BPN Provinsi NAD, 2003).

Tekstur tanah di wilayah Kabupaten Gayo Lues sebagian besar mempunyai tekstur halus, yaitu 429.526 Ha (75,10%) dari luas wilayah kabupaten dan tekstur sedang mempunyai luas 142.432 Ha (24,90%), sedangkan tekstur kasar tidak dijumpai, karena tekstur tanah ini merupakan tanah yang mengandung pasir.(RTRWK Kab.Gayo Lues, 2004). Lebih jelasnya mengenai penyebaran tekstur di wilayah Kabupaten Gayo Lues dapat dilihat pada tabel 4.10.


(50)

Tabel 4.10. Luas Wilayah Kabupaten Gayo Lues Berdasarkan Tekstur Tanah Luas

No Tekstur Tanah

Ha %

1 Halus 429.526 75,10

2 Sedang 142,432 24,90

3 Kasar - -

Total 571.958 100,00

Sumber : BPN Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4.4.3. Drainase

Drainase menunjukkan kecepatan meresapnya air pada tanah atau keadaan yang menunjukkan lama atau seringnya air mengalami kejenuhan. Drainase yang dimaksud yaitu drainase permukaan berdasarkan perbandingan relatif lamanya air tergenang di permukaan tanah. Berdasarkan perbandingan relatif lamanya air tergenang di permukaan tanah, maka drainase dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu tergenang, kadang-kadang tergenang dan tidak pernah tergenang. (RTRWK Kab.Gayo Lues, 2004).

Hampir 98,21% wilayah Kabupaten Gayo Lues tidak pernah tergenang (drainase baik), yaitu seluas 561.706 Ha, sedangkan drainase dengan kondisi kadang-kadang terdapat pada pinggir sepanjang sungai dengan penggunaan lahan sawah. Secara rinci kondisi drainase di wilayah Kabupaten Gayo Lues disajikan pada tabel 4.11.

Tabel 4.11. Luas Wilayah Kabupaten Gayo Lues Berdasarkan Keadaan Drainase.

Luas No Drainase

Ha %

1 Tidak pernah tergenang 561.706 98,21%

2 Tergenang periodik 10.252 1,79

3 Tergenang terus -

Total 571.958 100,00


(51)

4.5. Hidrologi

Secara umum sumber daya air yang dimanfaatkan di Kabupaten Gayo Lues dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu perairan terbuka dan air tanah. Perairan terbuka yang dapat di manfaatkan adalah sungai. Di Kabupaten Gayo Lues terdapat 7 (tujuh) wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang terdiri dari 3 (tiga) DAS yang cukup besar, yaitu DAS Krueng Tripa, DAS Alas, dan DAS Krueng Tamiang. Sedangkan 4 (empat) DAS lainnya berada diantara kedua DAS diatas yaitu, Krueng Jamboaye dan Krueng Seumayam Batee, Krueng Baru-baru dan DAS Krueng Klut. Adapun luasan DAS yang terdapat di Kabupaten Gayo Lues dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12. Luas Wilayah Aliran Sungai dan Debit Air di Kabupaten Gayo Lues

No Nama DAS Luas DAS (Ha)

1 Kr. Tripa 227.239

2 Kr. Jamboaye 9.094

3 Kr. Seumayam Bantee 15.386

4 Kr. Baru-baru 5.491

5 Kr. Kluet 26.939

6 Kr. Alas 105.583

7 Kr. Tamiang 182.226

Jumlah 571.958

Sumber: RTRWK Kabupaten Gayo Lues (2003)

4.6. Klimatologi/Iklim

Kabupaten Gayo Lues secara umum mempunyai zona iklim B1 dengan jumlah bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) masing-masing 9 dan 2 bulan. Rata-rata curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Gayo Lues tahun 2002 dapat dilihat pada tabel 4.13.


