Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN

AR-RAUDHATUL HASANAH MEDAN

SKRIPSI Oleh

Saipul Bahri Tanjung 081121051

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan Nama : Saipul Bahri Tanjung

NIM : 081121051

Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2010

Tanggal Lulus : 03 Juli 2010

Pembimbing Penguji I

……… ………....

Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS Ismayadi, S.Kep, Ns NIP. 1967 1215200003 2001 NIP. 1975 0629200212 1 002

Penguji II

……… Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS NIP. 1975 0220200112 2001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan untuk kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan,

Pembantu Dekan I

……….. Erniyati, S.Kp, MNS


(3)

Judul : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan Nama : Saipul Bahri Tanjung

NIM : 081121051

Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2010

ABSTRAK

Pesantren atau Pondok Pesantren adalah sekol dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren memang berisiko mudah tertular berbagai penyakit kulit, khususnya penyakit skabies.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies pada santri di pesantren Ar- Raudhatul Hasanah Medan. Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, dengan teknik simple random sampling terhadap 108 responden yang pernah atau sedang mengalami skabies. Hasil penelitian ini menunujukkan gambaran kebersihan diri santri, perilaku, lingkungan, budaya dan sosial ekonomi santri. Hasil penelitian yang diperoleh tentang kebersihan diri terdapat (87,04%) responden mengatakan kadang-kadang mandi dua kali dalam sehari, sebanyak (68,48%) responden mengatakan kadang-kadang menggunakan sepatu yang kering. Begitu juga dengan perilaku kesehatan santri tentang skabies, sebanyak (43,52%) responden mengatakan sering saling tukar pakaian dengan teman sekamar, sebanyak (53,70%) responden mengatakan sering menggunakan handuk bersama-sama saat mandi, sehingga perilaku yang buruk akan memudahkan terjadinya penularan penyakit skabies.

Lingkungan yang sehat juga kurang mendapat perhatian, karena sebanyak (100%) responden yang mengatakan selalu tidur satu ruangan beramai-ramai dan saling berhimpitan, (100 %) responden mengatakan selalu mandi dengan air yang berada di bak besar bersama teman-teman. Budaya yang kurang berkembang akan berakibat terhadap kesehatan, dapat dilihat dari (56,48%) responden mengatakan selalu tidak mandi jika sakit. Begitu juga dengan perekonomian santri sebanyak (43,52%) responden mengatakan selalu meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun.


(4)

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang dengan pertolongan-Nya selalu menyertai penulis sehingga penulis dapat menyusun skripsi dengan judul ”Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Ar-Raudatul Hasanah Medan.“ Dan juga kepada Rasullah SAW sebagai uswatun hasanah, semoga kita memperoleh syafaatnya dikemudian kelak.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU Bapak dr. Ardinata, M.Kes.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan, terutama Bapak dr. Raja selaku kepala poliklinik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak M Sukri Tanjung S.Kep, Ns dan Bapak Ismayadi S.Kep, Ns selaku motivator bagi saya yang telah memberikan berbagai masukan dalam penyelesaian skripsi ini, seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama perkuliahan berlangsung.

Terkhusus buat keluargaku yang selalu berdo’a untukku dan memberikan bantuan moril maupun materil yaitu ayah dan mamakku tercinta, buat


(5)

saudara-saudariku abang M Riduan, abang Imsar, abang Usnan, kakak Tetti, kakak Lisma dewi dan adikku Risma wati, serta Eva Hardiana Hasibuan.

Terimakasih juga buat sahabat-sahabatku Apipuddin, Arif Santana, Mahzar Wahyudi, Yusuf, Iman Purba, Fakhri, Ilwan, Yoga, Ginda, teman-teman seperjuangan D-III Keperawatan 2005 dan PSIK- B 2008 yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi untuk terus maju serta teman-temanku dimanapun berada yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Akhirkata penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Medan, 03 Juli 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... … ii

Abstrak ... ……….. iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Skema ... viii

Daftar Tabel ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian ... 4

4.1. Bagi Praktisi Keperawatan ... 4

4.2. Bagi Santri ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kejadian Skabies ... 5

1.1 Pengertian Skabies ... 5

1.2 Epidemiologi Skabies……… 6

1.3 Etiologi Skabies ... 7

1.4 Patogenesis Skabies ... 9

1.5 Cara Penularan Skabies ... 9

1.6 Gejala Klinis Skabies ... 10

1.7 Klasifikasi Skabies ... 11

1.8 Diagnosa Skabies ... 13

1.9 Pengobatan Skabies ... 14

1.10 Prognosis ... 15

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ... 16

2.1 Kebersihan Diri ... 16

a. Kebersihan Kulit ... 16

b. Kebersihan Tangan dan Kuku ... 17

c. Kebersihan Kaki ... 18

d. Kebersihan Genitalia ... 18

2.2 Perilaku ... 19

2.3 Kebersihan Lingkungan ... 20

2.4 Budaya ... 20


(7)

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual ... 22

2. Defenisi Operasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 25

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 26

5. Instrumen Penelitian ... 27

6. Realibilitas Instrumen ... 28

7. Pengumpulan Data ... 28

8. Analisa Data ... 29

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 30

2. Pembahasan ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 45

2. Saran... 45 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian 2. Instrumen Penelitian

3. Anggaran Biaya Penelitian

4. Surat keterangan selesai penelitian dari poliklinik Pesantre Ar-Raudhatul Hasanah Medan


(8)

DAFTAR SKEMA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan (N=108)……….. 31 Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor

Kebersihan Diri (N=108)………. 33 Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor Perilaku

(N=108)……… 34 Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor

Kebersihan lingkungan (N=108)……… 35 Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor budaya

(N=108)……….. 36 Tabel 6 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor sosial


(10)

Judul : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan Nama : Saipul Bahri Tanjung

NIM : 081121051

Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2010

ABSTRAK

Pesantren atau Pondok Pesantren adalah sekol dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren memang berisiko mudah tertular berbagai penyakit kulit, khususnya penyakit skabies.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies pada santri di pesantren Ar- Raudhatul Hasanah Medan. Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, dengan teknik simple random sampling terhadap 108 responden yang pernah atau sedang mengalami skabies. Hasil penelitian ini menunujukkan gambaran kebersihan diri santri, perilaku, lingkungan, budaya dan sosial ekonomi santri. Hasil penelitian yang diperoleh tentang kebersihan diri terdapat (87,04%) responden mengatakan kadang-kadang mandi dua kali dalam sehari, sebanyak (68,48%) responden mengatakan kadang-kadang menggunakan sepatu yang kering. Begitu juga dengan perilaku kesehatan santri tentang skabies, sebanyak (43,52%) responden mengatakan sering saling tukar pakaian dengan teman sekamar, sebanyak (53,70%) responden mengatakan sering menggunakan handuk bersama-sama saat mandi, sehingga perilaku yang buruk akan memudahkan terjadinya penularan penyakit skabies.

