Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suspect Skabies Pada Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

(1)

(2)

i

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.

2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.

Ciputat, Juli 2014


(3)

ii Mushallina Lathifa, NIM: 1110101000034

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANSUSPECT SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM,

SUMATERA BARAT TAHUN 2014

(xv+ 103 halaman, 8 tabel, 1 bagan, 4 lampiran) ABSTRAK

Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat dengan kejadian 106. 568 kasus (Dinkes Prop. Sumbar, 2010 dalam Akmal, 2013). Dari banyaknya kasus penyakit kulit yang ada di Sumatera Barat, penderita didominasi oleh santri di berbagai pondok pesantren yang ada di wilayah tersebut (Akmal, 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengansuspectskabies pada santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia tahun 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi dengan cross sectional study dengan metode proportion random sampling. Populasi penelitian ini ialah seluruh santriwati dengan jumlah sampel 73 orang dan ustadzah yang berjumlah 9 orang. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa absensi santriwati tiap kamar dan data primer yang diperoleh dengan cara wawancara dan observasi. Adapun instrumen penelitian yang digunakan ialah kuesioner dan lembar observasi.

Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden (76, 7%) mengalami suspect skabies. Kemudian dari hasil analisis bivariat yang menggunakan uji Chi square dengan ɑ 5% diperoleh lima faktor yang berhubungan dengan suspect skabies yaitu personal hygiene (p= 0, 006), kelembaban (p= 0, 000), ventilasi (p= 0, 000), kepadatan hunian (p= 0, 014), dan dukungan pihak pesantren (p= 0, 000).

Suspectskabies pada santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia memiliki hubungan dengan beberapa faktor yaitu personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pesantren. Oleh karena itu, maka disarankan kepada Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia untuk menerapkan pendidikan kesehatan, melaksanakan pendataan kesehatan secara aktif dan rutin, dan mengatur tata letak perlengkapan santriwati pada tiap kamar yang disesuaikan dengan standar kesehatan.

Kata kunci: Suspect skabies, personal hygiene, kelembaban, dan kepadatan hunian


(4)

iii A Thesis, July 2014

Mushallina Lathifa, Student Identification Number: 1110101000034

SOME FACTORS RELATED TO SCABIES SUSPECTS AT FEMALE STUDENTS OF DINIYYAH PASIA ISLAMIC MODERN BOARDING SCHOOL, AMPEK ANGKEK-AGAM DISTRICT-WEST SUMATRA-2014 (xv+103 pages, 8 tables, 1 chart, 4 appendixes)

ABSTRACT

In 2010, skin disease was the 10 ten most common disease in West Sumatra. It had106. 568 cases (Health Department of West Sumatra Province, 2010 in Akmal, 2013). From so many skin disease cases which happened in West Sumatra, patients were dominated by boarding school’s students from various Islamic boarding school all over the region (Akmal, 2013). This research was aimed at finding out some factors which are related to suspect scabies to the female students of Islamic boarding school at Diniyyah Pasia Islamic Modern Boarding School in 2014.

This research was an epidemiological research with cross sectional study by using sampling methode of proportion random sampling. The population in this research was all of female students by sample size 73 persons and 9 female teachers. The secondary data which was used in the research was the female students attendance list in every room and the primary data was gained by doing interview and observation. Questionnaire and observation sheets were used as the research instruments.

The result of this research, most of the respondents ( 76 % ) were found as suspect scabies. From the bivariate analysis withɑ5%, it was found out that there are five factors which were related to suspect scabies, they were: personal hygiene (p= 0, 006), humidity (p= 0, 000), ventilation(p= 0, 000), residential density (p= 0, 014), and support from the boarding school committee (p= 0, 000).

Suspect scabies which happened on female students of Diniyyah Pasia Islamic Modern Boarding School was related to some factors, they were personal hygiene, humidity, ventilation, residential density and support of the boarding school committee. Therefore, it was suggested to Diniyyah Pasia Islamic Modern Boarding School to apply health education, conduct an active and regular survey on students health, and having a healthy arrangement of female students equipments in every room.

Keywords :Suspect scabies, personal hygiene, humidity, and residential density Reference : 43 (1995-2014)


(5)

(6)

(7)

vi

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 24Agustus 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Golongan Darah : O

No. HP : 083897852254

Email :lathifatuzzahra@gmail.com

Alamat Asal : Koto Tuo Balaigurah, Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat

Alamat Sekarang : Jl. Legoso Raya, Komplek Batan No.23, Kel. Pisangan, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten

Riwayat Pendidikan :

TK ‘Aisyiyah Pondok Aren (1997-1998)

SDN 01 Koto Tuo Balaigurah (1998-2004)

MTs Diniyyah Pasia (2004-2007)

MA Diniyyah Pasia (2007-2010)

Kursus Mahir Dasar (KMD) Pembina Pramuka (2009)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Kesehatan Masyarakat (2010-sekarang)


(8)

vii

Modern Diniyyah Pasia

2008-2009 Ketua Bagian Bahasa Organisasi Pelajar Pesantren Modern Diniyyah Pasia

2010-2012 Staf Ahli Pengembangan Ekonomi Komisariat Dakwah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

2012-Sekarang Anggota Environmental Health Student Association (ENVIHSA)

2012-2013 Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Pisangan, Kec. Ciputat Timur, Tangerang Selatan

2013-2014 Sekretaris Gerakan Menuju Anak Baik Indonesia (GEMABI) Tangerang Selatan

Pengalaman Kerja:

2012 : Tim Survei Masalah Pemasangan Kabel SUTT Kab. Bandung 2012 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Pisangan 2013 : Staf Fundraising Lembaga ‘Amil Zakat Mizan Amanah 2014 : Relawan bidang assessment Aksi Cepat Tanggap (ACT)

2014 : Magang di Instalasi Penyehatan Lingkungan RSUD DR. Achmad Mochtar Bukittinggi

2014 : Face to face Fundraiser di Dompet Dhuafa Kunjungan Lapangan:

2012 : PT. Chevron Geothermal Garut Indonesia

2012 : PT. JOB Pertamina-Petrochina, Tuban, Indonesia 2012 : TPA Bantar Gebang, Bekasi


(9)

viii

rahmat, hidayah dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECTSKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM, SUMATERA BARAT TAHUN 2014”.

Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta dukungan dalam penyusunan laporan ini. Ucapan terimakasih terutama ditujukan kepada :

1. Kedua orang tuaku, ayah dan ummi yaitu Muhasril MZ dan Naziar Nazir, kakak-kakakku ( Mushallina Rahmi & Al Ghazali, Muhammad Ridha Ilahi, dan Mushallina Hilma), serta keponakanku tersayang Ibrahim Putra Gazami, yang selalu mendukung dan mendo’akan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah.

4. DR. Arif Sumantri, M.KM selaku ketua peminatan Kesehatan Lingkungan dan dosen pembimbing pertama, terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya selama menyusun skripsi.


(10)

ix

6. Seluruh pihak Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang telah memberikan izin, bantuan, dan kesediaan waktunya selama penelitian berlangsung.

