s d
S m
m M
g s
m T
g p
G S
sel epidermi degradasi da
Sclerotium memproduk
mengkoloni Mekanisme
Menuru glukonase d
sklerotium mikroparasit
Trichoderma glukanase d
penetrasi hin
1. Trichode
2. T. koni
Gambar 3. H Sumber: Ahm
T. harz
is dan hypo an hidrolisis
cepivorum si endokitin
di dalam kerja T. harz
ut Papavizas dan khitinas
patogen tisme Trich
a dengan hi
dan kitinase, ngga ke dala
erma koningii
ingii
Hifa Trichode med et al. 199
zianum
odermis pad s pada dind
pada skala nase dan kit
sel hingga rzianum dan
s 1985, T se yang ber
lawannya. hoderma
d ifa inang se
yang aktif am hifa.
erma harzian 99; Matcalf
a skala 20 ding sel nuk
50-100 mm tin untuk m
menyebar k T
. koningii
T. viride da
fungsi untu Selanjutny
dimulai set ehingga men
mendegrada
um 1 dan
Wilson 200
mm. Secara leus, metaxy
m. Selain it menginfeksi
keseluruh ja di sajikan p
apat menge uk mendegr
ya menuru telah konta
nghasilkan e asi sel-sel pa
2 T. konin 1
a parsial terj ylem, endod
tu T. koning bagian kuli
aringan akar ada Gambar
luarkan enz adasi dindin
ut Prayudi ak fisik an
enzim hidro atogen dan
ngii 13
jadi proses dermis dan
gii mampu
it luar dan r tanaman.
r 3.
zim β 1-4
ng sel dan i 1996,
ntara hifa olitik
β-1,3 melakukan
Fermentasi Buah Kakao
Perbaikan dan penanganan mutu benih kakao harus dilakukan lebih awal sebelum mutu benih menurun baik secara fisik maupun fisiologis. Agar mutu
benih kakao dapat dipertahankan dilakukan fermentasi pada buah kakao. Teknik ini dilakukan dengan cara melepaskan mucilage pulp dan kulit arinya dari benih.
Mucilage pulp dapat menghambat masuknya oksigen dan air ke dalam benih,
sekaligus sebagai medium perkembangan cendawan patogen yang dapat menurunkan viabilitas benih. Menurut Duffus Slaughter 1980 teknik
fermentasi juga dapat menurunkan kadar air benih, sehingga benih terhindar dari perkembangan patogen. Said Musa 1987, melaporkan bahwa menunda
ekstraksi buah kakao selama beberapa hari, dapat menurunkan volume dan jumlah gula mucilage pulp.
Penggunaan Klon Unggul Kakao yang Tepat
Saat ini beberapa klon tetua unggul kakao yang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit serta berproduksi tinggi telah dihasilkan Puslitkoka Jember.
Terdapat klon-klon tetua unggul yang telah dilepas oleh pemerintah yaitu DR 1, 2 dan 38, DRC 16, GC 7 dan 29, ICS 13 dan 60, RCC 71,72 dan 73, NW
6261, NIC 7, UIT 1, TSH 858, Pa 4, 191, 300 dan 310, Sca 6 dan 12, dan KW 109,118, 30, 48 dan 514 dengan potensi produksi berkisar antara 1500-2500
kgha Suhendi et al. 2004. Beberapa jenis klon unggul ini dapat menghasilkan benih-benih hibrida yang diperoleh dari persilangan dua tetua yang berbeda.
Keunggulan dari masing-masing klon tersebut berhubungan dengan kompatibilitas dalam penyerbukan. Hasil penelitian Susilo 2006, menyimpulkan
bahwa kompatibilitas dalam penyerbukan yang diamati selama 6 minggu dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu: 1 tidak kompatibel menyerbuk
sendiri self incompatible, penyerbukan terjadi pada minggu pertama, namun pentil tidak dapat terbentuk. Hasil ini terjadi pada klon DR 1, Na 32, dan Na 33.
2 sebagian menyerbuk sendiri partially self compatible, setelah penyerbukan terbentuk pentil, namun setelah minggu kedua pentil yang terbentuk layu dan
mati, sehingga tidak ada yang menghasilkan buah. Klon-klon tersebut adalah DR 38, TSH 858, ICS 60, ICS 13, UIT 1, KW 162, KW 165 dan KKM 22. 3
menyerbuk sendiri self compatible, terjadi penyerbukan sendiri yang berkembang hingga menghasilkan buah, yang berlangsung selama 6 minggu.
Klon-kon tersebut adalah DR 2, DRC 16, DRC 15 dan KW 163.
Penggunaan Medium Pembibitan Kakao yang Tepat
Bibit kakao membutuhkan medium tanam yang optimal untuk pertumbuhan normal terutama pada pertumbuhan awal hingga bibit dan pertumbuhan
selanjutnya. Menurut Munandar et al. 1995, tanah yang mengandung komponen padat, cair dan gas yang berasal dari bahan anorganik dan organik merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan bibit kakao. Menurut Bridges 1978, medium tanam yang baik terdiri atas komponen: padat anorganik sebanyak 45
dan organik 5, cair 25, dan gas 25. Pada tanah mineral bahan anorganik lebih banyak dan sebaliknya pada tanah organik.
Secara umum medium tanam untuk pertumbuhan bibit kakao yang baik menggunakan lapisan olah tanah bagian atas dan ditambahkan dengan pasir.
Medium tersebut sangat baik untuk pertumbuhan awal benih dan bibit. Hardjowigeno 2007 menyatakan bahwa, bahan organik yang ditemukan di
permukaan tanah, berkisar 3-5, dan berfungsi sebagai granulator, sumber unsur hara, dan sebagai sumber energi bagi mikrooragnisme. Selain itu mampu
menyimpan air dan memiliki KTK yang tinggi. Menurut Abdoellah 1996, penambahan bahan organik pada medium tanam sangat baik untuk bahan perekat
antara butir-butir pasir, dan memberi jarak antara partikel lempung clay yang pejal massive untuk menjadi agregat yang lebih longgar. Penambahan bahan
organik pada medium tanam juga dapat memperbaiki draenase, aerasi dan infiltrasi air, serta mampu dalam menyimpan air.
Pengaruh penambahan bahan organik pada medium tanam dapat memperbaiki sifat biologi dan kandungan karbon tanah, merupakan substrat bagi
mikroorganisme Abdoellah 1996. Semakin tinggi bahan organik maka semakin tinggi juga populasi mikroorganisme. Penambahan bahan organik pada medium
tanam dengan campuran tanah dan pasir, dibutuhkan untuk pertumbuhan benih dan bibit kakao. Penggunaan medium tanam yang baik dapat menjadikan
pertumbuhan benih dan bibit mampu lebih cepat beradaptasi dengan resiko lingkungan tumbuh yang rendah.