Lingkungan yang sehat juga kurang mendapat perhatian, karena sebanyak (100%) responden yang mengatakan selalu tidur satu ruangan beramai-ramai dan saling berhimpitan, (100 %) responden mengatakan selalu mandi dengan air yang berada di bak besar bersama teman-teman. Budaya yang kurang berkembang akan berakibat terhadap kesehatan, dapat dilihat dari (56,48%) responden mengatakan selalu tidak mandi jika sakit. Begitu juga dengan perekonomian santri sebanyak (43,52%) responden mengatakan selalu meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pesantren atau Pondok Pesantren adalah sekolah (Islamic boarding school) dan pendidikan umum yang persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum. Para pelajar pesantren disebut sebagai tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut Lurah Pondok (Ponpes, 2008).

Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tenta pesantren telah memainkan peranan yang penting dalam beberapa negara, khususnya beberapa negara yang banyak pemeluk agama Islam di dalamnya. Pesantren menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka, agar dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga

Selama tinggal berpisah dengan orang tua maka santri akan tinggal bersama-sama dengan teman-teman dalam satu asrama, kehidupan berkelompok yang akan dijalani dengan berbagai macam karakteristik para santri dan dalam kehidupan berkelompok masalah yang dihadapi adalah


(12)

pemeliharaan kebersihan, yaitu kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan kaki, kebersihan lingkungan dan kebersihan pakaian (Badri, 2008).

Perilaku hidup bersih dan sehat terutama kebersihan perseorangan di pondok pesantren pada umumnya kurang mendapatkan perhatian dari santri (Depkes, 2007). Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren memang berisiko mudah tertular berbagai penyakit kulit, khususnya penyakit skabies. Penularan terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur di bawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk (Depkes, 2007)

Hal inilah umumnya menjadi penyebab timbulnya penyakit skabies. Faktor yang mempengaruhi penularan penyakit skabies adalah sosial ekonomi yang rendah, kebersihan perseorangan yang buruk, , perilaku yang tidak mendukung kesehatan, hunian yang padat, tinggal satu kamar, ditambah kebiasaan saling bertukar pakaian, handuk, dan perlengkapan pribadi meningkatkan risiko penularan (Badri, 2008).

Survey yang diperoleh dari pesantren Poliklinik Ar-Rhaudatul Hasanah tiap tahunnya angka kejadian penyakit scabies pada santri tetap terjadi dari tahun ke tahun (Ponpes, 2008). Terdapat kejadian penyakit scabies


(13)

85 kasus pada tahun 2006, dan 92 kasus pada tahun 2007, serta 78 kasus pada tahun 2008.

Kejadian penyakit skabies disebuah pondok pesantren di jakarta mencapai 78,70%, dikabupaten Pasuruan kejadian penyakit skabies sebesar 66,70% (Depkes, 2000). Kejadian penyakit skabies tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian penyakit skabies di negara berkembang yang hanya 6-27% atau prevalensi penyakit skabies di Indonesia sebesar 4,60-12,95% saja (Kuspriyanto, 2002).

. Kebanyakan santri yang terkena penyakit skabies adalah santri baru yang belum dapat beradaptasi dengan lingkungan, sebagai santri baru yang belum tahu kehidupan di pesantren membuat mereka luput dari kesehatan, mandi secara bersama-sama, saling tukar pakaian, handuk, dan sebagainya yang dapat menyebabkan tertularnya penyakit skabies (Ponpes, 2008).

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Ar-Rhaudatul Hasanah Medan”.

2. Pertanyaan Penelitian

Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kejadian skabies pada santri di Pondok Pesanten Ar-Rhaudatul Hasanah Medan.

3. Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi gambaran faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian skabies pada santri di pesantren.


(14)

4.1. Bagi Praktisi Keperawatan

Hasil penelitian ini merupakan fakta yang dapat digunakan sebagai informasi tambahan tentang perawatan diri dan dapat mendeteksi lebih dini faktor-faktor terjadinya skabies.

4.2. Bagi Santri

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para santri dan pengelola pesantren Ar-Rhaudatul Hasanah Medan tentang adanya resiko kejadian skabies dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kejadian Scabies

1.1. Pengertian Scabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya. Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari, siku, selangkangan. Skabies identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies (Yosefw, 2007).


(16)

1.2. Epidemiologi.

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja (Sungkar, 1995). Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985 menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak de desa-desa Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun. Di India, Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada anak dibawah 5 tahun. Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua golongan umur (Maibach, 1997)

Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian dilakukan survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang. Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986 survei di Indian lainnya berpenduduk 756 orang didapatkan


(17)

bahwa prevalensi skabies anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61% dan pada bayi yang kurang dari 1 tahun adalah 84% (Orkin, 1997)

Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000)

Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000).

1.3. Etiologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih


(18)

kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari (Handoko, 2001).

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi (Mulyono, 1986).


(19)

Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Andrianto & Tie, 1989).

1.4. Patogenesis.

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2001).

1.5. Cara Penularan.

Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual


(20)

meskipun bukan merupakan akibat utama (Brown, 1999).

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada (Benneth, 1997).

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).

1.6. Gejala Klinis Skabies

a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,


(21)

serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

e. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit.


(22)

1.7. Klasifikasi Skabies

Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia adalah sebagai berikut :(a). Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. (b). Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka. (c). Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.(d). Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas.

Tempat yang sering dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies. (e).Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respons imun selular. (f). Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur


(23)

dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (g). Skabies krustosa ( Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif (Emier, 2007). 1.8. Diagnosa Skabies

Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula, urtika, dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi sekunder oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes (Mawali, 2000).

Diagnosis ditegakkan atas dasar : (1). Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. (2). Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif,


(24)

sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit. (3). Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang efektif. (4). Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat (Mawali, 2000).

Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan larutan KOH 10 persen selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali. Cara lain adalah dengan meneteskan minyak immesi pada lesi, dan epidermis diatasnya dikerok secara perlahan-lahan (Mawali, 2000).

1.9. Pengobatan Skabies

Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain adalah dengan mengolesi salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama 10 jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering.


(25)

Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang

terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies (Sadana, 2007). Selain itu, obat tradisional juga berkhasiat dalam menangani

pengobatan Skabies. Misalnya, khasiat tanaman obat permot (Passiflora foeltida) melalui aplikasi secara topical atau dengan menggosok-gosokkan pada kulit yang terserang skabies, mengakibatkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit, sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan diabsorbsi ke dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat yang memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam hidrosianat dan alkaloid (Ken, 1992 & Wijayakusuma, 1995). 1.10. Prognosis.

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis yang baik (Harahap, 2000).


(26)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian skabies

Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko mudah tertular berbagai penyakit skabies. Penularan terjadi melalui dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun yang termasuk faktor internal adalah kebersihan diri, perilaku, dan yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan, budaya dan sosial ekonomi.

2.1. Kebersihan Diri

Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku, kebersihan kaki dan kebersihan genitalia (Badri, 2004).

Banyak manfaat yang dapat di petik dengan merawat kebersihan diri, memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan (Wartonah, 2003)

a. Kebersihan Kulit

Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit (Wartonah, 2003)

Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Kulit juga penting bagi produksi


(27)

vitamin D oleh tubuh yang berasal dari sinar ultraviolet. Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu dijaga kesehatannya (Wijayakusuma, 2004). Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies ( Juanda, 2000).

Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah : 1). Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis. 2). Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah selesai kegiatan tersebut. 3). Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari. 4). Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akan menyebabkan iritasi dan infeksi. 5). Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk yang sama dengan orang lain (Webhealthcenter, 2006).

b. Kebersihan tangan dan kuku

Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas. 1). Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke


(28)

kamar mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung tangan. 2). Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari. 3). Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan. 4). Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit (Webhealthcenter, 2006).

c. Kebersihan Kaki

Para santri selalu memakai sepatu setiap hari. Sehingga kaki akan selalu berada pada tempat tempat yang tertutup. Para santri dianjurkan menjaga kebersihan kakinya dengan selalu memakai sepatu dan kaus kaki yang kering agar terhindar dari penyakit kulit skabies, karena sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat yang lembab dan tertutup (Webhealthcenter, 2006).

d. Kebersihan Genitalia

Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti penjelasan, bila


(29)

ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih. Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan belakang ke depan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur) akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Selain kebersihan genital, peningkatan gizi juga merupakan hal yang penting untuk tumbuh kembang anak. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu seringlah menganti celana dalam (Safitri, 2008).

2.2. Perilaku

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik dirumah tangga, institusi-institusi maupun tempat-tempat umum. Kebiasaan menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Dinkes Prov. NAD,2005)

Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian yang kurang bersih dan saling bertukar-tukar pakaian dengan teman satu kamar. Hal itulah yang tidak diperhatikan serius oleh pimpinan pondok pesantren dan santri itu sendiri. Para santri dapat menghindari penyakit skabies dengan menjaga kebersihan pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur


(30)

pakaian sampai kering dibawah terik matahari. Dan jangan menggunakan pakaian yang belum kering atau lembab. Biasakan mencuci sedikit tapi sering (Emier, 2007)

2.3. Lingkungan

Kebersihan lingkungan adalah kebersiha bekerja, dan berbagai sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara membersihka mengepel membuang kebersihan halaman dan selokan, dan membersihkan jalan di depan asrama dari sampah (Ponpes, 2007).

Penularan penyakit skabies terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur di bawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk (Depkes, 2007)

2.4. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan. Sehingga skabies sangat mudah berkembang pada tempat disela-sela tubuh karena tidak dibersihkan. Padahal jika rajin mandi


(31)

kemungkinan besar skabies akan susah berkembang ditubuh manusia. Seharusnya jika sebagian budaya tidak membolehkan mandi bagi orang yang sakit maka dapat dibersihkan dengan cara mengelap bagian tubuh dengan handuk yang basah. Terutama pada tempat-tempat yang mudah dihinggapi skabies.

2.5. Sosial Ekonomi

Kebersihan diri memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. Yang menjadi penghambat saat pencegahan penyakit skabies adalah keterlambatan atau kurangnya uang kebutuhan yang dikirim orangtua untuk para santri selama diasrama tiap bulannya. Dan banyak para santri yang saling tukar alat mandi sampai kiriman tiba. Sebagian dari santri apabila belum mendapatkan kiriman dari orangtuanya mereka mandi tanpa menggunakan sabun atau sampo. Apabila saat mandi kurang bersih maka penyakit scabies akan semakin mudah menyerang tubuh para santri.


(32)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini, kerangka konseptual yang ditampilkan menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian skabies pada santri di pondok pesantren. Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko mudah tertular berbagai penyakit, khususnya penyakit kulit. Penularan terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik.

Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang tidak memperhatikan kebersihan, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan ruangan yang lembab, ventilasi belum memadai dan sanitasi buruk. Ditambah lagi dengan perilaku hidup yang tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur di bawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi antar penghuni pesantren, seperti sisir, handuk, dan lain-lain (Depkes, 2007).

Ada dua faktor yang mempengaruhi kejadian skabies yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi, Kebersihan diri, perilaku dan faktor eksternal meliputi, lingkungan, budaya, dan faktor sosial ekonomi.


(33)

Skema 1. Kerangka konsep penelitian tentang “ Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies pada santri di pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan :

2. Defenisi Operasional

Skabies merupakan penyakit kulit sering dijumpai pada santri di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan.

Kebersihan diri adalah usaha kesehatan yang dilakukan para santri dilingkungan pesantren agar terhindar dari penyakit menular skabies.

Perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan santri setiap hari yang akan sangat berpengaruh dalam penyebaran penyakit menular skabies apabila perilaku santri kurang baik, misalnya saling tukar pakai, handuk, sisir, sabun dan lain sebagainya.

Lingkungan pesantren adalah tempat dimana santri beraktivitas sehari-hari, kebersihan lingkungan yang tidak baik akan mempengaruhi belajar santri dan membuat santri tidak betah tinggal dipesantren.

Budaya adalah adat isitiadat yang harus kita hargai walau budaya itu sangat bertentangan dengan kesehatan, seperti jangan mandi jika sedang demam.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Faktor Internal :

• Kebersihan Diri

• Perilaku

Faktor Eksternal :

• Kebersihan Lingkungan

• Budaya


(34)

Sosial ekonomi adalah pendapatan atau kiriman santri yang dikirim setiap bulan, apabila kiriman terlambat maka santri tidak dapat membeli peralatan mandi dan akan meminjam sabun mandi teman, sehingga akan memudahkan tertular penyakit scabies.


(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Ar-Raudatul Hasanah Medan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah para santri di Pondok Pesantren Ar Raudatul Hasanah Medan, dengan jumlah populasi sebanyak 1080 orang.

2.4.Sampel Penelitian

Pada penelitian ini pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan teknik random sampling sesuai dengan kriteria peneliti. Penentuan jumlah sampel dengan jumlah populasi lebih dari 1000 dapat menggunakan 10%-20% dari populasi dipandang sudah cukup (Nursalam, 2003).

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah santri di Pesantren Ar-Raudathul Hasanah Medan, pernah menderita scabies, dan bersedia menjadi responden penelitian.


(36)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Ar-Raudatul Hasanah Medan, dengan alasan bahwa tempat ini merupakan salah satu pesantren yang mempunyai jumlah santri banyak yang mengalami atau menderita skabies. Waktu penelitian ini dilaksanakan berlangsung selama kurang lebih dua minggu.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden. Jika calon responden bersedia maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan (informed consent) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Bila responden tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan, maka responden dapat memberikan persetujuan secara lisan (verbal). Jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data langsung.

Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada instrumen penelitian tetapi hanya menuliskan nomor kode yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan semua informasi yang diberikan. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(37)

5. Instrumen Penelitian 5.4.Kuesioner

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka Widyarini (2005) dan Mubarok (2005). Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu, kuisioner data demografi dan kuisioner faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian scabies.

Kuesioner data demografi responden meliputi : Nama (inisial) , jenis kelamin, usia, kelas, asal daerah, dan suku. Kuisioner untuk menilai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies dengan menggunakan jawaban pilihan “tidak pernah (TP), kadang-kadang (KD), sering (SR), dan selalu (SL). Pertanyaan terdiri dari 25 butir yang terdiri dari 9 pertanyaan mewakili kebersihan diri (pertanyaan 1-9), 7 pertanyaan mewakili perilaku (pertanyaan 10-16), 5 pertanyaan mewakili kebersihan lingkungan (pertanyaan 17-21), 2 pertanyaan mewakili budaya (pertanyaan 22-23), 2 pertanyaan sosial ekonomi (pertanyaan 24-25). Penilaian kuesioner menggunakan skala likert dengan jawaban pertanyaan negatif dan positif. Untuk pernyataan negatif tidak pernah (TP) bernilai 1, kadang-kadang (KD) bernilai 2, sering (SR) bernilai 3, dan selalu (SL) bernilai 4. Dan untuk pernyataan positif tidak pernah (TP) bernilai 4, kadang-kadang (KD) bernilai 3, sering (SR) bernilai 2, dan selalu (SL) bernilai 1. Kategori ini dibuat berdasarkan rumus Sudjana (1992).