(52)

Tabel 4.13. Rata-Rata Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Gayo Lues

No Bulan Rata-rata Curah Hujan (mm) Rata-rata Hari Hujan (hari)

1 Januari 177 14

2 Februari 149 14

3 Maret 201 17

4 April 455 13

5 Mei 320 19

6 Juni 240 13

7 Juli 71 7

8 Agustus 188 12

9 September 384 14

10 Oktober 498 22

11 November 145 7

12 Desember 423 20

Rata-rata 270 14

Sumber : BMG Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4.7. Demografi (Penduduk)

4.7.1 Prakiraan Jumlah Penduduk

Penduduk adalah obyek dan subyek yang merupakan sumber daya pembangunan yang merupakan potensi sumber daya yang memiliki peranan yang sangat strategis. Disamping itu, kualitasnywa mampu menjawab tuntutan kebutuhan pembangunan, khususnya dalam usaha meningkatkan kesejahteraan. Namun di sisi lain, penduduk itu sendiri dapat menjadi beban dan hambatan bagi pelaksanaan pembangunan apabila kualitasnya tidak dapat mendukung pelaksanaan pembangunan tersebut. Lebih jelasnya mengenai jumlah dan proporsi penduduk Kabupaten Gayo Lues dalam 5 (lima) tahun terakhir (1996-2000) dapat dilihat pada Tabel 4.14.


(53)

Tabel 4.14. Jumlah dan Proporsi Jumlah Penduduk di Kabupaten Gayo Lues Tahun 1997-2001.

Jumlah Penduduk (Jiwa) pada tahun No Kecamatan

1997 1998 1999 2000 2001

Proporsi (%)-2000

1 Blangkejeren 26.363 25.564 26.798 26.910 27.271 42,87

2 Pining 3.392 3.417 3.448 3.462 3.058 5,52

3 Kuta Panjang 13.109 13.154 13.153 13.169 13.181 20,98

4 Rikit Gaib 6.105 6.162 6.258 6.284 6.403 10,01

5 Terangon 12.061 12.656 12.888 12.961 13.699 20,64

Kab. Gayo Lues 61.030 61.953 62.545 62.766 64.032 100,00

Sumber: BPS kab.Gayo Lues, 2000

Jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues pada tahun 2001 sebanyak 64.032 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada tahun 1997 sebanyak 61.031 jiwa. Pada tahun 1997 jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues sebanyak 61.031 jiwa, dan meningkat menjadi 64.032 jiwa pada tahun 2000 dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk 1,20%. Jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues yang mempunyai kegiatan tetap pada tahun 2001 adalah sebesar 21.266 jiwa atau 33,21% dari jumlah penduduk keseluruhan, atau 77,61% dari keseluruhan angkatan kerja (27.400 jiwa) di kabupaten tersebut.

Sumber mata pencaharian penduduk Kabupaten Gayo Lues secara garis besar ada 5 (lima) sektor kegiatan yang mendominasi sumber pencaharian, yaitu sektor pertanian, perdagangan, industri, jasa dan angkutan. Berdasarkan data dan informasi kegiatan perekonomian penduduk, masih sangat didominasi oleh jumah tenaga kerja di sektor pertanian. Pada tahun 2001 jumlah penduduk yang mempunyai mata pencaharian pada sektor pertanian adalah sebesar 13.070 jiwa (61,45%) dari keseluruhan jumlah penduduk yang mempunyai mata pencaharian


(54)

tetap. Sedangkan sektor angkutan merupakan yang terkecil yaitu 524 jiwa (2,46%) (Gayo Lues dalam angka, 2001).

4.7.2. Penyebaran dan Kepadatan Penduduk

Berdasarkan data penduduk diperkirakan konsentrasi penduduk wilayah Kabupaten Gayo Lues pada tahun 2004-2014 yang paling tinggi terdapat di kecamatan Blangkejeren, yakni sebesar 37,78%. Tingginya konsentrasi jumlah penduduk di kecamatan tersebut, karena pada umumnya masyarakat cenderung mendekati daerah yang memiliki saran dan prasarana yang lebih lengkap serta kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidup baik segi sosial, ekonomi, politik maupun budaya (RTRWK, 2003).

Pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya kepadatan penduduk. Berdasarkan jumlah proyeksi jumlah penduduk dari beberapa kecamatan pada tahun 2014. Kecamatan terangon diperkirakan mempunyai kepadatan bersih

(jiwa/luas pemukiman) sebesar 25 jiwa/Km2, sedangkan yang terendah adalah

Kecamatan Pining dengan kepadatan jiwa/km2 (RTRWK, 2003).

Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan ancaman terhadap kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya lahan yang dibutuhkan penduduk setempat, baik yang berfungsi sebagai tempat tinggal maupun sebagai mata pencaharian. Peningkatan jumlah penduduk dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, karena dikhawatirkan akan terjadi alih fungsi lahan untuk pemukiman baru, areal pertanian dan perkebunan. Alih fungsi lahan juga dapat dipandang sebagai bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang di Kabupaten Gayo Lues.


(55)

4.8. Sosial Ekonomi

4.8.1. Kondisi Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi yang dibahas pada bagian ini mencakup pemerintahan, penduduk, dan tenaga kerja, infra struktur wilayah serta kontribusi wilayah terhadap perekonomian Kabupaten Gayo Lues.

4.8.2. Pemerintahan

Kabupaten Gayo Lues terdiri dari 5 (lima) kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 66 desa. Menurut data terbaru, dalam waktu dekat Kabupaten Gayo Lues akan melakukan pemekaran kecamatan dan desa guna pemerataan pembangunan. Perincian jumlah desa untuk setiap kecamatan disajikan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Jumlah Desa per Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues

No Nama Kecamatan Jumlah Desa

1 Blangkejeren 19

2 Kuta panjang 12

3 Rikit Gaib 13

4 Terangun 13

5 Pinding 9

Jumlah 66

Sumber: BPS kab.Gayo Lues, 2000

4.8.3. Fasilitas Pendidikan

Faslitias pendidikan di Kabupaten Gayo Lues pada tahun 2001 adalah Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidiyah (MI), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Madrasah Aliyah (MA), dan Perguruan Tinggi (PT). secara keseluruhan tingkat fasilitas pendidikan masih belum merata pada semua kecamatan, terutama untuk pendidikan menengah baik


(56)

SLTP dan SLTA atau sederajat. Fasilitas tersebut perlu disediakan, mengingat jarak antar kecamatan tidak memungkinkan untuk sekolah di kecamatan lain. Jumlah fasilitas pendidikan tahun 2001 di kabupaten ini adalah 107 unit yang terdiri dari TK banyak 3 unit, SD sebanyak 78 unit, MI sebanyak 2 unit, SLTP sebanyak 10 unit, MTs sebanyak 2 unit, SLTA sebanyak 3 unit dan MAN sebanyak 1 unit. Sedangkan perguruan tinggi terdapat 2 unit, yang masih merupakan perwakilan dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

4.8.4. Fasilitas Peribadatan

Penduduk Kabupaten Gayo Lues mayoritas beragama islam. Untuk pemeluk agama islam, fasilitas peribadatan yang terdapat di Kabupaten Gayo Lues ini terdiri dari masjid, musholla, dan meunasah. Fasilitas ini telah menyebar merata di setiap kecamatan, namun secara kualitas perlu adanya renovasi fisik bangunan dan penambahan sarana prasarana pelengkap lainnya.

4.8.5. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesahatan yang terdapat di Kabupaten Gayo Lues berupa Rumah Sakit. Puskesmas yang telah ada sebanyak 7 unit, puskesmas pembantu ada sebanyak 29 unit dan puskesmas keliling sebanyak 4 unit. Mengingat luas kabupaten ini cukup besar, dirasakan jumlah sarana kesehatan yang ada kurang memadai. Demikian juga dengan tenaga kesehatan seperti dokter hanya ada 7 orang dan bidan ada 26 orang. Jumlah ini jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dirasakan masih sangat kurang.

4.8.6. Fasilitas Pemerintahan

Fasiltas pemerintahan Kabupaten Gayo Lues antara lain kantor Bupati, kantor DPRD dan beberapa kantor dinas di tingkat kabupaten serta


(57)

lembaga-lembaga tingkat kabupaten. Fasilitas tersebut pada umumnya adalah fasilitas tingkat kecamatan dan pembantu bupati sebelum Gayo Laues menjadi kabupaten. Pada umumnya fasilitas yang telah ada tidak memenuhi persyaratan sebagai kantor pemerintahan kabupaten. Sementara itu sebagian besar kantor baik untuk dinas maupun badan/lembaga lainnya masih menggunakan sekolah-sekolah. Pemanfaatan gedung sekolah sangat tidak bijaksana karena sangat mengganggu pendidikan di Kabupaten Gayo Lues.