7. Jamaah kesehatan lingkungan angkatan 2010 yang selalu semangat dan menyemangati penulis.

8. Teman-teman di Kosan Boenda, Alya as my roommate, Bang Zubir as calon kakak ipar, Nurul, Kak Gia, Kak Rinfi, Wafiq, dan Kak Rizky as supporters, yang telah membantu, mendukung, dan mengingatkan penulis untuk terus semangat dalam mengerjakan skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukan sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Ciputat, 3 Juli 2014


(11)

x

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.3.1 Tujuan Umum... 4

1.3.2 Tujuan Khusus... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies ... 7

2.1.1 Definisi ... 7

2.1.2 Penyebab ... 7

2.1.3 Patogenesis ... 8

2.1.4 Penularan ... 10

2.1.5 Gejala... 11

2.1.6 Diagnosis ... 12

2.1.7 Epidemiologi Skabies... 14

2.1.8 Pengobatan ... 15

2.1.9 Pencegahan ... 17

2.2 Faktor Risiko... 18

2.2.1 Pengetahuan... 18

2.2.2 Personal Hygiene... 22

2.2.3 Kelembaban... 28

2.2.4 Ventilasi... 28

2.2.5 Kepadatan Hunian ... 31

2.2.6 Dukungan Pihak Pondok Pesantren ... 33

2.3 Pondok Pesantren... 36

2.3.1 Pengertian ... 36

2.4 Teori Simpul ... 37


(12)

xi BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ... 49

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 49

4.3 Populasi Dan Sampel ... 49

4.4 Pengumpulan Data ... 52

4.4.1 Sumber Data ... 52

4.4.2 Instrumen ... 52

4.5 Pengolahan Data ... 53

4.6 Analisa Data... 54

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 55

5.2 Hasil Penelitian ... 58

5.2.1 Analisa Univariat... 58

5.2.2 Analisa Bivariat ... 63

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian... 70

6.1.1 Sumber Data ... 70

6.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 71

6.2.1 Analisis Univariat... 71

6.2.1.1 SuspectScabies ... 71

6.2.1.2 Pengetahuan ... 73

6.2.1.3 Personal Hygiene ... 74

6.2.1.4 Kelembaban... 75

6.2.1.5 Ventilasi ... 76

6.2.1.6 Kepadatan Hunian ... 77

6.2.1.7 Dukungan Pihak Pesantren... 78

6.2.2 Analisis Bivariat ... 78

6.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan SuspectSkabies ... 79

6.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan SuspectSkabies ... 81

6.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan SuspectSkabies ... 84

6.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies ... 85

6.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan SuspectSkabies ... 86


(13)

xii

7.2 Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xiii

Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun

2014... 59 Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan Santriwati di Pondok Pesantren

Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Tahun 2014... 59 Tabel 5.3 GambaranPersonal HygieneSantriwatidi Pondok Pesantren

Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Tahun 2014... 60 Tabel 5.4 Gambaran Kelembaban di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun

2014... 61 Tabel 5.5 Gambaran Ventilasi di Pondok Pesantren Modern Diniyyah

Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ... 61 Tabel 5.7 Gambaran Kepadatan Hunian di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun

2014... 62 Tabel 5.8 Gambaran Dukungan Pihak Pesantren di Pondok Pesantren

Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Tahun 2014... 63 Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan Responden denganSuspect Skabies

di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten

Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ... 64 Tabel 5.10 Hubungan Personal Hygiene Responden denganSuspect

Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,

Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014... 65 Tabel 5.11 Hubungan Kelembaban dengan Suspect Skabies di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,

Sumatera Barat Tahun 2014... 66 Tabel 5.12 Hubungan Ventilasi dengan Suspect Skabies di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,

Sumatera Barat Tahun 2014... 67 Tabel 5.13 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten

Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ... 68 Tabel 5.14 Hubungan Dukungan Pihak Pesantren Terhadap Suspect

Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,


(15)

xiv

2. Kerangka Teori... 40 3. Kerangka Konsep ... 42


(16)

xv

Lampiran 4: Lembar Observasi Dukungan Pesantren Lampiran 5: Hasil Analisis di SPSS


(17)

1.1 Latar Belakang

Penyakit berbasis lingkungan yaitu fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar, atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu (Achmadi, 2012). Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan.

Penyakit kulit merupakan salah satu jenis penyakit menular yang berbasis lingkungan. Penyakit kulit merupakan jenis penyakit yang berhubungan dengan kematian di Sub Sahara Afrika pada tahun 2011 (Cahyaningsih, 2012). Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah skabies (Wijaya, 2011).

Lebih dari 300 juta kasus skabies terjadi di belahan dunia setiap tahunnya (Cahyaningsih, 2012). Di negara berkembang lebih dari seperempat populasi bisa terinfeksi penyakit skabies (Wijayanti, 2008). Sedangkan menurut Muzakir (2008), di beberapa negara berkembang prevalensi skabies sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak dan remaja.


(18)

Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat dengan kejadian 106. 568 kasus (Dinkes Prop. Sumbar, 2010 dalam Akmal, dkk, 2013). Dari banyaknya kasus penyakit kulit yang ada di Sumatera Barat, penderita didominasi oleh santri di berbagai pondok pesantren yang ada di wilayah tersebut (Akmal, dkk, 2013). Diperkirakan sanitasi lingkungan yang buruk merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit skabies diantara santri di Pondok pesantren (Dinkes Prop Jatim, 1997).

Penyakit skabies sering muncul karena kurangnya kebersihan diri dengan sanitasi lingkungan yang buruk, penyakit ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var homini. Skabies merupakan penyakit infeksi dan menular dengan fenomena gunung es (Rafif, 2011). Dalam Cahyaningsih (2012) penyakit skabies menyerang manusia secara kelompok (misalnya pada asrama, pesantren, penjara, perkampungan yang padat penduduk). Pondok pesantren termasuk tempat yang beresiko terjadi skabies karena merupakan salah satu tempat yang berpenghuni padat (Wijaya, 2011).

Menurut Green dalam Azizah (2012), guru mempunyai peran terhadap perilaku murid dalam memelihara kesehatannya. Guru dapat berperan sebagai konselor, pemberi instruksi, motivator, manajer, dan model dalam menunjukkan sesuatu yang baik misalnya dalam perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan hasil penelitian Linda dan Adiwiryono, 2010 dalam


(19)

Azizah, 2012 menunjukkan adanya hubungan antara peran guru dengan praktek PHBS pada peserta PAUD. Selain itu guru diharapkan dapat mendorong murid-murid mereka dalam melaksanakan kebiasaan memelihara kesehatan (Azizah, 2012). Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pada pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen (Qomar, 2007).

Rohmawati (2010) menyatakan bahwa sebanyak 74, 74% responden di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta menderita penyakit skabies yang diakibatkan karena mereka mempunyai pengetahuan yang rendah terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dan mereka mempunyai resiko terkena penyakit skabies 2, 34 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Muzakir (2008) di pondok pesantren Kabupaten Aceh Besar sebanyak 61% responden mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga banyak santri yang terkena penyakit skabies. Ini berarti pengetahuan seseorang dapat mendukungnya terhindar dari penyakit, terutama penyakit menular.

Menurut penulis sendiri, skabies pada santriwati adalah masalah kesehatan yang unik, karena sejak dulu dan didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang didapat ketika menjadi santriwati bahwa skabies adalah penyakit yang tidak pernah ada habisnya di lingkungan pondok pesantren akan tetapi sangat disayangkan sekali pihak pondok pesantren belum


(20)

memberikan perhatian yang besar dalam penanganan masalah skabies sehingga tidak ada data yang lengkap mengenai santriwati yang menderita skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik dan ingin mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah suspect skabies pada santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang berhubungan dengan beberapa faktor yang diantaranya adalah pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak pesantren. Selama menempuh pendidikan di pondok pesantren, akhirnya penulis merasakan bahwa skabies adalah masalah kesehatan yang unik, karena masalah tersebut tidak pernah selesai di pondok pesantren.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor–faktor yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014.


(21)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan santriwati mengenai skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

b. Untuk mengetahui personal hygiene santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

c. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014.

d. Untuk mengetahui dukungan pihak pondok pesantren di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

e. Untuk mengetahui hubungan faktor yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014

1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan menambah keterampilan penulis dalam menganalisis dan mengolah data.


