Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK

PESANTREN MODERN MISBAHUL

ULUM PALOH LHOKSEUMAWE

ACEH UTARA

SKRIPSI

OLEH

ZAINAL BAKRI 111121073

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

(3)

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang dengan pertolongan-Nya selalu menyertai penulis sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan judul ”Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe.“ Dan juga selawat beserta salam kepada Rasullah SAW sebagai uswatun hasanah, semoga kita memperoleh syafaatnya dikemudian kelak.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara;

2. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp. MNS, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Proposal Skripsi pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang senantiasa memberi masukan dan dukungan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi ini tepat pada waktunya;

3. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS, selaku Koordinator Mata Ajaran Riset Keperawatan;

4. Segenap dosen pengajar beserta staf pegawai dan administrasi di lingkungan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara;

5. Teristimewa kepada ayah dan ibu ku tercinta yang telah banyak memberi motivasi dan dukungan doa terhadap penulis


(4)

6. Rekan-rekan mahasiswa/(i) Program Ekstensi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2011/2012 yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan proposal skripsi ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Medan, Februari 2013 Penulis


(5)

`DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden di Lingkungan X Kelurahan Teladan Timur Kecamatan Medan Kota.………...………..……….37 2. Distribusi responden berdasarkan perilaku keluarga dalam

pencegahan penyakit ……….….38 3. Distribusi perilaku keluarga dalam pencegahan

penyakit ………..39 4. Distribusi responden berdasarkan perilaku keluarga dalam

mencari perawatan ……….……..….….40 5. Distribusi perilaku keluarga dalam mencari perawatan

untuk lansia ……….……….…..41 6. Distribusi responden berdasarkan perilaku keluarga dalam

merespon lansia………....….……….….42 7. Distribusi perilaku keluarga dalam merespon


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Halaman pengesahan ... i

Prakata ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Abstrak BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

4.1.1 Bagi Praktisi Keperawatan ... 4

4.2.2 Bagi Santri ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep Dasar Skabies 2.1.1Pengertian Skabies ... 5

2.1.2 Epidemiologi scabies ... 6

2.1.3 Etiologi ... 7

2.1.4 Patogenesis ... 9

2.1.5 Cara penularan ... 9

2.1.6 Gejala klinis scabies ... 10

2.1.7 Klasifikasi scabies ... 11

2.1.8 Diagnosa Skabies ... 13

2.1.9 Pengobatan Skabies ... 14

2.1.10 Prognosis ... 15

2.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies 2.2.1 Kebersihan diri ... 15

2.2.2 Perilaku ... 19


(7)

2.2.4 Budaya ... 20

2.2.5 Sosial Ekonomi ... 21

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 22

3.2 Defenisi Operasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1Desain Penelitian ... 25

4.2Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

4.3Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.4Pertimbangan Etik Penelitian ... 28

4.5Instrumen Penelitian ... 28

4.6Validitas dan Realibilitas ... 29

4.7Pengumpulan Data ... 30

4.8Analisa Data ... 30

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 hasil Penelitian ... 32

5.2 Pembahasan ... 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 48

6.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian 2. Jadwal Tentatif Penelitian

3. Anggaran Biaya Penelitian 4. Instrumen Penelitian 5. Curiculum Vitae


(8)

Judul : Faktor-Faktor yang berhubungan dengan penyakit Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe.

Nama : Zainal Bakri NIM : 111121073 Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2013

ABSTRAK

Pondok Pesantren adalah sekola dengan sekelompok orang seperti di pesantren memang berisiko mudah tertular berbagai penyakit kulit, khususnya penyakit skabies. Penelitian ini bertujuan untuk menggambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies pada santri di pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe. Desain penelitian ini yaitu deskriptif eksploratif, dengan jumlah populasi sebanyak 220 santri, sampel didapat sebanyak 140 santri, dengan teknik proportionate random sampling. Hasil penelitian ini menunujukkan gambaran kebersihan diri santri, perilaku, lingkungan, budaya dan sosial ekonomi santri. Hasil penelitian yang diperoleh tentang kebersihan diri terdapat 100% responden menyatakan selalu mandi saling bersamaan dengan teman karena ruang mandi yang sempit, sebanyak 38,7% responden mengatakan kadang-kadang menggunakan kaos kaki yang kering. Begitu juga dengan perilaku santri, sebanyak 45,1% responden menyatakan kadang-kadang mengganti pakaian dalam sehabis mandi, Kemudian lingkungan yang sehat juga kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak, sebanyak 100% responden yang mengatakan selalu tidur satu ruangan beramai-ramai dan saling berhimpitan. Budaya yang kurang berkembang akan berakibat terhadap kesehatan, dapat dilihat dari 44,3% responden mengatakan kadang tidak mandi jika sakit. Begitu juga dengan perekonomian santri sebanyak 35,7% responden menyatakan selalu meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun mandi. Hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak manajemen Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe untuk membuat peraturan dan segera memperbaiki kondisi sanitasi lingkungan pondok pesantren dengan menambah jumlah kamar pondokan atau mengurangi penerimaan jumlah santri sehingga dapat mengurangi kepadatan hunian, menambah rak rak sepatu, membuat jendela, menambah tepat penampungan air dan memperlebar kamar mandi.


(9)

Judul : Faktor-Faktor yang berhubungan dengan penyakit Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe.

Nama : Zainal Bakri NIM : 111121073 Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2013

ABSTRAK

Pondok Pesantren adalah sekola dengan sekelompok orang seperti di pesantren memang berisiko mudah tertular berbagai penyakit kulit, khususnya penyakit skabies. Penelitian ini bertujuan untuk menggambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies pada santri di pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe. Desain penelitian ini yaitu deskriptif eksploratif, dengan jumlah populasi sebanyak 220 santri, sampel didapat sebanyak 140 santri, dengan teknik proportionate random sampling. Hasil penelitian ini menunujukkan gambaran kebersihan diri santri, perilaku, lingkungan, budaya dan sosial ekonomi santri. Hasil penelitian yang diperoleh tentang kebersihan diri terdapat 100% responden menyatakan selalu mandi saling bersamaan dengan teman karena ruang mandi yang sempit, sebanyak 38,7% responden mengatakan kadang-kadang menggunakan kaos kaki yang kering. Begitu juga dengan perilaku santri, sebanyak 45,1% responden menyatakan kadang-kadang mengganti pakaian dalam sehabis mandi, Kemudian lingkungan yang sehat juga kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak, sebanyak 100% responden yang mengatakan selalu tidur satu ruangan beramai-ramai dan saling berhimpitan. Budaya yang kurang berkembang akan berakibat terhadap kesehatan, dapat dilihat dari 44,3% responden mengatakan kadang tidak mandi jika sakit. Begitu juga dengan perekonomian santri sebanyak 35,7% responden menyatakan selalu meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun mandi. Hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak manajemen Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe untuk membuat peraturan dan segera memperbaiki kondisi sanitasi lingkungan pondok pesantren dengan menambah jumlah kamar pondokan atau mengurangi penerimaan jumlah santri sehingga dapat mengurangi kepadatan hunian, menambah rak rak sepatu, membuat jendela, menambah tepat penampungan air dan memperlebar kamar mandi.


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Skabies adalah salah satu penyakit epidemik yang luas, yang disebabkan oleh tungau skabies atau “itch miteSarcoptes, scabiei (Murtiastutik, 2008). Penyakit skabies sering menyebabkan epidemi yang pernah terjadi sekitar tahun 1940-1970 dan merupakan kegiatan terbesar diseluruh dunia terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis, meskipun demikian gambaran akurat insiden sulit ditentukan dengan pasti karena berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan pasien rawat jalan dirumah sakit. Dibeberapa negara berkembang seperti Indonesia, penyakit skabies dapat terjadi endemik secara kronis pada beberapa kelompok dewasa muda dalam lingkungan keluarga, pada kelompok sekolah berasrama seperti pondok pesantren (Murtiastutik, 2008).