4.9. Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan pada dua kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Setiap jenis penggunaan lahan dianalisis kesesuaiannya berdasarkan kriteria dan persyaratan penggunaan lahan. Kawasan lindung yang di analisis adalah hutan lindung, sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan mata air, dan sempadan situ/danau. Sedangkan kawasan budidaya yang dianalisis adalah hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, sawah tadah hujan tanpa irigasi, dan pemukiman.

Penetapan alokasi ruang dalam perencanaan tata ruang dibangun berdasarkan metode dan kriteria dimana kriteria-kriteria tersebut belum secara tajam digariskan berdasarkan ketentuan hukum. Sejauh ini belum dapat diidentifikasi persyaratan teknis pemanfaatan ruang yang bersifat umum kecuali penetapan kawasan lindung yang diatur dalam Keppres No. 32 Tahun 1990 dan secara parsial tentang penetapan hutan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/kpts/UM/II/1980.

Kawasan lindung dianalisis dengan menggunakan kriteria yang terdapat dalam Keppres No 32 tahun 1990 tentang pengolahan kawasan lindung. Untuk


(58)

kawasan budidaya, penetapan lahan untuk hutan produksi tetap dan terbatas menggunakan SK Menteri Pertanian No. 837/kpts/UM/II/1980, sedangkan sawah dan pemukiman diidentifikasikan secara terpisah dengan mempertimbangkan masing-masing faktor pembatas.

4.10. Kawasan Lindung

Deliniasi kawasan lindung di wilayah Kabupaten Gayo Lues dilakukan bedasarkan Keppres nomor: 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dengan tujuan untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan hidup sebagai dampak dari pembangunan itu sendiri. Luas kawasan lindung di Kabupaten Gayo Lues adalah seluas 210.971 Hektar atau 36,89 % dari luas wilayah secara keseluruhan. Luas kawasan lindung tersebut mempunyai proporsi 10,02 % dari kawasan lindung yang ditetapkan dalam RTRWK Provinsi Nanggro Aceh Darussalam.

Secara keseluruhan hutan lindung di Kabupaten Gayo Lues terdapat pada setiap kecamatan dengan luasan yang dihasilkan dari penilaian kesesuaian lahan. Kecamatan Pindieng merupakan yang paling dominan kawasan lindung yaitu mencapai 68.853 hektar atau 32,64%, sedangkan kecamatan Kuta Panjang merupakan yang paling kecil luasan kawasan lindung yaitu 12.313 hektar atau 5,84% dari luas kawasan lindung yang direncanakan di Kabupaten Gayo Lues. Berdasarkan kajian, kawasan lindung di wilayah Kabupaten Gayo Lues terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan dibawahnya meliputi hutan lindung serta kawasan yang memberikan perlindungan setempat meliputi kawasan cagar budaya, sempadan sungai dan rawan bencana.


(59)

4.10.1. Kawasan yang memberikan perlindungan dibawahnya.

Hutan lindung adalah kawasan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahnya sebagai pengatur tata air , pencegahan banjir, erosi dan kesuburan tanah.

Kawasan lindung ini termasuk dalam kawasan taman nasional gunung Louser dengan luas 195.677 ha atau 34,21% dari luas wilayah kabupaten Gayo Lues dari luas tersebut. Terlihat Kecamatan Blangkejeren yang paling luas TNGL nya yaitu mencapai 127.527 ha atau 65,17 % sedangkan Kecamatan Rikit Gait tidak terdapat kawasan TNGL:.

Secara keseluruhan bila dilihat dari luasan dari kedua jenis kawasan yang dilindungi yaitu kawasan lindung dan TNGL, maka sebagian besar kabupaten gayo lues tidak dapat diusahakan dengan bebas, artinya keterkaitan dengan lingkungan sangat perlu mendapat perhatian yang serius. Berdasarkan uraian diatas luas kawasan lindung secara keseluruhan adalah 406.648 ha atau 71,10% dari luas wilayah Kabupaten Gayo Lues.

