Konsep Dasar Skabies TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Skabies

1.1 Pengertian Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau mite Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung yaitu, melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung atau apapun yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya. Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari, siku, selangkangan. Skabies identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila Universitas Sumatera Utara dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies Yosef, 2007 . 1.2 Epidemiologi Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 - 27 populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja Sungkar, 1995. Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Pada tahun 1985, Behl menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak desa-desa Indian adalah 100. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun 45 sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak yang berusia 9 tahun. Di India, Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada anak yang berusia 5 tahun. Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua golongan umur Barakbah, 2008. Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau Universitas Sumatera Utara lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28 pada suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42. Dua tahun kemudian dilakukan survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang. Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90 penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986 survei di Indian lainnya berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa prevalensi skabies anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61 dan pada bayi yang kurang dari 1 tahun adalah 84 Barakbah, 2008 Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun Harahap, 2000. Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6-12,9, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUIRSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77 dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6 dan 3,9. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai Depkes. RI, 2000. Universitas Sumatera Utara 1.3 Etiologi Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi perkawinan yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur Universitas Sumatera Utara sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari Handoko, 2001. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi Mulyono, 1986. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang Andrianto Tie, 1989. 1.4 Patogenesi Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau Handoko, 2001. Universitas Sumatera Utara 1.5 Cara Penularan Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama Brown, 1999. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama- sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada Benneth, 1997. Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas- fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak Universitas Sumatera Utara langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk Meyer, 2000. 1.6 Gejala Klinis Skabies Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa carrier. Adanya terowongan kunikulus pada tempat-tempat predileksi yang bewarna putih keabu- abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf pustul, ekskoriasi, dan lain-lain. Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame wanita, umbilicus, bokong, genetalia eksterna pria, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan satu atau Universitas Sumatera Utara lebih stadium hidup tungau ini. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit. Mawali, 2000. 1.7 Klasifikasi Skabies Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia adalah sebagai berikut :a. Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. b. Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka. c. Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.d. Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies. e.Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat Universitas Sumatera Utara menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respons imun selular. f. Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. g. Skabies krustosa Norwegian Scabies, lesinya berupa gambaran eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental Down’s syndrome, sensasi kulit yang rendah lepra, syringomelia dan tabes dorsalis, penderita penyakit sistemik yang berat leukemia dan diabetes, dan penderita imunosupresif Emier, 2007 1.8 Diagnosa Skabies . Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula, urtika, dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi sekunder oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes Mawali, 2000. Diagnosis ditegakkan atas Universitas Sumatera Utara dasar: 1. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. 2. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame wanita, umbilicus, bokong, genetalia eksterna pria. Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit. 3. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang efektif. 4. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat Mawali, 2000. Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan larutan KOH 10 persen selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali. Cara lain adalah dengan meneteskan minyak immesi pada lesi, dan epidermis diatasnya dikerok secara perlahan-lahan Mawali, 2000. 1.9 Pengobatan Skabies Universitas Sumatera Utara Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT Diclhoro Diphenyl Trichloroetan. Pengobatan lain adalah dengan mengolesi salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama 10 jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfurbelerang karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies Sadana, 2007. 1.10 Prognosis Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis yang baik Harahap, 2000.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan

11 68 64

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren Di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

4 64 115

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suspect Skabies Pada Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

3 51 135

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD Hubungan Antara Penyakit Skabies Dengan Tingkat Kualitas Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD Hubungan Antara Penyakit Skabies Dengan Tingkat Kualitas Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

0 4 14

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MAKMUR TUNGKAR KABUPATEN 50 KOTA TAHUN 2011.

0 0 12

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN VITAL EXHAUSTION PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER | Karya Tulis Ilmiah

0 0 3

A. PENDAHULUAN. - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PENYAKIT KULIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH SUKOREJO SUMBEREJO SITUBOND

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar Skabies - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe

0 0 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT SKABIES PADA SANTRI PONDOK PESANTREN AL-AZIZIYAH KAPEK GUNUNG SARI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 - Repository UNRAM

0 5 9