Pondok Pesantren adalah salah satu tepat yang berpotensi terjangkitnya kejadian tersebut, kalau dilihat dari karakteristikknya pondok pesantren yang merupakan sekolaIslamic boarding school) dan pendidikan umum yang persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam dari pada ilmu umum. Para pelajar pesantren disebut sebagai sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut Lurah Pondok (Ponpes, 2011).


(11)

Berdasaran karakteristik kehidupan dan lingkungan pondok pesantren, umumnya merupakan hidup secara sosial dengan menggunakan berbagai fasillitas, perlengkapan dan rutinitas sehari-hari ang sudah terstruktur sesuai peraturan yang dijalankan (Ponpes, 2011).

Perilaku hidup bersih dan sehat terutama kebersihan perseorangan di pondok pesantren pada umumnya kurang mendapatkan perhatian dari santri (Depkes, 2007). Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren memang berisiko mudah tertular berbagai penyakit kulit, khususnya penyakit skabies. Penularan terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur di bawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk

Hal inilah umumnya menjadi penyebab timbulnya penyakit skabies. Faktor yang mempengaruhi penularan penyakit skabies adalah sosial ekonomi yang rendah, kebersihan perseorangan yang buruk, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, hunian yang padat, tinggal satu kamar, ditambah kebiasaan saling bertukar pakaian, handuk, dan perlengkapan pribadi meningkatkan risiko penularan (Badri, 2007).

(Depkes, 2007).

Kebanyakan santri yang terkena penyakit skabies adalah santri baru yang belum dapat beradaptasi dengan lingkungan, sebagai santri baru yang belum tahu


(12)

kehidupan di pesantren membuat mereka luput dari kesehatan, mandi secara bersama-sama, saling tukar pakaian, handuk, dan sebagainya yang dapat menyebabkan tertularnya penyakit skabies (Ponpes, 2011).

Penyakit scabies ini merupakan penyakit yang sudah lama tidak di beritakan lagi atau sudah tidak ditemukan lagi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya maupun di Indonesia secara keseluruhan. Namun di akhir tahun 2006 penyakit scabies ini mulai timbul kembali di seluruh kabupaten/kota yang ada di wilayah Provinsi Aceh paska terjadi nya musibah gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004 termasuk Kota Lhokseumawe.

Sampai dengan bulan desember 2011 jumlah penderita yang ada di kota Lhokseumawe mencapai 3980 kasus. 1681 kasus skabies tersebut terdapat didalam wilayah kerja puskesmas mon geudong terutama di pondok pesantren Misbahul Ulum Paloh Kota Lokseumawe. Hal ini berarti lebih dari setengah penduduk di kecamatan mon geudong menderita penyakit skabies.

Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan diatas, perlu dilakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Scabies Pada Santri Di Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Kota Lokseumawe”.

2. Pertanyaan Penelitian

Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan penyakit scabies pada santri di Pesantren modern Misbahul Ulum Paloh Kota Lokseumawe.


(13)

3. Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit scabies pada santri di pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Kota Lhokseumawe.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan menambah bahan bacaan di perpustakaan

4.2Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini merupakan fakta yang dapat digunakan sebagai informasi tambahan tentang perawatan diri dan dapat mendeteksi lebih dini faktor-faktor terjadinya skabies.

4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para santri dan pengelola pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Kota Lhokseumawe yang berhubungan dengan penyakit skabies dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Skabies 1.1Pengertian Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung yaitu, melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung atau apapun yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya. Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari, siku, selangkangan. Skabies identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila


(15)

dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies (Yosef, 2007).

1.2Epidemiologi

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja (Sungkar, 1995).

Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Pada tahun 1985, Behl menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak desa-desa Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak yang berusia <9 tahun. Di India, Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada anak yang berusia <5 tahun. Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua golongan umur (Barakbah, 2008).

Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau


(16)

lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian dilakukan survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang. Pada survei tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986 survei di Indian lainnya berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa prevalensi skabies anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61% dan pada bayi yang kurang dari 1 tahun adalah 84% (Barakbah, 2008)

Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000).


(17)

1.3Etiologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur


(18)

sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari (Handoko, 2001).

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi (Mulyono, 1986).

Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Andrianto & Tie, 1989).

1.4Patogenesi

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2001).


(19)

1.5Cara Penularan

Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama (Brown, 1999).

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada (Benneth, 1997).

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak


(20)

langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).

1.6Gejala Klinis Skabies

Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan satu atau


(21)

lebih stadium hidup tungau ini. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit. (Mawali, 2000).

1.7Klasifikasi Skabies

Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia adalah sebagai berikut :(a). Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. (b). Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka. (c). Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.(d). Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas.

Tempat yang sering dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies. (e).Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat


(22)

menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respons imun selular. (f). Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (g). Skabies krustosa ( Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif (Emier, 2007

1.8Diagnosa Skabies

).

Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula, urtika, dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi sekunder oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes (Mawali, 2000). Diagnosis ditegakkan atas


(23)

dasar: (1). Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. (2). Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit. (3). Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang efektif. (4). Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat (Mawali, 2000).

Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan larutan KOH 10 persen selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali. Cara lain adalah dengan meneteskan minyak immesi pada lesi, dan epidermis diatasnya dikerok secara perlahan-lahan (Mawali, 2000).


(24)

Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain adalah dengan mengolesi salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama 10 jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies (Sadana, 2007).

1.10 Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis yang baik (Harahap, 2000).

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies

Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko mudah tertular berbagai penyakit skabies. Penularan terjadi melalui dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

2.1Faktor Internal 2.1.1 Kebersihan Diri


(25)

Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku, kebersihan kaki dan kebersihan genitalia (Badri, 2004).

Banyak manfaat yang dapat di petik dengan merawat kebersihan diri, memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan (Wartonah, 2003)

a. Kebersihan Kulit

Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit (Wartonah, 2003)

Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Kulit juga penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari sinar ultraviolet. Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu dijaga kesehatannya (Wijayakusuma, 2004). Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur,


(26)

virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasitadalah Skabies( Juanda, 2000).

Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah : 1). Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis. 2). Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah selesai kegiatan tersebut. 3). Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari. 4). Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akan menyebabkan iritasi dan infeksi. 5). Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk yang sama dengan orang lain (Webhealthcenter, 2006). b. Kebersihan tangan dan kuku

Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas. 1). Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung tangan. 2). Handuk yang digunakan


(27)

untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari. 3). Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan. 4). Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit (Webhealthcenter, 2006)

c. Kebersihan Kaki

Para santri selalu memakai sepatu setiap hari. Sehingga kaki akan selalu berada pada tempat tempat yang tertutup. Para santri dianjurkan menjaga kebersihan kakinya dengan selalu memakai sepatu dan kaus kaki yang kering agar terhindar dari penyakit kulit skabies, karena sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat yang lembab dan tertutup (Webhealthcenter, 2006).

d. Kebersihan Genitalia

Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih. Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan belakang ke depan.


(28)

Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur) akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Selain kebersihan genital, peningkatan gizi juga merupakan hal yang penting untuk tumbuh kembang anak. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu seringlah menganti celana dalam (Safitri, 2008).

2.1.2 Perilaku

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik dirumah tangga, institusi-institusi maupun tempat-tempat umum. Kebiasaan menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Dinkes Prov. NAD,2005).

Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian yang kurang bersih dan saling bertukar-tukar pakaian dengan teman satu kamar. Hal itulah yang tidak diperhatikan serius oleh pimpinan pondok pesantren dan santri itu sendiri. Para santri dapat


(29)

menghindari penyakit skabies dengan menjaga kebersihan pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur pakaian sampai kering dibawah terik matahari. Dan jangan menggunakan pakaian yang belum kering atau lembab. Biasakan mencuci sedikit tapi sering (Emier, 2007).

