Percobaan Pendahuluan Pemanfaatan Energi Surya sebagai Energi Alternatif Sistem Kelistrikan Lampu Navigasi pada Kapal Penangkap Ikan

(1)

Pemanfaatan Energi Surya sebagai Energi Alternatif Sistem Kelistrikan Lampu Navigasi pada Kapal Penangkap Ikan. Dibimbing oleh FIS PURWANGKA dan MOHAMMAD IMRON.

Energi merupakan isu yang sangat krusial bagi masyarakat dunia, terutama semenjak terjadinya krisis minyak dunia pada awal dan akhir dekade 1970-an dan pada akhirnya ditutup dengan adanya krisis minyak yang terjadi baru-baru ini, dimana harga minyak mentah saat ini yaitu $110 /barel. Dengan kondisi tersebut, saat ini negara-negara di dunia berlomba untuk mencari dan memanfaatkan sumber energi alternatif untuk menjaga keamanan ketersediaan sumber energinya. Salah satu energi alternatif yang perlu dikembangkan di Indonesia yaitu energi surya. Energi listrik yang dihasilkan oleh energi surya akan diuji coba pada beberapa LED yang dirangkai menjadi sebuah lampu navigasi. Penelitian bertujuan untuk menghitung seberapa besar daya yang dihasilkan oleh sel surya dan menghitung besar daya yang dibutuhkan dalam pemakaian lampu LED untuk navigasi. Panel sel surya yang digunakan mempunyai daya sebesar 30 Wp. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh daya total yang dihasilkan sel surya pada saat proses pengisian adalah sebesar 420 Wh. Sementara total daya yang dibutuhkan untuk tiga rangkaian lampu LED yang digunakan selama 12 jam adalah 1,71072 W.


(2)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi merupakan isu yang sangat krusial bagi masyarakat dunia, terutama semenjak terjadinya krisis minyak dunia pada awal dan akhir dekade 1970-an dan pada akhirnya ditutup dengan adanya krisis minyak yang terjadi baru-baru ini, dimana harga minyak mentah saat ini yaitu $110/barel (Rachmawati, 2011). Kondisi tersebut membuat negara-negara di dunia berlomba untuk mencari dan memanfaatkan sumber energi alternatif untuk menjaga keamanan ketersediaan sumber energinya. Begitu juga Indonesia, untuk menjaga ketahanan sumber energinya, maka dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 2006, dimana salah satunya membahas mengenai penggunaan sumber energi yang dapat diperbaharui seperti biofuel, energi matahari, energi angin, energi gelombang dan arus samudra, dan geotermal (Keppres, 2006) (Lampiran 1).

Bagi Indonesia masalah energi menjadi lebih penting lagi artinya dan perlu mendapatkan penanganan yang khusus. Menurut Manan (2009), penanganan khusus tersebut dilakukan karena kurang lebih 80 % kebutuhan energi Indonesia dipenuhi oleh minyak bumi, sehingga konsumsi minyak bumi cenderung meningkat dan menyebabkan harga minyak bumi naik setiap tahunnya.

Salah satu energi alternatif yang perlu dikembangkan di Indonesia yaitu energi surya. Energi surya di muka bumi Indonesia mempunyai intensitas antara 0,6 – 0,7 kW/m2 (Manan, 2009). Bagi Indonesia sendiri upaya pemanfaatan energi surya memiliki beberapa keuntungan yaitu, energi tersedia dalam jumlah besar, dan Indonesia merupakan daerah tropis yang dimana mendapatkan rata-rata sinar matahari 6 jam dalam sehari dengan cuaca yang sangat mendukung.

Konsumsi pemakaian bahan bakar minyak di bidang perkapalan cukup besar terutama sebagai sumber energi listrik dan bahan bakar untuk menggerakkan kapal. Tingginya harga bahan bakar minyak sama sekali tidak menguntungkan industri pelayaran dan nelayan sebagai pengguna kapal bermotor, sehingga bahan bakar minyak menjadi suatu pertimbangan untuk pemakaian listrik di kapal. Sistem kelistrikan di kapal sangat penitng karena menunjang dalam penggunaan lampu navigasi, sonar, radio, fish finder, dan perlengkapan


(3)

elektronik lainnya. Menurut data statistik yang diinformasikan oleh IMO, ILO dan FAO bahwa 7 % kecelakaan fatal terjadi di industri penangkapan ikan dan setiap tahunnya terjadi sekitar 24.000 kecelakaan tersebut, dimana 80 % kecelakaan kapal disebabkan oleh kesalahan manusia (STP, 2010). Salah satu faktor penyebab kapal tersebut mengalami kecelakaan yaitu kapal tersebut tidak dilengkapi dengan peralatan navigasi yaitu penggunaan lampu navigasi.

Berdasarkan pengamatan langsung sebelum penelitian, ditemukan beberapa kapal di Palabuhanratu yang menggunakan lampu navigasi namun belum sesuai dengan aturan FAO. Adapun lampu yang nelayan gunakan sebagai lampu navigasi adalah lampu kelip. Lampu kelip ini menggunakan baterai sebagai sumber energinya, intensitas cahaya tidak sesuai dengan aturan FAO, dan menurut nelayan setempat, daya tahan lampu hanya kuat sekitar satu bulan saja. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, LED (light emitting diode) makin banyak digunakan oleh kalangan industri dan pemerintah. LED mempunyai keistimewaan dibandingkan lampu pijar biasa yaitu dari konsumsi energi yang lebih rendah dan tidak mengemisikan panas. Sebuah LED membutuhkan arus sekitar 20 mA untuk memancarkan cahaya dengan kecerahan maksimum, meskipun arus sekecil 5 mA pun masih dapat menghasilkan cahaya yang tampak jelas (Bishop, 2002).

Energi listrik yang dihasilkan oleh energi surya akan diuji coba pada beberapa LED yang dirangkai menjadi sebuah lampu navigasi. Pemanfaatan sumber energi alternatif ini akan melihat seberapa besar listrik yang dihasilkan oleh energi surya dan seberapa lama listrik tersebut bisa menyalakan LED yang telah dirangkai menjadi lampu navigasi. Oleh karena itu, ”Percobaan Pendahuluan Pemanfaatan Energi Surya sebagai Energi Alternatif Sistem Kelistrikan Lampu Navigasi pada Kapal Penangkap Ikan”, perlu dilakukan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menghitung besar daya yang dihasilkan oleh sel surya.

2) Menghitung besar daya yang dibutuhkan dalam pemakaian lampu LED untuk navigasi.


(4)

3

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1) Bagi penulis, hasil penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai bahan penyusun skripsi yang merupakan salah satu tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor.

2) Bagi nelayan, memberikan informasi untuk nelayan mengenai pemanfaatan energi surya sebagai alternatif pengganti sumber energi kelistrikan di kapal ikan.


(5)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Kelistrikan Kapal

Pada dasarnya, sistem kelistrikan yang ada di darat dan di kapal tidak berbeda. Daya listrik dihasilkan oleh suatu sistem pembangkit listrik didistribusikan melalui sistem kawat menuju ke beban listrik. Apabila sistem kelistrikan di darat merupakan sistem terpusat, dimana beberapa sistem pembangkit listrik yang terpisahkan dalam jarak puluhan bahkan ratusan kilometer terkoneksi menjadi satu, untuk memenuhi kebutuhan daya listrik konsumen dari satu atau beberapa pulau (Gulbrandsen, 2009).

Adapun sistem kelistrikan di kapal hanya untuk memenuhi kebutuhan di kapal itu sendiri, dimana jarak antara sistem pembangkit dan konsumen hanya beberapa puluh meter tergantung pada ukuran kapal. Perbedaan kondisi lingkungan antara di darat dan di kapal, dimana kondisi lingkungan di kapal adalah korosif, dinamis dan terisolir. Oleh karena itu, permesinan pada sistem kelistrikan di kapal harus memiliki ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan permesinan di darat (Gulbrandsen, 2009).

Perencanaan sistem kelistrikan di kapal harus mampu menjaga kontinyuitas ketersediaan tenaga listrik yang ada, sehingga dalam perencanaannya diperlukan pertimbangan-pertimbangan agar generator yang digunakan dapat melayani kebutuhan listrik secara optimal pada berbagai kondisi operasi di kapal. Kondisi operasi sebuah kapal ikan menurut Gulbrandsen (2009) terbagi menjadi kondisi berlayar (navigasi), berlabuh (in harbour) dan pada saat menangkap ikan (di fishing ground). Dengan adanya pertimbangan kondisi operasi tersebut, maka akan diperoleh pelayanan kebutuhan tenaga listrik secara optimal dan kontinyu untuk seluruh kondisi operasional.


(6)

5

Sumber : Gulbrandsen, 2009

Gambar 1 Rangkaian sistem kelistrikan pada kapal ikan

2.2 Lampu Navigasi

Lampu navigasi merupakan salah satu syarat layak tidaknya sebuah kapal untuk berlayar. Lampu navigasi adalah lampu kapal yg harus dipasang pada waktu kapal berlayar pada malam hari untuk mengetahui arah kapal, jenis kapal dan ukuran kapal. Menurut Gulbrandsen (2009), penggunaan lampu navigasi dibagi berdasarkan ukuran kapal.

Ukuran pertama adalah untuk kapal yang mempunyai ukuran di bawah 7 meter dan kecepatan kurang dari 7 knot menggunakan lampu navigasi yang berwarna putih. Posisi lampu dipasang di atas kapal dan harus terlihat hingga jarak dua mil. Lampu tersebut harus terlihat dari segala arah (Gambar 2).

Sumber : Gulbrandsen, 2009


(7)

Ukuran kedua adalah kapal yang mempunyai ukuran 7 meter sampai dengan 12 meter. Pada kapal ukuran ini digunakan tiga warna lampu yaitu merah, hijau, dan putih. Lampu merah dan hijau harus terlihat hingga jarak 1,5 mil dan hanya bisa dilihat dari satu sisi saja. Untuk lampu merah harus bisa dilihat dari sisi kiri saja dan lampu hijau hanya bisa dilihat dari sisi kanan saja. Lampu putih harus terlihat hingga jarak dua mil dan dapat terlihat dari segala arah. Gambar 3 menjelaskan posisi dan arah lampu.

Sumber : Gulbrandsen, 2009

Gambar 3 Posisi lampu pada kapal ukuran 7 - 12 m

Ukuran ketiga adalah kapal yang mempunyai ukuran 12 meter sampai dengan 20 meter. Pada kapal ukuran ini digunakan tiga warna lampu yaitu merah, hijau, dan putih. Lampu merah dan hijau harus terlihat hingga jarak 1,5 mil dan hanya bisa dilihat dari satu sisi saja. Untuk lampu merah harus bisa dilihat dari sisi kiri saja dan lampu hijau hanya bisa dilihat dari sisi kanan saja. Lampu putih harus terlihat hingga jarak 3 mil dan dapat terlihat dari arah depan. Lampu putih yang lain harus dapat dilihat hingga jarak 2 mil dan dapat dilihat dari arah belakang saja. Gambar 4 menjelaskan posisi dan arah lampu.