Untuk lebih jelas mengenai luasan dan penyebaran kawasan lindung dan taman nasional gunung louser dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.16. Fungsi Kawasan Lindung dan TNGL tahun 2013. Luas Lahan

No Kawasan

Hutan Lindung TNGL Total

Ha % Ha % Ha %

1 Blangkejeren 31.537 14.45 127.523 65.17 159.064 39.12

2 Pinding 68.853 32.64 31.398 16.05 100.251 24.65

3 Kuta Panjang 12.313 5.84 36.425 18.61 48.738 11.99

4 Rikit Gaib 31.832 15.09 0 0.00 31.832 7.83

5 Trangon 66.436 31.49 327 0.17 66.763 16.42

Kab.Gayo Lues 210.971 100.0 195.677 100.0 406.648 100.00


(60)

Kabijakan pemanfaatan ruang di kawasan ini ditentukan berdasarkan tujuan pemanfatannya yaitu mencegah terjadinya bencana dan menjaga kelestarian kawasan. Kebijakan pengembangan kawasan ini antara lain :

1. Pengendalian kegiatan budi daya yang telah ada dengan menetapkan

kembali kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Gayo Lues yaitu yang di kenal dengan “Sarak Opat”.

2. Pengendalian fungsi kawasan hutan yang mengalami kerusakan

terutama dengan sistem reboisasi atau penghijauan kembali hutan yang telah punah.

3. Pemantauan terhadap kegiatan yang diperbolehkan kepada kawasan

hutan lindung (seperti penelitian, eksplorasi mineral dan air tanah, pencegahan bencana alam) agar tidak mengganggu fungsi lindung. 4.10.2. Kawasan yang memberikan perlindungan setempat

4.10.2.a. Kawasan sepadan sungai.

Kawasan sempadan sungai adalah kawasan kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang berfungsi mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Luas kawasan sempadan sungai diwilayah Kabupaten gayo lues adalah sebesar 7.25 ha atau 1.78 % dari luas kawasan lindung keseluruhan luas sempadan sungai yang dimaksudkan diatas hanya sungai-sungai besar saja.

4.10.3. Kawasan Cagar Budaya

Pelestarian cagar budaya dimaksudkan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa, berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen nasional dan keragaman bentuk geologi yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan. Kawasan tersebut dikabupaten gayo lues


(61)

cukup banyak untuk dapat dikembangkan menjadi objek wisata dan hal ini merupakan aset daerah diantaranya adalah kawasan danau marpunge, sumber air panas, air terjun, hutan wisata kedal dll. Kawasan ini tidak ada dalam peta yang tidak meningkatkan untuk dicantumkan, untuk itu diperlukan kajian khusus terdapat objek-objek yang dikembanghkan sebagai kawasan cagar budaya, terutama pada rencana tata ruang yang lebih detail, yang mengacu pada UU no.5 tahun 1992 tentang budaya cagar budaya.

4.10.4. Kawasan Rawan Bencana Alam. 4.10.4.a. Rawan Longsor

Kawasan rawan beancana tanah longsor umumnya terjadi akibat proses perpindahan masa tanah oleh air pada wilayah yang mempunyai topograpi yang curam. Rawan longsor ini terjadi disepanjang jalan antara Gayo Lues ke Aceh Tenggara. Longsor ini terjadi apabila hujan turun dengan derasnya. (musim Penghujan).

4.10.4.b. Rawan Banjir.

Wilayah rawan banjir ditemui diwilayah dataran sepanjang Kerueng Tripe. Banjir ini terjadi akibat penggundulan hutan dihulu sungai. Selain itu, bentuk sungai yang tidak lurus sehingga terhanbatnya aliran air, sehingga diwaktu hujan sering air meluap keatas permukaan sungai. Dengan kejadian banjir ini sering daerah pertanian terendam gagal panen. Analisis kesesuaian lahanpada daerah rawam banjir ini meliputi :

- Pengelolaan pertanian pada wilayah yang relatif tinggi dengan


(62)

- Pengelolaan kawasan kritis mengadakan penghijauan kembali (Reboisasi).

- Perlu adanya penerapan sepadan sungai secara tegas dan penentuan

jenis tanaman disepadan sungai.

4.11. Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang kondisi fisik dan potensi sumber daya alamnya dapat dan perlu dimanfaatkan guna kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan. Kawasan budi daya yang dianalisis terdiri dari kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan tanaman industri, kawasan pariwisaata dan kawasan permukiman. Hasil analisis untuk pungsi hutan dengan menggunakan sistem tumpang susun disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.17. Tabel Fungsi Hutan Pada Masing-Masing Kategori.