(38)

6. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui kekuatan instrumen ini dilakukan uji reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas internal karena memiliki kelebihan yaitu pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen kepada satu subjek studi. (Azwar,2003.)

Untuk kuesioner kejadian skabies dengan lembaran cheklist dengan menggunakan rumus Alpha dengan program komputerisasi.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti terlebih mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan) Universitas Sumatera Utara, setelah itu surat izin yang diperoleh, diajukan ke Kepala Dinas Kesehatan kota Medan dan kemudian permohonan izin penelitian dikirim ke Pimpinan Pondok Pesantren Ar-Raudatul Hasanah Medan. Kemudian peneliti menentukan calon responden yang memenuhi kriteria, maka akan dipilih sabagai responden sesuai dengan keinginan peneliti.

Setelah mendapatkan responden, peneliti menjelaskan pada responden tentang tujuan, manfaat dan cara pengisian kuesioner, kemudian responden di minta untuk menandatangani surat persetujuan (Informed Concent) ataupun memberikan persetujuan secara lisan. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti selama 30 menit, diisi langsung tanpa dibawa pulang dan diberikan kesempatan untuk bertanya apabila ada yang tidak dimengerti. Dalam melakukan pengumpulan data dilakukan sendiri


(39)

oleh peneliti. Setelah semua responden mengisi kuesioner yang diberikan, maka peneliti mengumpulkan data untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian data yang sesuai diberi kode (koding) untuk memudakan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya memasukkan (entry) data ke dalam komputer dan melakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi (Danim, (2003).

Pengolahan data demografi yang meliputi : usia, jenis kelamin, kelas, asal daerah dan suku. Lamanya menderita scabies dan durasi dalam satu tahun dilakukan secara statistik deskriptif yang ditampilkan dalam frekuensi dan presentase dan tidak dianalisa.


(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan menggambarkan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dari tanggal 25 Mei sampai dengan 15 Juni 2010 dengan jumlah responden 108 orang. Penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini akan menguraikan gambaran data demografi responden dan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies pada santri di pondok pesantren Ar- raudhatul hasanah Medan.

Data Demografi Responden

Tabel 1. menunjukkan bahwa mayoritas usia responden ada pada kelompok umur (12 tahun) sebanyak 27 orang (25,00%pada umur (13 dan 14 tahun) masing-masing sejumlah 14 orang (12,96%) pada umur (15 dan 16 tahun) masing-masing sejumlah 11 orang (10,19%) pada umur (17 tahun) sejumlah 12 orang (11,11%), pada umur (18 tahun) sejumlah 15 orang (13,89%) dan pada umur (19 tahun) sebanyak 4 orang (3,70%). Berdasarkan jenis kelamin, seluruhnya pria (100%). Seluruh responden beragama islam (100%). Sebagian besar responden kelas 1 sebanyak 32 orang (29,63%) dan mayoritas responden berasal dari luar Medan sebanyak 71 orang (65,74%), dan mayoritas suku responden adalah suku batak sebanyak 34 orang (31,48%).


(41)

Tabel 1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan (N=108)

Data Demografi Frekuensi Persentase

Umur

12 27 25,00%

13 14 12,96%

14 14 12,96%

15 11 10,19%

16 11 10,19%

17 12 11,11%

18 15 13,89%

19 4 3,70%

Jenis Kelamin

Pria 108 100%

Wanita 0 0%

Kelas

1 32 29,63%

2 16 14,81%

3 16 14,81%

4 15 13,89%

5 25 23,15%

6 4 3,70%

Agama

Islam 108 100%

Asal Daerah

Medan 37 34,26%

Luar Medan 71 65,74%

Suku

Batak 34 31,48%

Minang 4 3,70%

Jawa 27 25,00%

Aceh 27 25,00%

Melayu 10 9,26%


(42)

1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan.

1.2.1. Faktor Kebersihan Diri

Dari faktor kebersihan kulit kebanyakan 94 (87,04%) responden mengatakan kadang-kadang mandi dua sampai tiga kali sehari, 4 (3,70%) responden menyatakan kadang-kadang mandi dengan menggunakan sabun, 53 (49,07%) responden menyatakan Selalu mandi saling bersentuhan dengan teman karena ruang mandi yang sempit.

Untuk kebersihan tangan dan kuku pada umumnya santri kadang-kadang memotong kuku jika kuku sudah panjang sebanyak 30 (27,78%), dan 25 (23,15%) responden tidak pernah membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun.

Hasil penelitian untuk faktor kebersihan kaki, responden kadang-kadang menggunakan alas kaki yang kering sebanyak 74 (68,48%), dan sebanyak 52 (48,15%) responden sering saling bertukar alas kaki dengan teman-temannya.

Sebanyak 65 (60,19%) responden kadang-kadang membersihankan alat genital saat mandi dan sebanyak 10 (9,26%) responden mengatakan tidak pernah membersihkan alat genital setiap selesai BAB/BAK dengan menggunakan sabun.


(43)

Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor Kebersihan Diri (N=108)

Pernyataan Kebersihan Diri

Angka Kejadian Skabies TP n(%) KD n(%) SR n(%) SL n(%) Saya mandi dua sampai

tiga kali setiap hari

0 (0) 94 (87,04) 14 (12,96) 0 (0) Saya mandi dengan

menggunakan sabun

0 (0) 4 (3,70) 11 (10,19) 93 (86,11) Saya mandi saling

bersentuhan dengan teman karena ruang mandi sempit

8 (7,41) 15 (13,89) 32 (29,63) 53 (49,07) Saya memotong kuku jika

sudah panjang

1 (0,93) 30 (27,78) 54 (50,00) 23 (21,30) Saya membersihkan kuku

dengan menyikat atau menggunakan sabun

25 (23,15) 63 (58,33) 13 (12,04) 7 (6,48) Saya menggunakan alas

kaki yang kering setiap hari

7 (6,48) 74 (68,48) 16 (14,81) 11 (10,19) Saya saling bertukar alas

kaki dengan teman-teman

24 (22,22) 25 (23,15) 52 (48,15) 7 (6,48) Saya membersihkan alat

genital saat mandi

4 (3,70) 65 (60,19) 15 (13,89) 24 (22,22) Saya membersihkan alat

genital setiap selesai BAB/BAK dengan sabun

10 (9,26) 44 (40,74) 23 (21,30) 31 (28,70)

1.2.2. Faktor Perilaku

Dari faktor perilaku sebanyak 31 (28,70%) responden mengatakan kadang-kadang mengganti pakaian sehabis mandi, dan kadang-kadang mengganti pakaian dalam sehabis mandi sebanyak 35 (32,41%), untuk menjemur pakaian dibawah sinar matahari responden mengatakan kadang-kadang sebanyak 13 (12,04%), dan 47 (43,52%) responden mengatakan sering saling bertukar pakaian dengan teman sekamar, 58 (53,70%) responden mengatakan sering menggunakan handuk teman saat mandi jika handuk miliknya kotor, dan 49 (45,37%) responden mengatakan kadang-kadang menjemur kasur dibawah sinar matahari seminggu sekali.