Sumber : Gulbrandsen, 2009


(8)

7

2.3 Sel Surya

2.3.1 Energi surya

Matahari adalah sumber energi utama yang memancarkan energi yang luar biasa besarnya ke permukaan bumi. Pada keadaan cuaca cerah, permukaan bumi menerima sekitar 1.000 watt energi matahari/m2. Kurang dari 30 % energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47 % dikonversikan menjadi panas, 23 % digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas permukaan bumi, sebagian kecil 0,25 % ditampung angin, gelombang, dan arus dan masih ada bagian yang sangat kecil 0,025 % disimpan melalui proses fotosintesis di dalam tumbuhan yang akhirnya digunakan dalam proses pembentukan batu bara dan minyak bumi (Manan, 2009).

Energi surya adalah energi yang dipancarkan oleh matahari yang berasal dari proses penggabungan empat ton massa hidrogen menjadi helium dan menghasilkan energi dengan laju 1020 kWh/detik (Abdullah, 1998 vide; Laksanawati, 2006). Energi surya mempunyai ciri khas yaitu sifat keberadaanya selalu berubah-ubah. Meskipun hari cerah dan sinar matahari tersedia banyak, besarannya berubah sepanjang hari. Keadaan energi maksimum bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar matahari menembus atmosfer, karena besarnya radiasi akan berkurang bila langit berawan. Selain itu lokasi suatu tempat (perbedaan garis lintang, ketinggian) dan musim juga mempengaruhi besaran energi surya (Laksanawati, 2006).

Pemanfaatan energi surya pada setiap zaman semakin meningkat seiring dengan pengetahuan yang kita dapatkan. Salah satu pemanfaatan energi surya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang memanfaatkan energi foton cahaya matahari menjadi energi listrik. Indonesia sendiri, sebuah negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa dan menerima panas matahari yang lebih banyak daripada negara lain, mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya sebagai alternatif batubara dan diesel sebagai pengganti bahan bakar fosil, yang bersih, tidak berpolusi, aman dan persediaannya tidak terbatas (Rotib, 2001 vide Putro, 2008).

Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, energi surya di Indonesia untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI)


(9)

mencapai 4,5 kWh/ m/ hari dengan variasi bulanan sekitar 10 %, sementara itu untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9 % (LKIK, 2009).

2.3.2 Prinsip dasar sel surya

Sel surya adalah suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Sel surya pada umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm, yang terbuat dari irisan bahan semikonduktor dengan kutub positif dan kutub negatif. Prinsip dasar pembuatan sel surya adalah memanfaatkan efek Photovoltaik, yaitu suatu efek yang dapat mengubah langsung cahaya matahari menjadi energi listrik. Prinsip ini pertama kali diketemukan oleh Bacquere, seorang ahli fisika berkebangsaan Prancis tahun 1839 (Darmoyo, 2007).

Bagian utama peubah energi sinar matahari menjadi listrik adalah absorber (penyerap), meskipun demikian, masing-masing lapisan juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi dari sel surya. Sinar matahari terdiri dari bermacam-macam jenis gelombang elektromagnetik yang secara spectrum radiasi panas matahari mempunyai panjang gelombang 10-7 s/d 10-5, frekuensi 1.014 s/d 1.015 Hz dan energi foton 10-1 s/d 101 eV. Oleh karena itu absorber disini diharapkan dapat menyerap sebanyak mungkin solar radiation yang berasal dari cahaya matahari (Beisser, 1968 vide Faisal, 2008).

2.3.3 Konversi energi surya menjadi energi listrik

Photovoltaik (PV) adalah sel surya yang dapat mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Sistem energi PV meliputi : Photovoltaik, kontroler, baterai. Industri pembuatan sel-sel Photovoltaik untuk keperluan komersil paling banyak menggunakan silikon. Salah satu alasannya adalah bahwa silikon dapat dimanufaktur dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Semakin tinggi kemurnian silikon yang dipakai untuk pembuatan sel PV, maka semakin baik pula efisiensinya dalam mengubah energi matahari menjadi listrik (Laksanawati, 2006).


(10)

9

Prinsip kerja PV adalah ketika ada sebuah foton atau lebih masuk ke dalam sel surya yang terdiri dari lapisan semikonduktor seperti pada gambar, maka akan menghasilkan pembawa muatan bebas berupa elektron dan hole. Foton yang masuk berasal dari radiasi matahari. Jika pembawa muatan dapat mencapai daerah ruang muatan sebelum terjadi rekombinasi, maka akibat oleh medan listrik yang ada akan dipisahkan dan dapat bergerak menuju kontaktor. Jika terdapat kawat penghubung antar kontaktor maka dapat dihasilkan arus (Penick dan Louk, 1998 vide Suhono, 2009).

Bahan yang digunakan dalam membuat PV sangat banyak variasinya. Silikon memiliki indeks bias bahan yang tinggi maka akibatnya pada permukaan terjadi rugi refleksi yang besar (sampai 30%). Oleh karena itu, untuk meminimalkan rugi tersebut maka pada permukaan dilapisi dengan lapisan antirefleksi/lapisan AR (Sihana, 2007). Diagram perubahan energi surya menjadi listrik pada sebuah potongan sel surya disajikan pada Gambar 5.

Sumber : Steven, 1987 vide Laksanawati, 2006

Gambar 5 Diagram dari sebuah potongan sel surya

2.3.4 Bahan pembentuk sel surya

Menurut Darmoyo (2007) sel surya terbentuk dari beberapa bahan, yaitu : 1) Sel surya silikon monokristal

Sel surya ini dibentuk dari bahan dasar monokristal. Bahan outputnya adalah SiO2 dalam bentuk kwarsa atau kristal kwarsa. Bentuk kwarsa ini melalui reduksi dengan arang baru dibentuk bahan mentah silikon, yang terdiri dari 98 % silikon dan 2 % kotoran.


(11)

2) Sel surya silikon polykristal

Pembuatan sel surya silikon sebagai sumber arus konstan, tidaklah sesederhana pembuatan silikon untuk bahan semikonduktor. Secara kuantitatif sel surya polykristal menduduki tempat kedua. Efisiensinya terletak antara 10-13% lebih rendah dari sel monokristal.

3) Sel surya a-silikon (a-Si)

Sel surya a-silikon susunan atomnya tidak beraturan, bahwa sel surya ini pada dasarnya lebih produktif, dimana absorbsi a-silikon terhadap cahaya hampir 40 kali lebih baik dari silikon kristal.

4) Sel surya banyak lapisan

Sel surya ini mempunyai lapisan lebih tipis dari yang lain, sehingga cahaya yang mengenai sel kedua pas setengah dari cahaya di atasnya.

5) Sel surya galiumarsenid Bahan ini mempunyai sifat:

(1) Daya listriknya meningkat bila dilakukan pemusatan sinar.

(2) Pengurangan daya pada suatu kenaikan temperatur lebih kecil dari bahan silikon.

(3) Dapat beroperasi pada temperatur yang tinggi.

Kelemahan utamanya adalah penyediaan bahan mentah gallium dan arsen sangat mahal.

2.3.5 Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus dan tegangan

Intensitas cahaya matahari mempengaruhi karakteristik arus-tegangan pada sel surya. Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan tegangan terminalnya (Abdullah, 1998 vide Laksanawati, 2006). Kurva karakteristik arus-tegangan pada modul sel surya pada variasi tingkat radiasi disajikan pada Gambar 6.


(12)

11

Sumber : Rosenblum,1991 vide Laksanawati, 2006

Gambar 6 Karakteristik arus tegangan pada variasi tingkat radiasi

2.3.6 Pengaruh suhu terhadap arus dan tegangan

Isc akan mengalami perubahan dengan meningkatnya suhu, kenaikan kurang lebih 0,04 % per oC. Sedangkan Voc akan mengalami perubahan yang besar, pengurangan tegangan kurang lebih 0,3 % per oC. Gambar hubungan suhu terhadap arus dan tegangan dapat dilihat pada Gambar 7 (Rosenblum, 1991 vide Laksanawati, 2006).

Sumber : Rosenblum, 1991 vide Laksanawati, 2006


(13)

2.3.7 Pengaruh luas permukaan sel surya terhadap daya

Luas sel surya mempengaruhi daya yang dihasilkan oleh sel surya tersebut dalam hal ini hubungannya adalah linier. Misalnya sel surya dengan luas penampang 100 cm dayanya akan dua kali lebih besar dibandingkan dengan sel surya yang luasnya 50 cm (Sigalingging, 1994 vide Darmoyo, 2007).

2.3.8 Pengaruh posisi cahaya matahari terhadap daya

Cahaya matahari yang mengenai permukaan p-n sel surya akan maksimal bila cahaya yang jatuh pada permukaan sel surya dan tegak lurus, karena matahari terus mengorbit pada lintasan tertentu maka hal ini sulit dilakukan. Hal ini sangat penting untuk pemasangan sel surya agar dapat menangkap sinar matahari secara maksimum. Untuk wilayah Indonesia pemasangan panel surya dengan kemiringan sampai 120.

Sumber : Sigalingging K, 1994 vide Darmoyo, 2007

Gambar 8 Pemasangan panel sel surya

2.4 Baterai

2.4.1 Pengertian baterai

Baterai ini berasal dari bahasa asing yaitu: accu (mulator) = baterij-(Belanda); accumulator = storange battery (Inggris); akumulator = bleibatterie (Jerman). Pada umumnya semua bahasa-bahasa itu mempunyai satu arti yang dituju, yaitu “acumulate” atau accumuleren. Ini semua berarti “menimbun” -mengumpulkan-menyimpan. Menurut Daryanto (1987), baterai adalah baterai yang merupakan suatu sumber aliran yang paling populer yang dapat digunakan dimana-mana untuk keperluan yang bermacam-macam beranekaragam. Menurut

Panel surya


(14)

13

Rudolf Michael (1995) baterai dapat diartikan sebagai sel listrik yang berlangsung proses elekrokimia secara bolak-balik (reversible) dengan nilai efisiensi yang tinggi (Puspitoningrum, 2006).

Sigalingging (1994) vide Astrawan (2007) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari peralatan baterai ini, diantaranya :

1) Kapasitas

Satuan kapasitas suatu baterai adalah Ampere Hour (Ah). Biasanya informasi ini terdapat pada label suatu baterai, misalnya suatu baterai dengan kapasitas 100 Ah akan penuh terisi dengan arus 1 A selama seratus (100) jam. Waktu pengisian ini ditandai dengan kode K 100 atau C 100, pada temperatur 25C.