LUAS PENGGUNAAN LAHAN (Ha) DI KECAMATAN N O JENIS PENGGUNAAN BLANG KEJEREN PINDING KUTA PANJANG RIKIT GAIB TERA NGON TOTAL (HA) (%)

1 Pemukiman 663 64 262 127 163 1.279 0.22

2 Sawah 4.973 713 4.082 1.554 2.900 14.222 2.49

3 Tanaman Pertanian

lahan kering

663 13 2.101 304 17 3.098 0.54

4 Holtikultura 3.438 3.215 1.519 720 359 9.251 1.62

5 Perkebunan 5.295 7.183 1.976 2.895 10.782 28.131 4.92

6 Peternakan 18 8 331 1.199 779 2.335 0.41

7 Hutan tanaman industri

847 132 4.127 0 5.023 10.129 1.77

8 Hutan produksi terbatas

23.182 21.410 7.411 20.906 23.956 96.865 16.94

9 Hutan llindung 31.537 68.853 12.313 31.832 66.436 210.971 36.89

10 TNGL 127.527 31.398 36.425 0 327 195.677 34.21

Luas kecamatan 198.143 132.989 70.547 59.537 110.742 571.958 100.00 Sumber : Bappeda Kab. Gayo Lues. 2003.

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam dan unsur penentu peyangga kehidupan. Serta dapat memberikan manfaat yang cukup besar bagi kemakmuran masyarakat sehingga hutan perlu dikelola secara bijaksana agar


(63)

berbagai pungsi hutan dapat dipertahankan secara lestari. Agar dapat memenuhi fungsi utamanya keberadaan hutan harus pada tingkat luasan yang cukup dan letaknya pada tempat yang tepat, serta dikelola secara baik dan benar.

Dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten Gayo lues kawasan dibagi tiga yakni kawasan lindung, kawasan budi daya pertanian, dan kawasan budi daya non pertanian. TNGL. Kawasan hutan berada pada kawasan lindung dan kawasan TNGL, Luas kawasan hutan di wilayah Kabupaten Gayo Lues mencakup + 106.994 ha atau 18.71 %. Dari luas wilayah kab. Gayo lues, termasuk kedalam hutan produksi dan hutan tanman industri yang dikelola oleh perhutani. Luasan ini masih belum ideal sebagai penyeimbang ekosistem dalam suatu DAS, dimana UU no.41 thn 1999 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan menyebutkan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai.dengan sebaran yang profesional.

Tabel. 4.18. Kawasan Hutan Saat Ini Menurut Kecamatan Di Kabupaten Gayo Lues.

Kawasan hutan No Kecamatan

Hutan t.industri Hutan prod.terbatas

Jumlah

1 Blangkejeren 847 23182 24029

2 Pinding 132 21410 21542

3 Kuta panjang 4127 20906 11538

4 Rikit gaib 0 23956 20906

5 Trangon 5023 96865 28979

juumlah 10.129 106.994

Sumber : Bappeda Kab. Gayo Lues. 2003

Secara kebutuhan bila dilihat dari luasan kedua jenisa kawasan yang dilindungi yaitu kawasan lindung dan TNGL, maka sebagian besar Kab.Gayo Lues tidak dapat diusahakan dengan bebas artinya keterkaitan dengan lingkungan sangat perlu mendapat perhatian secara serius.


(1)

Lampiran 3.5: Peta Kawasan Budi Daya Kabupaten Gayo Lues

Fauzul Iman: Analisis Dan Strategi Pemanfaatan Ruang Di Kabupaten Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam, 2007. USU e-Repository © 2008


(2)

Lampiran 3.6 : Peta Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Basah Kabupaten

Gayo Lues


(3)

Lampiran 3.7 : Peta Rencana Kepadatan Penduduk BWK kota Blangkejeren Tahun 2013 Kabupaten Gayo Lues

Fauzul Iman: Analisis Dan Strategi Pemanfaatan Ruang Di Kabupaten Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam, 2007. USU e-Repository © 2008


(4)

(5)

Lampiran 3.9 : Peta Arahan Fungsi Hutan Kabupaten Gayo Lues.

Fauzul Iman: Analisis Dan Strategi Pemanfaatan Ruang Di Kabupaten Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam, 2007. USU e-Repository © 2008


(6)