(44)

Bahkan ada 35 (32,41%) responden yang mengatakan tidak pernah menjemur kasur selama berada di pesantren. Dan terdapat 25 (23,15%) yang tidak pernah berobat keklinik jika terkena skabies.

Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor Perilaku (N=108)

Pernyataan Perilaku

Angka Kejadian Skabies TP n(%) KD n(%) SR n(%) SL n(%) Saya mengganti pakaian

dalam sehabis mandi

1 (0,93) 31 (28,70) 35 (32,41) 41 (37,96) Saya mengganti pakaian

sehabis mandi

0 (0) 35 (32,41) 43 (39,81) 30 (27,78) Saya menjemur pakaian

dibawah sinar matahari

2 (1,85) 13 (12,04) 28 (25,93) 65 (60,19) Saya saling tukar pakaian

dengan teman sekamar

27 (25,00) 28 (25,93) 47 (43,52) 6 (5,56) Saya menggunakan handuk

bersama-sama saat mandi

15 (13,89) 25 (23,15) 58 (53,70) 10 (9,26) Saya menjemur kasur

dibawah sinar matahari dua minggu sekali

35 (32,41) 49 (45,37) 10 (9,26) 14 (12,96) Saya berobat ke klinik jika

terkena skabies


(45)

1.2.3. Faktor Kebersihan Lingkungan

Untuk faktor kebersihan lingkungan sebanyak 11 (10,19%) responden mengatakan kadang-kadang membuka jendela setiap pagi, 15 (13,89%) responden mengatakan tidak pernah membersihkan atau menata tempat tidur, sebanyak 108 (100%) responden mengatakan tidur beramai-ramai dalam satu ruangan yang padat, dan 42 (38,89%) responden mengatakan selalu tidur berpindah-pindah sesuai kemauan responden, serta 108 (100%) responden mengatakan mandi dengan air yang berada di bak besar bersama dengan teman-teman.

Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor Kebersihan lingkungan (N=108)

Pernyataan Kebersihan Lingkungan

Angka Kejadian Skabies TP n(%) KD n(%) SR n(%) SL n(%) Saya membuka jendela

setiap pagi

0(0) 11 (10,19) 32 (29,63) 65 (60,19) Saya membersihkan tempat

tidur setiap hari

15 (13,89) 56 (51,85) 28 (25,93) 9 (8,33) Saya tidur satu ruangan

beramai-ramai

0(0) 0(0) 0(0) 108 (100)

Saya tidur berpindah-pindah sesuai kemauan

9 (8,33) 30 (27,78) 27 (25,00) 42 (38,89) Saya mandi dengan air

yang berada di bak besar bersama dengan teman-teman


(46)

1.2.4. Faktor Budaya

Untuk faktor budaya sebanyak 61 (56,48%) responden mengatakan selalu tidak mandi jika dalam keadaan sakit, dan sebanyak 50 (46,30%) responden mengatakan sering tidak dibantu teman membersihkan diri jika sakit karena takut tertular.

Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor budaya (N=108)

Pernyataan Budaya

Angka Kejadian Skabies TP

n(%)

KD n(%)

SR n(%)

SL n(%) Saya tidak mandi jika sakit 10 (9,26) 8 (7,41) 29 (26,85) 61 (56,48) Saya tidak dibantu teman

membersihkan diri jika sakit karena takut tertular


(47)

1.2.5. Faktor Sosial Ekonomi

Untuk faktor sosial ekonomi sebanyak 47 (43,52%) responden mengatakan selalu meminjam sabun teman jika kehabisan sabun mandi. Dan sebanyak 34 (31,48) responden mengatakan mandi tidak menggunakan sabun karena tidak ada uang.

Tabel 6 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan faktor sosial ekonomi (N=108)

Pernyataan Sosial Ekonomi

Angka Kejadian Skabies TP

n(%)

KD n(%)

SR n(%)

SL n(%) Saya meminjam sabun

mandi jika kehabisan sabun mandi

9 (8,33) 25 (23,15) 27 (25,00) 47 (43,52) Saya mandi tidak

menggunakan sabun karena tidak ada uang

8 (7,41) 20 (18,52) 46 (42,59) 34 (31,48)


(48)

1. Pembahasan 1.1. Kebersihan Diri

Penilaian kebersihan diri dalam penelitian ini meliputi antara lain frekuensi mandi, memakai sabun atau tidak, membersihkan tangan dan kuku, dan membersihkan kaki. Sebagian besar santri memiliki kebersihan jelek. Oleh karena itu tungau sarcoptis scabie akan lebih mudah menginfestasi individu dengan kebersihan santri yang jelek dan sebaliknya lebih sukar menginfestasi individu dengan kebersihan diri santri yang baik karena tungau dapat dihilangkan dengan mandi teratur, pakaian dan handuk sering dicuci dan kebersihan alas tidur selalu terjaga.

Dapat dilihat dari hasil penelitian tentang kebersihan kulit santri menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki frequensi mandi yang kurang, karena 94 (87,04%) responden mengatakan kadang-kadang mandi dua kali setiap hari, dalam penelitian ini santri hanya 1 kali mandi. Dan juga terdapat sebanyak 4 (3,70%) responden mengatakan kadang-kadang mandi dengan menggunakan sabun, Buruknya kebiasaan santri tidak sesuai dengan pendapat (Notoadmojdjo, 1997) yang mengatakan untuk selalu memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan seperti mandi minimal 2 kali dalam sehari, dan mandi dengan menggunakan sabun. Dan sebanyak 53 (49,07%) responden mengatakan selalu mandi saling bersentuhan dengan teman-teman karena ruang mandi yang sempit. Dalam hal ini (Webhealthcenter, 2006) berpendapat sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat yang lembab dan tertutup. Ruangan yang sempit tersebut akan mempermudah


(49)

penyebaran penyakit skabies dari teman saat mandi bersama karena bersentuhan dan bisa dari sarcoptis scabie yang memang sudah menghuni di ruangan yang sempit dan lembab tersebut.

Dalam penelitian ini sebanyak 30 (27,78%) responden mengatakan kadang-kadang memotong kuku jika sudah panjang dan sebanyak 25 (23,15%) responden mengatakan tidak pernah membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun. Merupakan persentase yang cukup tinggi akan kemungkinan terjadinya penularan penyakit skabies melalui tangan dan kuku, karena masih kurangnya perhatian santri untuk memotong kuku dan membersihkannya dengan sabun. Sebaiknya santri mencuci tangan dengan sabun sekurang-kurangnya dua kali sehari, tangan selalu dalam keadaan bersih, kuku bersih dan pendek (Muzakir, 2008).