2.2 Faktor Eksternal 2.2.1 Lingkungan

Kebersihan lingkungan adalah kebersiha tempat tinggal dilakukan dengan cara membersihkan dan perabot santri, menyapu dan mengepel kebersihan halaman dan selokan, dan membersihkan jalan di depan asrama dari sampah (Ponpes, 2007).

Penularan penyakit skabies terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur di bawah


(30)

terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk (Depkes, 2007)

2.2.2 Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan. Sehingga skabies sangat mudah berkembang pada tempat disela-sela tubuh karena tidak dibersihkan. Padahal jika rajin mandi kemungkinan besar skabies akan susah berkembang ditubuh manusia. Seharusnya jika sebagian budaya tidak membolehkan mandi bagi orang yang sakit maka dapat dibersihkan dengan cara mengelap bagian tubuh dengan handuk yang basah. Terutama pada tempat-tempat yang mudah dihinggapi scabies (Muliyono, 1998).

2.2.3 Sosial Ekonomi

Kebersihan diri memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. Yang menjadi penghambat saat pencegahan penyakit skabies adalah keterlambatan atau kurangnya uang kebutuhan yang dikirim orangtua untuk para santri selama diasrama tiap bulannyaSebagian dari santri apabila belum mendapatkan kiriman dari orangtuanya mereka mandi tanpa menggunakan sabun atau sampo. Apabila saat mandi kurang bersih maka penyakit scabies akan semakin mudah menyerang tubuh para santri (Muliyono, 1998).


(31)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini, kerangka konseptual yang ditampilkan menggambarkan faktor-faktor yang ada hubungannya dengan angka kejadian skabies pada santri di pondok pesantren. Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko mudah tertular berbagai penyakit, khususnya penyakit kulit. Penularan terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga dengan baik.

Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang tidak memperhatikan kebersihan, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan ruangan yang lembab, ventilasi belum memadai dan sanitasi buruk. Ditambah lagi dengan perilaku hidup yang tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri dijemur di bawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi antar penghuni pesantren, seperti sisir, handuk, dan lain-lain (Depkes, 2007).

Ada dua faktor penyebab yang berhubungan dengan penyakit skabies yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi, kebersihan diri, perilaku dan faktor eksternal meliputi, lingkungan, budaya, dan faktor sosial ekonomi.


(32)

Skema 1. Kerangka konsep penelitian tentang “ Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penyakit Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe” :

2. Defenisi Operasional

Skabies merupakan penyakit kulit sering dijumpai pada santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe.

Kebersihan diri adalah usaha kesehatan yang dilakukan para santri dilingkungan pesantren agar terhindar dari penyakit menular skabies.

Perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan santri setiap hari yang akan sangat berpengaruh dalam penyebaran penyakit menular skabies apabila perilaku santri kurang baik, misalnya saling menukar pakaian, handuk, sisir, sabun dan lain sebagainya.

Lingkungan pesantren adalah tempat dimana santri beraktivitas sehari-hari, kebersihan lingkungan yang tidak baik akan mempengaruhi belajar santri dan membuat santri tidak betah tinggal dipesantren.

Budaya adalah adat isitiadat yang harus kita hargai walau budaya itu sangat bertentangan dengan kesehatan, seperti jangan mandi jika sedang demam.

Faktor Internal :

- Kebersihan Diri

- Perilaku

Faktor Eksternal :

- Kebersihan Lingkungan

- Budaya

- Sosial ekonomi


(33)

Sosial ekonomi adalah pendapatan atau kiriman santri yang dikirim setiap bulan, apabila kiriman terlambat maka santri tidak dapat membeli peralatan mandi dan akan meminjam sabun mandi teman, sehingga akan memudahkan tertular penyakit scabies.

Kuisioner untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies dengan menggunakan jawaban pilihan “tidak pernah (TP), kadang-kadang (KD), sering (SR) dan selalu (SL)”. Pertanyaan terdiri dari 25 butir yang terdiri dari 9 pertanyaan mewakili kebersihan diri (pertanyaan 1-9), 7 pertanyaan mewakili perilaku (pertanyaan 10-16), 5 pertanyaan mewakili kebersihan lingkungan (pertanyaan 17-21), 2 pertanyaan mewakili budaya (pertanyaan 22-23), 2 pertanyaan sosial ekonomi (pertanyaan 24-25).

Penilaian kuesioner menggunakan skala likert dengan jawaban pertanyaan negatif dan positif. Untuk pernyataan, tidak pernah (TP) bernilai 1, kadang-kadang (KD) bernilai 2, sering (SR) berniai 3 dan selalu (SL) bernilai 4.


(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi Faktor-Faktor yang berhubungan dengan penyakit Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1Populasi penelitian

Populasi

Pembagian kelas

Jumlah santri tiap kelas

Jumlah santri tiap sekolah

Kelas 4 A 38

113 santri

B 38

C 37

Kelas 5 A 35

107 santri B 37

C 35

Total 6 kelas 220 santri

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh santri kelas 4 dan kelas 5 (setingkat dengan kelas 1 & 2 SMA), yang berada di Pondok Pesantren


(35)

Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe, dengan jumlah populasi sebanyak 220 orang.

2.2 Sampel Penelitian

Jumlah sampel ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah sebesar 5% sehingga jumlah sampel ditentukan dari jumlah populai 220 orang adalah sebesar 140 orang.


(36)

�= �� . � .�.� �� ( � – � ) + �� .� .� Keterangan :

λ2 dengan dk=1, taraf kesalahan 1%, 5%, 10%, P=Q=0,5, d=0,05, N= Jumlah populasi, s = jumlah sampel.

Tehnik pengambilan sample menggunakan Proportionate Stratified Random Sampling dimana penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi dengan menggunakan rumus :

populasi kelas

n = x jumlah sampel jml populasi keseluruhan

Populasi

Jumlah santri tiap sekolah

Jumlah sample dari masing-masing kelas

Kelas 4 113 santri 113/220 x 140 = 72 santri

Kelas 5 107 santri 107/220 x 140 = 68 santri Total 220 santri 140ntri

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe, karena salah satu alasannya yaitu, di pasantren tersebut mempunyai jumlah santri yang banyak mengalami atau menderita skabies.


(37)

Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat dari para santri, seperti menggantung pakaian di kamar, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden. Jika calon responden bersedia maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan (informed consent) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Bila responden tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan, maka responden dapat memberikan persetujuan secara lisan (verbal). Jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data langsung.

Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada instrumen penelitian tetapi hanya menuliskan nomor kode yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan semua informasi yang diberikan. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

5. Instrumen Penelitian 5.1 Kuesioner


(38)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka Widyarini (2005) dan Mubarok (2005). Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu, kuisioner data demografi dan kuisioner faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit scabies.

Kuesioner data demografi responden meliputi : Nama (inisial) , jenis kelamin, usia, kelas, asal daerah. Kuisioner untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies dengan menggunakan jawaban pilihan “tidak pernah (TP), kadang-kadang (KD), sering (SR) dan selalu (SL)”. Pertanyaan terdiri dari 25 butir yang terdiri dari 9 pertanyaan mewakili kebersihan diri (pertanyaan 1-9), 7 pertanyaan mewakili perilaku (pertanyaan 10-16), 5 pertanyaan mewakili kebersihan lingkungan (pertanyaan 17-21), 2 pertanyaan mewakili budaya (pertanyaan 22-23), 2 pertanyaan sosial ekonomi (pertanyaan 24-25).

Penilaian kuesioner menggunakan skala likert dengan jawaban pertanyaan negatif dan positif. Untuk pernyataan, tidak pernah (TP) bernilai 1, kadang-kadang (KD) bernilai 2, sering (SR) berniai 3 dan selalu (SL) bernilai 4.

