Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : Saran

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1 Panel sel surya yang digunakan mempunyai daya sebesar 30 Wp. Pengisian baterai dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 09.00 sampai dengan 16.30 WIB. Pengisian maksimal pada baterai sebesar 12 V, hanya membutuhkan waktu selama 7 jam 30 menit. Daya total yang dihasilkan sel surya pada saat proses pengisian adalah sebesar 420 Wh. 2 Rangkaian lampu LED yang dibuat membutuhkan daya sebesar 0,14256 W. Jadi, bisa diasumsikan jika tiga rangkaian lampu LED ini dinyalakan selama 12 jam, daya yang dibutuhkan hanya sebesar 1,71072 W.

6.2 Saran

Saran yang dapat dikemukakan untuk perbaikan penelitian ini yaitu: 1 Dari hasil yang diperoleh selama penelitian disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan secara maksimal energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya. Misalnya pemanfaatan energi listriknya digunakan untuk fish finder, sonar, radio, ataupun alat elektronik lainnya yang berada di kapal. 2 Selain itu, perlu penelitian lanjutan tentang sosialisasi penggunaan lampu LED sebagai lampu navigasi. Lampu LED mempunyai nilai intensitas cahaya yang tinggi dibandingkan dengan jenis lampu lainnya, oleh karena rangkaian lampu LED dalam penelitian ini bisa menjadi alternatif pengganti lampu navigasi. DAFTAR PUSTAKA [STP] Sekolah Tinggi Perikanan. 2009. Instrumen untuk Meningkatkan Keselamatan Kapal Penangkap. www.stp.kkp.go.id. [Februari 2011] Astrawan, P. 2007. Perancangan Dan Pembuatan Simulasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Plts [Skripsi]. Bali : Teknik Elektro, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Abdullah, K. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. JICA-DGHEIPB, Bogor. Bishop, O. 2002. Dasar-Dasar Elektronika. Jakarta : Erlangga. Beisser, A. 1968. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga. Darmoyo. 2007. Penstabil Fluktuasi Tegangan Charger Handphone Tenaga Surya [Skripsi]. Semarang : Teknik Elektro, Universitas Negeri Semarang. Daryanto. 1987. Pengetahuan Teknik Listrik. Jakarta: Bina Aksara. Faisal, M. 2008. Analisa Daya Dan Heat Stress Pada Metode Efesiensi Sel Surya Sebagai Energi Alternatif Ramah Lingkungan [Tesis]. Medan : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Universitas Sumatera Utara. Gulbrandsen. 2009. Safety Guide For Small Fishing Boat . FAOSIDAIMOBOBP-IGO. Keputusan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. No Kp 46 Tahun 1983 tentang Sertifikasi Kelaik Lautan Kapal Penangkap Ikan. Laksanawati, V. 2006. Sistem Pengontrolan Suplai Energi Untuk Pendinginan Termoelektrik Dengan Menggunakan Sel Surya [Skripsi]. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Latief, M. 22 Juni 2011. Ini Alasannya, Kenapa Lampu LED Perlu Anda Pertimbangkan. Harian Kompas. [LKIK] Lembaga Kajian Infrastruktur Kresnadwipayana. 2009. Perkembangan Energi Surya Di Indonesia. www.lekiknews.com. [17 Februari 2011] Manan, S. 2009. Energi Matahari, Sumber Energi Alternatif Yang Effisien, Handal, Dan Ramah Lingkungan Di Indonesia [Karya Tulis]. Semarang : Program Diploma II Teknik Elektro, Universitas Diponegoro. Michael, R. 1995. Pengisi Baterai dan Akumulator. Solo : Aneka. Nazir, M. 1983. Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia. Penick T and Louk B. 1998. Photovoltaic Power Generation. Gale Greenleaf. Routledge, G. 2002. Lighting The Way To A Low-Energy Future. IEE Review Volume 48. Puspitoningrum, J. 2006. Komparasi Kekuatan Penyimpanan Energi Listrik Pada Baterai Kering Dan Basah Pada Tegangan 12 Volt [Skripsi]. Semarang: Teknik, Universitas Negeri Semarang. Putro, S. 2008. Pengujian Pembangkit Listrik Tenga Surya Dengan Posisi Pelat Photovoltaic Horizontal [Skipsi]. Surakarta : Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rachmawati, E. 4 Februari 2011. Harga Minyak Bisa Tembus 110 USD Barrel. Harian Kompas. Rosenblum, L. 1991. Photovoltaic Sistem Design. Solar Energy in Agriculture. Elsevier Science Publishing Company. New York, USA. Rotib, W. 2001. Aplikasi Sel Surya Sebagai Sumber Energi Alternatif; Dimensi Vol 4 No. 1 Juni 2001. www.istecs.org. [20 September 2007] Sigalingging, K. 1995. Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Bandung:Tarsito. Steven, J. 1987. The Solar Electric House, A Design Manual for Home-Scale Photovoltaic Power Sistems . Rodale Press. Pennsylvania. Sudjana, S. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers. Suhono. 2009. Inventarisasi Permasalahan Pada Instalasi Solar House Sistem Di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta [Laporan Kerja Praktek]. Yogyakarta:Teknik Fisika, Universitas Gajah Mada. Sufiyandi, A. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Konversi Energi. Jatinagor : UNPAD. Syahrul. 