Umumnya arus pengisian yang diijinkan maksimum 1/10 dari kapasitas. Oleh karena itu waktu pengisian yang baik tidak kurang dari 10 jam dan dalam kenyataannya dengan waktu tersebut pengisian baru mencapai 80 %. Dan standar tegangan pengisi baterai (charger) yang digunakan untuk mengisi baterai 12V adalah 12,5 V (min) – 14 V DC (maks).

2) Kepadatan Energi

Pada pemakaian tertentu (model pesawat, mobil surya, dan sebagainya) kepadatan energi sangat penting. Nilainya terletak pada 30 Wh/Kg untuk C/10 dan temperatur 20C.

3) Penerimaan arus pengisian yang kecil

Baterai harus dapat diisi dengan arus pengisian yang agak kecil (pada cuaca yang buruk sekalipun), sehingga tidak ada energi surya yang terbuang begitu saja. 4) Efisiensi Ah

Baterai menyimpan dengan jumlah amper jam, dengan suatu efesiensi Ah di bawah 100 % (biasanya 90 %). Efesiensi ini disebut juga dengan istilah efisiensi Coulombseher.

5) Efesiensi Wh

Efesiensi Wh adalah perbandingan energi yang ada dan yang dapat dikeluarkan.Wh selalu lebih rendah denganAh dan biasanya ± 80 %. Hal – hal yang perlu mendapat perhatian dalam memilih baterai adalah :

(1) Tegangan yang dipersyaratkan, (2) Jadwal waktu pengoperasian,


(15)

(3) Suhu pengoperasian, (4) Arus yang dipersyaratkan, (5) Kapasitas (Ah),

(6) Ukuran, bobot, dan umur.

2.4.2 Jenis baterai

Menurut Puspitoningrum (2006) ada dua jenis baterai yaitu : 1) Baterai Basah

Rakitan dasar dari konstruksi setiap sel baterai adalah sel yang terdiri dari elektroda positif (elektroda plus) dan elektroda negatif (elektroda minus). Susunan baterai ini terdiri dari :

(1) Elektroda

Dalam penyimpanan muatan bahan aktif elektroda positif terdiri dari timah peroksida (PbO2) berwarna coklat gelap, ketika bahan aktif dalam elektroda

negatif adalah timah murni (Pb) berwarna abu-abu metalik. Timah pada bahan elektrode aktif merupakan timah murni (Pb) dan yang lainnya sebagai timah gabungan. Timah peroksida dapat juga sebagai timah sulfat(PbSO4), ini mungkin karena timah hitam memiliki elekton valensi berbeda. Valensi adalah muatan listrik dalam sebuah atom, sebagai contoh atom timah dalam keadaan timah peroksidamempunyai elektron valensi +4 (empat muatan positif) dan dalam timah metalik mempunyai valensi kosong.

(2) Larutan elektrolit

Asam sulfat lemah (H2SO4), berat jenis 1,28 Kg per liter digunakan sebagai larutan elektrolit. Elektrolit adalah penghantar listrik yang karakteristiknya memainkan peranan penting dalam proses pengisian dan pengaliran arus muatan. Elektrolit terdapat dua penggolongan tingkatan penghantar yang disebut konduktor kelas pertama, contohnya logam dimana arus mengalir membawa konduksi elektron. Dan disebut dengan konduktor kelas kedua, dimana arus mengalir membawa partikel muatan (ion). Kelas kedua ini adalah gabungan bahan kimia yang tidak larut dalam air ketika diuraikan ke dalam komponen positif dan negatif.


(16)

15

Dalam hal ini (H2SO4) merupakan jenis penghantar kedua. Larutan elektrolit sendiri juga menunjukkan muatan listrik netral secara seimbang satu sama lain. Biasanya konsentrasi elektrolit (berat jenis 1,28 Kg per liter) hampir semua molekul asam sulfat terurai. Penguraian molekul asam sulfat ini sangat mutlak untuk perkembangan elektrolit juga untuk mengalirkan pengisian ataupun pengosongan arus. Sel ini mempunyai rating arus tinggi dan banyak digunakan di kalangan masyarakat. Misalnya pemberi daya pada lampu kendaraan, alat-alat elektronika dan sebagainya. Sel ini sering disebut dengan aki basah. Tiap sel baterai memiliki ggl 2 volt.

2) Baterai Kering

Selain baterai basah ada juga suatu baterai baik menurut konstruksinya maupun susunan bahan-bahan kimianya termasuk dalam golongan kuat dan baik, baterai ini dinamakan baterai kering. Adapun cairan elektrolitnya terdiri dari cairan kalilook dengan air murni 20 % atau berat jenis 1,2. baterai kering ini juga sering disebut baterai NIFE. Ini berasal dari rumus kimia dari pelat-pelat positif dan negatif. Dalam keadaan kosong belum diisi masa aktif yang terdapat dalam pelat positif terdiri dari Ni(OH)2 atau nikel hidroksidadan pada pelat negatif berisi

Fe(OH)2 besi hidroksida. Sewaktu diisi, aliran pengisi mengalir dari pelat positif

ke pelat negatif dan oleh karenanya maka Ni(OH)2 ini ditambah dengan zat asam,

maka akan berubah menjadi Ni(OH)3 , sedangkan Fe(OH)2 karena dikurangi zat

asamnya berubah menjadi Fe (besi dalam bentuk bunga karang) sehingga diperoleh rumus kimia sebagai berikut:

2 Ni(OH)2 + KOH + Fe(OH)2 ⇔ 2 Ni(OH)3 + KOH + Fe

Jika dilihat dari kedua arah panah ini menunjukkan bahwa rumus kimia di atas dapat bekerja ke arah kanan dan ke kiri. Ke kanan di waktu sedang mengisi dan yang ke kiri di waktu baterai sedang diberi muatan atau dengan kata lain dalam keadaan dipakai. Pada pengosongan (dimuati) terjadi kebalikannya nikel hidroksida karena kekurangan zat asam diredusir menjadi bentuk yang lebih rendah, sedangkan besi di oxidir lagi. Kalium hidroksida (KOH) yang dipakai untuk campuran akan mencapai temperatur kira-kira 1,16° Baume (Be).

Selama pengisian dan pengosongan proses yang terjadi hanya karena zat asam berpindah-pindah tempat dan KOH-nya sama sekali tidak ikut dalam reaksi


(17)

kimia, dalam hal ini KOH hanya bekerja sebagai katalisator atau pengantar. Jelaslah hal-hal di atas salah satu perbedaan antara baterai basah dan kering. Pada baterai basah bahwa cairan asam belerang (H2SO4) memang ikut bekerja pada

persenyawaan-persenyawaan kimia dengan timah hitam.

Pada baterai kering KOH-nya tidak mengambil bagian dalam reaksi, hanya airnya dimana KOH dilarutkan berubah menjadi zat asam (O2) dan zat air

(H2) selama pengisian berlangsung. Sebetulnya KOH itu sesuatu zat yang sangat

merugikan, karena semua zat dapat dilarutkan kecuali besi ini sebabnya, maka bak baterai kering terbuat dari besi. Pada baterai kering berat kadarnya tetap besar meskipun baterai itu dalam keadaan kosong ataupun penuh. Tetapi hanya sewaktu-sewaktu perlu ditambah dengan air distilasi dan tiap dua tahun sekali elektrolitnya sama sekali harus diganti karena KOH ini mengambil gas asam arang dari udara dan membentuk kalium karbonat (K2CO3) yang dapat merusak

pelat.

2.5 Lampu LED (Light Emitting Diode)

2.5.1 Pengertian lampu LED

Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya yang efisien energinya. Sebuah LED adalah sejenis dioda semikonduktor istimewa. Seperti sebuah dioda normal, LED terdiri dari sebuah chip bahan semikonduktor yang diisi penuh, atau di-dop, dengan ketidakmurnian untuk menciptakan sebuah struktur yang disebut p-n junction. Pembawa muatan-elektron dan lubang mengalir ke junction dari elektroda dengan voltase berbeda. Ketika elektron bertemu dengan lubang, dia jatuh ke tingkat energi yang lebih rendah, dan melepas energi dalam bentuk photon (Routledge, 2002).

Light-emitting diode (LED) adalah suatu dioda semikonduktor sambungan PN (PN junction) yang menimbulkan emisi photon bila dibias maju (forward bias). Efek emisi cahaya disebut injection electroluminescence, dan hal tersebut terjadi bila pembawa minoritas (minority carrier) melakukan rekombinasi dengan pembawa dari tipe yang berlawanan di dalam sebuah bandgap diode (Syahrul, 2006).


(18)

17

2.5.2 Bagian lampu LED

Produk LED sederhana yang telah dikemas adalah sebagai lampu, atau indikator. Struktur dasar sebuah LED indikator terdiri dari die, lead frame di mana die tersebut sebenarnya ditempatkan, dan encapsulation epoxy, yang mengelilingi dan melindungi die dan cahaya hamburan Die diikat dengan conductive epoxy ke dalam suatu kubangan (recess) pada satu setengah dari lead frame, yang disebut anvil (landasan) karena ketajamannya. Kubangan pada anvil dipertajam untuk memproyeksikan cahaya radiasi kepadanya. Bagian atas die tersebut dihubungkan kawat ke terminal lead frame lainnya, di pusat (Syahrul, 2006).

Konstruksi mekanik lampu LED menentukan pola hamburan atau pola cahaya radiasi. Suatu pola radiasi sempit akan kelihatan sangat cerah ketika dilihat pada sumbu (axis), tetapi jika dilihatnya membentuk sudut maka yang tampak tidak akan lebar/luas. Die LED yang sama dapat ditempelkan untuk memberikan sudut pandang yang lebih lebar, tetapi intensitas pada sumbu akan menurun. Tradeoff ini sudah melekat pada semua LED indikator dan dapat diabaikan. LED dengan kecerahan tinggi (high-brigthness) dengan sudut pandang 150 sampai 300 merupakan suatu pilihan baik sebagai sebuah panel informasi yang langsung di depan operator; sebuah indikator arah luas atau dashboard otomotif mungkin memerlukan sudut seluas 1200 (Syahrul, 2006).

Sumber : Bishop, 2002


(19)

2.5.3 Kelebihan lampu LED

LED mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan lampu bohlam CFL biasa. Menurut Latief (2011), kelebihan itu terutama dalam hemat energi, ramah lingkungan, serta tidak silau (ramah mata). Meskipun belum tercatat angka pastinya, keunggulan-keunggulan ini kemungkinan akan semakin menggeser pemakaian lampu bohlam CFL biasa.