Pemberian bahan organik yang mengandung mikroorganisme aktif berupa Trichoderma
spp. diduga mampu menekan aktivitas patogen dan memperbaiki kesuburan tanah, merangsang dan meningkatkan perkecambahan benih dan
pertumbuhan bibit. Patogen terbawa benih seedborne pathogen dan tertular tanah soil borne merupakan penyebab kerugian, ditemukan pada benih dan
medium di pembibitan, sehingga perlu dilakukan pengendalian secara dini. Spesies patogen Rhizoctonia solani merupakan penyebab penyakit rebah batang
yang banyak merugikan pertumbuhan bibit tanaman kopi Saidi 1993. Patogen terbawa benih ini sulit dikendalikan sehingga perlu dilakukan pengendalian
dengan menggunakan agens hayati. Menurut Baker Cook 1974, sasaran pengendalian hayati pada patogen tanaman adalah untuk menekan penyakit
dengan mengurangi inokulum patogen, infeksi tanaman inang dan mengurangi tingginya serangan patogen.
Pengendalian organisme pengganggu tanaman secara umum masih mengandalkan penggunaan pestisida kimiawi. Walaupun pengaruh negatif
penggunaan pestisida kimiawi diketahui cukup tinggi, namun pemakaian pestisida dalam pengendalian penyakit masih merupakan salah satu cara untuk mengurangi
kerugian Gorenz 1974. Perkembangan pengendalian penyakit secara kimiawi pada saat ini telah menjadi perhatian utama dunia terutama terhadap pencemaran
lingkungan dan kesehatan, sehingga penggunaannya perlu dibatasi. Menurut Soemarwoto 2001, sistem pertanian secara alami dapat mengurangi
penggunaan pupuk sintetis, pestisida dan bahan kimia lainnya, karena berdampak pada lingkungan hidup antara lain mengancam kesehatan
manusia dan kepunahan berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Pengurangan pengendalian dengan bahan kimia ke depan secara berkesinambungan dialihkan
dengan menggunakan agens hayati. Penggunaan agens hayati dapat memberikan hubungan yang sinergis dan menghasilkan keseimbangan secara optimal antara
kesehatan dan lingkungan. Penggunaan agens hayati banyak memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan tanaman mulai dari benih, bibit, tanaman
hingga hasil, baik dari gangguan hama dan penyakit maupun untuk kesehatan.
PERUBAHAN BIOLOGI DAN FISIOLOGI SEBAGAI INDIKATOR MASAK FISIOLOGIS BENIH KAKAO HIBRIDA
Abstrak
Program pengembangan dan rehabilitasi tanaman kakao membutuhkan benih bermutu. Mutu benih antara lain dapat ditentukan oleh saat panen buah yang tepat,
terutama berhubungan dengan masak fisiologis. Beberapa indikator penting yang berkaitan dengan masak fisiologis benih adalah karakteristik biologi dan fisiologi.
Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Puslitkoka Jember, Laboratorium Fisika dan Ilmu dan Teknologi Benih IPB,
serta rumah kaca Balai Penelitan Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor pada bulan Pebruari sampai September 2008. Penelitian ini bertujuan untuk 1
mempelajari perubahan karakteristik fisiologis dan biologi, selama perkembangan benih kakao hibrida, 2 mengetahui hubungan antar berbagai karakter yang
diamati dengan karakter fisiologis benih yang mencerminkan mutu benih dan 3 menentukan saat panen yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6
dan ICS 60 x Sca 6. Penelitian menggunakan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan hand pollination antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6
dan ICS 60 dengan Sca 6. Umur panen benih yang digunakan dalam penelitian adalah 120, 135, 150, 165, dan 180 yang dihitung saat setelah antesis dan setiap
pengamatan diulang 4 kali. Analisa data disajikan dalam bentuk grafik dengan data primer ditambah standar deviasi dalam program Excel dan untuk mengetahui
hubungan dari masing-masing karakter mutu benih dilakukan
”path analysis” menggunakan SAS dari Windows v 9.1. Hasil penelitian menunjukkan perubahan
fisiologis diperoleh pada dua fase perkembangan benih. Fase perkembangan hingga masak fisiologis fase 1 dan fase setelah masak fisiologis fase 2 kakao
hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6.
Masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 tercapai pada saat 150 HSA dan ICS 60 x Sca 6 165
HSA .
Pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, T
50
, bobot basah dan bobot kering benih, kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, jumlah daun
dan tinggi bibit mencapai maksimum dan menurun pada fase kedua. Selama periode perkembangan benih terjadi penurunan kandungan total klorofil benih dan
buah sedangkan warna buah kuning mengalami peningkatan. Karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih pada saat masak fisiologis benih kakao
hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 adalah warna buah kuning, indeks vigor, kandungan total klorofil benih dan buah, karotenoid dan antosianin benih,
T
50
, tinggi bibit, K
CT
-R, dan bobot kering benih.
Kata kunci : Biologi benih, fisiologi benih, karakteristik benih, mutu benih,
Theobroma cacao
Bagian dari disertasi ini telah diterima sebagai publikasi ilmiah pada jurnal terakreditasi B: Jurnal Penelitian Tanaman Industri, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, pada
Bulan November 2010 Baharudin, M. R. Suhartanto, Satriyas Ilyas, A. Purwantara “Perubahan
biologi dan fisiologi sebagai indikator penentuan masak fisiologis benih kakao hibrida” .
Abstract
Biological and Physiological Changes as the Indicators of Physiological Maturity of Cacao hybrid Seeds. The development and rehabilitation programs of
cacao need high quality seeds. The high quality of cacao seeds influenced by seeds physiological maturity and harvested time. Several important indicators
which are related to the seed physiological maturity were: biological and physiological characters. The research aims are: 1 study on biological and
physiological changes during of seed development, 2 study on the correlation of various characteristics related with seeds physiology and seeds quality, 3
determine the most appropriate harvested time for hybrid cacao seed of TSH 858 x Sca 6 and ICS 60 x Sca 6. The research has been taken in Coffee and Cacao
Research Institute of Indonesia Puslitkoka in Jember, IPB Biophysics and Seeds science and Technology Laboratory and Biotechnology Research Institute for
Estate Crops Indonesia glass house in Bogor from February to September 2008. The seeds were originated from hand pollination of TSH 858 vs Sca 6 and ICS 60
vs Sca 6 hybrids from Puslitkoka Jember. The seeds for this research were harvested on: 120, 135, 150, 165, and 180 day after anthesis DAA; with four
replications each. Data were analyzed and presented as graphs, standard deviation in excel; while to show the relationship on each character of seeds quality using
path analysis by SAS for Windows v. 9.1. The results showed that the seed physiological changed on two phases during its development. The first phase
starts from seeds development up to physiological maturity for TSH 858 x Sca 6 and as well ICS 60 x Sca6 hybrids, and second phases start after physiological
maturity. The physiological maturity of each seeds is 150 DAA for TSH 858 x Sca 6 and 165 DAA for ICS 60 x Sca 6 hybrids. Seed germination percentage,
vigor index, germination rate K
CT
-R, T
50
, wet and dry weight of seed, seeds and fruits carotenoid content, seeds and fruits anthocyanin content, number of leaves,
and height of seedling reached maximum when seed achieved physiological maturity and decreased afterward. During seed development, there were
decreasing of seeds and fruits chlorophyll total content and increased for the yellow colour of fruit. The characters which showed direct correlation with seeds
quality during seed development of TSH 858 x Sca 6 and ICS 60 x Sca 6 hybrids are: yellow colour of fruit, vigor index, chlorophyll total content for seeds and
fruits, seeds carotenoid and anthocyanin content, germination rate T
50,
K
CT
-R, seedling height and seed dry weight.
