Berdasarkan perbandingan hasil dari kelompok perlakuan SO
1
, SO
2
, dan SO
12
terhadap kontrol menunjukkan bahwa perlakuan superovulasi sebelum kawin dan penyuntikan hCG hari ke-6 setelah kawin tidak mempengaruhi secara
langsung kenaikan jumlah sel darah merah pada awal kebuntingan. Namun, jumlah sel darah merah pada kelompok perlakuan yang didahului superovulasi
memiliki nilai persentase yang cenderung lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arif 2011 yang menyatakan bahwa kelompok perlakuan superovulasi
memiliki jumlah sel darah merah tidak berbeda nyata secara statistik pada bulan pertama kebuntingan. Superovulasi mempengaruhi kenaikan jumlah sel darah
merah secara nyata pada bulan kedua dan bulan ketiga kebuntingan. Hormon hCG bekerja seperti luteinizing hormone LH yang merangsang perkembangan korpus
luteum dan sekresi progesterone untuk memelihara kebuntingan Andriyanto dan Manalu 2011. Penyuntikan hCG pada hari ke-6 setelah kawin lebih ditujukan
untuk meningkatkan kualitas kebuntingan dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas bakalan.
4.2. Hematokrit
Kebuntingan secara umum menyebabkan perubahan dinamis parameter hematologi seperti jumlah sel darah merah, hematokrit, dan hemoglobin pada
domba. Peningkatan hematokrit pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-17, dan hari ke-34 kebuntingan memiliki rentang perubahan antara 32,44±2,18
hingga 39,33±2,73 dengan perubahan signifikan pada hari ke-14, hari ke-17, dan hari ke-34 kebuntingan Krajnicakova 1995. Hasil penelitian tersebut sejalan
dengan hasil penelitian ini meskipun rata-rata nilai hematokrit masih lebih rendah dibandingkan nilai hematokrit yang dilaporkan Krajnicakova 1995.
Pola kenaikan nilai hematokrit mengikuti pola kenaikan jumlah sel darah merah. Penghitungan nilai hematokrit setiap tiga hari sekali pada awal
kebuntingan dari setiap kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai hematokrit domba yang disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG pada hari ke-6 setelah kawin, pada awal kebuntingan.
Hari Perlakuan
Kontrol n=9
SO1 n=6
SO2 n=3
SO12 n=3
1 21,17±4,02
a
20,17±7,02
a
20,83±3,62
a
25,83±7,51
a
3 20,87±6,15
a
26,32±3,55
a
23,75±3,38
a
25,67±5,92
a
6 19,56±4,21
a
18,83±1,87
a
20,67±2,08
a
23,67±6,43
a
9 21,08±8,07
a
21,62±1,72
a
16,30±14,13
a
19,67±1,42
a
12 23,11±3,33
a
24,17±2,64
a
22,00±1,80
a
23,83±3,69
a
15 22,69±2,48
a
25,83±4,01
a
24,33±3,62
a
26,50±4,82
a
30 24,83±1,44
a
26,83±4,36
a
19,33±2,31
b
25,50±3,50
a
Ket: Kontrol: tidak diberi PMSG dan hCG; SO
1
: disuperovulasi sebelum kawin; SO
2
: hCG hari ke-6 setelah kawin; SO
12
: disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin. Huruf superscript yang
berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata p0,05.
Nilai hematokrit memiliki hubungan yang erat dengan jumlah sel darah merah karena nilai hematokrit merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
volume total sel darah merah dalam setiap 100 ml darah. Kelompok perlakuan yang disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin
SO
12
memiliki nilai hematokrit yang cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol pada hari ke-1, hari ke-3, hari ke-6, hari ke-12, hari ke-15, dan hari ke-30.
Kelompok perlakuan yang hanya disuperovulasi sebelum kawin SO
1
juga memiliki nilai rata-rata hematokrit cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol
pada hari ke-3, hari ke-9, hari ke-12, hari ke-15, dan hari ke-30. Nilai hematokrit tertinggi terdapat pada kelompok SO
1
pada hari ke-30 dengan nilai hematokrit 8,05 lebih tinggi daripada kontrol. Kelompok perlakuan yang hanya disuntik
hCG hari ke-6 setelah kawin SO
2
memiliki rata-rata nilai hematokrit cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol. Nilai hematokrit terendah dari semua
kelompok perlakuan terdapat pada hari ke-9 dari kelompok perlakuan SO
2
dengan nilai 22,68 lebih rendah dari kontrol.
Nilai hematokrit yang didapatkan antarkelompok perlakuan menunjukkan hasil yang beragam meskipun secara statistik tidak berbeda nyata kecuali pada
hari ke-30. Pola kenaikan dan penurunan nilai hematokrit terlihat pada gambar grafik dibawah ini,
Gambar 6 Grafik nilai hematokrit induk domba kontrol , disuperovulasi
sebelum kawin ∎, diberi hCG hari ke-6 setelah kawin ▲, dan
disuperovulasi sebelum kawin serta disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin
●, pada awal kebuntingan.
Semua kelompok perlakuan memiliki nilai hematokrit yang tidak berbeda nyata secara statistik dari hari ke-1 hingga hari ke-30 kecuali untuk kelompok SO
2
sehingga dapat ditarik keterangan bahwa secara umum superovulasi sebelum kawin dan penyuntikan hCG hari ke-6 setelah kawin tidak mempengaruhi
kenaikan nilai hematokrit pada awal kebuntingan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Arif 2011, yang menyatakan superovulasi menaikkan nilai hematokrit
secara nyata mulai bulan kedua hingga keempat kebuntingan dan penurunan pada akhir masa kebuntingan, sedangkan pada awal kebuntingan tidak mempengaruhi.
Nilai hematokrit semua kelompok perlakuan secara umum lebih rendah dari nilai hematokrit domba tidak bunting menurut Banks 1993 dan Frandson
1996 yang berkisar antara 24-50. Menurut Podymow et al. 2010, secara fisiologis nilai hematokrit domba bunting akan selalu lebih rendah dibandingkan
kondisi tidak bunting dikarenakan adanya retensi cairan yang menyebabkan kenaikan volume plasma darah dan total air tubuh. Pada hari ke-30 nilai
hematokrit kelompok SO
2
berbeda nyata dari kelompok perlakuan lainnya dengan nilai lebih rendah. Kelompok SO
2
memiliki nilai hematokrit yang dibawah normal tetapi jumlah sel darah merah tetap normal sehingga diduga hewan coba
15,00 17,00
19,00 21,00
23,00 25,00
27,00 29,00
1 3
6 9
12 15
30
N il
a i h
e m
a to
k ri
t
Waktu hari
pada kelompok SO
2
mengalami retensi cairan yang berlebihan yang dapat disebabkan berbagai faktor.
4.3. Hemoglobin