Dibandingkan lampu bohlam CFL biasa, kelebihan lain LED adalah rendahnya radiasi yang kerap muncul saat posisi mata dan lampu terlalu dekat. Ini terjadi, karena LED berbahan semikonduktor. Dengan tingkat silau yang juga lebih rendah, mata menjadi tidak perih (Latief, 2011).

Sementara menurut Syahrul (2006), LED mempunyai beberapa kelebihan seperti :

(1) Tahan lama - LED didesain untuk bisa menyala hingga 50.000-100.000 jam, dibandingkan dengan lampu merkuri normal dan natrium, yang hanya bisa menyala sekitar 24.000 jam.

(2) Ramah lingkungan - LED tidak mengandung merkuri. LED begitu aman untuk digunakan dan tidak menjadi masalah pada akhir penggunaannya. LED dapat dibuang dengan mudah, tetapi merkuri dan sodium tidak bisa.

(3) Daya konsumsi rendah - LED Super Light adalah sebuah perangkat yang memerlukan daya lebih rendah dibandingkan lampu merkuri dan sodium. (4) Sejuk dan aman - cahaya output dari LED bisa bebas dari radiasi infra-merah


(20)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan dalam dua tahap, tahap pertama yaitu pembuatan alat yang dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2011 di Workshop Kapal dan Transportasi Perikanan, tahap kedua yaitu pengujian alat dan pengambilan data yang dilaksanakan pada bulan September 2011 di Stasiun Lapang Kelautan Palabuhanratu, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Modul surya yang diproduksi oleh PT LEN. Modul ini berbahan polycrystalline dengan daya 30 Wp 12 V;

2) Baterai basah dengan daya 12 V 45 Ah;

3) Luxmeter, berfungsi untuk mengukur besarnya intensitas cahaya di suatu tempat. Untuk mengetahui besarnya intensitas cahaya ini maka diperlukan sebuah sensor yang cukup peka dan linier terhadap cahaya. Sehingga cahaya yang diterima oleh sensor dapat diukur dan ditampilkan pada sebuah tampilan digital;

4) AVO meter, berfungsi untuk mengukur arus, tegangan dan hambatan listrik;

5) Storage system, berfungsi untuk mempermudah dalam pengecasan baterai. Storage system mempunyai lampu indikator yang menunjukkan penuh tidaknya baterai pada saat proses pengisian;

6) Tool set

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah LED, papan PCB, resistor 330 ohm, kabel. LED yang digunakan menggunakan tiga warna yaitu merah, hijau dan putih. Kemudian masing-masing LED dirangkaikan secara seri sebanyak 12 buah. Gambar 10 memperlihatkan desain rangkaian yang akan dibuat.


(21)

Gambar 10 Desain LED yang akan dirangkai

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan, yaitu melakukan uji coba pemanfaatan energi surya sebagai energi alternatif sistem kelistrikan pada kapal ikan. Secara detail Gambar 11 menjelaskan pemasangan alat pada saat penelitian.

Gambar 11 Pemasangan alat pada saat penelitian

3.4 Metode Pengambilan Data

Data primer yang diambil meliputi daya yang dihasilkan oleh sel surya, lama waktu untuk mengisi baterai, dan daya yang dihabiskan oleh lampu navigasi selama dinyalakan. Data sekunder yang diambil berupa literatur sel surya, baterai, lampu LED, dan sistem kelistrikan.

Data primer disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang selanjutnya akan dideskripsikan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Tabel yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Hasil pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan nilai intensitas cahaya matahari

Waktu Pengukuran

Volt Intensitas Cahaya

Modul Surya

baterai

Storage sistem

Lampu 1

Lampu 2


(22)

21

Tabel 2 Hasil pengukuran tegangan yang dibutuhkan terhadap intensitas cahaya lampu LED

Waktu Pengukuran

Volt Lux

3.5 Analisis Data

Data yang didapat pada tabel kemudian ditabulasikan dan dihitung dengan menggunakan perhitungan matematika sederhana. Perhitungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

R = (Vs-Vd)/I Keterangan : R = tahanan (ohm)

Vs = tegangan sumber (volt) Vd = tegangan kerja LED (volt) I = arus listrik (ampere)

Pada suatu rangkaian tertutup, besarnya arus I berubah sebanding dengan tegangan V dan berbanding terbalik dengan beban tahanan R.

V = R x I Keterangan : V = tegangan (volt)

R = resisten atau tegangan (ohm) I = arus listrik (ampere)

Perhitungan untuk mengetahui daya listrik menggunakan rumus : P = V x I

Keterangan : P = daya (watt) V = tegangan (volt) I = arus listrik (ampere)

Perhitungan untuk mengetahui waktu penggunaan LED menggunakan rumus : t = W/P

Keterangan : P = daya (watt)

W = energi listrik (kWh) t = waktu (jam)


(23)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Wilayah

Teluk Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Palabuhanratu memiliki luas wilayah sebesar 10.288 ha. Secara astronomis kecamatan Palabuhanratu terletak pada 6097’ LS–7003’ LS dan 106059’ BT–106062’ BT. Berikut merupakan batas wilayah administratif Kecamatan Palabuhanratu :

1) Sebelah Barat berbatasan dengan Cikakak dan Samudera Hindia; 2) Sebelah Timur berbatasan dengan Bantar Gadung;

3) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang; 4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpenan;

4.2 Musim Penangkapan Ikan

Di daerah Palabuhanratu terdapat dua musim yang sangat mempengaruhi operasi penangkapan ikan, yaitu adanya musim barat dan musim timur. Musim barat terjadi pada bulan Desember hingga Februari, musim ini ditandai dengan sering kali terjadi hujan dengan angin yang sangat kencang disertai ombak yang besar. Hal ini menyebabkan nelayan tidak pergi ke laut karena kondisi cuaca yang buruk dan keberadaan ikan yang sangat sedikit. Sedangkan musim timur terjadi pada bulan Juni hingga Agustus, musim ini ditandai dengan jarang turun hujan dan keadaan laut biasanya tenang. Musim timur biasanya disebut juga musim puncak oleh nelayan setempat, hal ini dikarenakan keberadaan ikan di perairan yang melimpah.

4.3 Unit Penangkapan Ikan

Unit penangkapan ikan adalah satu kesatuan teknis dalam melakukan operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal/perahu, alat tangkap dan nelayan.


(24)

24

4.3.1 Kapal

Kapal atau perahu di Palabuhanratu terdiri atas dua jenis, yaitu Perahu motor tempel (KMT) dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel adalah perahu atau kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine). Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin yang disimpan di dalam kapal (inboard engine). Perkembangan jumlah perahu/kapal motor tempel dan kapal motor setiap tahunnya ada yang meningkat dan ada pula yang menurun walaupun peningkatan dan penurunannya sedikit. Pada tahun 2007 jumlah perahu motor tempel mengalami kenaikan sebesar 3,9 % dari tahun 2005. Pada tahun 2005 jumlah perahu motor tempel sebanyak 511 unit sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 531. Namun jumlah ini terus mengalami penurunan hingga menjadi 346 unit pada tahun 2010. Sebaliknya untuk kapal motor terus mengalami peningkatan secara bertahap pada tahun 2005 jumlah perahu motor 229 unit. Jumlah ini meningkat 114,4 % menjadi 491 unit pada tahun 2010. Secara detail Perkembangan jumlah perahu motor tempel dan kapal motor disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah perahu motor tempel dan kapal motor tahun 2005 – 2010 Tahun Perahu Motor Tempel Kapal Motor Jumlah

2005 428 229 657

2006 511 270 781

2007 531 321 852

2008 416 230 646

2009 364 394 758

2010 346 491 837

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2010

4.3.2 Alat tangkap

Jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu dibedakan atas perahu motor tempel dan kapal motor. Pada tahun 2005 jumlah alat tangkap mengalami kenaikan secara bertahap pada tahun 2005 jumlah alat tangkap sebanyak 637 unit. Jumlah ini meningkat 693,9 % menjadi 6.478 unit. Secara detail jumlah alat tangkap di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 4.


(25)

Tabel 4 Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Sukabumi Tahun Jumlah Alat Tangkap

2005 825

2006 923

2007 2.949

2008 2.872

2009 6.575

2010 6.478

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2010

4.3.3 Nelayan

Mayoritas nelayan di PPN Palabuhanratu merupakan penduduk asli daerah tersebut. Namun ada pula nelayan pendatang yang berasal dari Cirebon, Cilacap, Binuangen, Indramayu, dan beberapa nelayan dari luar pulau Jawa, seperti Sumatera dan Sulawesi. Nelayan yang berada di PPN Palabuhanratu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan buruh adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan pemilik adalah orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan pemilik biasanya disebut juragan. Jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu mengalami peningkatan secara bertahap pada tahun 2005 jumlah nelayan sebanyak 3.498 orang. Jumlah ini meningkat 27,9% menjadi 4.474 orang pada tahun 2010. Secara detail perkembangan jumlah nelayan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah nelayan PPN Palabuhanratu tahun 2006 - 2010

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, 2010 Tahun Total Nelayan

2006 3.498

2007 3.936

2008 4.363

2009 4.453


(26)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Rangkaian Elektronik Lampu Navigasi Energi Surya

Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya mempunyai tiga komponen utama, yaitu input, storage, dan output. Komponen input ini sendiri terdiri dari panel surya dan regulator. Dalam panel surya terdapat beberapa sel surya yang dihubungkan secara seri atau paralel. Dalam regulator terdapat beberapa komponen seperti transistor, resistor, dioda, dan lain-lain. Komponen storage terdiri dari baterai. Baterai yang digunakan pada penelitian ini yaitu jenis baterai basah. Komponen terakhir adalah output yang terdiri dari tiga lampu LED. Secara detail dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 12 Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya

Gambar 13 Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya pada saat penelitian

Keterangan:

1. Panel surya 2. Regulator 3. Baterai 4. LED

1

2 3


(27)

5.1.1 Panel sel surya

Panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan. Sel surya yang digunakan pada penelitian ini berbahanpollycristalline (C-Si), rata-rata efisiensinya 11,5 % – 14 % dan mempunyai daya sebesar 30 Wp. Maksud 30 Wp disini yaitu jika sel surya diletakkan ditempat yang terkena sinar matahari secara langsung selama 12 jam (dari jam enam pagi hingga enam sore), maka dapat menyediakan daya sebesar 360 W. Gambar 14 merupakan panel surya yang digunakan pada saat penelitian.