(22)

b. Bagi Fakultas

Dapat menjadi media untuk menjalin kerjasama antara institusi pendidikan dengan lokasi penelitian dan mendapat masukan yang bermanfaat dalam pengembangan kurikulum Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Bagi Pondok Pesantren

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies pada santri Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, sehingga dapat dibuat kebijakan dan strategi penanganan masalah tersebut oleh pihak pesantren.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Bulan Maret-Mei 2014. Pada penelitian ini penulis membatasi pada analisis beberapa faktor yang berhubungan dengan suspect skabies, diantaranya yaitu pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak pesantren. Setelah mengetahui ada atau tidaknya hubungan, penulis kemudian menganalisa hubungan tersebut. Penelitian ini didasarkan oleh pengetahuan dan pengalaman penulis setelah mengenyam pendidikan di pondok pesantren tersebut selama enam tahun.


(23)

7 2.1 Skabies

2.1.1 Definisi

Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Harahap, 2008).

2.1.2 Penyebab

Skabies disebabkan oleh kutu/tungau Sarcoptes scabiei.Sarcoptes scabiei bersifat obligat parasit yang mutlak memerlukan induk semang untuk berkembang biak. S.scabieitidak dapat dibiakkan secara in vitro meskipun telah ditumbuhkan pada media yang terdiri dari tick cell medium25%, serum kambing 50% ekstrak epidermis 25%, streptomisin 200 mg/ml dan fungizone 10mg/ml (Tarigan,1999 dalam Wardhana, 2006).

Sarcoptes scabiei adalah tungau kecil berkaki delapan, dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini. Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm pada jantan dan 0,2 x


(24)

Secara morfologik merupakan tungau kecil,berbentuk oval,punggungnya cembung dan bagian perutnya rata,tunggau ini transient,berwarna putih dan tidak bermata. Tungau betina panjangnya 330-450 mikron,sedangkan tungau jantan lebih kecil kurang lebih setengahnya yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan kecepatan 2,5cm permenit di permukaan kulit (Asra, 2010).

Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5mm–5mm per hari.Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan menggali terowongan, biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan.

Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa.Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari.Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang kecil pada patogenesis penyakit. Biasanya hanya hidup


(25)

dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina (Asra, 2010).

2.1.3 Patogenesis

Infestasi dimulai saat tungau betina yang telah dibuahi tiba di permukaan kulit. Dalam waktu satu jam, tungau tersebut akan mulai menggali terowongan. Setelah tiga puluh hari, terowongan yang awalnya hanya beberapa millimeter bertambah panjang menjadi beberapa centimeter. Meskipun begitu, terowongan ini hanya terdapat di stratum korneum dan tidak akan menembus lapisan kulit di bawah epidermis. Terowongan ini dibuat untuk menyimpan telur- telur tungau, kadang- kadang juga ditemukan skibala di dalamnya. Tungau dan produk- produknya inilah yang berperan sebagai iritan yang akan merangsang sistem imun tubuh untuk mengerahkan komponen - komponennya (Habif, 2003).

Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun spesifik lainnya belum memberikan respon. Namun, terjadi perlawanan dari tubuh oleh sistem imun non spesifik yang disebut inflamasi. Tanda dari terjadinya inflamasi ini antara lain timbulnya kemerahan pada kulit, panas, nyeri dan bengkak. Hal ini disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat inflamasi yang terjadi atas pengaruh amin vasoaktif seperti histamine, triptamin dan mediator lainnya yang berasal dari sel mastosit. Mediator- mediator inflamasi itu juga menyebabkan rasa


(26)

gatal di kulit. Molekul- molekul seperti prostaglandin dan kinin juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan protein plasma melintasi endotel yang menimbulkan kemerahan dan panas (Baratawidjaja, 2007).

Faktor kemotaktik yang diproduksi seperti C5a, histamine, leukotrien akan menarik fagosit. Peningkatan permeabilitas vaskuler memudahkan neutrofil dan monosit memasuki jaringan tersebut. Neutrofil datang terlebih dahulu untuk menghancurkan/ menyingkirkan antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi beberapa sel akan mati dan mengeluarkan isinya yang juga akan merusak jaringan sehingga menimbulkan proses inflamasi. Sel mononuklear datang untuk menyingkirkan debris dan merangsang penyembuhan (Baratawidjaja, 2007).

Bila proses inflamasi yang diperankan oleh pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi infestasi tungau dan produknya tersebut, maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen (Kresno, 2007). 2.1.4 Penularan

Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan skabies pada hewan, yaitu secara kontak langsung dengan penderita. Disamping itu kontak secara tidak langsung seperti


(27)

melalui pakaian, handuk, seprai, dan barang-barang lain yang pernah dipakai oleh penderita, juga merupakan sumber penularan yang harus dihindari (Currie et al, 2004 dalam Wardhana, 2006).

Tungau S.scabiei hidup dari sampel debu penderita, lantai, furniture dan tempat tidur (Arlian et al 1998 dalam Wardhana, 2006). Masa inkubasi skabies pada manusia yang belum pernah terinfestasi tungau adalah dua sampai enam minggu, tetapi penderita yang pernah terserang skabies sekitar satu hingga empat hari. Satu bulan pasca infestasi, jumlah tungau di dalam lapisan kulit mengalami peningkatan. Sebanyak dua puluh lima ekor tungau betina dewasa ditemukan pada lima puluh hari pascainfestasi dan menjadi lima ratus ekor setelah seratus hari kemudian (Mc Carthy et al, 2004, dalam Wardhana, 2006).

2.1.5 Gejala

Gejala yang ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei adalah gatal-gatal terutama pada malam hari (pruritus nokturna). Ini terjadi karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas, dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas sehingga dapat mengganggu ketenangan ketika tidur (Cahyaningsih, 2012).

Gejala utama skabies adalah gatal, yang secara khas terjadi di malam hari. Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, yaitu terowongan dan ruam. Terowongan terutama ditemukan pada


(28)

tangan dan kaki, khususnya bagian samping jari tangan dan kaki, sela- sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki. Masing-masing terowongan panjangnya beberapa millimeter hingga beberapa centimeter, biasanya berliku- liku dan ada vesikel pada salah satu ujung yang berdekatan dengan tungau yang sedang menggali terowongan, seringkali disertai eritema ringan (Brown dkk, 2002).

Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap tungau (Brown dkk, 2002).Selain itu juga dapat terjadi lesi sekunder akibat garukan maupun infeksi sekunder seperti eksema, pustula, eritema, nodul dan eksoriasi (Habif, 2003).

2.1.6 Diagnosis

Menurut Handoko, 2007, diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu:

a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.

c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu


(29)

ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat- tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jari-jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian bawah.

d. Menemukan tungau. Untuk menemukan tungau atau terowongan, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: 1) Kerokan kulit

Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan lensa mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.

2) Mengambil tungau dengan jarum

Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.

3) Epidermal shave biopsy

Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit.Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi.


(30)

4) Burrow ink test

Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama dua menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig- zag.

5) Swab kulit

Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat.Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop.

6) Uji tetrasiklin

Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan fluoresesnsi (Sungkar, 2000).

2.1.7 Epidemiologi Skabies

Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat, ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies.Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur, insiden semua pada pria dan wanita (Hendra, 2012).

Insiden skabies pada negara berkembang menunjukkan siklus fluktasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan, interval dari


(31)

akhir suatu epidemik pada permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor yang dapat mempengaruh penyebarannya adalah kemiskinan,hygiene yang jelek,seksual promiskuitas,diagnosis yang salah,demogarfi,ekologi dan derajat sensitasi individual,insidensi di Indonesia masih cukup tinggi,terendah di Sulawesi Utara,dan tertinggi di Jawa Barat (Hendra, 2012).