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen yang valid adalah instrumen yang dapat mengukur apa yang hendak diukur. uji validitas telah dilakukan oleh Dosen Departemen Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(39)

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan analisa Cronbach’s Alpha. Suatu instrumen dapat dikatakan reliable bila nilai alpha lebih besar dari r kritis (Priyatno, 2008). Uji reliabilitas diujikan kepada 30 responden sesuai kriteria penelitian yang sudah ditentukan, yaitu dilakukan pada santri di pondok pasantren yang sama, tetapi kelas yang berbeda, yaitu pada kelas 6. Pada penelitian ini diperoleh hasil uji reliabilitas yaitu nilai Cronbach Alpha untuk variabel faktor faktor yang berhubungan dengan penyakit scabies adalah 0,854. Karena nilai Alpha >0,7 maka dinyatakan bahwa seluruh instrumen atau pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini realibel.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti terlebih mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara, setelah itu surat izin yang diperoleh, diajukan ke Pimpinan Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe. Kemudian peneliti menentukan calon responden yang memenuhi kriteria, maka akan dipilih sabagai responden sesuai dengan keinginan peneliti. Setelah mendapatkan responden, peneliti menjelaskan pada responden tentang tujuan, manfaat dan cara pengisian kuesioner, kemudian responden di minta untuk menandatangani surat persetujuan (Informed Concent) ataupun memberikan persetujuan secara lisan. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti selama 30 menit, diisi langsung tanpa dibawa pulang dan diberikan kesempatan untuk bertanya apabila ada yang tidak dimengerti.


(40)

Dalam melakukan pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Setelah semua responden mengisi kuesioner yang diberikan, maka peneliti mengumpulkan data untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian data yang sesuai diberi kode (koding) untuk memudakan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya memasukkan (entry) data ke dalam komputer dan melakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi (Danim, (2003).

Pengolahan data demografi yang meliputi : usia, kelas, asal daerah dan uang saku perbulan. Lamanya menderita scabies dan durasi dalam satu tahun dilakukan secara statistik deskriptif yang ditampilkan dalam frekuensi dan presentase dan tidak dianalisa.


(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan menggambarkan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dari tanggal 8 Desember 2012 sampai dengan 25 Januari 2013 dengan jumlah responden 140 orang. Penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini akan menguraikan gambaran data demografi responden dan gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit scabies pada santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe.

1.1 Data Demografi Responden

Data Demografi Responden menunjukkan bahwa mayoritas usia responden ada pada kelompok umur 16 tahun sebanyak 88 orang (62,9%), mayoritas yang menjadi responden adalah kelas 4 sebanyak 73 orang (52.1%), kemudian mayoritas responden berasal dari Paloh sebanyak 64 orang (45,7%), dan mayoritas uang saku per bulan responden berkisar <Rp. 300.000 sebanyak 79 orang (56,4%)


(42)

Tabel 1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe

(n=140)

data demografi responden Frekuensi Persentase Usia 15 Tahun 16 Tahun 17 Tahun 25 88 27 (17.9) (62.9) (19.3) Kelas Empat Lima 73 67 (52.1) (47.9) Asal Daerah Bireun Paloh Lhokseumawe 34 64 42 (24,3) (45,7) (30) Uang Saku per bulan

<Rp. 300.000

≥Rp. 300.000 – Rp. 500.000 >Rp. 500.000 79 52 9 (56,4) (37,1) (6,4)

1.2. faktor-faktor yang berhubngan dengan penyakit scabies pada santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe.

1.2.1 Faktor Kebersihan Diri

Dari faktor kebersihan diri, untuk kebersihan kulit dari 140 responden, 54 (38,6%) responden menyatakan tidak pernah mandi dua sampai tiga kali sehari, 53 (37,9%) responden menyatakan kadang kadang mandi dengan menggunakan sabun dan 140 (100%) responden menyatakan selalu mandi saling bersamaan dengan teman karena ruang mandi yang sempit.

Untuk kebersihan tangan dan kuku pada umumnya santri menyatakan kadang-kadang memotong kuku jika kuku sudah


(43)

panjang yaitu 79 (56,4%) resopnden dan 72 (51,4%) responden menyatakan kadang kadang membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun.

Hasil penelitian untuk kebersihan kaki, responden menyatakan kadang-kadang menggunakan kaos kaki yang kering setiap hari sebanyak 55(38,7) dan sebanyak 58(40,8) responden menyatakan kadang kadang bertukar kaos kaki dengan teman-temannya. Untuk kebersihan alat kelamin, sebanyak 62 (43,7) responden kadang-kadang membersihankan alat kelamin saat mandi, dan sebanyak 74 (52,1) responden menyatakan kadang kadang mencuci tangan setiap selesai BAB dengan menggunakan sabun.

Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase angka kejadian skabies berdasarkan faktor kebersihan Diri (n=140)

N o Pernyataan Kebersihan Diri TP n(%) KD n(%) SR n(%) SL n(%) 1 . 2 . 3 . 4 . 5 .

Saya mandi dua sampai tiga kali setiap hari

Saya mandi dengan menggunakan sabun Saya mandi saling bersamaan dengan teman karena ruang mandi sempit

Saya memotong kuku jika sudah panjang

Saya membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun 54 (38,6) 35 (25,0) 0(0) 8 (5,7) 32 (22,9) 50 (35,7) 53(37,9) 0 (0) 79 (56,4) 72 (51,4) 28(20,0) 41(29,3) 0 (0) 42(30,0) 32(22,9) 8 (5,7) 11 (7,9) 140 (100) 11 (7,9) 4 (2,9)


(44)

6 7 . 8 . 9 . Saya menggunakan kaos kaki yang kering setiap hari

Saya saling bertukar kaos kaki dengan teman-teman

Saya membersihkan alat kelamin saat mandi

Saya mencuci tangan dengan sabun setiap selesai BAB 26 (18,3) 32 (22,5) 15 (16,6) 44 (31,0) 55(38,7) 58 (40,8) 62(43,7) 74 (52,1) 47 (33,1) 41(28,9) 50(35,2) 12(8,5) 12 (8,5) 9 (6,3) 13 (9,2) 10 (7,0)

1.2.2 Faktor Perilaku

Dari faktor perilaku sebanyak 64 (45,1%) responden menyatakan kadang-kadang mengganti pakaian dalam sehabis mandi, dan kadang-kadang mengganti pakaian saya sehari sekali sebanyak 55 (38,27%), untuk menjemur pakaian basah dibawah sinar matahari responden menyatakan kadang-kadang sebanyak 65(45,8%), dan 79(55,6%) responden menyatakan kadang kadang menukar pakaian dengan teman sekamar, 58(40,8%) responden menyatakan selalu menggunakan handuk bersama-sama saat mandi, dan 64(45,1%) responden menyatakan kadang-kadang menjemur kasur dibawah sinar matahari dua minggu sekali dan terdapat 28(20,0%) yang tidak pernah berobat keklinik jika terkena skabies.