Sumber : Dokumentasi

Gambar 14 Panel surya yang digunakan

Spesifikasi lengkap sel surya yang digunakan pada penelitian, yaitu :

1)

Daya Maksimal : 30Wp

2) Tegangan Maksimal : 17,0V

3)

Arus Maksimal : 1,77A

4)

Lintasan Tegangan Terbuka : 21,60V

5)

Lintasan Arus Pendek : 1,88A

6) Voltage : 12 V

7) Dimensi (ukuran) Modul : 47 cm X 59 cm

1) Hasil pengukuran intensitas cahaya matahari dan tegangan pada panel sel surya

Setelah melakukan pengukuran selama penelitian, maka dapat diperoleh data hasil pengukuran intensitas cahaya matahari dan tegangan pada panel sel surya. Pengukuran dimulai pada hari selasa, 27 September 2011 pukul 09.00 –


(28)

28

17.00 WIB dengan menggunakan interval 30 menit. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan intensitas cahaya matahari. Waktu Pengukuran Intensitas Cahaya Matahari (W/m2) Tegangan Baterai (V)

9:00 61,054 0

9:30 57,687 0,2

10:00 158,13 0,6

10:30 158,42 0,6

11:00 105,39 0,4

11:30 105,39 0,5

12:00 158,42 0,5

12:30 158,13 0,6

13:00 158,42 0,4

13:30 158,86 0,4

14:00 150,37 0,4

14:30 147,88 0,4

15:00 139,09 0,2

15:30 124,45 0,3

16:00 100 0,3

16:30 66,325 0,2

Sumber : Pengolahan data

Berdasarkan nilai tabel di atas maka dapat dibuat kurva hubungan antara waktu pengukuran dengan intensitas cahaya dan tegangan. Bentuk kurva seperti ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16.

Gambar 15 Kurva intensitas cahaya yang terukur 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 In te n si tas C ah aya M atah ar i Waktu Pengukuran Intensitas Cahaya Matahari (w/m2)


(29)

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat intensitas cahaya matahari mengalami peningkatan yang tinggi pada pukul 10:00 WIB sebesar 100,443 W/m2, namun pada pukul 11:00 WIB intensitas cahaya matahari mengalami penurunan sebesar 53,03 W/m2 . Nilai rata-rata nilai intensitas cahaya matahari yang didapatkan pada saat penelitian sebesar 125,501 W/m2. Intensitas cahaya matahari terbesar didapat pada pukul 13:30 WIB dengan nilai sebesar 158,86 W/m2. Adapun nilai intensitas cahaya matahari terendah didapat pada pukul 9:30 WIB sebesar 57, 687 W/m2.

Gambar 16 Kurva hubungan intensitas cahaya matahari dengan tegangan baterai Berdasarkan gambar di atas tegangan terbesar terjadi pada pukul 10:00, 10:30, dan 12:30 WIB sebesar 0, 6 V dengan rata-rata intensitas cahaya matahari yang diterima 158,26 W/m2. Adapun tegangan terendah didapat pada pukul 9:30, 15:00, dan 16:30 WIB sebesar 0,2 V dengan rata-rata intensitas cahaya matahari yang diterima sebesar 87,7 W/m2.

Intensitas sinar matahari sangat menentukan kinerja sel surya, bila sinar matahari kurang terang maka sinar yang diserap oleh sel surya juga kurang sehingga output energi yang dihasilkan juga kecil. Karena itu, pemakaian sel surya untuk memperoleh tegangan dan daya listrik besar sebaiknya memilih lokasi yang memiliki intensitas sinar matahari cukup besar, seperti Indonesia yang mempunyai rata-rata nilai intensitas cahaya mataharinya sekitar 0,6-0,7 kW/m² (Manan, 2009). 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 9: 00 9: 30 10: 00 10: 30 11: 00 11: 30 12: 00 12: 30 13: 00 13: 30 14: 00 14: 30 15: 00 15: 30 16: 00 16: 30 Te gan gan B ate r ai (v o lt) In te n si tas C ah aya M atah ar i (w /m 2) Waktu Pengukuran Intensitas Cahaya Matahari (w/m2) Tegangan (volt)


(30)

30

Dari bentuk kurva yang didapat, maka dapat dilihat bahwa nilai intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap arus dan tegangan yang dihasilkan. Semakin besar nilai intensitas cahaya matahari maka semakin besar juga nilai tegangan dan arus yang dihasilkannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdullah (1998) vide Laksanawati (2006) bahwa pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan tegangan terminalnya. Selain itu berdasarkan kurva karakteristik arus dan tegangan modul sel surya pada variasi tingkat intensitas cahaya matahari yang dihasilkan oleh Rosenblum (1991) dan diacu oleh Laksanawati (2006) telah memperlihatkan bahwa adanya hubungan nilai intensitas cahaya matahari terhadap arus dan tegangan yang dihasilkan oleh panel surya. Tegangan terbesar terjadi pada pukul 10:00, 10:30, dan 12:30 WIB sebesar 0, 6 V dengan rata-rata intensitas cahaya matahari yang diterima 158,26 W/m2, hal ini terjadi karena panel surya diletakkan menghadap ke arah sinar matahari, sehingga luas panel surya yang terkena sinar matahari juga semakin besar, sehingga sinar yang masuk semakin banyak dan sinar yang terkonduksi juga semakin besar, dan berarti elektron yang lepas juga semakin banyak, yang akhirnya menghasilkan arus yang semakin banyak, dan tegangan juga semakin besar (Sufiyandi, 2007).

2) Hasil pengukuran suhu dan tegangan pada panel sel surya

Setelah melakukan pengukuran selama penelitian, maka dapat diperoleh data hasil pengukuran suhu dan tegangan pada panel sel surya. Pengukuran dimulai pada pukul 09.00 – 17.00 WIB dengan menggunakan interval 30 menit. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan suhu Waktu

Pengukuran Suhu ( o

C) Tegangan Baterai (V)

9:00 28 0

9:30 28 0,2

10:00 30 0,6

10:30 31,5 0,6

11:00 32 0,4

11:30 31,5 0,5

12:00 30,5 0,5


(31)

Tabel 7 lanjutan

Waktu

Pengukuran Suhu ( o

C) Tegangan Baterai (V)

13:00 32 0,4

13:30 32 0,4

14:00 32 0,4

14:30 33 0,4

15:00 32 0,2

15:30 31,5 0,3

16:00 32 0,3

16:30 31,5 0,2

Sumber : Pengolahan data

Berdasarkan nilai tabel di atas maka dapat dibuat grafik hubungan antara waktu pengukuran dengan intensitas cahaya dan tegangan. Bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 17 dan 18.

Gambar 17 Kurva suhu yang terukur

Gambar di atas menunjukkan perubahan suhu terbesar terjadi pada pukul 10:30 WIB sebesar 1,5 oC. Untuk rata-rata suhu yang terukur pada saat penelitian adalah sebesar 31,156 oC. Suhu tertinggi terukur pada pukul 14:30 WIB sebesar 33 oC. Adapun suhu terendah terukur pada pukul 09:00 dan 09:30 WIB dengan rata-rata sebesar 28 oC.

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

S

u

h

u

(o

C

)

Waktu Pengukuran


(32)

32

Gambar 18 Kurva hubungan suhu dengan tegangan baterai

Berdasarkan gambar di atas tegangan yang terukur tinggi terjadi pada pukul 10:00 , 10:30, dan 12:30 WIB sebesar 0, 6 V, dengan suhu rata-rata sebesar 30,5 oC. Adapun tegangan yang terkurur rendah didapat pada pukul ke 9:30, 15:00, dan 16:30 WIB sebesar 0,2 V, dengan suhu rata-rata sebesar 30,5 oC.

Dari grafik di atas dapat dilihat jika semakin tinggi suhu, maka tegangan yang dihasilkan semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Rosenblum (1991) yang diacu oleh Laksnawi (2006), bahwa Isc akan mengalami perubahan dengan meningkatnya suhu, kenaikan kurang lebih 0,04 %/oC. Sedangkan Voc akan mengalami perubahan yang besar, pengurangan tegangan kurang lebih 0,3 %/oC. Menurunnya tegangan bisa terjadi dikarenakan heat sink yang terpasang pada regulator tidak cukup bagus untuk untuk menyerap panas dari komponen elektronik (biasanya IC atau Transistor daya).

5.1.2 Battery control unit

Battery Control Unit (BCU) yang berfungsi sebagai proteksi over charge, tapi berfungsi juga sebagai proteksi pengosongan baterai berlebih (over discharge), proteksi beban lebih, hubungan singkat, tegangan kejut halilintar, arus balik dari baterai ke sumber (pembangkit), dan proteksi polaritas terbalik baterai dan sumber (pembangkit).

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Te gan gan (v o lt) S u h u (0C ) Waktu Pengukuran Suhu Tegangan (volt)


(33)

Pada sistem pembangkit ini, terjadi suatu proses penyimpanan energi listrik yang dihasilkan oleh panel sel surya. Biasanya energi listrik ini disimpan pada baterai dalam bentuk energi elektrokimia. Pada proses penyimpanan energi tersebut, diperlukan suatu alat yang berfungsi mengatur proses tadi agar tidak terjadi pengisian berlebih pada baterai (over charge) yang dapat menyebabkan kerusakan pada baterai. BCU dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu :

1) Regulator

Regulator adalah komponen elektronik yang digunakan untuk mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke beban. Regulator mengatur overcharging (kelebihan pengisian, karena baterai sudah penuh) dan kelebihan voltase dari panel surya (solar cell). Kelebihan voltase dan pengisian akan mengurangi umur baterai. Seperti yang telah disebutkan di atas regulator yang baik biasanya mempunyai kemampuan mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus terhenti. Regulator yang tepasang pada BCU ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

1) Rated charge current : 3 A 2) Rated load current : 6 A

3) Max current consumption : 10 mA

4) Disconnect voltage : 14, 7 V (high) dan 11,5 V (low) 5) Reconnect voltage : 13,6 V (high) dan 12,5 V (low)

Regulator akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan drop, maka baterai akan diisi kembali. Arus listrik DC yang berasal dari baterai tidak mungkin masuk ke panel sel surya karena biasanya ada diode protection yang hanya melewatkan arus listrik DC dari panel surya (solar cell) ke baterai, bukan sebaliknya. Rangkaian regulator dapat dilihat pada Gambar 18.


(34)

34

Sumber : Dokumentasi

Gambar 19 Rangkaian regulator tampak atas

Pada Gambar 18 terdapat berberapa komponen elektronika yang tersusun di dalam rangkaian regulator seperti : resistor, dioda, kapasitor, transistor, dan IC. Menurut Bishop (2002), masing-masing komponen elektronik tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Seperti resistor yang berfungsi untuk menghambat arus listrik. Dioda berfungsi untuk menghantarkan listrik dan tegangan pada satu arah saja. Kapasitor berfungsi untuk menyimpan dan melepas muatan listrik atau energi listrik. Transistor mempunyai fungsi untuk meratakan arus, menahan sebagian arus, menguatkan arus, dan membangkitkan frekuensi rendah maupun tinggi. Untuk integrated circuit (IC), adalah suatu komponen elektronik yang dibuat dari bahan semi konduktor. IC merupakan gabungan dari beberapa komponen seperti resistor, kapasitor, dioda dan transistor yang telah terintegrasi menjadi sebuah rangkaian berbentuk chip kecil.