2006. LED, Light Emitting Diode: Teknologi Dan Perkembangannya. [Jurnal]. Bandung : Teknik Komputer, Universitas Komputer Indonesia. Lampiran 1 Keppres No 5 Tahun 2006 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelartjutan, perlu menetapkan Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional; b. bahwa berdasarkan pertirnbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kebijakan Energi Nasional Mengingat : 1. Pasal 4 ayat 1 Undang—Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 2831; 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nonior 3317; 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676} 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 teritang Minyak dan Gas Burni Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 1 3G, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152 sebagaimana telah berubah berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002PUU-I2003 tanggal 21 Desember 2004 Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005; 6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 teritang Panas Bumi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327; 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sisteni Perencanaan Pembangunan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal l Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksudkan dengan: 1. Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk nielakukan berbagai proses kegiatan meliputi listrik, mekanik dan panas. 2. Sumber energi adalah sebagian sumber daya alani antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung niaupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi. 3. Sumber energi altematif tertentu adalah jenis sumber energi tertentu pengganti Bahan Bakar Minyak. 4. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dan energi terbarukan niaupun energi tak terbarukan, antara lain : hidrogen, coal bed methane, batubara yang dicairkan liquefied coal, batubara yang digaskan C~asified coal, dan nuklir. 5. Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dan sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain : panas bumi, bahan bakar nabati biofue, aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut. 6. Diversifikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimasi penyediaan energi. 7. Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efisiert dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar- benar diperlukan. 8. Elastisitas energi adalah rasio atau perbandingan antara tingkat pertumbulian konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. 9. Harga keekonomian adalah biaya produksi per unit energi termasuk biaya lingkungan ditambah biaya margin. BAB II TUJUAN DAN SASARAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Pasal 2 1. Kebijakan Energi Nasional bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. 2. Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah: a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dan 1 satu pada tahun 2025. b. Terwujudnya energi primer mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional: 1 minyak bumi menjadi kurang dan 20 dua puluh persen. 2 gas bumi menjadi lebih dan 30 tiga puluh persen. 3 batubara menjadi lebih dan 33 tiga puluh tiga persen. 4 bahan bakar nabati biofuel menjadi lebih dan 5 lima persen. 5 panas bumi menjadi lebih dan 5 lima persen. 6 energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dan 5 lima persen. 7 batubara yang dicairkan liquefied coal menjadi lebih dan 2 dua persen, BAB III LANGKAH KEBIJAKAN Pasal 3 1 Sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 dicapai melalui kebijakan utama dan kebijakan pendukung. 2 Kebijakan utama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. Penyediaan energi melalui: 1 Penjanlinan ketersediaan pasokan energi dalam negeri; 2 pengoptimalan produksi energi; 3 pelaksanaan konservasi energi. b. Pemanfaatan energi melalui: 1 efisiensi pemanfaatan energi; 2 diversifikasi energi. c. Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan kemampuan usaha kecil, dan bantuan bagi niasyarakat tidak mampu dalam jangka waktu tertentu. d. Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. 3 Kebijakan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. pengembangan infrastruktur energi termasuk peningkatan akses konsumen terhadap energi; b. kemitraan pemerintah dan dunia usaha; c. pemberdayaan raasyarakat; d. pengembangan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan. Pasal 4 1 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menenetapkan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional setelah dibahas dalam Badan Koordinasi Energi Nasional. 2 Blueprint Pengelolaan Energi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat sekurang-kurangnya: a. kebijakan mengenai jaminan keamanan pasokan energi dalam negeri. b. kebijakan mengenai kewajiban pelayanan publik public service obh~ation. c. pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya. 3 Blueprint sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bagi penyusunan pola pengembangan dan masing-masing jenis energi. BAB IV HARGA ENERGI- Pasal5 1 Harga energi disesuaikan secara bertahap sampai batas waktu tertentu menuju harga keekonomiannya. 2 Pentahapan dan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hams memberikan dampak optimum terhadap diversifikasi energi. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai harga energi sebagaimana diniaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BABV PEMBERIAN KEMUDAHAN DAN INSENTIF Pasal 6 1 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan surber energi alternatif tertentu. 2 Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan insentif kepada pelaksana konservasi energi dan pengembang sumber energi alternatif tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemuddhan dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Menteri terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 7 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Lampiran 2 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 Sertifikasi Kelaik Lautan Kapal Penangkap Ikan