(45)

Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase angka kejadian skabies berdasarkan faktor perilaku (n=140)

N

o

Pernyataan TP

n(%) KD n(%) SR n(%) SL n(%) faktor Perilaku 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Saya mengganti pakaian dalam sehabis mandi

Saya mengganti pakaian saya sehari sekali

Saya menjemur pakaian basah dibawah sinar matahari

Saya saling menukar pakaian dengan teman sekamar

Saya menggunakan handuk bersama-sama saat

mandi

Saya menjemur kasur dibawah sinar matahari dua minggu sekali

Saya berobat ke klinik jika terkena skabies 23 (16,2) 33 (23,2) 20 (14,1) 15(10,6) 22(15,5) 21(14,8) 28(20,0) 64 (45,1) 55 (38,27) 65(45,8) 79(55,6) 58(40,8) 64(45,1) 59(42,1) 45(31,7) 42(29,6) 44(31,0) 29(20,4) 43(30,3) 36(25,4) 31(22,1) 8 (5,6) 10(7,0) 11(7,7) 17(12,0) 17(12,0) 19(13,4) 22(15,7)

1.2.3 Faktor Kebersihan Lingkungan

Untuk faktor kebersihan lingkungan sebanyak 63(45,0%) responden menyatakan kadang kadang membuka jendela setiap pagi, 54(38,6%) responden menyatakan kadang kadang membersihkan kamar setiap hari, sebanyak 140 (100%) responden menyatakan selalu tidur satu ruangan beramai-ramai karna ruangan


(46)

padat, dan 66(47,1%) responden menyatakan kadang kadang tidur berpindah-pindah sesuai kemauan responden, serta 140 (100%) responden menyatakan selalu mandi dengan air yang berada di bak mandi yang besar.

Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentase angka kejadian skabies berdasarkan faktor kebersihan lingkungan (n=140)

No Pernyataan faktor kebersihan lingkungan TP n(%) KD n(%) SR (%) SL n(%) 1. 2. 3. 4. 5.

Saya membuka jendela setiap pagi

Saya membersihkan kamar setiap hari

Saya tidur satu ruangan beramai-ramai karna ruangan padat

Saya tidur berpindah-pindah sesuai kemauan Saya mandi dengan air yang berada di bak mandi yang besar 28(20,0) 30(21,4) 0(0) 18(12,9) 0(0) 63(45,0) 54(38,6) 0(0) 66(47,1) 0(0) 36(25,7) 38(27,1) 0(0) 36(25,7) 0(0) 13(3,3) 18(12,9) 140 (100) 20(14,3) 140 (100)

1.2.4 Faktor Budaya

Untuk faktor budaya sebanyak 62 (44,3%) responden menyatakan kadang kadang tidak mandi jika sakit, dan sebanyak 60 (42,9%) responden menyatakan kadang kadang dibantu teman membersihkan diri jika sakit.


(47)

Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase angka kejadian skabies berdasarkan faktor budaya (n=140)

No Pernyataan faktor budaya TP n(%) KD n(%) SR n(%) SL n(%) 1. 2.

Saya tidak mandi jika sakit

Saya dibantu teman membersihkan diri jika sakit 11 (7,9) 30 (21,4) 62 (44,3) 60 (42,9) 44(31,4) 29(20,7) 23 (16,4) 21 (15,0)

1.2.5 Faktor Sosial Ekonomi

Untuk faktor sosial ekonomi sebanyak 50 (35,7%) responden menyatakan selalu meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun mandi. Dan sebanyak 58(41,4%) responden tidak pernah mandi tidak menggunakan sabun apabila sabun mandi habis.

Tabel 6 Distribusi frekuensi dan persentase angka kejadian skabies berdasarkan faktor sosial ekonomi (n=140)

No Pernyataan faktor sosial ekonomi TP n(%) KD n(%) SR n(0) SL n(%) 1. 2. Saya meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun mandi

Saya mandi tidak menggunakan sabun apabila sabun mandi habis 14 (10,0) 58 (41,4) 43 (30,7) 39 (27,9) 33(23,6) 28(20,0) 50 (35,7) 15 (10,7)


(48)

2. Pembahasan 2.1. Kebersihan Diri

Penilaian kebersihan diri dalam penelitian ini meliputi antara lain frekuensi mandi, memakai sabun atau tidak, membersihkan tangan dan kuku, dan membersihkan kaki. Sebagian besar santri memiliki kebersihan jelek. Oleh karena itu tungau sarcoptis scabie akan lebih mudah menginfestasi individu dengan kebersihan santri yang jelek dan sebaliknya lebih sukar menginfestasi individu dengan kebersihan diri santri yang baik karena tungau dapat dihilangkan dengan mandi teratur, pakaian dan handuk sering dicuci dan kebersihan alas tidur selalu terjaga.

Dapat dilihat dari hasil penelitian tentang kebersihan kulit santri menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki frekuensi mandi yang kurang, karena hanya 50 (35,7%) responden menyatakan kadang-kadang mandi dua sampai tiga kali sehari, 35 (25,0%) responden menyatakan tidak pernah mandi dengan menggunakan sabun.

Dari data diatas menunjukkan rendahnya personal hygine (kebersihan diri) dari para santri dan itu tidak sesuai dengan pendapat Notoadmojdjo (1997) yang mengatakan untuk selalu memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan seperti mandi minimal 2 kali dalam sehari, dan mandi dengan menggunakan sabun dan sebanyak 140 (100%) responden mengatakan selalu mandi saling bersentuhan dengan teman-teman karena ruang mandi yang sempit.


(49)

Dalam hal ini (Webhealthcenter, 2006) berpendapat sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat yang lembab dan tertutup. Ruangan yang sempit tersebut akan mempermudah penyebaran penyakit skabies dari teman saat mandi bersama karena bersentuhan dan bisa dari sarcoptis scabie yang memang sudah menghuni di ruangan yang sempit dan lembab tersebut.

Untuk kebersihan tangan dan kuku pada umumnya santri menyatakan menyatakan kadang-kadang memotong kuku jika kuku sudah panjang yaitu 79 (56,4%) resopnden dan 72 (51,4%) responden menyatakan kadang kadang membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun.. Data di atas menunjukkan cukup tingginya kemungkinan terjadinya penularan penyakit skabies melalui tangan dan kuku, karena masih kurangnya perhatian santri untuk memotong kuku dan membersihkannya dengan sabun. Sebaiknya santri mencuci tangan dengan sabun sekurang-kurangnya dua kali sehari, tangan selalu dalam keadaan bersih, kuku bersih dan pendek (Muzakir, 2008).

Hasil penelitian untuk kebersihan kaki, responden menyatakan kadang-kadang menggunakan kaos kaki yang kering setiap hari sebanyak55(38,7%), hal ini dikarenakan para santri kebanyakan hanya memiliki 1 atau 2 buah kaos kaki dan sebanyak 41(28,9) responden menyatakan sering bertukar kaos kaki dengan teman-temannya. Hal ini terjadi karena penempatan sepatu dan kaos kaki pada 1 lemari secara bersama sama, dan beberapa santri menempatkan sepatu dan kaos kaki secara sebarangan kemudian kurangnya fasilitas seperti loker, sehingga keamanan dilingkungan pesantren kurang mendapatkan pengawasan yang lebih dan akhirnya saling bertukar kaos kaki sering terjadi


(50)

saat mengikuti persekolahan. Kebiasaan memakai sepatu yang lembab dan saling tukar pakaian sesama santri akan menyebabkan penularan penyakit skabies mudah terjadi. Karena (Webhealthcenter, 2006) berpendapat sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat yang lembab dan tertutup. Salah satu tempat yang paling penting yang harus kita jaga dan dirawat yaitu kebersihan alat kelamin, pada penelitian ini terdapat sebanyak 62 (43,7) responden kadang-kadang membersihankan alat kelamin saat mandi, dan 44 (31,0) responden menyatakan tidak pernah mencuci tangan setiap selesai BAB dengan menggunakan sabun. Hal ini terjadi dikarenakan waktu mandi yang diberikan pihak pengasuh sangat sedikit sementara jumlah santri dengan jumlah kamar mandi tidak sebanding.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tampak sekali faktor kebersihan diri sangat berperan dalam penularan penyakit skabies. Karena kebersihan diri santri sangat kurang mendapatkan perhatian dari para santri maupun pengelola pesantren.