Key Words : Seed biological, seed characteristic, seed physiological, seed quality,
Theobroma cacao
Pendahuluan
Kakao memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, karena mempunyai peluang pasar, baik nasional maupun internasional. Produksi kakao Indonesia pada tahun
2009 menempati urutan ketiga dunia sebesar 540 ribu ton, setelah Ghana 680 ribu ton dan Pantai Gading 1,22 juta ton International Cacao Organization 2009.
Luas areal tanaman kakao Indonesia mencapai 1,5 juta ha Dirjen Perkebunan 2010. Pengembangan tanaman kakao maupun merehabilitasi tanaman yang tua
sangat membutuhkan benih bermutu, terutama yang berasal dari varietas unggul. Bagi tanaman tahunan benih bermutu merupakan faktor awal penentu
keberhasilan usaha. Benih bermutu dapat diperoleh dengan berbagai indikator diantaranya berdasarkan karakteristik biologi dan fisiologis benih.
Mutu benih digambarkan dengan sejumlah potensi genetik, kemurnian benih, perkecambahan dan keberadaan patogen terbawa benih McDonald Copeland
1997. Beberapa penelitian menunjukkan vigor benih tertinggi dicapai pada saat
masak fisiologis Meena et al. 1999 dan umumnya pada saat berat kering benih mencapai maksimum Harrington 1972. Pada tanaman tomat misalnya selain
indikator berat kering maksimum, kandungan klorofil pada benih juga dapat digunakan sebagai penciri masak fisiologis benih atau secara tidak langsung
merupakan penciri mutu benih Suhartanto 2002. Karotenoid merupakan indikator masak fisiologis lain pada benih kedelai Monma et al. 1994 dan benih
jagung Prasetyaningsih 2006. Klorofil sebagai pigmen pembawa warna hijau daun yang terdapat dalam
kloroplas berperan penting dalam proses fotosintesis, sedangkan karotenoid dan antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan alami juga ditemukan dalam benih
dan buah. Karotenoid berfungsi sebagai agens photoprotektif dan photo-oksidasi yang berguna untuk melindungi embrio benih dari pengaruh radiasi Cogdell
Rau dalam Suhartanto 2002. Menurut Curir et al. 2006, antosianin sebagai antioksidan klas flavonoid berfungsi melindungi tanaman dari aktivitas patogen.
Keberadaan kandungan klorofil, karotenoid dan antosianin pada benih dan buah kakao masih belum diteliti padahal ketiganya berhubungan dengan mutu benih.
Perkembangan buah kakao jenis UAH pada umur 4 bulan setelah berbunga mempunyai daya berkecambah benih hanya sebesar 64 Wirawan 1992. Masak
fisiologis benih tercapai pada umur 5 bulan setelah berbunga. Dikatakan oleh Budiarti 1999, bahwa untuk jenis kakao tersebut, viabilitas tertinggi dicapai
apabila buah yang dipanen telah masak fisiologis, dalam hal ini dicirikan oleh perubahan warna hijau menjadi kuning yang sudah mencapai 50. Menurut
Edwards 1980, fase pemasakan benih diikuti oleh perubahan fisiologis dan
morfologis berupa perubahan warna buah dan bobot kering benih. Hasil penelitian Demir Ellis 1992, perkembangan buah tomat mencapai masak fisiologis
apabila perubahan warna hijau menjadi merah sebesar 10-15 atau telah berumur 42-45 hari setelah antesis. Pada umur tersebut tingkat perkecambahan benih
mencapai 100. Selama perkembangan benih, kemasakan benih maksimal dicapai pada
kisaran waktu sebelum akhir masak fisiologi. Menurut Basharudin 1994, vigor benih seperti pertumbuhan tinggi tajuk, jumlah daun dan panjang akar bibit kakao
jenis UAH mencapai maksimum bila pemanenan buah dilakukan pada umur 5 bulan setelah berbunga. Masak fisiologis benih sorgum dicapai pada saat 35-45
hari, kedelai 60-65 hari, kapas 40-45 hari, dan jagung 36-40 hari setelah berbunga Mugnisjah Setiawan, 1990. Benih jagung yang dipanen pada umur 25 hari
setelah penyerbukan, daya berkecambahnya hampir mencapai 100 dan bila dipanen pada umur 55-60 hari diperoleh benih yang masak fisiologis dengan
tingkat perkecambahan mencapai 100 Pranoto et al. 1990. Selanjutnya dijelaskan oleh Suhartanto 2002, perkecambahan benih tomat dan persentase
bibit normal mencapai maksimum apabila buah yang dipanen telah mencapai umur 51-54 hari setelah berbunga saat kandungan klorofil mencapai minimum.
Panen benih kakao perlu dilakukan secara berhati-hati, karena pemanenan lebih awal atau melewati masak fisiologis dapat menurunkan mutu benih.
Penurunan mutu akan lebih cepat karena benih kakao bersifat rekalsitran. Untuk itu, usaha memperoleh dan mempertahankan mutu benih kakao yang vigor dalam
kegiatan budidaya untuk perluasan areal maupun rehabilitasi tanaman tua atau rusak menjadi sangat penting dan strategis.
Perubahan biologi dalam penelitian ini adalah kandungan total klorofil, karotenoid, dan antosianin benih dan buah, ukuran benih, bobot basah dan bobot
kering benih, dan warna buah. Perubahan fisiologi adalah daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, T
50
, laju pertumbuhan kecambah, jumlah daun, tinggi bibit, jumlah akar, dan panjang akar. Penelitian ini bertujuan untuk: 1 mempelajari
perubahan beberapa karakteristik biologi dan fisiologi selama perkembangan benih kakao hibrida, 2 mengetahui hubungan antar berbagai karakteristik yang
diamati dengan karakter fisiologis benih yang dapat mencerminkan mutu benih,
dan 3 menentukan saat panen yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6.
Bahan dan Metode
Penelitian ini terdiri atas tiga tahap yaitu penelitian di lapangan, di laboratorium dan di rumah kaca. Penelitian di lapangan untuk menentukan umur
panen benih dan buah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 dilakukan di Kebun Benih, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, di Jember.
Penelitian di laboratorium untuk mengamati karakter biologi pada berbagai umur panen benih dan buah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Benih IPB. Penelitian di rumah kaca untuk mengamati karakter fisiologis benih di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor.