I. Kelaikan Operasional Kapal

Berdasaran Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 Sertifikasi Kelaik Lautan Kapal Penangkap Ikan setiap kapal penangkap ikan yang akan berlayar harus memenuhi persyaratan kelaik lautan kapal penangkap ikan dan kapal penangkap ikan yang dinyatakan memenuhi persyaratan kelaik lautan diberikan surat dan sertifikat berupa Surat Tanda Kebangsaan Kapal dan Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan.

1. Surat Tanda Kebangsaan Kapal

Surat tanda kebangsaan kapal diberikan pada kapal ikan dengan ketentuan sebagai berikut:  Surat laut : isi kotor kapal 500 m 3 atau 175 GT  Pas tahunan : isi kotor kapal 20 m 3 atau 7 GT  Pas putih : isi kotor kapal 20 m 3 dan 10 m 3  Pas biru : isi kotor kapal 10 m 3 atau 3 GT

2. Sertifikat Kelaikan Kapal

Kelaikan kapal penangkap ikan meliputi :  Konstruksi dan tata susunan kapal  Stabilitas dan garis muat kapal  Perlengkapan kapal  Permesinan dan listrik kapal  Sistem dan perlengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran  Sistem dan perlengkapan pencegahan pencemaran dari kapal  Jumlah dan susunan awak kapal Perlengkapan kapal, Alat pemadam kebakaran dan alat penolong berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No Kp 4611-83 tahun 1983 menetapkan bahwa : Kapal dengan ukuran isi kotor kapal 425 m 3 atau 150 GT harus memiliki Perlengkapan kapal yang memenuhi persyaratan dan dalam keadaan baik. Satu buah jangkar haluan dan 1 buah jangkar arus dengan rantai. a. Satu tali tarik 2 tali tambat, diameter dan panjang tali sesuai peraturan. b. Satu lampu puncak merah dan dibawahnya 1 lampu puncak hijau yang dapat terlihat dengan baik minimal 5 mil laut. c. Satu lampu lambung kanan hijau dan 1 lampu lambung kiri merah. Panjang kapal 12 meter, lampu lambung merah dan hijau dapat diganti dengan 1 lampu gabungan hijau-merah yang dipasang diatas puncak tiang. d. Satu lampu buritan putih dan 1 lampu jangkar putih. e. Panjang kapal 7 meter, apabila kapal tidak memungkinkan dipasang lampu navigasi, maka kapal dilengkapi dengan 1 senter dan lentera cahaya putih yang siap digunakan sewaktu-waktu. f. Satu kerucut hitam dengan garis tengah alas 1 kaki, dipasang dihaluan dengan puncaknya kebawah, apabila kapal berlayar menggunakan pesawat penggerak bantu. g. Dua pompa tangan, dipasang secara tetap untuk palka dan kamar mesin serta kapal dilengkapi peralatan untuk menguras air. h. Perlengkapan lainnya :  Satu terompet isyarat dan alat bunyi lainnya  Satu Pedoman kemudi dan peta laut  Satu Perum tangan dengan panjang tali 25 meter  Satu Teropong jauh  Dua bola hitam  Bendera Republik Indonesia i. Isi kotor kapal 100 m 3 , kapal dilengkapi 1 sampan dan dayung. j. Dua tabung pemadam kebakaran kapasitas 9 liter jenis bursa . k. Satu bak pasir kapasitas 0,5 m 3 dan 2 sekop. l. Dua Pelampung penolong dan tali secukupnya wama Jingga dan tulisan nama kapal. m. Jaket penyelamat setiap pelaya wama jingga. n. Alat apung lainnya. o. Alat isyarat dalam bahaya. p. Isi kotor kapal 100 m 3 kapal dilengkapi alat komunikasi radio. q. Minuman, makanan dan obat-obatan.  Persediaan air minum 5 literpelayarhari dan cadangan air minuman selama 5 hari.  Persediaan makanan : Persyaratan gizi dan tidak rusak serta jumlah yang cukup untuk semua pelayar selama pelayaran.  Perlengkapan kesehatan : alat balut, obat batuk, obat demam malaria, influenza, sakit perut dll.