2.2Perilaku

Penilaian perilaku dalam penelitian ini antara lain pengetahuan dan kebiasaan santri. Banyak kebiasaan santri yang kurang mendukung diantaranya saling menukar baju dengan teman sekamar atau menggunakan handuk bersama dengan teman saat mandi, terkadang tidak mengganti pakaian dalam sehabis mandi atau mengganti pakaian sehari sekali dan jarang menjemur pakaian basah dan kasur dibawah sinar matahari dan lebih


(51)

buruknya lagi ada beberapa santri yang hanya kadang kadang berobat jika terkena skabies.

Dapat dilihat dari hasil penelitian tentang perilaku, sebanyak 64 (45,1%) responden menyatakan kadang-kadang mengganti pakaian dalam sehabis mandi, dalam hal ini santri setelah mandi tidak langsung menggunakan pakaian dalam dan pakaian luar yang bersih, tetapi santri tetap mengganti pakaian yang kotor setelah mandi dan kemudian mengganti pakaian yang bersih diruang kamar masing-masing. Hal ini terjadi karena ruang kamar mandi santri yang tidak memenuhi standar kesehatan dengan tidak adanya ruang khusus dan gantungan pakaian bersih dikamar mandi, sehingga menyebabkan santri malas memakai langsung pakaian bersih dikamar mandi karena pakaian yang bersih tersebut sering basah terkena percikan air mandi. Para santri juga menyatakan sebanyak 55 (38,27%) terkadang mengganti pakaian sehari sekali, ini terjadi karena buruknya perilaku para santri dalam menjaga kebersihannya, dan sebanyak 65(45,8%), responden mengatakan kadang-kadang menjemur pakaian dibawah sinar matahari, merupakan suatu anggka yang kecil tetapi tetap merupakan suatu ancaman terjadinya penularan skabies. Karena apabila baju tidak dijemur dengan kering dibawah sinar matahari maka penularan skabies akan mudah melalui pakaian kita, karena sarcopties scabie suka hidup pada tempat yang lembab (Webhealthcenter, 2006).

Sebanyak 29(20,4%) responden menyatakan sering menukar pakaian dengan teman sekamar. Perlengkapan pakaian di pesantren Modern Misbahul


(52)

Ulum Paloh Lhokseumawe di batasi sehingga banyak para santri yang selalu kehabisan pakaian sehingga santri sering saling meminjam pakaian dengan santri lain (Ponpes, 2008). Maka dari itu banyak santri yang saling berlomba untuk lebih cepat mencuci agar mendapatkan tempat menjemur pakaian, bagi yang terlambat mencuci tersebutlah yang sering meminjam pakaian temannya karena pakaiannya masih kotor.

Perilaku santri di pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe yang sangat signifikan terjadinya penularan penyakit skabies adalah penularan melalui handuk karena43(30,3%) responden menyatakan selalu menggunakan handuk bersama-sama saat mandi, dari faktor ini terlihat kebiasaan santri yang kurang baik dan kurangnya pemahaman tentang penularan penyakit skabies. Sebaiknya kebiasaan menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit menular skabies seperti baju, sabun mandi, handuk haruslah dihindari (Dinkes Prov. NAD, 2005).

Bahkan perilaku kebersihan santri yang sangat mengejutkan dalam penelitian ini adalah terdapat 64(45,1%) responden menyatakan kadang-kadang menjemur kasur dibawah sinar matahari dua minggu sekali. Penyuluhan kesehatan sangat perlu diadakan di pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe karena dalam penelitian ini terdapat santri yang kurang mengerti bahaya dari penyakit skabies, terlihat dari bersarnya persentase responden yang mengatakan tidak pernah mengobatkan penyakit skabies ke klinik pesantren yaitu sebesar 28(20,0%).


(53)

Dari penelitian ini terlihat kurangnya perhatian dari pengelola pesantren untuk selalu mengawasi segala aktivitas para santri, karena rata-rata para santri yang masih berumur 16 tahun, mereka masih memiliki kebiasaan yang buruk yang mengabaikan kesehatan, dalam hal ini tentang penyakit menular skabies.

2.3Kebersihan Lingkungan

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap kebersihan lingkungan di pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe dikategorikan kurang baik, hal ini dapat dilihat ruang tidur santri yang sempit dan sarana air yang kurang bersih karena bak air mandi sama dengan bak mencuci pakaian. Dalam penelitian ini hanya sebanyak 13(3,3%) responden menyatakan selalu membuka jendela setiap pagi, begitu juga dengan kebiasaan santri dalam membersihkan kamar setiap hari 30(21,4%) responden menyatakan tidak pernah membersihkan kamar setiap hari. Bila dilihat letak kamar tidur sebenarya masih kurang sesuai dengan persyaratan konstruksi bangunan dimana setiap kamar masih ada yang tidak memiliki jendela yang berguna untuk mempermudah masuknya sinar matahari dan pertukaran udara, yang lebih mendukung mudahnya para santri terkena scabies karena kebiasaan para santri tentang kesehatan lingkungan kurang mendapat perhatian dari para santri dan pengelola santri.

Dalam penelitian ini terdapat (100%) responden yang mengatakan selalu tidur satu ruangan beramai-ramai dan saling berhimpitan, hal ini terjadi karena ruangan kamar yang sempit yang dihuni oleh banyak santri sehingga kapasitas


(54)

ruangan tidak sesuai dengan jumlah santri yang tidur diruangan tersebut. Hal ini juga yang membuat 42 (50%) responden mengatakan selalu tidur berpindah-pindah sesuai kemauan, karena tidak adanya aturan yang menetapkan agar santri harus tidur pada tempat khusus yang sudah dipersiapkan.

Dan terdapat (100 %) responden mengatakan selalu mandi dengan air yang berada di bak besar bersama teman-teman. Hal ini terjadi karena kurangnya fasilitas pesantren sehingga sanitasi air tidak memenuhi standar kesehatan dan sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit skabies.

Kebersihan lingkungan di pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe bukan hanya kurang mendapat perhatian dari para santri saja melainkan dari pihak pengelola pesantren. Begitu juga dengan perbandingan antara jumlah santri dan kapasitas seluruh bangunan yang tidak sesuai.

2.4Budaya

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki beraneka ragam budaya. Pada masyarakat awam terdapat suatu budaya yang kurang mendukung kesehatan yaitu pemahaman bahwa pada saat sakit tidak boleh mandi atau dimandikan karena takut akan bertambah parah sakitnya. Budaya ini juga berpengaruh pada para santri Pasantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe karena dalam penelitian ini terdapat 62 (44,3%) responden menyatakan kadang kadang tidak mandi jika sakit. Merupakan pemahaman budaya yang sangat merugikan kesehatan para santri dan sangat memungkinkan terjadinya penularan skabies jika pemahaman masyarakat atau


(55)

santri tidak segera diberi pencerahan, misalnya dengan penyuluhan. Dan sebanyak 30 (21,4%) responden menyatakan tidak pernah dibantu teman membersihkan diri jika sakit. Kurangnya solidaritas para santri karena takut akan tertular dengan penyakit yang sama akan menambah tingkat kejadian scabies. Pada umumnya setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa kebersamaan dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya dikarenakan adanya sistem penghargaan yang diterima atau imbalan yang berupa karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan yang dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan.

2.5 Sosial Ekonomi

Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe adalah pesantren yang banyak di huni oleh para santri yang berusia 16 tahun dan memiliki uang saku perbulanya <RP 300.000,-. Pendapat Hurlock bahwa umur tersebut tergolong remaja dalam masa peralihan, masa terjadi perubahan terhadap perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, masa banyak masalah, masa mencari identitas dan masa yang menimbulkan kekuatan-kekuatan dan harapan-harapan sosial.

