BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit Elaeis guineensis Jacq.
2.1.1 Sekilas Sejarah Kelapa Sawit
Belum diketahui secara pasti asal mula tanaman kelapa sawit Elaesis guineensis Jacq.
, tetapi saat ini ada dua jenis tanaman sawit yang dikenal oleh masyarakat yaitu spesies Elaeis melanococca atau Elaeis oleivera diduga berasal
dari Amerika Selatan dan spesies Elaeis guineensis berasal dari Afrika Guenia Sastrosayono 2003.
Soetrisno dan Winahyu 1991 menambahkan bahwa tanaman sawit tumbuh subur di daerah-daerah tropis Amerika, Asia Tenggara, maupun Afrika, meskipun
demikian ada juga yang mengatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari benua Amerika, tepatnya di Brazilia. Pendapat tersebut dikemukan oleh Drude. Hal
tersebut berdasarkan atas kenyataan bahwa Afrika hanya memiliki satu spesies dari marga Elaeis, yaitu Elaeis guineensis, sementara di Amerika selain jenis
tersebut juga terdapat jenis lain yaitu Elaeis melanococca. Alasan lain yang sangat menguatkan adalah bahwa seluruh kelompok Cocoineae berasal dari Amerika.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Cook 1942 yang diacu dalam Soetrisno dan Winahyu 1991 mengatakan bahwa kelapa sawit tumbuh secara spontan di
pantai-pantai daerah itu. Kelapa sawit yang terdapat di daerah lain terbawa oleh orang-orang Portugis ke Afrika kemudian tumbuh di tempat yang sesuai.
Adrien Hallet adalah orang pertama yang membawa dan memperkenalkan tanaman ini di Indonesia pada tahun 1911. Dia merupakan seorang berkebangsaan
Belgia yang juga mendirikan perkebunan kelapa sawit di Asahan Sumatera Timur dan di Sungai Liput Aceh Timur. Perkebunan tersebut dikenal dengan
nama PT. Socfindo. Bibit tanaman kelapa sawit berasal dari Bourbon Rheunion atau Mauritius
dibawa sebanyak dua batang dan dari Amsterdam juga dibawa dua batang. Bibit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848 dan dijadikan tanaman
koleksi, sampai saat ini hanya satu bibit yang masih hidup di Kebun Raya Bogor dan dianggap sebagai nenek moyang tanaman kelapa sawit di Asia Tenggara.
Tim Penyusun PS 1992 mengatakan pada masa penjajahan Belanda, perkebunan kelapa sawit baru terdapat di Pantai Timur Sumatera Deli dan Aceh.
Perkebunan ini berkembang pesat karena permintaan minyak sawit di pasaran meningkat sejalan dengan berkembangnya industri di Eropa. Awal mulanya
perkebunan-perkebunan tersebut dimiliki oleh perorangan tetapi dalam perkembangannya, kepemilikan perkebunan perseorangan tersebut akhirnya
tergantikan oleh perusahaan perkebunan asing milik swasta; Belanda, Perancis, dan Belgia.
Pada masa pendudukan Jepang, Indonesia kehilangan banyak luas lahan dan produksi perkebunan kelapa sawit. Bahkan menjelang tahun 1943, Pemerintah
Pendudukan Jepang menghentikan produksi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Ada tiga hal yang menyebabkan penghentian produksi, antara lain 1
keperluan logistik, dimana mereka lebih mengutamakan tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunanindustri 2 penurunan permintaan minyak
sawit di pasaran dunia 3 masa perang menjadikan pengangkutan produk kelapa sawit ke luar Indonesia sulit, sehingga untuk menjaga kenyamanannya Jepang
menyimpan kelapa sawit di gudang-gudang pelabuhanperkebunan. Pada masa pemerintahan orde baru, Indonesia tidak seperti dulu lagi.
Indonesia mulai membubarkan Partai Komunis pada tahun 1969, dan semenjak itu, Indonesia memulai pembangunan tahun pertamanya. Keadaan politik dan
ekonomi yang stabil memungkinkan pemertintah dan rakyatnya mampu mengembangkan sumberdaya atau ketahanan nasional yang dimilikinya. Salah
satu sumberdaya yang berkembang pesat adalah sub-sektor perkebunan yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama.
2.1.2 Deskripsi Umum Kelapa Sawit