Pelaksanaan dimulai pada bulan Pebruari sampai September 2008. Penelitian menggunakan benih dan buah pada umur panen 120 hari setelah
antesis HSA, 135 HSA, 150 HSA, 165 HSA dan 180 HSA. Perhitungan umur panen benih dimulai pada saat terjadi persilangan buatan hand pollination antara
jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6 dan ICS 60 dengan Sca 6. Karakter biologi benih dan buah, yang diamati pada setiap tingkat umur panen adalah kandungan
total klorofil, karotenoid dan antosianin secara non destruktif dengan menggunakan alat spectrophotometer tipe Portable UV Dualex UV-A-PAM
USB 2000 Vis NIR. Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui bahwa analisa destruktif dan non destruktif memiliki nilai korelasi yang kuat. Pengamatan
dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 510, 550, 625, 646.6, 663.6, 700, dan 740 nmol cm
-2
. Metode analisis terhadap kandungan total klorofil Porra et al. 1989, karotenoid Gitelson et al. 2002 dan antosianin
Agati et al. 2005 dilakukan secara non destruktif dengan rumus: Total klorofil nmol cm
-2
= 8.29 A663.6 + 19,54 A646.6 Karotenoid nmol cm
-2
= A510
-1
- 90
-1
- 1,92A700
-1
- 0,75
-1
Chl
740
A625 Log = -0.475 + 0.677 Antosianin
0.149
CHl
740
A550
0.149
Antosianin nmol cm
-2
=
√
Setiap tahapan umur panen juga dilakukan pengamatan terhadap karakter biologi dan fisiologis benih. Karakter-karakter yang diamati terdiri atas: 1
karakter biologi benih dan buah: ukuran buah, ukuran benih, bobot basah benih dan bobot kering benih, warna buah merah, hijau, dan kuning. 2 karakter
fisiologis benih: daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, T
50
, laju pertumbuhan kecambah, jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar dan jumlah akar.
Benih dari masing-masing tingkatan umur panen yang ditanam untuk pengamatan karakter fisiologis benih berjumlah 25 butir untuk setiap unit satuan
percobaan, sehingga keseluruhannya membutuhkan 1200 butir benih. Sebelum ditanam, benih terlebih dahulu dikeringanginkan menggunakan kipas pada suhu
ruang selama lebih kurang 90 menit hingga kadar air mencapai 50 dari 60. Benih kemudian ditanam dan dilakukan pengamatan sebagai berikut: Indeks vigor
diamati pada hari ke 14 setelah tanam HST. Karakter fisiologis yang diamati adalah Viabilitas dan vigor benih, jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar dan
jumlah akar diamati pada 21 HST. Pengamatan jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar dan jumlah akar digunakan lima tanaman contoh pada setiap ulangan yang
diambil secara acak. Percobaan dari berbagai perubahan karakter yang diamati, disajikan dalam
bentuk grafik dengan data primer ditambah standar deviasi dalam program Excel. Pada berbagai karakter yang diamati dilakukan analisis keeratan hubungan
korelasi, pengaruh langsung dan tidak langsung dengan path analysis menggunakan SAS for Windows v 9.1. Untuk kemudahan interpretasi data
ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel korelasi.
Hasil dan Pembahasan Perkembangan Benih dan Buah Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6
Perubahan karakteristik biologi dan fisiologis benih selama perkembangan benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 disajikan dalam Gambar 4a-4b dan 5a-5b.
Berdasarkan Gambar 4a terlihat bahwa kandungan total klorofil benih menunjukkan penurunan sampai dengan 180 HSA, sedangkan kandungan
karotenoid benih mengalami peningkatan hingga 135-150 HSA, kemudian
menurun selama perkembangan benih. Kandungan antosianin benih mencapai maksimum saat 135 HSA dan tidak berubah setelah itu.
Berdasarkan perubahan biologi yang diperoleh diduga kuat bahwa masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 terjadi sekitar 150 HSA. Pada saat
masak fisiologis tersebut kandungan antosianin dan karotenoid benih mencapai maksimum, sedangkan kandungan total klorofil masih menurun. Dugaan ini
Gambar 4. Perubahan karakteristik biologi benih a dan b pada berbagai tingkatan umur panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6
diperkuat data pada Gambar 4b yang menunjukkan bahwa bobot kering dan bobot basah benih mencapai maksimum saat 135-150 HSA. Sebagian besar penelitian
menyatakan bahwa masak fisiologis benih tercapai saat bobot kering benih mencapai maksimum, misalnya pada benih tomat Demir Ellis 1992, benih
kedelai TeKroni Egli 1997 dan benih tall fescue Hill et al. 2004. Ukuran benih menunjukkan penurunan Gambar 4b. Penurunan ukuran benih
diduga berhubungan dengan degradasi kandungan klorofil dan penurunan kadar air selama perkembangan benih. Selama perkembangan benih kakao hibrida TSH
858 x Sca 6 120-180 HSA terjadi penurunan kadar air dari 60 ke 43 Data tidak ditampilkan.
Gambar 5a menunjukkan bahwa daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh relatif meningkat mulai 120 HSA dan mencapai maksimum
pada 150 HSA. Pada umur 180 HSA terjadi penurunan daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh relatif. Saat periode 135-150 HSA benih kakao
hibrida TSH 858 x Sca 6 memiliki kecepatan perkecambahan T
50
menurun yang lebih baik, sedangkan periode 150-180 HSA kecepatan perkecambahan benih
lebih lambat T
50
meningkat. Laju pertumbuhan kecambah relatif stabil pada periode 120-180 HSA. Penurunan daya berkecambah, indeks vigor dan K
CT
-R, serta peningkatan T
50
pada 180 HSA memberikan informasi bahwa keterlambatan panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 yang melewati masak fisiologis akan
menurunkan mutu benih. Pada umur 180 HSA sebagian benih telah berkecambah di dalam buah.
Benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 yang dipanen pada saat masak fisiologis 150 HSA memiliki jumlah daun dan tinggi bibit tertinggi, namun
panjang akar dan jumlah akar tidak menunjukkan perbedaan sampai benih yang dipanen 165 HSA, bahkan pada 180 HSA terjadi peningkatan Gambar 5b. Pada
umur 180 HSA terjadi peningkatan panjang akar dan jumlah akar, diduga pada umur tersebut sebagian benih telah berkecambah di dalam buah dan telah muncul
radikula sebagai calon akar primer dan diikuti dengan akar-akar sekunder. Selain itu pertumbuhan bibit telah dipengaruhi oleh faktor lingkungan dengan tidak
adanya keseimbangan antara pertumbuhan akar dan tajuk bibit, sehingga pertumbuhan menjadi lambat dan kerdil.
Perubahan kandungan total klorofil, antosianin dan karotenoid selama perkembangan buah nampak serupa dengan perkembangan benih Gambar 6a.
Saat masak fisiologis benih 150 HSA terjadi perubahan warna buah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dengan penurunan warna merah 30 dan hijau 35 dan
peningkatan warna buah kuning 35 Gambar 6b. Ukuran buah dalam penelitian ini tidak terkait dengan saat masak fisiologis benih. Penurunan warna buah merah
Gambar 5. Perubahan karakteristik fisiologis benih a dan b pada berbagai tingkatan umur panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6
dan hijau serta peningkatan warna buah kuning berhubungan dengan degradasai klorofil dan penurunan kadar air sebagai akibat dari kerusakan vakuola buah.
Perkembangan Benih dan Buah Kakao Hibrida ICS 60 x Sca 6
Perubahan karakteristik biologi dan fisiologis benih selama perkembangan benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 disajikan dalam Gambar 7a-7b dan 8a-8b.