Sebanyak 74 (68,48%) responden mengatakan kadang-kadang menggunakan alas kaki yang kering setiap hari, hal ini dikarenakan para santri kebanyakan hanya memiliki satu buah sepatu dan sebanyak 52 (48,15%) responden mengatakan sering saling bertukar alas kaki dengan teman-teman, bertukar alas kaki para santri dikarenakan kurangnya fasilitas seperti loker, sehingga keamanan dilingkungan pesantren kurang mendapatkan pengawasan yang lebih dan akhirnya saling bertukar alas kaki sering terjadi saat sehabis shalat. Kebiasaan memakai sepatu yang lembab dan saling tukar pakai sesama santri akan menyebabkan penularan penyakit skabies mudah terjadi. Karena (Webhealthcenter, 2006) berpendapat sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat yang lembab dan tertutup.


(50)

Begitu juga dengan tempat-tempat yang lembab di area tubuh kita, terutama di area genital. Dalam penelitian ini terdapat sebanyak 65 (60,19%) responden mengatakan kadang-kadang membersihkan alat genital saat mandi, dan sebanyak 10 (9,26%) responden mengatakan tidak pernah membersihkan alat genital setiap selesai BAB/BAK dengan sabun. Hal ini terjadi dikarenakan waktu mandi yang diberikan pihak pengasuh sangat sedikit sementara jumlah santri dengan jumlah kamar mandi tidak sebanding

Dengan demikian dalam penelitian ini tampak sekali faktor kebersihan diri sangat berperan dalam penularan penyakit skabies. Karena kebersihan diri santri sangat kurang mendapatkan perhatian dari para santri maupun pengelola pesantren.


(51)

1.2. Perilaku

Penilaian perilaku dalam penelitian ini antara lain pengetahuan dan kebiasaan santri. Banyak kebiasaan santri yang kurang mendukung diantaranya sering memakai baju atau handuk bergantian dengan teman, tidur bersama dan berhimpitan dalam satu tempat tidur, berpindah-pindah tempat tidur sesuai kemauan. Dapat dilihat dari hasil penelitian tentang perilaku santri menunjukkan sebanyak 31 (28,70%) responden mengatakan kadang-kadang mengganti pakaian dalam sehabis mandi dan sebanyak 35 (32,41%) responden mengatakan kadang-kadang mengganti pakaian sehabis mandi, dalam hal ini santri setelah mandi tidak langsung menggunakan pakaian dalam dan pakaian luar yang bersih, tetapi santri tetap mengganti pakaian yang kotor setelah mandi dan kemudian mengganti pakaian yang bersih diruang kamar masing-masing. Hal ini terjadi karena ruang kamar mandi santri yang tidak memenuhi standar kesehatan dengan tidak adanya ruang khusus dan gantungan pakaian bersih dikamar mandi, sehingga menyebabkan santri malas memakai langsung pakaian bersih dikamar mandi karena pakaian yang bersih tersebut sering basah terkena percikan air mandi.

Sebanyak 13 (12,04%) responden mengatakan kadang-kadang menjemur pakaian dibawah sinar matahari, merupakan suatu anggka yang kecil tetapi tetap merupakan suatu ancaman terjadinya penularan skabies. Karena apabila baju tidak dijemur dengan kering dibawah sinar matahari maka penularan skabies akan mudah melalui pakaian kita, karena


(52)

sarcopties scabie suka hidup pada tempat yang lembab (Webhealthcenter, 2006).

Sebanyak 47 (43,52%) responden mengatakan sering saling tukar pakaian dengan teman sekamar. Perlengkapan pakaian di pesantren Ar-raudhatul hasanah di batasi sehingga banyak para santri yang selalu kehabisan pakaian sehingga santri sering saling meminjam pakaian dengan santri lain (Ponpes, 2008). Maka dari itu banyak santri yang saling berlomba untuk lebih cepat mencuci agar mendapatkan tempat menjemur pakaian, bagi yang terlambat mencuci tersebutlah yang sering meminjam pakaian temannya karena pakaiannya masih kotor.

Perilaku santri di pesantren Ar-raudhatul hasanah yang sangat signifikan terjadinya penularan penyakit skabies adalah penularan melalui handuk karena sebanyak 58 (53,70%) responden mengatakan sering menggunakan handuk bersama-sama saat mandi, dari faktor ini terlihat kebiasaan santri yang kurang baik dan kurangnya pemahaman tentang penularan penyakit skabies. Sebaiknya kebiasaan menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit menular skabies seperti baju, sabun mandi, handuk haruslah dihindari (Dinkes Prov. NAD, 2005). Bahkan perilaku kebersihan santri yang sangat mengejutkan dalam penelitian ini adalah terdapatnya sebanyak 35 (32,41%) responden yang tidak pernah menjemur kasur sama sekali.

Penyuluhan kesehatan sangat perlu diadakan di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan karena dalam penelitian ini terdapat santri yang kurang mengerti bahaya dari penyakit skabies, terlihat dari bersarnya


(53)

persentase responden yang mengatakan tidak pernah mengobatkan penyakit skabies ke klinik pesantren yaitu sebesar 25 (23,15%).

Dari penelitian ini terlihat kurangnya perhatian dari pengelola pesantren untuk selalu mengawasi segala aktivitas para santri, karena rata-rata para santri masih memiliki kebiasaan yang buruk yang mengabaikan kesehatan, dalam hal ini tentang penyakit menular skabies.

1.3. Kebersihan Lingkungan

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap kebersihan lingkungan di pesantren Ar-raudhatul hasanah dikategorikan kurang baik, hal ini dapat dilihat ruang tidur santri yang sempit dan sarana air yang kurang bersih karena bak air mandi sama dengan bak mencuci pakaian.

Dalam penelitian ini sebanyak 11 (10,19%) responden mengatakan kadang-kandang membuka jendela setiap pagi, begitu juga dengan kebiasaan santri dalam membersihkan tempat tidur yang masih kurang, sebanyak 56 (51,85%) responden mengatakan kadang-kadang saja membersihkan tempat tidur setiap pagi. Bila dilihat letak kamar tidur sebenarya sudah sesuai dengan persyaratan konstruksi bangunan dimana setiap kamar memiliki ventilasi yang mudah masuknya sinar matahari, tetapi kebiasaan para santri tentang kesehatan lingkungan kurang mendapat perhatian dari para santri dan pengelola santri.

Dalam penelitian ini terdapat (100%) responden yang mengatakan selalu tidur satu ruangan beramai-ramai dan saling berhimpitan, hal ini terjadi karena ruangan kamar yang sempit yang dihuni oleh banyak santri sehingga kapasitas ruangan tidak sesuai dengan jumlah santri yang tidur


(54)

diruangan tersebut. Hal ini juga yang membuat 42 (38,89%) responden mengatakan selalu tidur berpindah-pindah sesuai kemauan, karena tidak adanya aturan yang menetapkan agar santri harus tidur pada tempat khusus yang sudah dipersiapkan.

Dan terdapat (100 %) responden mengatakan selalu mandi dengan air yang berada di bak besar bersama teman-teman. Hal ini terjadi karena kurangnya fasilitas pesantren sehingga sanitasi air tidak memenuhi standar kesehatan dan sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit skabies.