2.1.8 Pengobatan

Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu:

a. Permetrin

Merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala dan leher anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih.

b. Malation

Malation 0,5 % dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian (Harahap, 2000).


(32)

c. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %)

Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.Efek sampingnya sering terjadi iritasi dan kadang semakin gatal setelah digunakan (Handoko, 2001). d. Sulfur

Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap, 2000).

e. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus ditambah 2 –3 bagian dari air dan digunakan selam 2 –3 hari (Harahap, 2000).

f. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)

Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi.Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat.Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian (Handoko, 2001).


(33)

g. Krotamiton

Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan.Mempunyai 2 efek sebagai anti skabies dan anti gatal (Handoko, 2001).

2.1.9 Pencegahan

Pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita secara bersama. Pakaian, handuk, dan lainnya yang pernah digunakan penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas.Pakaian dan barang-barang asal kain, dianjurkan untuk disetrika sebelum dipakai seprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal sekali tiga hari. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air seperti bantal, guling, selimut disarankan dimasukkan ke kantong plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah matahari, sambil dibolak-balik minimal dua puluh menit sekali. Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S.scabiei (Wardhana, 2006).


(34)

2.2 Faktor Risiko

Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, personal hygiene yang buruk, lingkungan yang tidak saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene perorangan yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit scabies ini (Ma’rufi, 2005).

Skabies disebabkan antara lain oleh rendahnya faktor sosial ekonomi, hygiene yang buruk seperti mandi, mengganti pakaian, pemakaian handuk dan melakukan hubungan seksual. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan di tempat seperti asrama, panti asuhan, rumah penjara atau di daerah perkampungan yang kurang terjaga kebersihannya (Saleha, 1997).Skabies pada santriwati disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengetahuan, personal hygiene,kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak pondok pesantren.

2.2.1 Pengetahuan 2.2.1.1 Definisi

Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadapa suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu berupa indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan


(35)

telinga ( Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan dibagi atas beberapa tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah menigkatkan kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek/ materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang telah dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.


(36)

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-kompenen, tetapi masih didalam sesuatu struktur organisasi, dan masih ada lainnya satu sama lain. Seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis dapat menunjukkan kepada suatu komponen untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.Dengan kata bain sinlerisadalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari format yang ada.Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau merumuskan rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penelitian-penelitian ini didasarkan pada mutu kriteria yang telah ada.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penilaian atau responden.


(37)

2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang ( S. Notoatmodjo, 2003):

a. Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada kedewasaan.

b. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang cukup dari seseorang sangatlah mungkin seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.

c. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami. Suatu objek psikologis cenderung akan bersikap negatif terhadap objek tersebut untuk menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan, pengalaman akan lebih mendalam dan lama membekas.


(38)

d. Usia

Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya.

2.2.1 Personal Hygiene 2.2.2.1 Definisi

Personal Hygiene adalah perawatan diri dimana individu mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Seseorang dikatakanpersonal hygienenya baik bila yang bersangkutan dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata, hidung, telinga, alat kelamin, dan handuk, serta alas tidur (Badri, 2005). Personal hygienesantri yang mempengaruhi kejadian skabies meliputi: a. Kebersihan kulit

Integumen (kulit) adalah massa jaringan terbesar di tubuh. Kulit bekerja melindungi dan menginsulasi struktur-struktur dibawahnya dan berfungsi sebagai cadangan kalori. Kulit mencerminkan emosi dan stres yang kita alami, dan berdampak kepada penghargaan orang lain merespon kita. Selama hidup, kulit


(39)

dapat teriris, tergigit, mengalami iritasi, terbakar, atau terinfeksi.Kulit memiliki kapasitas dan daya tahan yang luar biasa untuk pulih (Afni, 2011).

Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain.Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies (Frenki, 2011).

Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah:

1) Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.

2) Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah selesai kegiatan tersebut.

3) Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari.

4) Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akanmenyebabkan iritasi dan infeksi.

5) Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk yang tidak samadengan orang lain (Frenki, 2011).

b. Kebersihan tangan dan kuku

Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita skabies


(40)

akansangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas.

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung tangan.

2) Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari.

3) Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan.

4) Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit (Frenki, 2011). c. Kebersihan genitalia

Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering.


(41)

Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akanmeningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur.Oleh karena itu, seringlah mengganti celana dalam (Safitri, 2008 dalam Frenki, 2011).

d. Kebersihan pakaian

Menurut penelitian Ma’rufi, dkk (2005) menunjukkan bahwa perilaku kebersihan perorangan yang buruk sangat mempengaruhi seseorang menderita skabies, sebaliknya, pada orang yang perilaku kebersihan dirinya baik maka tungau lebih sulit menginfestasi individu karena tungau dapat dihilangkan dengan mandi dan menggunakan sabun, pakaian dicuci dengan sabun cuci dan kebersihan alas tidur. Hal ini sejalan dengan penelitian Trisnawati (2009), bahwa ada hubungan antara praktik mandi memakai sabun, kebiasaan bertukar pakaian dengan santri lain dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al Itqon Kelurahan Tlogosari Wetan.

e. Kebersihan handuk

Berdasarkan penelitian Muslih (2012), di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi pada responden yang menggunakan handuk bersama (66,7%), dibandingkan dengan responden yang tidak menggunakan handuk bersama (30,4%), dan dari hasil uji statistik prilaku ini mempunyai hubungan dengan kejadian skabies. Hasil POR menunjukkan


(42)

responden yang menggunakan handuk bersama 4,588 kali berpeluang untuk menderita skabies dibanding responden yang tidak menggunakan handuk bersama.

f. Kebersihan tempat tidur dan sprei

Menurut Mansyur (2007) penularan skabies secara tidak langsung dapat disebabkan melalui perlengkapan tidur, dan menurut hasil penelitian Muslih (2012), kejadian skabies lebih tinggi terjadi pada responden yang tidak menjemur kasur (54,5%) dan menunjukkan adanya hubungan antara menjemur kasur minimal 2 minggu sekali dengan kejadian skabies. Hal ini sesuai dengan penelitian Frenki (2011)di Pondok Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru, bahwa variabel Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian skabies, dengan nilaip= 0,000 (p<0,05).

2.2.2.2 Tujuanpersonal hygiene, diantaranya yaitu: a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang b. Memelihara kebersihan diri seseorang c. Memperbaikipersonal hyieneyang kurang d. Mencegah penyakit

e. Menciptakan keindahan


(43)

2.2.2.3 Faktor-faktor yang MempengaruhiPersonal Hygiene a. Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya. b. Praktik sosial

Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan polapersonal hygiene.

c. Status sosial-ekonomi

Personal hygienememerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya

d. Pengetahuan

Pengetahuanpersonal hygienesangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan kakinya.

e. Budaya

Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.


(44)

f. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

g. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya (Hidayat, 2009).

2.2.3 Kelembaban

Keadaan rumah yang lembab akan mendukung terjadinya penyakit dan penularan penyakit. Kelembaban merupakan media yang baik untuk berkembangnya bakteri-bakteri pathogen.Menurut Kepmenkes No.829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, kelembaban udara yang diperbolehkan berkisar antara 40%-70%.Pada penelitian Khotimah (2013), menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelembaban ruangan dengan kejadian skabies (p=0,049).