2) Baterai

Baterai merupakan peralatan penting pada suatu pembangkit listrik tenaga surya. Baterai menyimpan energi listrik yang diterimanya pada siang hari dan akan dikeluarkan pada malam hari untuk melayani beban (terutama untuk penerangan). Baterai yang digunakan pada saat penelitian yaitu jenis baterai basah. Baterai basah yang digunakan merupakan baterai mobil. Baterai mobil dipilih karena mempunyai karakteristik arus yang tinggi, harga cukup murah, dan energi yang dapat diambil sampai kapasitas 80 %. Baterai ini mempunyai daya sebesar 420 Wh, yang artinya daya baterai akan habis bila digunakan pada beban yang mempunyai daya sebesar 420 W dalam satu jam. Gambar19 adalah gambar baterai yang digunakan pada penelitian ini.


(35)

Sumber : Dokumentasi

Gambar 20 Baterai yang digunakan pada penelitian

Pada saat pengukuran tegangan yang masuk ke dalam baterai, tegangan baterai sendiri dikosongkan hingga 6 V. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menambah tegangan di baterai hingga 12 V. Mengingat nilai intenitas cahaya matahari yang senantiasa berubah-ubah setiap waktunya maka energi yang dihasilkan oleh panel sel surya akan berbeda juga tiap waktunya. Berikut ini data energi yang dihasilkan oleh panel sel surya dalam sehari pada waktu yang efektif matahari, yakni pukul 09.00-16.30 WIB, dengan menggunakan interval pengukuran setiap 30 menit. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil pengukuran tegangan yang masuk ke dalam baterai Waktu

Pengukuran

Tegangan Baterai (v)

9:00 6

9:30 6,2

10:00 6,8

10:30 7,4

11:00 7,8

11:30 8,3

12:00 8,8

13:00 9,8

13:30 10,2

14:00 10,6

14:30 11

15:00 11,2

15:30 11,5

16:00 11,8

16:30 12


(36)

36

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa tegangan yang dihasilkan oleh panel sel surya tidak konstan tiap waktunya. Energi yang dihasilkan dari pagi hingga siang cenderung mengalami kenaikan dan dari siang hingga sore mengalami penurunan. Pada tabel di atas juga bisa dilihat bahwa untuk melakukan pengisian baterai hingga 12 V membutuhkan waktu selama 7 jam 30 menit. Tabel di atas juga memberikan informasi bahwa penambahan tegangan yang terukur tinggi terjadi pada pukul 10:00, 10:30, dan 12:30 WIB sebesar 0,6 V. Penambahan tegangan yang tercatat rendah didapat pada pukul 9:30, 15:00, dan 16:30 WIB sebesar 0,2 V. Untuk kurva dari tegangan baterai bisa dilihat pada Gambar 16.

Waktu pengisian baterai sangat tergantung terhadap dua faktor yaitu suhu dan ketersedian cahaya matahari. Suhu pada saat pagi hari dalam rentang waktu pukul 9:00 hingga 9:30 WIB cenderung stabil, tetapi nilai tegangan yang dihasilkan oleh sel surya tidak stabil dikarenakan intensitas cahaya matahari yang mengenai panel surya pada saat itu rendah. Bandingkan setelah pukul 10:00 hingga pukul 12:30, disini terjadi naik turun tegangan yang disebabkan oleh tingginya suhu yang berkisar antara 300C – 31,50C, selain itu nilai intensitas cahaya matahari yang mengenai panel surya cukup tinggi.

Menurut Sigalingging (1994) vide Astrawan (2007), waktu pengisian baterai yang baik tidak kurang dari 10 jam dan dalam kenyataannya dengan waktu tersebut pengisian baru mencapai 80 %. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada saat melakukan pengisian baterai, waktu yang dibutuhkan hanya 7 jam 30 menit dengan hasil pengisian mencapai 100 %. Beberapa faktor bisa mempengaruhi waktu dan hasil pengisian baterai, seperti ukuran panel surya, kapasitas baterai, intensitas cahaya matahari, dan suhu pada saat pengambilan data.

Arus listrik yang dialirkan dari panel surya ke baterai mempunyai nilai yang kecil, hal ini sesuai dengan Sigalingging (1994) vide Astrawan (2007) bahwa arus pengisian baterai harus kecil. Arus tersebut bisa mempunyai nilai yang kecil dikarenakan sebelum arus mengalir ke baterai terlebih dahulu distabilkan dan diperkecil nilainya di dalam regulator. Hal ini dilakukan untuk memperkecil terjadinya overcharging (kelebihan pengisian, karena baterai sudah penuh) dan kelebihan voltase dari panel surya. Jika arus listrik tidak mengalami proses


(37)

terlebih dahulu di regulator, maka akan terjadi kelebihan voltase yang akan mengurangi umur baterai.

5.1.3 Lampu Light Emitting Diode (LED)

LED yang digunakan sebanyak 36 buah disusun menjadi tiga rangkaian paralel, yang masing-masing rangkaian paralel mengandung 3 LED yang disusun secara seri. Setiap rangkaian seri LED dipasang resistor yang berfungsi untuk menghambat arus yang mengalir dari baterai. Masing-masing resistor yang digunakan pada rangkaian seri bernilai 330 Ω, jadi total nilai resistor yang terdapat di dalam satu rangkaian paralel LED sebesar 85 Ω. Setelah diketahui nilai total resistor, maka bisa digambarkan rangkaian lampu LED seperti pada Gambar 21.

Keterangan : R1-R4 = 330 Ω

D1-D12 = 0,2 V; 20mA

Gambar 20 Rangkaian lampu LED yang digunakan

Setiap lampu LED mempunyai nilai I (arus) sebesar 2 mA, jadi dalam satu rangkaian paralel yang mempunyai 12 lampu LED, maka nilai I totalnya yaitu 24 mA. Untuk mengetahui tegangan yang dibutuhkan (V) untuk menyalakan setiap rangkaian lampu LED ini dihitung berdasarkan rumus :

V = I total x R total = 24 mA x 85 Ω = 1,98 V

Setelah didapatkan nilai tegangan (V) yang dibutuhkan untuk menyalakan setiap rangkaian lampu LED, maka dapat diketahui daya yang dibutuhkannya. Perhitungan daya yang dibutuhkan untuk menyalakan sebuah rangkaian lampu LED dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

P = V x I total

-

+

D1

D4

D7 D2

D5

D8 D3

D6

D9

D10 D11 D12 R1

R2

R3


(38)

38

= 1,98 V x 24 mA = 0,04752 W

Setelah mendapatkan daya yang dibutuhkan untuk menyalakan sebuah rangkaian lampu LED, maka bisa didapatkan nilai P total untuk menyalakan rangkaian lampu LED sebesar 0,14256 W. Jadi, bisa diasumsikan jika tiga rangkaian lampu LED ini dinyalakan selama 12 jam, daya yang dibutuhkan hanya sebesar 1,71072 W.

Warna lampu LED yang digunakan pada saat penelitian ini yaitu putih, merah, dan hijau. Lampu tersebut dipasang di atas kapal, sehingga bisa terlihat dari jauh. Pemasangan lampu, disesuaikan dengan aturan yang berlaku di FAO (Gulbrandsen, 2009). Lampu merah dan hijau harus terlihat hingga jarak 1,5 mil dan hanya bisa dilihat dari satu sisi saja. Lampu merah harus bisa dilihat dari sisi kiri saja dan lampu hijau hanya bisa dilihat dari sisi kanan saja. Sedangkan lampu putih harus terlihat hingga jarak dua mil dan dapat terlihat dari segala arah. Setiap warna mempunyai nilai intensitas berbeda saat diukur dengan kondisi yang gelap total. Rangkaian lampu LED warna putih mempunyai nilai intensitas sebesar 1.790 lm/m2. Lalu rangkaian lampu LED warna merah mempunyai nilai intensitas sebesar 2.110 lm/m2, sedangkan rangkaian lampu LED hijau mempunyai nilai intensitas 3.670 lm/m2. Perbedaan nilai lumen yang diukur pada ketiga lampu terjadi, akibat adanya hubungan warna lampu dengan nilai panjang gelombang. Gambar 22 menunjukkan lampu LED putih, merah, dan hijau pada saat menyala.

Sumber : Dokumentasi

Gambar 21 Lampu LED putih, merah, dan hijau pada saat menyala

. Nilai intensitas lampu LED yang diukur sangat sesuai dengan pernyataan Syahrul (2006), bahwa LED mempunyai nilai lumen yang lebih efisien dan daya konsumsi rendah dibandingkan dengan jenis lampu lain. Lampu-lampu yang dipasang di kapal oleh nelayan Palabuhanratu mempunyai nilai intensitas rata-rata


(39)

sebesar 500 lm/m dengan daya sebesar 10 W. Lampu LED yang dirangkai mempunyai nilai intensitas lebih tinggi dan daya yang dibutuhkan lebih rendah. Selain itu dilihat dari umur pemakaian, lampu LED bisa lebih lama yaitu sekitar 50.000 – 100.000 jam (Syahrul, 2006), sedangkan lampu pijar rata-rata pemakaiannya bisa sampai 1.000 jam. Jadi pemakaian lampu LED untuk lampu navigasi kapal sangat bermanfaat dibandingkan dengan pijar baik dilihat dari sisi efisiensi pemakaian dan tahan lama lampu tersebut saat digunakan.

5.2 Lampu Navigasi

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan salah satu pelabuhan yang mempunyai aktivitas penangkapan ikan yang padat. Sesuai dengan peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor: PER.16/MEN/2006, maka kapal perikanan yang akan bertambat maupun berlabuh harus berukuran sekurang-kurangnya 30 GT. Biasanya kapal-kapal yang berukuran 30 GT merupakan kapal yang telah lengkap peralatan navigasinya. Untuk mengetahui perlengkapan navigasi yang digunakan khususnya lampu navigasi sudah sesuai atau tidak, maka dilakukan pengamatan di malam hari pada tanggal 28 – 29 September 2011. Selengkapnya data disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Penerapan penggunaan lampu navigasi di Palabuhanratu

Waktu Ada Tidak Ada

Sesuai Tidak Sesuai

28 September 2011 3 11 5

29 September 2011 2 8 6

Sumber : Pengolahan data

Setelah dilakukan pengamatan di malam hari pada tanggal 28 – 29 September 2011, ditemukan beberapa kapal yang memakai lampu navigasi namun tidak sesuai dengan peraturan FAO. Pada hari pertama terdapat 19 kapal yang beroperasi pada malam hari. Dari 19 kapal ini, hanya 3 kapal yang menggunakan lampu sesuai dengan aturan FAO, 11 kapal menggunakan lampu navigasi tetapi tidak sesuai dengan aturan FAO, dan lima kapal tidak menggunakan lampu navigasi. Pada hari kedua ditemukan 16 kapal yang beroperasi pada malam hari. Dalam 16 kapal ini hanya terdapat 2 kapal yang menggunakan lampu navigasi yang sesuai dengan aturan FAO, 8 kapal menggunakan lampu navigasi namun tidak sesuai aturan FAO, dan sisanya 6 kapal tidak menggunakan lampu navigasi.