Sehingga para santri yang terbiasa jajan bebas di luar lebih dituntut untuk lebih mandiri dalam mengelola keuangan pribadi, karena para santri akan diberi uang saku dan keperluan di pesantren setiap bulannya. Santri yang manajemen keuangannya baik akan dapat menghindari penyakit menular skabies, sebaliknya santri yang manajemen keuangannya kurang baik akan


(56)

sangat berpeluang untuk terkena penyakit menular skabies, karena apabila keuangan santri habis maka para santri tidak mempunyai uang untuk membeli sabun, dan keperluan pesantren lainnya. Dapat dilihat dari penelitian ini sebanyak 50 (35,7%) responden mengatakan selalu meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun. Bahkan ada sebanyak 28(20,0%) responden menyatakan sering mandi tidak menggunakan sabun apabila sabun mandi habis.


(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai deskripsi dari Faktor-Faktor yang berhubungan dengan penyakit Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe sebagai berikut :

1. Kesimpulan

1.1 Berdasarkan faktor kebersihan diri, masih banyak santri yang belum menjaga kebersihan dirinya dengan baik, salah satunya terbukti dari 140 (100%) responden menyatakan selalu mandi saling bersamaan dengan teman karena ruang mandi yang sempit.

1.2 Berdasarkan faktor perilaku, masih santri di pondok pasantren memiliki perilaku yang buruk, ini terbuti dari sebanyak 55 (38,27%) terkadang mengganti pakaian sehari sekali.

1.3 Berdasarkan Kebersihan Lingkungan, terdapat (100%) responden yang mengatakan selalu tidur satu ruangan beramai-ramai dan saling berhimpitan, hal ini terjadi karena ruangan kamar yang sempit yang dihuni oleh banyak santri sehingga kapasitas ruangan tidak sesuai dengan jumlah santri yang tidur diruangan tersebut.

1.4 Berdasarkan faktor budaya , Pada santri masih memiiki budaya yang tidak baik, suatu budaya yang kurang mendukung kesehatan yaitu pemahaman bahwa pada saat sakit tidak boleh mandi atau dimandikan karena takut akan


(58)

bertambah parah sakitnya,terbukti terdapat 62 (44,3%) responden menyatakan kadang kadang tidak mandi jika sakit.

1.5 Berdasarkan factor social ekonomi, sebanyak 50 (35,7%) responden mengatakan selalu meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun. Bahkan ada sebanyak 28(20,0%) responden menyatakan sering mandi tidak menggunakan sabun apabila sabun mandi habis.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 140 santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe menunjukkan persentase yang cukup tinggi bagi santri untuk terkena penyakit skabies.

2 Saran

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak manajemen Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe untuk membuat peraturan dan pengawasan ketat tentang kebersihan diri perorangan para santri dan pola perilaku hidup bersih. Dan segera memperbaiki kondisi sanitasi lingkungan pondok pesantren dengan menambah jumlah kamar pondokan atau mengurangi penerimaan jumlah santri sehingga dapat mengurangi kepadatan hunian, menambah rak rak sepatu, membuat jendela, menambah tepat penampungan air dan memperlebar kamar mandi.


(59)

2. Pendidikan Keperawatan

Diharapkan para santri untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dengan rajin datang ke puskesmas apabila terjangkit scabies dan juga peran serta pengeola santri dalam mendukung santri untuk menjaga kebersihan.

3. Penelitian Keperawatan

Kepada tenaga kesehatan supaya dapat memberikan informasi maupun penyuluhan tentang pentingnya menjaga kebersihan diri, sehingga dapat menambah pengetahuan dan kemauan santri dalam menjaga kebersihan diri untuk mencegahan terkena scabies.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian (edisi revis V). Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. (2004). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (edisi ke 2).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badri. (2007). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bandung. Dibuka

pada website

Barakbah J, dkk. (2008) Buku Ajar Infeksi Menular Seksual, Jakarta: Airlangga Press University.

Danim, S. (2003). Riset Keperawatan Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC Depkes. (2007). Cegah dan Hilangkan Penyakit ‘Khas’ Pesantren. Dibuka pada

website

Djuanda, A. dkk. (1998). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: FK UI.

Emier. (2007). Scabies. Dibuka pada website

Handoko, R. (2001). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka pada

websit Harahap, M, (2002). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates.

Irawan, (2008)

pada websit Mawali, H. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.

Meyer, J. dkk. (2000). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka pada website.


(61)

Muliyono. (1998). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka padawebsite.

Notoatmodjo S. (2002). Prosedur Penelitian Kesehatan, (edisi revisi), Jakarta: Bineka Cipta.

Nursalam.(2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Sadana, (2007). Untuk Pengobatan Scabies. Jakarta: Dibuka pada website

Siregar. R.S. (2004). Penyakit Kulit Jamur. Edisi ke 2. Jakarta: EGC

Sungkar, S. (1995). Seputar Kedokteran dan Linux. Dibuka pada website

Tarwoto & Wartonah. (2002). Kebutuan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Webhealthcenter. (2006). Personal Hygiene. Dibuka pada websit webhealthcenter.com, diakses 25 Oktober 2008.

Yosef. (2007). Krim Permethin untuk pengobatan scabies, Dibuka pada websit


(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ( Informed Concent )

Saya yang bernama Zainal Bakri / 111121073 adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Program Ekstensi yang melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Penyakit Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe”

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan dan pendidikan kesehatan sehingga dengan adanya penelitian ini pengetahuan Santri dapat bertambah dan dapat mencegah penyakit skabies sedini mungkin.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Santri untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediannya untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Santri.

Partisipasi Santri dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas Santri dan semua informasi yang di berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terima kasih atas partisipasinya dalam penelitian ini.

Medan, Mei 2012 Peneliti Responden\


(67)

Surat Pernyataan

Medan, 08 Juli 2012

Sehubungan dengan penyusunan skripsi mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini telah melakukan uji validitas pada tanggal 08 Juli 2012, terhadap instrumen penelitian dari:

Nama : Zainal Bakri NIM : 111121073 Jurusan : SI Keperawatan

Judul : Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Scabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe

Demikian surat ini saya sampaikan untuk digunakan sehubungan dengan penelitian mahasiswa tersebut di atas.

Penguji,

Evi Karota Bukit, S.Kp. MNS. NIP. 196712152000032001


(68)

Kuesioner Penelitian

Berikut ini adalah data tentang diri Santri. Harap diisi dengan benar. Oleh karena itu, Adik- adik santri boleh tidak mencantumkan nama asli, cukup inisial saja.

Petunjuk :

• Berilah tanda (√ ) pada kotak pilihan yang sesuai dengan jawaban nya!

I. DATA DEMOGRAFI

1. Usia : ...Tahun (tuliskan) 2. Kelas : ... (sebutkan) 3. Asal Daerah : ... (sebutkan) 4. Uang saku perbulan : 1. <Rp. 300.000

2. ≥Rp. 300.000 – Rp. 500.000 3. >Rp. 500.000


(69)

Pernyataan tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Penyakit Scabies pada Santri di Pondok Pesantren Misbahul Ulum.

Petunjuk pengisian : Berikan tanda cheklist ( √ ) pada pada kolom jawaban yang tersedia dibawah ini dengan situasi dan kondisi yang anda alami, dimana TP : tidak pernah, KD : kadang-kadang, SR: sering dan SL : selalu.