2.2.4 Ventilasi

Dalam SNI 03-6572-2001 dijelaskan bahwa ventilasi merupakan proses untuk mengambil (mencatu) udara segar ke dalam bangunan/gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan. Ventilasi bertujuan untuk:


(45)

a. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh keringat dansebagainya dan gas-gas pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan danproses-proses pembakaran.

b. Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi dan sebagainya.

c. Menghilangkan kalor yang berlebihan. d. Membantu mendapatkan kenyamanan termal.

Suatu ruangan yang layak ditempati, misalkan kantor, pertokoan, pabrik, ruang kerja, kamar mandi, binatu dan ruangan lainnya untuk tujuan tertentu, harus dilengkapi dengan ventilasi alami dan ventilasi mekanis atau sistem pengkondisian udara. a. Ventilasi Alami.

Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di luar suatu bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan karena adanya perbedaan temperatur, sehingga terdapat gas-gas panas yang naik di dalam saluran ventilasi. Ventilasi alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan syarat:

1) Jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi


(46)

a) Halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah yang terbuka keatas.

b) Teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis c) Ruang yang bersebelahan

b. Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis adalah ventilasi alami pada suatu ruangan yang berasal dari jendela, bukaan, ventilasi di pintu atau sarana lain dari ruangan yang bersebelahan (termasuk teras tertutup), jika kedua ruangan tersebut berada dalam satuan hunian yang sama atau teras tertutup milik umum.

Syarat ventilasi mekanik dalam bangunan asrama adalah: 1) Ruang yang diventilasi bukan kompartemen sanitasi.

2) Jendela, bukaan, pintu dan sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai dari ruangan yang diventilasi.

3) Ruangan yang bersebelahan memiliki jendela, bukaan, pintu atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap kombinasi luas lantai dari kedua ruangan

Luas ventilasi yang dipersyaratkan dalam bangunan tersebut boleh dikurangi apabila tersedia ventilasi alami dari sumber lainnya.


(47)

2.2.5 Kepadatan Hunian

Menurut Muslih, dkk (2012), santri yang berada di lingkungan asrama yang padat (>20 orang/kamar), luas ruangan kurang dari 2 , lokasi tempat tidur tanpa jarak, jumlah santri di kelas lebih dari 20 orang/kelas, luas tempat duduk kurang dari 2 diisi 2 orang atau lebih per meja mempunyai resiko untuk tertular skabies 4 kali lebih besar dari siswa yang berada dalam kondisi hunian tidak padat.

Begitu juga menurut Harahap, 2001 dalam Al Audhah, 2009 mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan penularan skabies diantaranya adalah kepadatan hunian. Dengan lingkungan yang padat, frekuensi kontak langsung sangat besar, baik pada saat beristirahat/tidur maupun kegiatan lainnya. Menurut Azwar (1995) jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni melebihi kapasitas akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan juga akan meningkatkan kelembaban akibat adanya uap air dari pernafasan maupun penguapan cairan tubuh dari kulit. Suhu ruangan yang meningkat dapat menimbulkan tubuh terlalu banyak kehilangan panas.

Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.829/MENKES/SK/VII/1999 menyebutkan bahwa kriteria mengenai aspek penyehatan didalam ruangan atau kamar, yaitu:


(48)

1) Harus ada pergantian udara (jendela/ventilasi)

2)Adanya sinar matahari pada siang hari yang dapat masuk kedalam ruang/kamar (genting/kaca)

3) Penerangan yang memadai disesuaikan dengan luas kamar yang ada.

4) Harus selalu dalam keadaan bersih dan tidak lembab 5) Setiap ruang/kamar tersedia tempat sampah

6) Jumlah penghuni ruang/kamar sesuai persyaratan kesehatan. 7) Ada lemari/rak di dalam kamar untuk penempatan peralatan,

buku, sandal

8) Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal 3m atau tempat tidur (1.5x2m).

Berdasarkan penelitian Sidit Supriyadi (2004) di Pondok Pesantren Assalam Kranggan masalah sanitasi lingkungan dan personal hygiene masih kurang memadai sehingga prevalensi penyakit kulit skabies masih tinggi (25%).Dari hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan kondisi fisik air dan personal hygiene terhadap timbulnya penyakit skabies.Penelitian yang dilakukan oleh Riris Nur Rohmawati di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta tahun 2011 menunjukkan adanya hubungan tingkat pengetahuan (74,74%), bergantian pakaian atau alat shalat (84,21%), bergantian handuk (82,11%), dan tidur berdesak desakan


(49)

(91,58%) dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

2.2.6 Dukungan Pihak Pondok Pesantren

Menurut Notoatmodjo(2003) bahwa dengan adanya kebijakan dari komitmen politik terhadap program kesehatan, misalnya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, kepmen, perda, SK Gubernur dan seterusnya termasuk kebijakan yang ditetapkan oleh pihak pesantren akan berdampak pada meningkatnya anggaran pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan sarana prasarana kesehatan di tiap wilayah tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan dengan adanya dukungan pihak pondok pesantren berupa kebijakan dalam meningkatkan penanganan kejadian skabies di lingkungan pondok pesantren, seperti peningkatan pengetahuan santri dengan himbauan, peringatan, dan peraturan tertulis untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta semakin tanggapnya pihak pondok pesantren dalam penanganan kejadian skabies maka akan semakin cepat masalah ini dapat teratasi, karena penyakit skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas, sehingga dalam penanganannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua santri yang terserang skabies agar tidak tertular kembali (Hidayat, 2011).


(50)

Beberapa upaya yang dapat dilakukan pihak pondok pesantren dalam menangani perkembangan skabies (Masrufin, 2010) adalah:

a.Upaya Promotif :

1) Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantren, yaitu kegiatan pelatihan beberapa santri yang tinggal di Pondok Pesantren Modern Diniyyah untuk menjadi kader kesehatan yang akan membantu kegiatan pelayanan kesehatan.

2) Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn jasmani, mental dan sosial.

3) Perlombaan bidang kesehatan yaitu kegiatan yang sifatnya untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain.

b.Upaya Preventif :

1) Pembuatan peraturan tertulis dan sanksi yang tegas mengenai personal hygiene dan pemeliharaan sanitasi lingkungan pondok pesantren.

2) Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan


(51)

Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren. 3) Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status

kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang diderita para santri.

4) Pemeriksaan dan pendataan berkala guna mengevaluasi kondisi kesehatan dan penyakit para santri di Pondok Pesantren yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu pihak Pondok Pesantren.

c.Upaya Kuratif dan Rehabilitatif :

1) Pengobatan, dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap santri dan masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang dirujuk pihak Pondok Pesantren.

2) Rujukan kasus, yaitu kegiatan merujuk santri dan mayarakat Pondok Pesantren yang mengidap penyakit tertentu ke fasilitas rujukan lebih lanjut untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut.


(52)

2.3 Pondok Pesantren 2.3.1 Pengertian

Pesantren adalah tempat belajar Agama Islam.Suatu lembaga pendidikan Islam dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-unsur Kyai/Syekh/Ustadz yang mendidik dan mengajar, ada santri yang belajar, ada mushola/masjid, danada pondok/asrama tempat santri bertempat tinggal.Asrama adalah rumah pemondokan yang ditempati oleh para santri, pegawai, dan sebagainya yang digunakan sebagai tempat berlindung, beristirahat, dan bergaul dengan sesama teman (Dariansyah, 2006).

Pesantren telah berdiri sejak berkembangnya Agama Islam yang disiarkan oleh Bangsa Arab dan lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah tidak kurang dari 40.000 pesantren namun 80% dari padanya masih menghadapi persoalan air bersih dan rawan sanitasi lingkungan sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) termasuk penyakit skabies di pesantren (Dinkes NAD, 2005).