Gambar 6. Perubahan karakteristik biologi buah a dan b pada berbagai tingkatan umur panen buah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6
Berdasarkan Gambar 7a terlihat bahwa kandungan total klorofil benih menunjukkan penurunan sampai dengan 150 HSA dan cenderung tidak berubah
setelah itu, sedangkan karotenoid dan antosianin benih terjadi peningkatan hingga mencapai maksimum pada 165 HSA, kemudian menurun pada 180 HSA. Masak
fisiologis benih jagung dicapai pada saat kandungan karotenoid mencapai Gambar 7. Perubahan karakteristik biologi benih a dan b pada berbagai tingkatan
umur panen benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6
maksimum Prasetyaningsih 2006. Gambar 7b menunjukkan bahwa bobot kering dan bobot basah benih mencapai maksimum pada saat 165 HSA, sedangkan
ukuran benih relatif tetap selama 120-180 HSA. Umumnya masak fisiologis benih diperoleh saat bobot kering benih mencapai maksimum seperti pada kacang
polong Bewley Black 1985, okra Puteh et al. 2008, dan kacang panjang Coelho Benedito 2008.
Gambar 8. Perubahan karakteristik fisiologis benih a dan b pada berbagai tingkatan umur panen benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6
Gambar 8a menunjukkan bahwa daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif meningkat mulai dari 120 HSA dan mencapai maksimum pada 165
HSA. Penurunan daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh relatif terjadi hingga 180 HSA. Pada periode 120-165 HSA kecepatan perkecambahan
lebih cepat T
50
menurun dan kecepatan perkecambahan menjadi lambat T
50
meningkat selama perkembangan benih Gambar 8a. Laju pertumbuhan kecambah tidak menunjukkan data fluktuatif tidak mendukung. Berdasarkan
perubahan fisiologis yang diperoleh diduga kuat bahwa masak fisiologis benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 pada periode 165 HSA, umumnya karena pada saat
tersebut daya berkecambah indeks vigor dan kecepatan tumbuh relatif mencapai maksimum. Menurut Dias et al. 2006, daya berkecambah dan indeks vigor benih
tomat maksimum dicapai pada saat masak fisiologis. Penurunan daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif dan
peningkatan T
50
pada periode 180 HSA menunjukkan mutu benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 telah menurun. Kondisi ini disebabkan sebagian benih kakao telah
berkecambah di dalam buah. Hal ini sangat dimungkinkan, karena benih kakao tergolong rekalsitran yang tidak memiliki masa dormansi.
Masak fisiologis benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 tercapai saat 165 HSA dengan memiliki jumlah daun dan tinggi bibit tertinggi, kemudian menurun
setelah masak fisiologis, sedangkan panjang akar dan jumlah akar cenderung meningkat sampai dengan 180 HSA Gambar 8b. Peningkatan panjang akar dan
jumlah akar seiring dengan peningkatan masak fisiologis benih kakao hingga 180 HSA. Hal ini disebabkan karena sebagian benih telah berkecambah di dalam buah,
sehingga memiliki pertumbuhan dan perkembangan akar yang lebih cepat. Gambar 9a menunjukkan bahwa perkembangan kandungan total klorofil,
antosianin dan karotenoid buah sama dengan perkembangan pada benih. Pada periode 165 HSA terjadi perubahan warna buah kakao yaitu penurunan warna
hijau menjadi 48 dan peningkatan warna buah kuning 52 Gambar 9b. Ukuran buah relatif tidak berubah dan secara fisiologis sudah masak. Menurut
Basharudin 1994 bahwa fase perkembangan buah kakao jenis UAH mencapai masak fisiologis pada saat terjadi penurunan warna buah hijau sebesar 40 dan
peningkatan warna buah kuning 60. Kondisi tersebut dicapai apabila buah
dipanen pada umur 5 bulan setelah berbunga. Pemanenan benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 yang terlalu awal 120 HSA atau melewati masak fisiologis 180
HSA mutu benih telah mengalami penurunan dan bahkan sebagian benih telah berkecambah di dalam buah.
Keeratan Hubungan antara Umur Panen Benih dengan Karakteristik Mutu Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6
Hasil analisa korelasi antara beberapa periode umur panen benih kakao hibrida dengan berbagai karakter yang diamati menunjukkan pengaruh nyata
sampai sangat nyata Tabel 1. Gambar 9. Perubahan karakteristik biologi buah a dan b pada berbagai tingkatan
umur panen buah kakao hibrida ICS 60 x Sca 6
Tabel 1. Korelasi antara umur panen benih dengan berbagai karakteristik mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6
Karakteristik mutu benih
Umur panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6
ICS 60 x Sca 6 120-150
HSA 150-180
HSA 120-165
HSA 165-180
HSA Total klorofil benih
-0.854 -0.860
-0.803 -0.764
Karotenoid benih 0.706
-0.824 0.832
-0.903 Antosiani benih
0.701 -0.922
0.698 -0.903
Ukuran benih -0.806
-0.949 0.864
-0.777 Bobot basah benih
0.495
tn
-0.565 0.686
-0.539 Bobot kering benih
0.766 -0.699
0.685 -0.537
Daya berkecambah 0.837
-0.730 0.702
-0.894 Indeks vigor
0.765 -0.971
0.759 -0.981
K
CT
-R 0.725
-0.908 0.703
-0.984 T
50
-0.547 0.958
-0.546 0.965
LPK -0.233
tn
-0.636 -0.601
-0.980 Jumlah daun
0.954 -0.855
0.866 -0.695
Tinggi bibit 0.905
-0.755 0.955
-0.730 Panjang akar
0.727 0.421
tn
0.620 0.395
tn
Jumlah akar 0.452
tn
0.517
tn
0.305
tn
0.867 Total klorofil buah
-0.854 -0.860
-0.803 -0.764
Karotenoid buah 0.706
-0.824 0.832
-0.903 Antosiani buah
0.701 -0.922
0.698 -0.903
Warna buah merah -0.695
-0.912 -
- Warna buah hijau
-0.411
tn
-0.866 -0.738
-0.978 Warna buah kuning
0.881 0.964
0.738 0.978
Ukuran buah -0.701
-0.269
tn
-0.360
tn
-0.876
K
eterangan : = sangat nyata P 0,01, = nyata P 0,05, tn = tidak nyata dan - = tidak ada data
HSA = hari setelah antesis Tabel 1 menunjukkan bahwa perkembangan benih kakao hibrida TSH 858 x
Sca 6 mulai dari perkembangan benih sampai dengan masak fisiologis 120-150 HSA. Kandungan total klorofil benih dan buah, ukuran benih, warna buah merah,
ukuran buah, dan T
50
berkorelasi negatif dengan tingkat kemasakan benih. Hal ini berarti semakin mendekati masak fisiologis benih karakter-karakter tersebut
semakin menurun. Karakter-karakter yang berkorelasi positif selama periode ini adalah kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, bobot kering benih,
daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, warna buah kuning, jumlah daun, dan tinggi bibit. Artinya semakin mendekati masak fisiologis benih karakter-karakter
tersebut semakin meningkat. Pada periode setelah masak fisiologis benih 150-
180 HSA nampak terjadi penurunan kandungan total klorofil, karotenoid dan antosianin benih dan buah, ukuran benih, bobot basah dan bobot kering benih,
daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, LPK, jumlah daun, dan tinggi bibit. Karakter yang berkorelasi positif yaitu T
50
dan warna buah kuning. Selama periode ini warna buah kuning meningkat dan pada T
50
kecepatan perkecambahan benih semakin lambat T
50
meningkat. Selama perkembangan sampai dengan masak fisiologis benih kakao hibrida
ICS 60 x Sca 6 120-165 HSA karakter yang berkorelasi negatif adalah kandungan total klorofil benih dan buah, T
50
, laju pertumbuhan kecambah, dan warna buah hijau Tabel 1. Pada periode yang sama terjadi peningkatan
kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, ukuran benih, bobot basah dan bobot kering benih, daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar, dan jumlah akar. Setelah fase masak fisiologis benih
165-180 HSA terjadi penurunan kandungan total klorofil, karotenoid dan antosianin benih dan buah, ukuran benih, bobot basah dan bobot kering benih,
daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, LPK, jumlah daun, tinggi bibit, warna buah hijau dan ukuran buah. Pada fase yang sama T
50
, panjang akar, jumlah akar dan warna buah kuning menunjukkan peningkatan. Artinya T
50
semakin meningkat maka kecepatan perkecambahan benih semakin lambat dan warna buah
kuning semakin meningkat. Hasil di atas menunjukkan masak fisiologis benih tercapai pada fase pertama
120-150 HSA untuk kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan 120-165 HSA ICS 60 x Sca 6 dan setelah fase kedua 150-180 dan 165-180 HSA perkembangan benih
mulai menurun. Berbeda dengan kandungan total klorofil benih dan buah, warna buah merah dan hijau kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 pada
periode awal hingga benih mencapai masak fisiologis dan setelah masak fisiologis masih mengalami penurunan. Menurut Hill et al. 2004, bahwa selama periode
perkembangan benih tall fescue kandungan klorofil berkorelasi negatif. Selama fase perkembangan benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 karakter yang tidak
berkorelasi nyata seperti bobot basah benih, LPK, panjang akar, jumlah akar, warna buah hijau, dan ukuran buah tidak dapat digunakan sebagai penentu masak
fisiologis benih. Pada benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 karakter yang
berkorelasi tidak nyata adalah panjang akar, jumlah akar dan ukuran buah. Berdasarkan hasil uji korelasi disimpulkan bahwa karakter biologi dan fisiologis
benih dan buah yang berkorelasi nyata dapat digunakan sebagai indikator penentu masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6.
Hasil persamaan kuadratik antara daya berkecambah benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dengan kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah
0,95, 0,95, 0,67, dan 0,98 dan ICS 60 x Sca 6 0,50, 0,87, 0,50, dan 0,93. Hasil persamaan kuadratik tersebut menunjukkan hubungan yang kuat hingga sangat
kuat, sedangkan periodesasinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Hubungan Langsung dan Tidak Langsung antara Umur Panen Benih dengan Beberapa Karakteristik Mutu Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6
dan ICS 60 x Sca 6
Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen dengan beberapa karakteristik mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6
disajikan pada Gambar 10 dan 11.
Gambar 10. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen dengan mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 Y dengan: X9 = warna
buah kuning, X15 = indeks vigor, X1 = kandungan total klorofil benih, X4 = total klorofil buah, X2 = karotenoid benih, X3 = antosianin
benih, X17 = T
50
, X20 = tinggi bibit, X16 = K
CT
-R, X13 = bobot kering benih, serta Ci = hubungan langsung dan Cs = sisaan
Gambar 10 menunjukkan bahwa karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada saat masak fisiologis meliputi
warna buah kuning, indeks vigor, kandungan total klorofil benih dan buah, karotenoid dan antosianin benih, T
50
, tinggi bibit, K
CT
-R, dan bobot kering benih. Karakter-karakter yang tidak berhubungan langsung adalah kandungan karotenoid
dan antosianin buah, warna buah merah dan hijau, ukuran benih, daya berkecambah, dan jumlah daun. Karakter-karakter yang berhubungan secara
langsung maupun tidak langsung antara umur panen dengan karakteristik mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 menunjukkan nilai ragam sebesar 85,5.
Artinya semua karakter yang diamati mampu memberikan kontribusi sebesar 85,5 terhadap penentuan mutu benih. Gambaran ini menyimpulkan bahwa
karakter-karakter tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi mutu benih pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6.
Gambar 11. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen dengan mutu benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 Y dengan: X8 = warna buah
kuning, X14 = indeks vigor, X2 = kandungan karotenoid benih, X19 = tinggi bibit, X1 = kandungan total klorofil benih, X4 = total klorofil
buah, X16 = T
50
, X3 = kandungan antosianin benih, X12 = X12 = bobot kering benih, X15 = K
CT
-R, serta Ci = hubungan langsung dan Cs = sisaan
Gambar 11 memperlihatkan bahwa karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih pada saat masak fisiologis adalah warna buah kuning, indeks
vigor, kandungan karotenoid benih, tinggi bibit, kandungan total klorofil benih dan buah, T
50
, kandungan antosianin benih, bobot kering benih, dan K
CT
-R. Karakter yang tidak berhubungan secara langsung meliputi kandungan karotenoid
dan antosianin buah, warna buah hijau, ukuran benih, daya berkecambah dan jumlah daun. Karakter yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung
antara umur panen dengan karakteristik mutu benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 menunjukkan nilai ragam sebesar 84,6. Artinya semua karakter yang diamati
mampu memberikan kontribusi sebesar 84,6 terhadap penentuan mutu benih. Gambaran ini menyimpulkan bahwa karakter-karakter tersebut juga dapat dipakai
untuk mendeteksi mutu benih pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6.
Simpulan
Berdasarkan perubahan fisiologis diperoleh dua fase indikator penentuan masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. Fase
perkembangan hingga masak fisiologis Fase 1 dan fase setelah masak fisiologis Fase 2. Pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 fase pertama terjadi pada saat
120-150 HSA dan masak fisiologis terjadi saat 150 HSA. Pada saat masak fisiologis daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, kecepatan perkecambahan T
50
, bobot basah dan bobot kering benih, kandungan karotenoid dan antosianin benih
dan buah mencapai maksimum dan menurun pada fase kedua. Selama periode perkembangan benih terjadi penurunan ukuran benih, kandungan total klorofil
benih dan buah, warna buah merah dan hijau, sedangkan warna buah kuning
mengalami peningkatan. Karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih
pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 adalah warna buah kuning, indeks vigor, kandungan total klorofil benih dan buah, karotenoid
dan antosianin benih, T
50
, tinggi bibit, K
CT
-R, dan bobot kering benih. Pada benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 periode pertama terjadi pada saat
120-165 HSA dan masak fisiologis terjadi saat 165 HSA. Pada saat masak fisiologis daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, kecepatan perkecambahan T
50
,
bobot basah dan bobot kering benih, kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, serta ukuran benih mencapai maksimum dan menurun pada periode
kedua. Selama fase perkembangan benih terjadi penurunan kandungan total klorofil benih dan buah, serta warna buah hijau tetapi warna buah kuning
mengalami peningkatan. Karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih
pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 adalah warna buah kuning, indeks vigor, kandungan karotenoid benih, total klorofil benih dan buah,
antosianin benih, tinggi bibit, T
50
, bobot kering benih, dan K
CT
-R. Berdasarkan hasil dari berbagai karakter yang diamati maka masak fisiologis
benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 diperoleh pada umur panen 150 HSA dan ICS 60 x Sca 6 pada umur 165 HSA. Pada umur panen benih tersebut
menghasilkan mutu benih yang terbaik.