No Pernyataan TP KD SR SL

1. Saya mandi dua sampai tiga kali setiap hari 2 Saya mandi dengan menggunakan sabun

3 Saya mandi saling bersamaan dengan teman karena ruang mandi sempit

4 Saya memotong kuku jika sudah panjang

5 Saya membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun

6 Saya menggunakan kaos kaki yang kering setiap hari

7 Saya saling bertukar kaos kaki dengan teman-teman

8 Saya membersihkan alat kelamin saat mandi 9 Saya mencuci tangan dengan sabun setiap selesai

BAB

10 Saya mengganti pakaian dalam sehabis mandi 11 Saya mengganti pakaian saya sehari sekali

12 Saya menjemur pakaian basah dibawah sinar matahari

13 Saya saling menukar pakaian dengan teman sekamar

14 Saya menggunakan handuk bersama-sama saat mandi

15 Saya menjemur kasur dibawah sinar matahari dua minggu sekali

16 Saya berobat ke klinik jika terkena skabies 17 Saya membuka jendela setiap pagi

18 Saya membersihkan kamar setiap hari

19 Saya tidur satu ruangan beramai-ramai karena ruangan padat

20 Saya tidur berpindah-pindah sesuai kemauan 21 Saya mandi dengan air yang berada di bak mandi

yang besar

22 Saya tidak mandi jika sakit

23 Saya dibantu teman membersihkan diri jika sakit 24 Saya meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun

mandi

25 Saya mandi tidak menggunakan sabun apabila sabun mandi habis


(70)

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

Biaya yang diperlukan dalam penelitian ini diperkirakan sebesar Rp. 930.000,-. Demikian perincian sebagai berikut :

No Keterangan Jumlah

1 Pengetikan dan print skripsi Rp. 150.000,- 2 Fotokopi bahan dan beli buku Rp. 250.000,- 3 Pengambilan data survey awal ke Misbahul Ulum dan

Pustu Muria Paloh Lhokseumawe Rp. 200.000,- 4 Penggandaan skripsi 5 buah @ Rp. 6.000,- Rp. 30.000,- 5 Pembelian Flashdisk Rp. 90.000,- 6 Biaya transportasi Rp. 120.000,- 7 Biaya tidak terduga Rp. 100.000,- Total biaya Rp. 930.000,-


(71)

CURICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Zainal Bakri

Tempat / Tgl lahir : Lhokseumawe, 16 Januari 1987 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : jl. Makam Malikussaleh, Geudong Pasee Aceh Utara

No. HP : 085277699600

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri Geudong : Tahun 1994 – 2000 2. MTs Misbahul Ulum : Tahun 2000 – 2003 3. Mas Misbahul Ulum : Tahun 2003 – 2006


(1)

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ( Informed Concent )

Saya yang bernama Zainal Bakri / 111121073 adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Program Ekstensi yang melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Penyakit Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe”

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan dan pendidikan kesehatan sehingga dengan adanya penelitian ini pengetahuan Santri dapat bertambah dan dapat mencegah penyakit skabies sedini mungkin.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Santri untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediannya untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Santri.

Partisipasi Santri dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas Santri dan semua informasi yang di berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terima kasih atas partisipasinya dalam penelitian ini.

Medan, Mei 2012

Peneliti Responden\


(2)

Surat Pernyataan

Medan, 08 Juli 2012

Sehubungan dengan penyusunan skripsi mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini telah melakukan uji validitas pada tanggal 08 Juli 2012, terhadap instrumen penelitian dari:

Nama : Zainal Bakri NIM : 111121073 Jurusan : SI Keperawatan

Judul : Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Scabies pada Santri di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lhokseumawe

Demikian surat ini saya sampaikan untuk digunakan sehubungan dengan penelitian mahasiswa tersebut di atas.

Penguji,

Evi Karota Bukit, S.Kp. MNS. NIP. 196712152000032001


(3)

Kuesioner Penelitian

Berikut ini adalah data tentang diri Santri. Harap diisi dengan benar. Oleh karena itu, Adik- adik santri boleh tidak mencantumkan nama asli, cukup inisial saja.

Petunjuk :

• Berilah tanda (√ ) pada kotak pilihan yang sesuai dengan jawaban nya!

I. DATA DEMOGRAFI

1. Usia : ...Tahun (tuliskan) 2. Kelas : ... (sebutkan) 3. Asal Daerah : ... (sebutkan) 4. Uang saku perbulan : 1. <Rp. 300.000

2. ≥Rp. 300.000 – Rp. 500.000 3. >Rp. 500.000


(4)

Pernyataan tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Penyakit Scabies pada Santri di Pondok Pesantren Misbahul Ulum.

Petunjuk pengisian : Berikan tanda cheklist ( √ ) pada pada kolom jawaban yang tersedia dibawah ini dengan situasi dan kondisi yang anda alami, dimana TP : tidak pernah, KD : kadang-kadang, SR: sering dan SL : selalu.

No Pernyataan TP KD SR SL

1. Saya mandi dua sampai tiga kali setiap hari 2 Saya mandi dengan menggunakan sabun

3 Saya mandi saling bersamaan dengan teman karena ruang mandi sempit

4 Saya memotong kuku jika sudah panjang

5 Saya membersihkan kuku dengan menyikat atau menggunakan sabun

6 Saya menggunakan kaos kaki yang kering setiap hari

7 Saya saling bertukar kaos kaki dengan teman-teman

8 Saya membersihkan alat kelamin saat mandi 9 Saya mencuci tangan dengan sabun setiap selesai

BAB

10 Saya mengganti pakaian dalam sehabis mandi 11 Saya mengganti pakaian saya sehari sekali

12 Saya menjemur pakaian basah dibawah sinar matahari

13 Saya saling menukar pakaian dengan teman sekamar

14 Saya menggunakan handuk bersama-sama saat mandi

15 Saya menjemur kasur dibawah sinar matahari dua minggu sekali

16 Saya berobat ke klinik jika terkena skabies 17 Saya membuka jendela setiap pagi

18 Saya membersihkan kamar setiap hari

19 Saya tidur satu ruangan beramai-ramai karena ruangan padat

20 Saya tidur berpindah-pindah sesuai kemauan 21 Saya mandi dengan air yang berada di bak mandi

yang besar

22 Saya tidak mandi jika sakit

23 Saya dibantu teman membersihkan diri jika sakit 24 Saya meminjam sabun mandi jika kehabisan sabun

mandi

25 Saya mandi tidak menggunakan sabun apabila sabun mandi habis


(5)

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

Biaya yang diperlukan dalam penelitian ini diperkirakan sebesar Rp. 930.000,-. Demikian perincian sebagai berikut :

No Keterangan Jumlah

1 Pengetikan dan print skripsi Rp. 150.000,- 2 Fotokopi bahan dan beli buku Rp. 250.000,- 3 Pengambilan data survey awal ke Misbahul Ulum dan

Pustu Muria Paloh Lhokseumawe Rp. 200.000,- 4 Penggandaan skripsi 5 buah @ Rp. 6.000,- Rp. 30.000,-

5 Pembelian Flashdisk Rp. 90.000,-

6 Biaya transportasi Rp. 120.000,-

7 Biaya tidak terduga Rp. 100.000,-


(6)

CURICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Zainal Bakri

Tempat / Tgl lahir : Lhokseumawe, 16 Januari 1987 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : jl. Makam Malikussaleh, Geudong Pasee Aceh Utara

No. HP : 085277699600

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri Geudong : Tahun 1994 – 2000 2. MTs Misbahul Ulum : Tahun 2000 – 2003 3. Mas Misbahul Ulum : Tahun 2003 – 2006


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan

11 68 64

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren Di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

4 64 115

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suspect Skabies Pada Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

3 51 135

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD Hubungan Antara Penyakit Skabies Dengan Tingkat Kualitas Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD Hubungan Antara Penyakit Skabies Dengan Tingkat Kualitas Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

0 4 14

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MAKMUR TUNGKAR KABUPATEN 50 KOTA TAHUN 2011.

0 0 12

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN VITAL EXHAUSTION PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER | Karya Tulis Ilmiah

0 0 3

A. PENDAHULUAN. - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PENYAKIT KULIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH SUKOREJO SUMBEREJO SITUBOND

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Dasar Skabies - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Modern Misbahul Ulum Paloh Lokseumawe

0 0 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT SKABIES PADA SANTRI PONDOK PESANTREN AL-AZIZIYAH KAPEK GUNUNG SARI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 - Repository UNRAM

0 5 9