Azwar (2003) menyatakan fungsi pondok pesantren secara sederhana adalah sebagai tempat beristirahat, menunaikan ibadah, mengaji, melakukan kegiatan sehari-hari, dan tempat berlindung dari keadaan lingkungannya. Arti dan fungsi pondok pesantren, diantaranya:

1) Tempat mengaji/ belajar


(53)

3) Tempat yang dapat memberi jaminan psikologis bagi penghuni, seperti kebebasan, keamanan, kebahagiaan, dan ketenangan

4) Tempat/ lembaga pendidikan Agama Islam 5) Tempat beristirahat

6) Tempat pemondokan para santri

2.4 Teori Simpul

3

Simpul

Mengacu kepada gambaran skematik diatas, maka patogenesis penyakit dapat diuraikan ke dalam5 (lima) simpul, yakni:

Udara, Air, pangan, vektor penular, Manusia Sumber agen

penyakit Sakit

Sehat Komunitas

(perilaku, umur, gender, genome)

Agen penyakit 5

Lingkungan strategis/ politik, iklim, topografi, suhu, dll

1 2 3 4

Manajemen Penyakit


(54)

a. Simpul 1 (sumber penyakit)

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agen penyakit. Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan).

Berbagai agen penyakit yang baru maupun lama dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:

1) Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain. 2) Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan

cahaya.

3) Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium, CO, H2S, dan lain-lain.

Sumber penyakit adalah titikyang secara konstan maupun kadang-kadang mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup tersebut di atas.

b. Simpul 2 (media transmisi penyakit)

Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi penyakit yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga, manusia/langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agen penyakit.

c. Simpul 3 (perilaku pemajanan/behavioural exposure)


(55)

lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal dengan hubungan interaktif. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioural exposure. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit). Masing-masing agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara yang khas.

Ada 3 jalan masuk ke dalam tubuh manusia, yakni : 1) Sistem pernafasan

2) Sistem pencernaan

3) Masuk melalui permukaan kulit d. Simpul 4 (kejadian penyakit)

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan dibandingkan dengan rata-rata penduduk lainnya. e. Simpul 5 (variabel suprasistem)

Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5, yakni variable iklim, topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul (Achmadi, 2008).


(56)

2.5 Kerangka Teori

Simpul

Sumber: Teori simpul (Achmadi, 2008)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori simpul (Achmadi, 2008) dalam mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian Skabies. Dengan mengacu pada gambar skematik di atas, maka proses kejadian Skabies dapat diuraikan dalam lima simpul, yaitu:

a. Sumberagentpenyakit, yaitu penderita skabies.

b. Komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit, meliputi air dan manusia.

c. Penduduk dengan berbagai variabel kependudukan, meliputi: pengetahuan, personal hygiene,umur, gender, dan kepadatan hunian.

Manajemen Penyakit Skabies

• Air • Manusia • Penderita

Skabies Sakit

Sehat Pengetahuan,

personal hygiene, umur,gender, kepadatan hunian.

Sarcoptes 5

Kelembaban, ventilasi, dukungan pesantren, iklim.


(57)

d. Penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung Sarcoptes scabiei.

e. Semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul, meliputi kelembaban, ventilasi, dukungan pihak pesantren, dan iklim.


(58)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori simpul, dirumuskan variabel yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014. Diantara variabel tersebut adalah pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan Pesantren.

Variabel ini diteliti karena skabies merupakan penyakit berbasis lingkungan, yang pengendalian dan pencegahannya sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan pada suatu kelompok. Pada penelitian ini,

Personal Hygiene Pengetahuan

SuspectSkabies

Dukungan Pesantren Kepadatan Hunian Ventilasi

Kelembaban


(59)

kelompok yang dijadikan sasaran adalah santriwati yang menetap di asrama. Santriwati yang belum mengetahui tentang skabies akan berpeluang menderita skabies, karena mereka tidak mengetahui apa saja yang harus dihindari untuk mencegah dan menanggulangi skabies. Personal hygiene santriwati juga merupakan variabel yang mempengaruhi terjadinya skabies, karena tungau skabies masuk melalui permukaan kulit, sehingga kebersihan diri merupakan hal yang benar-benar harus dijaga.

Kamar merupakan lingkungan timbul dan tersebarnya skabies, yaitu kondisi kamar yang tidak memenuhi syarat diantaranya yaitu kelembaban, ventilasi, dan kepadatan hunian. Jika kelembaban tinggi, maka tungau skabies akan lebih lama tahan di luar kulit manusia yaitu mencapai 19 hari, sehingga mudah terjadi penularan. Kamar yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat maka sirkulasi udaranya tidak baik, sehingga kamar menjadi panas dan penghuninya berkeringat. Kamar yang padat dan sempit juga menambah resiko berkembangnya skabies, karena penularannya menjadi semakin mudah terjadi.

Dukungan pesantren juga sangat penting dalam meningkatkan kesehatan para santriwati, karena mereka memiliki wewenang terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan pesantren. Skabies banyak dijumpai pada anak dan dewasa muda, oleh karena itu pada penelitian ini usia tidak termasuk faktor, karena seluruh santriwati berada pada usia dewasa muda.


(60)

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 1. Suspectskabies Penyakit kulit yang disebabkan oleh

parasit S. scabiei, yang diketahui berdasarkan hasil observasi yaitu gatal terutama malam hari, lesi kulit berupa terowongan, benjolan kecil, bintik merah, terutama pada tempat dengan lapisan kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar (sikut), lipat ketiak, sekitar payudara, telapak kaki dan telapak tangan.

Wawancara dan observasi

Kuesioner 1. Ya

2. Tidak Kriteria:

Ya= Jika responden mengalami setidaknya 2 dari gejala skabies. Tidak= Jika responden

hanya mengalami 1 atau tidak sama sekali dari gejala skabies.

Ordinal

2 .

Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui oleh santriwati mengenai skabies, diantaranya meliputi definisi skabies, penyebab, faktor risiko, gejala, dan pencegahan dan penularannya.

Pengisian mandiri

Kuesioner 1. Rendah 2. Tinggi Kriteria:

Rendah= jika total nilai responden kurang dari nilai median.

Tinggi= jika total nilai responden lebih atau sama dengan nilai median.


(61)

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 3 . Personal Hygiene

Usaha tiap santriwati untuk menjaga kebersihan diri, khususnya kulit, tangan, kuku, genitalia, pakaian, handuk, tempat tidur, dan sprei.

Observasi Lembar Observasi

1. TidakHygiene 2. Hygiene Kriteria:

Tidak Hygiene= Jika ada salah satu dari indikator pengamatan personal hygiene yang tidak terpenuhi yaitu ada hasil pengamatan responden yang dalam kategori

“Tidak”.

Hygiene= Jika seluruh indikator pengamatan

personal hygiene terpenuhi yaitu seluruh hasil pengamatan responden

dalam kategori “Ya”.

Ordinal

4 .

Kelembaban Kondisi kelembaban udara tiap kamar yaitu perbandingan jumlah uap air di udara dengan yang terkandung di udara pada suhu yang sama, yang dapat mempengaruhi terjadinya skabies. Pengukuran langsung menggunakan hygrometer Lembar observasi dan hygrometer

1. <40% atau >70%* 2. 40-70%*

*Kepmenkes No. 829 tahun 1999


(62)

No Variabel Definisi O

5 .

Ventilasi Kondisi ventilasi a kamar yaitu luas jend kamar.

6 .

Kepadatan hunian

Kondisi jumlah dibanding luas kam

7 .