Saran
Perlu penelitian lanjutan untuk melihat peranan kandungan klorofil, karotenoid, dan antosianin benih yang berfungsi mendeteksi ketahanan benih
kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 terhadap lama penyimpanan. Benih sebaiknya dipanen pada saat masak fisiologis untuk kakao hibrida TSH 858
x Sca 6 pada umur 150 HSA dan 165 HSA ICS 60 x Sca 6. Pada umur tersebut terjadi perubahan warna buah kuning sebesar 35 untuk TSH 858 x Sca 6 dan
52 ICS 60 x Sca 6 yang dapat digunakan petani sebagai petunjuk masak fisiologis dan waktu panen benih.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN TERBAWA BENIH KAKAO HIBRIDA
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi beberapa cendawan terbawa benih kakao hibrida. Penelitian dilakukan di Kebun Benih
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember, dan Laboratorium Mikrobiologi, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor, dan
Pengendalian hayati IPB pada bulan Juni sampai Oktober 2008. Penelitian menggunakan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan antara jenis kakao
TSH 858 dengan Sca 6. Benih ditumbuhkan pada 3 medium, yaitu Water agar WA, Potato Dextrose Agar PDA dan kertas saring KS dengan model
Rancangan Acak Lengkap menggunakan 6 ulangan. Tingkat infeksi pada benih diamati setiap hari dan dianalisis dengan analisis sidik ragam dan dilanjutkan
dengan uji Selang Berganda Duncan. Cendawan diisolasi, dibiakkan, dimurnikan dan diidentifikasi dengan menggunakan buku kunci identifikasi. Tingkat infeksi
cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 tertinggi terdapat pada hari keempat dan kelima mencapai 35,00 dan 51,67 dan pada hari keenam
mencapai 100 dengan medium PDA dari 14 hari yang direncanakan. Sebanyak 13 spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 berhasil
diidentifikasi dengan menggunakan medium WA dan PDA, serta delapan spesies cendawan dengan medium KS. Cendawan tersebut perlu diuji lebih lanjut karena
masing-masing diduga memiliki sifat-sifat patogenik, saprofitik atau bersifat antagonis terhadap cendawan lain, pada benih kakao.
Kata Kunci : Benih hibrida, infeksi cendawan, medium tanam,Theobroma cacao
Abstract
Isolation and identification of seedborne fungi on hybrid cacao seeds. The aim of research was to isolate and identify fungal pathogens on seeds of cocoa
hybrid. The research was conducted in the Seed Garden Indonesian Coffee and Cocoa Resarch Institute, Jember and Microbiology Laboratory, Indonesian
Biotechnology Research Institute for Estate Crops, Bogor, and Biological Agents IPB, from June until Oktober 2008. Hybrid seeds of hand pollination of TSH 858
and Sca 6 were grown on 3 media, namely Water Agar WA, Potato Dextrose Agar PDA or filter paper using Completely Randomized Design with 6
replicates. Percentage of infection was observed daily and analysed using analysis
of variance and the means were tested with the Duncan’s Multiple Range Test. Growing fungi were isolated, cultured, and identified using identification keys.
The rate of infection was highest on PDA, after four and five days 35 and 51,67 and reached 100 at six days. Thirteen fungal species were identified
on WA and PDA, but only eight species identified on filter paper. These fungal species should be further examined to determine their roles whether they are
pathogenic, saprophytic, or antagonistic to other fungi of cacao seeds.
Key Words
: Fungi infection, hybrid seed, planting medium, Theobroma cacao
Bagian dari disertasi ini telah diterima sebagai publikasi ilmiah pada jurnal terakreditasi B: Jurnal Penelitian Tanaman Industri, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, pada
Bulan November 2010 Baharudin, A. Purwantara, Satriyas Ilyas, M. R. Suhartanto “Isolasi dan
identifikasi cendawan terbawa benih kakao hibrida”.
Pendahuluan
Benih kakao tergolong rekalsitran artinya buah yang masak secara fisiologis tidak dapat disimpan lama, berkadar air tinggi, tidak tahan suhu tinggi dan rendah,
sehingga cepat berkecambah dan mudah terkontaminasi patogen Kozlowski 1972. Untuk mengatasi permasalahan ini, benih kakao setelah periode konservasi
perlu mendapatkan penanganan khusus dan pengendalian sebelum mengalami kemunduran dan terserang cendawan patogen terbawa benih.
Infeksi cendawan patogen terbawa benih kakao merupakan masalah dasar yang sangat penting untuk diketahui di dalam pengelolaan benih. Cendawan
patogen dapat timbul pada semua bagian penanganan di dalam pengelolaan benih, namun sering terlambat untuk diketahui, sehingga benih telah mengalami
kerusakan sebelum disemai atau ditanam. Menurut Sulistiyowati 2000; Soesanto 2006, patogen dapat menyerang pada saat buah sebelum dipanen dan pada saat
pengelolaan pasca panen. Kebanyakan cendawan menginfeksi benih legum pada saat primordia, menjelang dan setelah masak fisiologis, selama dalam
penyimpanan dan sangat bervariasi dalam menurunkan kualitas dan mutu benih Embaby Abdel-Galil 2006. Menurut Satish et al. 2007, bahwa infeksi
patogen dapat terjadi sebelum dan sesudah panen dengan gejala penurunan kualitas pada benih Acacia nilotica, Punica granatum and Sygigium cumini.
Sebesar 25 dari 300 spesies patogen kontaminan memiliki metabolit sekunder dan memproduksi mycotoxin Kiran Raveesha 2006.
Menurut Kumud et al. 2004, bahwa terdapat beberapa koloni dan spesies cendawan dapat menginfeksi benih cowpea. Selanjutnya menurut Embaby
Abdel-Galil 2006, bahwa pada benih kacang-kacangan, cowpea dan lupine ditemukan sebanyak 260 isolat terinfeksi cendawan yang terdiri atas 60 isolat
merupakan bakteri dan 200 isolat adalah cendawan. Guehi et al. 2007 menyatakan bahwa terdapat beberapa spesies cendawan terbawa biji kakao seperti
Absidia corymbifera, Rhizopus oryzea, Aspergillus tubingensis, A. tamarii, A.
llavus, dan Penicillium chrysogenum. Beberapa penelitian lain menemukan 10 spesies Aspergillus, 1 spesies Rhizopus, 6 spesies Fusarium, 5 spesies Altenaria,
dan 1 spesies Neurospora pada benih lupine dan biji kakao El-Nagerabi El- Shafie 2000; Adeniyi et al. 2011. Dilaporkan oleh
Koffi
et al. 2007, bahwa
cendawan terbawa biji kakao adalah Asperagillus spp., Fusarium spp., Botrytis
spp., Chaetomium spp., dan Rhizopus spp. Cendawan Aspergillus dan Fusarium memproduksi fumonisin, Vomitoxin, diacetoxyscirpenol, ochratoxin A,
trichothecens dan Zeralenon Domijan et al. 2000; Tseng et al.1995; Kritzinger et al. 2003. Menurut Aziz Mahrous 2004, bahwa Aspergillus flavus yang
memproduksi aflatoxins mampu menurunkan kandungan lipid dan karbohidrat pada benih gandum, kedelai dan buncis.