3. Persyaratan Pengawakan Kapal Penangkapa Ikan

Sesuai dengan peraturan pemenntah RI Nomor 7 tahun 200 tentang Kepelautan untuk pengawakan kapal penangkap ikan bahwa setiap kapal penangkap ikan yang berlayar hams diawali:  Seorang nakhoda dan beberapa perwira kapal yang memiliki 1. Sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan dan 2. Sertifikat keterampilan dasar pelaut sesuai dengan daerah pelayaran, ukuran kapal dan day penggerak kapal.  Sejumlah awak kapal ABK yang memiliki sertifikat keterampilan dasar pelaut.  Sertifikat keahlian pelaut nautika kapal penangkap ikan  Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat I  Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat II  Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat III  Sertifikat keahlian pelaut tekhnik permesinan kapal penangkap ikan: 1. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat I 2. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat II 3. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat III 4. Persyaratan pengawakan kapal penangkap ikan sesuai dengan ukuran kapal dan daerah operasinya  Kapal dengan bobot 35 GT dan daerah pelayaran 60 mil a. Nakhoda : surat keterangan kecakapan 60 mil b. KKM : surat keterangan kecakapan 60 mil  Kapal dengan bobot sampai dengan 88 GT dan daerah pelayaran 200 mil c. Nakhoda : surat keterangan kecakapan 60 mil Plus d. KKM : surat keterangan kecakapan 60 mil plus  Kapal dengan bobot 88-353 GT dan daerah pelayaran seluruh Indonesia. e. Nakhoda : MPL tingkat II f. Mualim I: MPL tingkat II g. KKM : AMKPL tingkat II h. Masinis: AMKPL tingkat II  Kapal dengan bobot 88-353 GT dan daerah pelayaran seluruh lautan. a. Nakhoda : MPL tingkat I b. K4ualim I: MPL tingkat I c. Mualim II : MPL tingkat II d. KKM : AMKPL tingkat I e. Masinis I : AMKPL tingkat I f. Masinis ILAMKPL tingkat II

II. Kelaikan Operasional Kapal Penangkap Ikan

Keadaan kapal perikanan yang memenuhi persyaratan kelaik lautan dan operasional penangkapan ikan sesuai dengan peraturan yang berlalu dalam melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan harus memenuhi ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan sesuai surat keputusan menteri kelautan dan perikanan No. 10 tahun 2003 tentang perizinan usaha penangkapan ikan. 1. Izin usaha perikanan IUP Yaitu surat izin yang harus dimiliki oleh perusahaanperorangan yang akan melakukan usaha penangkapan ikan dilaut dengan menggunakan kapal dengan daerah penangkapan dan jumlah kapal perikanan yang akan dioperasikan.

2. Surat penangkapan ikan SPI

Yaitu surat izin yang harus dimiliki setiap kapal perikanan berbendera Indonesia untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan. - Koordinat daerah penagkapan - Alat penangkap ikan yang digunakan - Pelabuhan penangkapan - Jalur penangakapan ikan yang terlarang - Identitas kapal - Jumlah dan daftar penempatan ABK.

3. Alat penangkap ikan

Alat penangkap ikan yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang ditentukan Ditjen Perikanan Tangkap tentang spesifikasi alat penangkap ikan.

4. Log Book Perikanan LBP dan Lembar Laik Operasi LLD

LBP merupakan lembar isian yang berisi data, dan fakta mengenai aktifitas kapal perikanan dalam melakukan operasionalnya. Berdasarkan LBP, kapal perikanan dapat ditentukan kelayakan administrasi dan teknisnya sebelum kapal diperbolehkan melakukan kegiatan penangkapan. Kelayakan administrasi dan teknis perikanan tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk lembar laik operasional LLO dan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan Surat Izin Berlayar SIB.

5. Surat Izin Berlayar SIB

Surat yang diperbolehkan dari Syahbandar Pelabuhan Perikanan tempat keberangkatan setelah memenuhi kelaikan operasional kapal penangkapan ikan.

6. Identitas Kapal

Jenis dan ukuran kapal penangkap ikan sesuai dengan sertifikasi teknis yang tercantum pada SPI.

7. Jumlah dan Daftar penempatan ABK

Pengawakan kapal penangkap ikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Informasi awak kapal meliputi jabatan dan ijazahsertifikat yang dimiliki.

8. Kelengkapan kapal lainnya a. Palka ikan berinsulasi

- Persyaratan teknis penangkapan ikan; - Rancang bangun Palka; - Kesegaran mutu ikan dan Hegienis baik, aman konsumsi; - Sistem pendingin baik; - Penanganan ikan cepat, bersih dan sehat dalam menggunakan es dan air bersih; - Bahan pembuatan Palka; - Peralatan.

b. Mesin bantu penangkapan ikan