Dukungan pihak pesantren

Upaya yang dilakuka yaitu ustadzah masalah skabies de preventif, kuratif, da

i Operasional Cara Ukur Alat Ukur Has

i alami (jendela) tiap jendela dibanding luas

Pengukuran langsung menggunakan meteran Lembar observasi dan meteran 1. Tida Sy lua 2. Me 5% lant *SNI 03-6572 ah anggota kamar

kamar. Pengukuran langsung menggunakan meteran Lembar observasi dan meteran 1. Tida sya unt 2. Me ≥8 m ora *Kepmenke tahun 1999 kukan pihak pesantren

dalam penanganan dengan cara promotif, f, dan rehabilitatif.

Observasi Lembar observasi 1. Re 2. Tingg Kriteria: Rendah=J satu dari ind pengamata pihak pesa terpenuhi y

Hasil Ukur Skala

Ukur Tidak Memenuhi

Syarat: , < 5% dari luas lantai*

Memenuhi Syarat: 5% dari luas lantai*

-6572-2001

Ordinal

Tidak memenuhi syarat: < 8 m² untuk 2 orang* Memenuhi syarat, ≥8 m² untuk 2 orang*

enkes No. 829 hun 1999

Ordinal

Rendah Tinggi

:

=Jika ada salah i indikator atan dukungan

santren yang tidak nuhi yaitu ada hasil


(63)

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur pengamatan responden

yang dalam kategori

“Tidak”.

Tinggi= Jika seluruh indikator pengamatan dukungan pihak pesantren terpenuhi yaitu seluruh hasil pengamatan responden dalam kategori


(64)

3.3 Hipotesis

a. Ada hubungan pengetahuan santriwati dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

b. Ada hubungan personal hygiene santriwati dengan suspectskabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

c. Ada hubungan kelembaban dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014. d. Ada hubungan ventilasi dengan suspect skabies di Pondok Pesantren

Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014. e. Ada hubungan kepadatan hunian dengan suspect skabies di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

f. Ada hubungan dukungan pihak pesantren dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.


(65)

49 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2005).

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah yang terletak di Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada bulan Maret-Mei 2014.

4.3 Populasi Dan Sampel 4.3.1 Populasi

Seluruh santriwati yang berjumlah 306 orang, yang tinggal di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan pihak pondok pesantren yaitu 9 ustadzah pengasuhan yang ada saat penelitian berlangsung.


(66)

4.3.2 Sampel

Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode proportional random sampling yaitu cara pengambilan sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-masing strata atau wilayah (Arikunto, 2006).

Kemudian dilakukan Simple Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana, metode ini dibedakan menjadi dua cara yaitu dengan mengundi (lottery technique)atau dengan menggunakan table bilangan atau angka acak (random number) (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini dilakukan dengan cara undian berdasarkan nomor absen santriwati tiap kamar. Metodeproportional random sampling ini digunakan untuk pengambilan sampel variabel berupa pengetahuan dan personal hygienesantriwati.


(67)

4.3.2.1 Besar Dalam me Snedecor dan Coc n =

n = n = 96

Karena popul maka rumus terse

nk =

nk = nk = 73 Keterangan: n: Besarnya sampe nk: Besarnya samp N : Besarnya popul P :Proporsi variabe proporsi terbes Q : (1–p) = 1–0 Zα: Simpangan ra

Zαpada α = 0,

sar Sampel

menentukan besar sampel, peneliti mengguna or dan Cochrandalam Azizah (2012), yaitu :

populasi tersebut terbatas dan berjumlah kura rsebut dilakukan koreksi sebagai berikut:

mpel sebelum koreksi mpel setelah koreksi populasi

riabel yang dikehendaki, karena tidak diketahui m besar yaitu 50% (0, 5).

–0, 5 = 0, 5

n rata-rata distribusi normal standar pada derajat 0, 05 dua arah adalah 1, 96

unakan rumus dari

kurang dari 10. 000

hui maka diambil


(68)

d : Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, yaitu 10%

Jadi jumlah sampel setelah dikoreksi yang dapat mewakili populasi adalah 73 santriwati. Maka tahap selanjutnya adalah menghitung jumlah sampel pada tiap kamar dengan mengunakan rumus menurut Sugiono (2005) yaitu:

n= (X / N) x N1

Keterangan :

n= Jumlah sampel tiap kamar

X= Jumlah populasi santriwati tiap kamar N= Jumlah santriwati keseluruhan

N1= Jumlah sampel keseluruhan

Jumlah seluruh santriwati adalah 306 orang dengan 6 kamar. Jumlah sampel pada tiap kamar adalah:

Kamar 1: 45/306 x 73= 11 orang Kamar 2: 49/306 x 73= 12 orang Kamar 3: 52/306 x 73= 12 orang Kamar 4: 48/306 x 73= 11 orang Kamar 5: 61/306 x 73= 15 orang Kamar 6: 51/306 x 73= 12 orang


(69)

4.4 Pengumpulan Data 4.4.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pemberian kuesioner, pemeriksaan kulit terhadap santriwati, dan observasi lingkungan pondok pesantren. Sedangkan untuk data sekunder berupa absensi santriwati dan peraturan-peraturan, didapatkan dari pengurus organisasi santriwati dan pengasuhan Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

4.4.2 Instrumen

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini termasuk data primer yang salah satunya diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berasal dari penelitian terdahulu dan telah dilakukan uji validitas dan reabilitas. Kuesioner yang digunakan berasal dari penelitian Muzakir (2008) tentang pengetahuan yang menunjukkan bahwa kuesioner ini sudah valid danreliable.


(70)

4.5 Pengolahan Data

Seluruh data primer yang terkumpul diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing

Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar kuisioner, pemeriksaan ini dilakukan pada saat dilapangan.

b. Coding

Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan mempercepat entry data dengan mengklasifikasikan data dan memberikan kode. Coding pada penelitian ini dilakukan setelah pengisian kuisioner. c. Entry data

Meng-entry data dari kuisioner dan lembar tabel dengan menggunakan program computer. Pada penelitian ini, penulis menggunakan pengolah data.

d. Cleaning data

Cleaning data dilakukan untuk mengecek kembali apakah pada data yang telah di-entry terdapat kesalahan apa tidak. Serta mengetahui data yang hilang variasi data, dan konsistensi data.

4.6 Analisa Data

a. Analisis Univariat

Untuk melihat gambaran suspect skabies, pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak


(71)

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

b. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara tiap faktor dengan suspectskabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat menggunakan uji Chi square dengan derajat kemaknaan 5%, sehinggajika p value ≤ 0, 05 maka menunjukkan ada hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan jika p value > 0, 05 maka menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.


(72)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Pondok Pesantren Modern Diniyyah merupakan lembaga pendidikan Islam formal yang berada di bawah naungan Yayasan Pengembangan Diniyyah. Pondok Pesantren Modern Diniyyah terletak di Jorong Cibuak Ameh, Kanagarian Pasia Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Lembaga pendidikan ini menggunakan kurikulum khusus yaitu Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) yang mempelajari berbagai ilmu keislaman berbahasa Arab dari buku aslinya dan dipadukan dengan kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan oleh Kementrian Agama.

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia pada awalnya bernama Madrasah Diniyyah Pasia yang didirikan pada tanggal 11 oktober 1928. Pondok Pesantren Modern Diniyyah saat ini termasuk salah satu lembaga pendidikan Islam terkemuka di Sumatera Barat. Hal ini tampak dari tingginya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka di pesantren tersebut, prestasi akademis yang dicapai, dan kunjungan–kunjungan pejabat pemerintahan setingkat menteri, serta kunjungan tamu dari negara jiran Malaysia.