Kebersihan lingkungan di pesantren Ar-raudhatul hasanah Medan bukan hanya kurang mendapat perhatian dari para santri saja melainkan dari pihak pengelola pesantren. Begitu juga dengan perbandingan antara jumlah santri dan kapasitas seluruh bangunan yang tidak sesuai.

1.4. Budaya

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki beraneka ragam budaya. Pada masyarakat awam terdapat suatu budaya yang kurang mendukung kesehatan yaitu pemahaman bahwa saat mandi tidak boleh untuk dimandikan karena takut akan bertambah parah sakitnya. Budaya ini juga berpengaruh pada para santri Ar-Raudhatul Hasanah Medan karena dalam penelitian ini terdapat 61 (56,48%) responden mengatakan selalu tidak mandi jika sakit, hanya ada sebanyak 10 (9,26%) responden yang mengatakan mandi jika sakit. Merupakan pemahaman budaya yang sangat merugikan kesehatan para santri dan sangat memungkinkan terjadinya penularan skabies jika pemahaman masyarakat atau santri tidak segera diberi pencerahan, misalnya dengan penyuluhan. Dan sebanyak 43


(55)

(39,81%) responden mengatakan kadang-kadang di bantu teman membersihkan diri jika sakit. Kurangnya solidaritas para santri karena takut akan tertular dengan penyakit yang sama.

1.5. Sosial Ekonomi

Pesantren Ar-raudhatul hasanah adalah pesantren yang banyak di huni oleh para santri dari luar daerah. Sehingga para santri luar daerah lebih dituntut untuk lebih mandiri dalam mengelola keuangan pribadi, karena para santri akan diberi uang saku dan keperluan di pesantren setiap bulannya. Santri yang manajemen keuangannya baik akan dapat menghindari penyakit menular skabies, sebaliknya santri yang manajemen keuangannya kurang baik akan sangat berpeluang untuk terkena penyakit menular skabies, karena apabila keuangan santri habis maka para santri tidak mempunyai uang untuk membeli sabun, dan keperluan pesantren lainnya. Dapat dilihat dari penelitian ini sebanyak 47 (43,52%) responden mengatakan selalu meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun. Bahkan ada sebanyak 34 (31,48%) responden mengatakan selalu mandi tidak menggunakan sabun karena tidak ada uang membelinya. Dikarenakan kiriman yang terlambat karena mayoritas santri Pesantren Ar-raudhatul Hasanah Medan adalah berasal dari luar kota Medan.


(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai deskripsi dari Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan sebagai berikut :

1. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 108 responden di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan menunjukkan tingginya prevalensi penyakit skabies dikalangan para santri. Kebersihan diri para santri yang buruk, perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat terhadap penyakit skabies, sanitasi lingkungan yang kurang mendapatkan perhatian dari berbagai pihak dalam hal ini dari santri dan pengelolah pesantren serta pemerintah.

2. Saran

Disarankan kepada pihak manajemen Pondok Pesantren untuk membuat peraturan dan pengawasan ketat tentang kebersihan diri perorangan para santri dan pola perilaku hidup bersih. Dan segera memperbaiki kondisi sanitasi lingkungan pondok pesantren dengan menambah jumlah kamar pondokan atau mengurangi penerimaan jumlah santri sehingga dapat mengurangi kepadatan hunian.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto & Tie, T.E. (1989). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka pada websit

Arikunto S. (2002). Prosedur penelitian (edisi revis V). Jakarta: Rineka Cipta. Azwar S. (2004). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (edisi ke 2).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badri, (2007). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bandung. Dibuka

pada website

Benneth, F.J., (1997). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka pada website.

BrownT.Y. et al, (1999). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka pada

websit

Danim, S. (2003). Riset Keperawatan Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC Depkes, (2007). Cegah dan Hilangkan Penyakit ‘Khas’ Pesantren. Dibuka pada

website

Djuanda, A. dkk. (1998). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta:

FK UI.

Emier,(2007). Scabies. Dibuka pada

websit

Handoko, R. (2001). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka pada websit


(58)

Harahap, M, (2002). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates.

Irawan, (2008) pada websit

Mawali, H. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.

Meyer, J. et al, (2000). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka pada websit

Muliyono, (1998). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka padawebsite.

Notoatmodjo S. (2002). Prosedur Penelitian Kesehatan, (edisi revisi), Jakarta: Bineka Cipta.

Nursalam.(2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Sadana, (2007). Untuk Pengobatan Scabies. Jakarta: Dibuka pada website

Safitri, (2008). Menjaga kebersihan genital. Jakarta: Dibuka pada website Siregar. R.S. (2004). Penyakit Kulit Jamur. Edisi ke 2. Jakarta: EGC

Sungkar,S. (1995). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka padawebsite

Tarwoto & Wartonah, (2002). Kebutuan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Webhealthcenter. (2006). Personal Hygiene. Dibuka pada website webhealthcenter.com, diakses 25 Oktober 2008.


(59)

Yosefw, (2007). Krim Permethin untuk pengobatan scabies, Dibuka pada websit


(60)

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ( Informed Concent )

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren

Saya yang bernama Saipul Bahri Tanjung / 081121051 adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren”

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan dan pendidikan kesehatan sehingga dengan adanya penelitian ini pengetahuan Adik dapat bertambah dan dapat mencegah penyakit skabies sedini mungkin.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Adik untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediannya untuk mengisi kuisioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Adik.

Partisipasi Adik dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas Adik dan semua informasi yang Adik berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi Adik dalam penelitian ini.

Medan, Juni 2010

Peneliti Responden


(61)

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Berikut ini adalah data tentang diri Adik. Harap Adik isi dengan benar. Oleh karena itu, Adik boleh tidak mencantumkan nama asli, cukup inisial saja. Petunjuk :

• Berilah tanda (√ ) pada kotak pilihan yang sesuai dengan jawaban Adik!

I. DATA DEMOGRAFI

1. Usia : ...Tahun (tuliskan)

2. Jenis Kelamin : 1. ฀ Laki-laki 2. ฀ Wanita 3. Kelas : 1. ฀ 2. ฀ 3. ฀ 4. ฀ 5. ฀ 6. ฀ 4. Agama : 1. ฀ Islam 2. ฀ Lainnya

5. Asal Daerah : ... (sebutkan)

6. Suku :

1. ฀ Batak 2. ฀ Minang 3. ฀ Jawa 4. ฀ Aceh


(62)

Pernyataan tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren.

Petunjuk pengisian : Berikan tanda cheklist ( √ ) pada pada kolom jawaban yang tersedia dibawah ini dengan situasi dan kondisi yang anda alami, dimana TP : tidak pernah, KD : kadang-kadang, SR : sering dan SL : selalu.