(40)

40

Maka dapat disimpulkan bahwa kapal-kapal di Palabuhanratu sudah memakai lampu navigasi namun tidak sesuai dengan aturan FAO.

Kapal yang menggunakan lampu tetapi tidak sesuai dengan aturan FAO, contohnya seperti kapal yang berukuran < 7 m menggunakan lampu navigasi berwarna hijau dan tidak terlihat pada jarak 2 mil, padahal menurut FAO (2009), bahwa untuk kapal yang mempunyai ukuran di bawah tujuh meter dan kecepatan kurang dari 7 knot menggunakan lampu navigasi yang berwarna putih. Posisi lampu dipasang di atas kapal dan harus terlihat hingga jarak dua mil. Lampu tersebut harus terlihat dari segala arah. Kapal yang tidak menggunakan lampu navigasi disini maksudnya kapal tersebut menggunakan sumber cahaya lain untuk dijadikan lampu navigasi misalnya cahaya dari petromak. Petromak memiliki nilai intensitas cahaya yang dipancarkan sangat kecil dan cahaya tersebut bisa padam jika terkena angin.

Tidak adanya sosialisasi dari pihak pengelola pelabuhan maupun dari syahbandar setempat mengenai aturan yang sesuai dengan FAO menyebabkan terputusnya informasi-informasi baru yang harusnya diberitahukan kepada masyarakat, khususnya pemilik kapal dan nelayan-nelayan. Selain itu, banyak nelayan-nelayan dan para pemilik kapal yang berpikiran bahwa harga lampu navigasi mahal dan tidak penting untuk penggunaannya, padahal dalam Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No Kp 46/1/1/-83 (Lampiran 2) kelengkapan lampu navigasi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh SIB (surat izin berlayar).


(41)

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

(1) Panel sel surya yang digunakan mempunyai daya sebesar 30 Wp. Pengisian baterai dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 09.00 sampai dengan 16.30 WIB. Pengisian maksimal pada baterai sebesar 12 V, hanya membutuhkan waktu selama 7 jam 30 menit. Daya total yang dihasilkan sel surya pada saat proses pengisian adalah sebesar 420 Wh.

(2) Rangkaian lampu LED yang dibuat membutuhkan daya sebesar 0,14256 W. Jadi, bisa diasumsikan jika tiga rangkaian lampu LED ini dinyalakan selama 12 jam, daya yang dibutuhkan hanya sebesar 1,71072 W.

6.2 Saran

Saran yang dapat dikemukakan untuk perbaikan penelitian ini yaitu: (1) Dari hasil yang diperoleh selama penelitian disarankan perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan secara maksimal energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya. Misalnya pemanfaatan energi listriknya digunakan untuk fish finder, sonar, radio, ataupun alat elektronik lainnya yang berada di kapal.

(2) Selain itu, perlu penelitian lanjutan tentang sosialisasi penggunaan lampu LED sebagai lampu navigasi. Lampu LED mempunyai nilai intensitas cahaya yang tinggi dibandingkan dengan jenis lampu lainnya, oleh karena rangkaian lampu LED dalam penelitian ini bisa menjadi alternatif pengganti lampu navigasi.


(42)

PERCOBAAN PENDAHULUAN PEMANFAATAN ENERGI SURYA

SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF SISTEM KELISTRIKAN

LAMPU NAVIGASI PADA KAPAL PENANGKAP IKAN

REZA AKHMAD SYAHBANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(43)

viii

DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.3 Manfaat Penelitian ... 3 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Kelistrikan Kapal ... 4 2.2 Lampu Navigasi ... 5 2.3 Sel Surya ... 7 2.3.1 Energi surya ... 7 2.3.2 Prinsip dasar sel surya ... 8 2.3.3 Konversi energi surya menjadi energi listrik ... 8 2.3.4 Bahan pembentuk sel surya ... 9 2.3.5 Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap

arus dan tegangan ... 10 2.3.6 Pengaruh suhu terhadap arus dan tegangan... 11 2.3.7 Pengarus luas permukaan sel surya terhadap daya ... 12 2.3.8 Pengaruh posisi cahaya matahari terhadap daya ... 12 2.4 Baterai ... 12 2.4.1 Pengertian baterai ... 12 2.4.2 Jenis baterai ... 14 2.5 Lampu LED (Light Emitting Diode) ... 16 2.5.1 Pengertian lampu LED ... 16 2.5.2 Bagian lampu LED ... 17 2.5.3 Kelebihan lampu LED ... 18 3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19 3.2 Alat dan Bahan ... 19 3.3 Metode Penelitian ... 20 3.4 Metode Pengambilan Data ... 20 3.5 Analisis Data ... 21


(44)

ix

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Wilayah ... 23 4.2 Musim Penangkapan Ikan ... 23 4.3 Unit Penangkapan Ikan ... 23 4.3.1 Kapal ... 24 4.3.2 Alat tangkap ... 24 4.3.3 Nelayan ... 25 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Rangkaian Sistem Panel Surya dan Lampu Navigasi ... 26 5.1.1 Panel sel surya ... 27 5.1.2 Battery control unit ... 32 5.1.3 Lampu Light Emitting Diode ... 37 5.2 Lampu Navigasi ... 39 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 41 6.2 Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN ... 44


(45)

x

1 Hasi pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan intensitas cahaya matahari ... 20 2 Hasi pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan intensitas cahaya

lampu LED ... 21 3 Jumlah motor tempel dan kapal motor tahun 2005-2010 ... 24 4 Jumlah alat tangkap di kabupaten Sukabumi tahun 2005-2010... 25 5 Jumlah nelayan PPN Palabuhanratu tahun 2006-2010... 25 6 Hasil pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan intensitas

cahaya matahari ... 28 7 Hasil pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan suhu ... 30 8 Hasil pengukuran tegangan yang masuk ke dalam baterai ... 35 9 Penerapan penggunaan lampu navigasi di Palabuhanratu ... 39


(46)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Rangkaian sistem elektronik pada kapal ikan ... 5 2 Posisi lampu pada kapal ukuran kurang dari 7 m ... 5 3 Posisi lampu pada kapal ukuran 7 m – 12 m ... 6 4 Posisi lampu pada kapal ukuran 12 m – 20 m ... 6 5 Diagram dari sebuah potongan sel surya ... 9 6 Karakteristik arus tegangan pada variasi tingkat radiasi ... 10 7 Grafik arus dan tegangan pada suhu yang berbeda ... 11 8 Pemasangan panel sel surya ... 12 9 Bagian lampu LED ... 17 10 Desain LED yang akan dirangkai ... 20 11 Pemasangan alat pada saat penelitian ... 20 12 Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya ... 26 13 Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya pada saat penelitian ... 26 14 Panel surya yang digunakan ... 27 15 Kurva intensitas cahaya yang terukur ... 28 16 Kurva hubungan intensitas cahaya matahari dengan tegangan baterai ... 29 17 Kurva suhu yang terukur ... 31 18 Kurva hubungan suhu dengan tegangan baterai ... 32 19 Rangkaian regulator tampak atas ... 34 20 Baterai yang digunakan pada penelitian ... 35 21 Rangkaian lampu LED yang digunakan ... 37 22 Lampu LED putih, merah, dan hijau pada saat menyala ... 38


(47)

xii

Halaman 1 Keputusan Presiden No 5 Tahun 2006 ... 43 2 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 ... 49


(48)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Percobaan Pendahuluan Pemanfaatan Energi Surya sebagai Energi Alternatif Sistem Kelistrikan Lampu Navigasi pada Kapal Penangkap Ikan adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2012 Reza Akhmad Syahbana


(49)

Pemanfaatan Energi Surya sebagai Energi Alternatif Sistem Kelistrikan Lampu Navigasi pada Kapal Penangkap Ikan. Dibimbing oleh FIS PURWANGKA dan MOHAMMAD IMRON.

Energi merupakan isu yang sangat krusial bagi masyarakat dunia, terutama semenjak terjadinya krisis minyak dunia pada awal dan akhir dekade 1970-an dan pada akhirnya ditutup dengan adanya krisis minyak yang terjadi baru-baru ini, dimana harga minyak mentah saat ini yaitu $110 /barel. Dengan kondisi tersebut, saat ini negara-negara di dunia berlomba untuk mencari dan memanfaatkan sumber energi alternatif untuk menjaga keamanan ketersediaan sumber energinya. Salah satu energi alternatif yang perlu dikembangkan di Indonesia yaitu energi surya. Energi listrik yang dihasilkan oleh energi surya akan diuji coba pada beberapa LED yang dirangkai menjadi sebuah lampu navigasi. Penelitian bertujuan untuk menghitung seberapa besar daya yang dihasilkan oleh sel surya dan menghitung besar daya yang dibutuhkan dalam pemakaian lampu LED untuk navigasi. Panel sel surya yang digunakan mempunyai daya sebesar 30 Wp. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh daya total yang dihasilkan sel surya pada saat proses pengisian adalah sebesar 420 Wh. Sementara total daya yang dibutuhkan untuk tiga rangkaian lampu LED yang digunakan selama 12 jam adalah 1,71072 W.


(50)

© Hak cipta IPB, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(51)

REZA AKHMAD SYAHBANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(52)

Judul Skripsi :

Nama : NIM : Program Studi :

Percobaan Pendahuluan Pemanfaatan Energi Surya sebagai Energi Alternatif Sistem Kelistrikan Lampu Navigasi pada Kapal Penangkap Ikan

Reza Akhmad Syahbana C44070026

Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Menyetujui:

Pembimbing I,

Fis Purwangka, S.Pi, M.Si. NIP 1972 0502 200701 1 002

Pembimbing II,

Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si. NIP 1960 1213 198703 1 004

Mengetahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP 19621223 198703 1 001


(53)

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 ini adalah Percobaan Pendahuluan Pemanfaatan Energi Surya sebagai Energi Alternatif Sistem Kelistrikan Lampu Navigasi pada Kapal Penangkap Ikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Fis Purwangka, S.Pi., M.Si. dan Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si. atas arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini;

2. Vita Rumanti Kurniawati. S.Pi., MT. selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. selaku penguji tamu;

3. Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang telah diberikan selama ini;

4. Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, dan Kakakku atas semua doa, nasehat, inspirasi, semangat serta kasih sayang kepada penulis;

5. Keluarga Bagan PSP (Beni, Ade, Dudi, Rois, Ryan, dan Dede), kakak asuhku, TOBA Crew, dan Hanna Noorzannah atas doa, dukungan dan semangatnya selama ini;

6. Teman-teman seperjuangan PSP 44, adik-adik PSP 45, dan PSP 46 atas segala dorongan, inspirasi dan semangat kepada penulis;

7. Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Februari 2012 Reza Akhmad Syahbana


(54)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 17 Maret 1990 dari Bapak Rd Beni Heryana dan Yani Budianingrum. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara.

Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sumedang pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Daerah Penangkapan Ikan pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) kampus IPB seperti staff Departemen PMB (Pengembangan Minat dan Bakat) HIMAFARIN periode 2009-2010, dan Kepala Departemen INFOKOM (Informasi dan Komunikasi) HIMAFARIN periode 2010-2011.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Percobaan Pendahuluan Pemanfaatan Energi Surya sebagai Energi Alternatif Sistem Kelistrikan Lampu Navigasi pada Kapal Penagkap Ikan” untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan dinyatakan lulus dalam sidang sarjana pada tanggal 6 Februari 2012.


(1)

Lampiran 2 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986

Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 Sertifikasi Kelaik Lautan Kapal Penangkap Ikan

I. Kelaikan Operasional Kapal

Berdasaran Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 Sertifikasi Kelaik Lautan Kapal Penangkap Ikan " setiap kapal penangkap ikan yang akan berlayar harus memenuhi persyaratan kelaik lautan kapal penangkap ikan dan kapal penangkap ikan yang dinyatakan memenuhi persyaratan kelaik lautan diberikan surat dan sertifikat berupa Surat Tanda Kebangsaan Kapal dan Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan".

1. Surat Tanda Kebangsaan Kapal

Surat tanda kebangsaan kapal diberikan pada kapal ikan dengan ketentuan sebagai berikut:

 Surat laut : isi kotor kapal 500 m3 atau 175 GT

 Pas tahunan : isi kotor kapal 20 m3 atau 7 GT

 Pas putih : isi kotor kapal <20 m3 dan >10 m3

 Pas biru : isi kotor kapal 10 m3 atau 3 GT

2. Sertifikat Kelaikan Kapal

Kelaikan kapal penangkap ikan meliputi :

 Konstruksi dan tata susunan kapal

 Stabilitas dan garis muat kapal

 Perlengkapan kapal

 Permesinan dan listrik kapal

 Sistem dan perlengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran

 Sistem dan perlengkapan pencegahan pencemaran dari kapal

 Jumlah dan susunan awak kapal

Perlengkapan kapal, Alat pemadam kebakaran dan alat penolong berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No Kp 46/1/1/-83 tahun

1983 menetapkan bahwa : "Kapal dengan ukuran isi kotor kapal < 425 m3 atau <


(2)

dalam keadaan baik". Satu buah jangkar haluan dan 1 buah jangkar arus dengan rantai.

a. Satu tali tarik 2 tali tambat, diameter dan panjang tali sesuai peraturan.

b. Satu lampu puncak merah dan dibawahnya 1 lampu puncak hijau yang dapat

terlihat dengan baik minimal 5 mil laut.

c. Satu lampu lambung kanan (hijau) dan 1 lampu lambung kiri (merah). Panjang

kapal < 12 meter, lampu lambung merah dan hijau dapat diganti dengan 1 lampu gabungan hijau-merah yang dipasang diatas puncak tiang.

d. Satu lampu buritan putih dan 1 lampu jangkar putih.

e. Panjang kapal < 7 meter, apabila kapal tidak memungkinkan dipasang lampu

navigasi, maka kapal dilengkapi dengan 1 senter dan lentera cahaya putih yang siap digunakan sewaktu-waktu.

f. Satu kerucut hitam dengan garis tengah alas 1 kaki, dipasang dihaluan dengan

puncaknya kebawah, apabila kapal berlayar menggunakan pesawat penggerak bantu.

g. Dua pompa tangan, dipasang secara tetap untuk palka dan kamar mesin serta

kapal dilengkapi peralatan untuk menguras air.

h. Perlengkapan lainnya :

Satu terompet isyarat dan alat bunyi lainnya

Satu Pedoman kemudi dan peta laut

Satu Perum tangan dengan panjang tali 25 meter

Satu Teropong jauh

Dua bola hitam

Bendera Republik Indonesia

i. Isi kotor kapal > 100 m3, kapal dilengkapi 1 sampan dan dayung.

j. Dua tabung pemadam kebakaran ( kapasitas 9 liter jenis bursa ).

k. Satu bak pasir ( kapasitas 0,5 m3 ) dan 2 sekop.

l. Dua Pelampung penolong dan tali secukupnya (wama Jingga dan tulisan

nama kapal).

m.Jaket penyelamat setiap pelaya (wama jingga).

n. Alat apung lainnya.


(3)

p. Isi kotor kapal > 100 m3 kapal dilengkapi alat komunikasi radio.

q. Minuman, makanan dan obat-obatan.

 Persediaan air minum > 5 liter/pelayar/hari dan cadangan air minuman selama

> 5 hari.

 Persediaan makanan : Persyaratan gizi dan tidak rusak serta jumlah yang

cukup untuk semua pelayar selama pelayaran.

 Perlengkapan kesehatan : alat balut, obat batuk, obat demam malaria,

influenza, sakit perut dll.

3. Persyaratan Pengawakan Kapal Penangkapa Ikan

Sesuai dengan peraturan pemenntah RI Nomor 7 tahun 200 tentang Kepelautan untuk pengawakan kapal penangkap ikan bahwa setiap kapal penangkap ikan yang berlayar hams diawali:

Seorang nakhoda dan beberapa perwira kapal yang memiliki

1. Sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan dan

2. Sertifikat keterampilan dasar pelaut sesuai dengan daerah pelayaran,

ukuran kapal dan day penggerak kapal.

Sejumlah awak kapal ( ABK ) yang memiliki sertifikat keterampilan dasar

pelaut.

Sertifikat keahlian pelaut nautika kapal penangkap ikan

Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat I

Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat II

Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat III

Sertifikat keahlian pelaut tekhnik permesinan kapal penangkap ikan:

1. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat I

2. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat II

3. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat III

4. Persyaratan pengawakan kapal penangkap ikan sesuai dengan ukuran

kapal dan daerah operasinya

 Kapal dengan bobot 35 GT dan daerah pelayaran <60 mil

a. Nakhoda : surat keterangan kecakapan 60 mil

b. KKM : surat keterangan kecakapan 60 mil


(4)

c. Nakhoda : surat keterangan kecakapan 60 mil Plus

d. KKM : surat keterangan kecakapan 60 mil plus

 Kapal dengan bobot 88-353 GT dan daerah pelayaran seluruh Indonesia.

e. Nakhoda : MPL tingkat II

f. Mualim I: MPL tingkat II

g. KKM : AMKPL tingkat II

h. Masinis: AMKPL tingkat II

 Kapal dengan bobot 88-353 GT dan daerah pelayaran seluruh lautan.

a. Nakhoda : MPL tingkat I

b. K4ualim I: MPL tingkat I

c. Mualim II : MPL tingkat II

d. KKM : AMKPL tingkat I

e. Masinis I : AMKPL tingkat I

f. Masinis ILAMKPL tingkat II

II. Kelaikan Operasional Kapal Penangkap Ikan

Keadaan kapal perikanan yang memenuhi persyaratan kelaik lautan dan operasional penangkapan ikan sesuai dengan peraturan yang berlalu dalam melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan harus memenuhi ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan sesuai surat keputusan menteri kelautan dan perikanan No. 10 tahun 2003 tentang perizinan usaha penangkapan ikan.

1. Izin usaha perikanan ( IUP )

Yaitu surat izin yang harus dimiliki oleh perusahaan/perorangan yang akan melakukan usaha penangkapan ikan dilaut dengan menggunakan kapal dengan daerah penangkapan dan jumlah kapal perikanan yang akan dioperasikan.

2. Surat penangkapan ikan ( SPI )

Yaitu surat izin yang harus dimiliki setiap kapal perikanan berbendera Indonesia untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan. - Koordinat daerah penagkapan

- Alat penangkap ikan yang digunakan - Pelabuhan penangkapan


(5)

- Identitas kapal

- Jumlah dan daftar penempatan ABK. 3. Alat penangkap ikan

Alat penangkap ikan yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang ditentukan Ditjen Perikanan Tangkap tentang spesifikasi alat penangkap ikan.

4. Log Book Perikanan (LBP) dan Lembar Laik Operasi (LLD)

LBP merupakan lembar isian yang berisi data, dan fakta mengenai aktifitas kapal perikanan dalam melakukan operasionalnya. Berdasarkan LBP, kapal perikanan dapat ditentukan kelayakan administrasi dan teknisnya sebelum kapal diperbolehkan melakukan kegiatan penangkapan. Kelayakan administrasi dan teknis perikanan tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk lembar laik operasional (LLO) dan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan Surat Izin Berlayar (SIB).

5. Surat Izin Berlayar (SIB)

Surat yang diperbolehkan dari Syahbandar Pelabuhan Perikanan tempat keberangkatan setelah memenuhi kelaikan operasional kapal penangkapan ikan. 6. Identitas Kapal

Jenis dan ukuran kapal penangkap ikan sesuai dengan sertifikasi teknis yang tercantum pada SPI.

7. Jumlah dan Daftar penempatan ABK

Pengawakan kapal penangkap ikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Informasi awak kapal meliputi jabatan dan ijazah/sertifikat yang dimiliki.

8. Kelengkapan kapal lainnya a. Palka ikan berinsulasi

- Persyaratan teknis penangkapan ikan; - Rancang bangun Palka;

- Kesegaran mutu ikan dan Hegienis baik, aman konsumsi; - Sistem pendingin baik;

- Penanganan ikan cepat, bersih dan sehat dalam menggunakan es dan air bersih; - Bahan pembuatan Palka;


(6)

b. Mesin bantu penangkapan ikan

Penggunaan mesin bantu penangkapan sebagai indikator terhadap jenis alat tangkap ikan yang dipergunakan.

Long Liner : Line Hauler, line thrower, conveyor belt, setting table dan line

arranger;

Purse Seiner : Power Black, Purse line winch;

Gill Netter : Net hauler;

Trawler : Trawl winch.

c. Alat bantu penangkapan ikan

Penggunaan alat bantu penangkapan sebagai alat pengumpul ikan untuk penunjang operasi penag-kapan ikan (Lampu dan rumpon).