Kurikulum Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang disingkat PPMD Pasia adalah perpaduan dari kurikulum Pondok Modern Gontor dan


(73)

kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Kementrian Agama. Pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris mendapat perhatian penuh dan dilaksanakan sebagaimana di Pondok Modern Gontor. Latihan berpidato dalam Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia dilaksanan setiap hari kamis dan sabtu. Semua santri dan santriwati bertempat tinggal di dalam kampus masing-masing yang terpisah cukup jauh. Sarana prasarana pendukung proses pendidikan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia sudah cukup memadai.

Kampus PPMD terdiri dari kampus putra dan kampus putri. Setiap kampus memiliki asrama tiga lantai yang mampu menampung 250 orang santri, masjid, ruang makan, ruang belajar yang cukup repsentatif, dan laboratorium IPA, laboratorium bahasa, dan laboratorium komputer. Pemimpin PPMD Pasia sekarang adalah Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc. Beliau adalah alumni Pondok Modern Gontor, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan International Call College Tripoli, Libya.

Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah pada tahun ajaran 2013-2014 berjumlah lebih kurang 306 santriwati yang datang dari berbagai daerah di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera selatan. Tenaga pendidik dan kependidikan PPMD Pasia berjumlah 64 orang, 20 orang dari mereka berdomisili di rumah-rumah dinas dan asrama yang tersedia di dalam pondok pesantren. Guru-guru yang berdomisili di dalam pondok pesantren yang selanjutnya disebut ustadz dan ustadzah, berfungsi sebagai pengasuh dan pembimbing santri di asrama. Sebagian besar ustadz


(74)

dan ustadzah yang berdomisili di lingkungan pesantren merupakan alumni PPMD Pasia.

Visi : Menjadi lembaga pendidikan Islam yang mampu menghasilkan calon-calon ulama dan cendekiawan Muslim.

Misi : Membentuk santri dan santriwati yang bertaqwa, menguasai dasar-dasar pengetahuan Islam, pengetahuan umum, mempunyai ketrampilan, dan mampu mengembangkan diri sebagai calon ulama dan cendekiawan muslim.

Untuk mewujudkan visi dan misi di atas, PPMD Pasia menerapkan strategi sebagai berikut:

a. Mendidik santri/wati mempunyai akhlak yang mulia sesuai dengan Ajaran Islam, memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi.

b. Membina dan mendidik santri/wati menguasai dasar-dasar ilmu Agama Islam dan pengetahuan umum sebagai bekal melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi atau mengembangkan diri secara otodidak setelah tamat dari PPMD Pasia.

c. Membina dan mendidik santri/wati menguasai Bahasa Arab, sehingga mampu menggali ilmu dan menerapkan Syariat Islam dari sumbernya yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.

d. Membina dan mendidik santri/wati menguasai Bahasa Inggris, agar dapat berkomunikasi aktif dan mampu mengikuti perkembangan teknologi. e. Membekali santri/wati berbagai keterampilan sehingga mereka dapat


(75)

f. Menanamkan semangat beragama, berbangsa dan bernegara sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban dan bertanggung jawab terhadap tersebarnya Syiar Islam dan suksesnya pembangunan Negara Republik Indonesia.

Karena jumlah ustadzah sangat sedikit dibandingkan dengan santriwati yang ada, maka untuk pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh santriwati kelas 5 KMI yang menjabat di Organisasi Pelajar Pondok Modern Diniyyah (OPPMD).

5.2 Hasil Penelitian

Analisis dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan faktor dependen yaitususpectskabies dengan keseluruhan faktor independen.

5.2.1 Analisa Univariat

Analisisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi dari variabel atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.

5.2.1.1SuspectSkabies

Gambaran suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat diperoleh dari hasil wawancara dan pemeriksaan kulit terhadap responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:


(1)

N of Valid Casesb 73

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,63. b. Computed only for a 2x2 table

3. Kelembaban *

Suspect

Skabies

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KEL_Kelembaban *

S_Scabies 73 100.0% 0 .0% 73 100.0%

KEL_Kelembaban * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Total

Ya Tidak

KEL_Kelembaban < 40%/ >70% Count 49 1 50

% within KEL_Kelembaban 98.0% 2.0% 100.0%

40-70% Count 7 16 23

% within KEL_Kelembaban 30.4% 69.6% 100.0%

Total Count 56 17 73

% within KEL_Kelembaban 76.7% 23.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 40.256a

1 .000

Continuity Correctionb 36.563 1 .000

Likelihood Ratio 41.167 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 39.705 1 .000

N of Valid Casesb 73

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

4. Ventilasi *

Suspect

Skabies

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kel_Ventilasi * S_Scabies 73 100.0% 0 .0% 73 100.0%

Kel_Ventilasi * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Total

Ya Tidak

Kel_Ventilasi <5% dri luas lantai Count 49 1 50

% within Kel_Ventilasi 98.0% 2.0% 100.0%

>5% dri luas lantai Count 7 16 23

% within Kel_Ventilasi 30.4% 69.6% 100.0%

Total Count 56 17 73

% within Kel_Ventilasi 76.7% 23.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 40.256a 1 .000

Continuity Correctionb 36.563 1 .000

Likelihood Ratio 41.167 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 39.705 1 .000

N of Valid Casesb 73

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36. b. Computed only for a 2x2 table

5. Kepadatan Hunian *

Suspect

Skabies

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kel_Kepadatan_Hunian *

S_Scabies 73 100.0% 0 .0% 73 100.0%

Kel_Kepadatan_Hunian * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Total

Ya Tidak

Kel_Kepadatan_Hunian < 8 m2 untuk 2 orang Count 53 12 65

% within

Kel_Kepadatan_Hunian 81.5% 18.5% 100.0%


(3)

% within

Kel_Kepadatan_Hunian 37.5% 62.5% 100.0%

Total Count 56 17 73

% within

Kel_Kepadatan_Hunian 76.7% 23.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7.733a 1 .005

Continuity Correctionb 5.464 1 .019

Likelihood Ratio 6.472 1 .011

Fisher's Exact Test .014 .014

Linear-by-Linear Association 7.627 1 .006

N of Valid Casesb 73

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,86. b. Computed only for a 2x2 table

6. Dukungan Pihak Pesantren *

Suspect

Skabies

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Dukungan * S_Scabies 73 100.0% 0 .0% 73 100.0%

Dukungan * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Total

Ya Tidak

Dukungan Rendah Count 53 9 62

% within Dukungan 85.5% 14.5% 100.0%

Tinggi Count 3 8 11

% within Dukungan 27.3% 72.7% 100.0%

Total Count 56 17 73


(4)

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 17.721a 1 .000

Continuity Correctionb 14.612 1 .000

Likelihood Ratio 14.984 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 17.478 1 .000

N of Valid Casesb 73

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,56. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

Struktur Pengasuhan Santriwati Tahun 2014

Bagan 5.1 Struktur Kepengurusan Pengasuhan Santriwati Tahun 2014

Struktur Kepengurusan Pengasuh Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah

Pasia Tahun 2014:

Pimpinan

: Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc

Direktur

: Nashran Nazir, S.Pd.I

Kepala Pengasuhan

: Rita Ersi, S.Pd.I

Bagian Perizinan

:

1. Ira Maya Sofa, A.Ma

2. Maysari

Bagian Bahasa

:

1. Layli Wahyuni

2. Eisa Wulandari, S.Pd.I

Pimpinan

Direktur

Kepala

Pengasuhan

Bagian

Ekstrakurikuler

Bagian

Kesehatan

Bagian

Ibadah

Bagian

Bahasa

Bagian


(6)

3. Nurul Karmi, S.Th.I

Bagian Ibadah

: Mushallina Hilma, S.Th.I

Bagian Kesehatan

: Mardhiyah