No Pernyataan TP KD SR SL

1. Saya mandi dua sampai tiga kali setiap hari 2 Saya mandi dengan menggunakan sabun

3 Saya mandi saling bersentuhan dengan teman karena ruang mandi sempit

4 Saya memotong kuku jika sudah panjang

5 Saya membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun

6 Saya menggunakan alas kaki yang kering setiap hari

7 Saya saling bertukar alas kaki dengan teman-teman 8 Saya membersihkan alat genital saat mandi

9 Saya membersihkan alat genital setiap selesai BAB/BAK dengan sabun

10 Saya mengganti pakaian dalam sehabis mandi 11 Saya mengganti pakaian sehabis mandi

12 Saya menjemur pakaian dibawah sinar matahari 13 Saya saling tukar pakaian dengan teman sekamar 14 Saya menggunakan handuk bersama-sama saat

mandi

15 Saya menjemur kasur dibawah sinar matahari dua minggu sekali

16 Saya berobat ke klinik jika terkena skabies 17 Saya membuka jendela setiap pagi

18 Saya membersihkan kamar setiap hari

19 Saya tidur satu ruangan beramai-ramai karena ruangan padat

20 Saya tidur berpindah-pindah sesuai kemauan 21 Saya mandi dengan air yang berada di bak besar 22 Saya tidak mandi jika sakit

23 Saya dibantu teman membersihkan diri jika sakit 24 Saya meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun

mandi

25 Saya mandi tidak menggunakan sabun karena tidak ada uang


(63)

Lampiran 3

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

Biaya yang diperlukan dalam penelitian ini diperkirakan sebesar Rp. 880.000,-. Demikian perincian sebagai berikut :

No Keterangan Jumlah

1 Pengetikan dan print proposal s/d skripsi Rp. 160.000,-

2 Fotokopi bahan dan beli buku Rp. 250.000,-

3 Pengambilan data ke Poliklinik Pesantren Ar-Raudhatul

Hasanah Medan Rp. 40.000,-

4 Penggandaan proposal 5 buah @ Rp. 6.000,- Rp. 30.000,-

5 Pembelian Flashdisk Rp. 90.000,-

6 Fotokopi Informed Conset dan kuisioner Rp. 20.000,- 7 Penggandaan hasil laporan penelitian 5 buah @

Rp.20.000,- Rp. 100.000,-

8 Biaya transportasi Rp. 120.000,-

9 Biaya tidak terduga Rp. 70.000,-


(64)

CURICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : SAIPUL BAHRI TANJUNG

Tempat / Tgl lahir : Sei Rakyat / 10 Desember 1985 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Perjuangan Gg. Cipto No. 34 C Medan

No. HP : 085261600844

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1992-1998 : SD Negeri 116251 Kota Pinang 2. 1998-2001 : SMP Negeri 3 Kota Pinang 3. 2001-2004 : SMU Negeri 14 Medan

4. 2005-2008 : D-III Keperawatan FK USU Medan 5. 2008 : S1-Ekstensi Keperawatan USU Medan


(1)

Yosefw, (2007). Krim Permethin untuk pengobatan scabies, Dibuka pada websit


(2)

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ( Informed Concent )

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren

Saya yang bernama Saipul Bahri Tanjung / 081121051 adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren”

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan dan pendidikan kesehatan sehingga dengan adanya penelitian ini pengetahuan Adik dapat bertambah dan dapat mencegah penyakit skabies sedini mungkin.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Adik untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediannya untuk mengisi kuisioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Adik.

Partisipasi Adik dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas Adik dan semua informasi yang Adik berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi Adik dalam penelitian ini.

Medan, Juni 2010

Peneliti Responden


(3)

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Berikut ini adalah data tentang diri Adik. Harap Adik isi dengan benar. Oleh karena itu, Adik boleh tidak mencantumkan nama asli, cukup inisial saja. Petunjuk :

• Berilah tanda (√ ) pada kotak pilihan yang sesuai dengan jawaban Adik!

I. DATA DEMOGRAFI

1. Usia : ...Tahun (tuliskan)

2. Jenis Kelamin : 1. ฀ Laki-laki 2. ฀ Wanita 3. Kelas : 1. ฀ 2. ฀ 3. ฀ 4. ฀ 5. ฀ 6. ฀ 4. Agama : 1. ฀ Islam 2. ฀ Lainnya

5. Asal Daerah : ... (sebutkan)

6. Suku :

1. ฀ Batak 2. ฀ Minang 3. ฀ Jawa 4. ฀ Aceh


(4)

Pernyataan tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies pada Santri di Pondok Pesantren.

Petunjuk pengisian : Berikan tanda cheklist ( √ ) pada pada kolom jawaban yang tersedia dibawah ini dengan situasi dan kondisi yang anda alami, dimana TP : tidak pernah, KD : kadang-kadang, SR : sering dan SL : selalu.

No Pernyataan TP KD SR SL

1. Saya mandi dua sampai tiga kali setiap hari 2 Saya mandi dengan menggunakan sabun

3 Saya mandi saling bersentuhan dengan teman karena ruang mandi sempit

4 Saya memotong kuku jika sudah panjang

5 Saya membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun

6 Saya menggunakan alas kaki yang kering setiap hari

7 Saya saling bertukar alas kaki dengan teman-teman 8 Saya membersihkan alat genital saat mandi

9 Saya membersihkan alat genital setiap selesai BAB/BAK dengan sabun

10 Saya mengganti pakaian dalam sehabis mandi 11 Saya mengganti pakaian sehabis mandi

12 Saya menjemur pakaian dibawah sinar matahari 13 Saya saling tukar pakaian dengan teman sekamar 14 Saya menggunakan handuk bersama-sama saat

mandi

15 Saya menjemur kasur dibawah sinar matahari dua minggu sekali

16 Saya berobat ke klinik jika terkena skabies 17 Saya membuka jendela setiap pagi

18 Saya membersihkan kamar setiap hari

19 Saya tidur satu ruangan beramai-ramai karena ruangan padat

20 Saya tidur berpindah-pindah sesuai kemauan 21 Saya mandi dengan air yang berada di bak besar 22 Saya tidak mandi jika sakit

23 Saya dibantu teman membersihkan diri jika sakit 24 Saya meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun

mandi

25 Saya mandi tidak menggunakan sabun karena tidak ada uang


(5)

Lampiran 3

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

Biaya yang diperlukan dalam penelitian ini diperkirakan sebesar Rp. 880.000,-. Demikian perincian sebagai berikut :

No Keterangan Jumlah

1 Pengetikan dan print proposal s/d skripsi Rp. 160.000,-

2 Fotokopi bahan dan beli buku Rp. 250.000,-

3 Pengambilan data ke Poliklinik Pesantren Ar-Raudhatul

Hasanah Medan Rp. 40.000,-

4 Penggandaan proposal 5 buah @ Rp. 6.000,- Rp. 30.000,-

5 Pembelian Flashdisk Rp. 90.000,-

6 Fotokopi Informed Conset dan kuisioner Rp. 20.000,- 7 Penggandaan hasil laporan penelitian 5 buah @

Rp.20.000,- Rp. 100.000,-

8 Biaya transportasi Rp. 120.000,-

9 Biaya tidak terduga Rp. 70.000,-


(6)

CURICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : SAIPUL BAHRI TANJUNG

Tempat / Tgl lahir : Sei Rakyat / 10 Desember 1985 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Perjuangan Gg. Cipto No. 34 C Medan

No. HP : 085261600844

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1992-1998 : SD Negeri 116251 Kota Pinang 2. 1998-2001 : SMP Negeri 3 Kota Pinang 3. 2001-2004 : SMU Negeri 14 Medan

4. 2005-2008 : D-III Keperawatan FK USU Medan 5. 2008 : S1-Ekstensi Keperawatan USU Medan