Benih yang terinfeksi patogen memiliki perkecambahan dan pertumbuhan yang rendah pada bibit kacang-kacangan dan Vigna radiate Kumar Singhal
2009. Selain itu kontaminasi cendawan patogen mempunyai potensi untuk menurunkan viabilitas benih kakao, sehingga pertumbuhan bibit menjadi
abnormal atau tumbuh kerdil Rahardjo 1997; Munandar et al. 2004. Cendawan patogen terbawa benih dapat menyerang semua bagian tanaman pada saat
perkecambahan seperti akar, batang, daun dan pucuk. Gangguan patogen terbawa benih apabila tidak dikendalikan lebih awal dapat menurunkan produksi kakao.
Gangguan patogen yang disebabkan penyakit busuk buah bervariasi di seluruh dunia lebih dari 10 di Semenanjung Malaysia dan 80-90 di Kamerun
Semangun 2000. Menurut Wood Lass 1985; Semangun 2000, gangguan patogen dapat menyebabkan kerugian hasil sekitar 20-30. Di Jawa gangguan P.
palmivora pada kakao sangat tinggi dengan kehilangan hasil antara 33-50 Soemomarto dalam Darmono 1994. Menurut Sukamto Pujiastuti 2004,
cendawan patogen yang masuk ke dalam buah menyebabkan busuknya biji, sehingga dapat menurunkan kualitas biji. Penelitian bertujuan untuk mengisolasi
dan mengidentifikasi cendawan terbawa benih kakao hibrida.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor dan Laboratorium Pengendalian
Hayati IPB pada bulan Juni sampai Oktober 2008. Benih yang diuji berasal dari hasil persilangan buatan hand pollination antara jenis kakao TSH 858 dengan
Sca 6, merupakan klon unggul kakao yang dipanen saat masak fisiologis pada umur 150 hari setelah anthesis HSA. Buah kakao kemudian dibelah melintang
dan benih diekstraksi dengan menggunakan arang sekam padi ASP. Benih
didesinfeksi dengan larutan natrium hipoklorit NaOCl 2 selama 5 menit untuk mencegah kontaminasi silang, dicuci dengan air steril, dikeringkan dengan tisu
steril, dan selanjutnya dikeringanginkan di dalam Laminar air flow cabinet dengan suhu 28
C lebih kurang selama 3 jam. Dalam kondisi antiseptis kulit ari benih dilepas, kemudian ditanam pada medium water agar WA, potato dextrose
agar PDA, dan kertas saring KS di dalam cawan Petri diameter 9cm selama 14 hari pada suhu ruang di laboratorium, sesuai dengan rekomendasi dari ISTA
International Seed Testing Association 2006; Umayah Purwantara 2006. Pada medium WA dan PDA ditambahkan antibiotik streptomycin sulphate 0,5g100 ml
air untuk mencegah kontaminasi bakteri. Untuk merangsang sporulasi cendawan, benih pada cawan Petri diinkubasi di
bawah lampu near ultra violet NUV selama 7-14 hari Samson et al. 1984; Wood Lass 1985. Pada 24 jam pertama, benih diinkubasi di bawah lampu near
ultra violet NUV selama 12 jam terang dan 12 jam gelap dengan suhu 27 C-28
C Drenth Sendall 2001. Pada 24 jam berikutnya, benih dimasukkan ke dalam freezer -20
C tujuannya agar benih tidak mengalami pertumbuhan selama penanaman di medium cawan Petri. Setelah itu benih diinkubasi lagi di bawah
lampu NUV hingga benih ditumbuhi koloni cendawan dalam kondisi steril. Pengamatan dilakukan dengan menghitung benih yang terinfeksi cendawan baik
secara visual maupun di bawah mikroskop stereo binokuler Bernet Hunter 1998; Dugan 2006. Pengamatan cendawan dilakukan setiap hari dan hari ke 3-4
sampai munculnya gejala yang ditandai dengan adanya koloni cendawan. Tingkat infeksi ditetapkan berdasarkan persentase benih terinfeksi, cendawan selanjutnya
dimurnikan, dibiakkan pada medium PDA untuk diidentifikasi. Cendawan yang tumbuh pada berbagai media dimurnikan secara berulang-ulang pada media PDA
sampai didapatkan satu spesies tunggal. Perhitungan tingkat infeksi berdasarkan pada perbandingan jumlah benih yang terinfeksi dibagi dengan jumlah benih
kakao yang ditanam dikali 100 dengan rumus: Keterangan: Ti = tingkat infeksi
∑ benih yang terinfeksi cendawan Ti = X 100
∑ benih yang ditanam
Identifikasi cendawan pada benih kakao hibrida dilakukan dengan menggunakan buku panduan menurut Samson et al. 1984; Bernet Hunter
1998; Dugan 2006; Gandjar et al. 1999; Baron 1968, yang menyajikan kunci-kunci jenis atau golongan cendawan tertentu pada semua bagian tanaman.
Identifikasi dilakukan berdasarkan morfologi hifa, vesikel dan metula yang diamati dengan mikroskop Nikon Biophot seri AFX-IIA dengan pembesaran 450
kali. Untuk mempermudah mengetahui bentuk konidia dan konidiophore koloni cendawan, pada medium perparat ditambahkan pewarna methylene blue.
Mikroskop yang digunakan dilengkapi dengan mikrometer okuler, objektif dan kamera Canon tipe Ixus 60 dan lensa close up.
Perlakuan yang digunakan adalah medium tumbuh cendawan terdiri atas: 1 Water Agar, 2 Potato Dextrose Agar dan, 3 Kertas saring. Satu perlakuan terdiri
dari satu Petri dan berisi 10 butir benih masing-masing diulang 6 kali. Dengan demikian terdapat 18 unit satuan percobaan. Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Data dianalisis dengan analisis ragam, apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh faktor perlakuan yang
nyata pada taraf 0,05, maka dilanjutkan dengan Uji Selang Berganda Duncan.
Hasil dan Pembahasan Tingkat Infeksi
Tingkat infeksi cendawan pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 bervariasi tergantung medium yang digunakan Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat infeksi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada berbagai medium tumbuh
Medium Persentase tingkat infeksi cendawan hari ke
Kumulatif 3
4 5
6 7
Water Agar WA 0,00 b
26,67 b 46,67 b
21,67 b 3,33 b
100 a Potato Dextrose Agar PDA
3,33 b 35,00 a
51,67 a 11,67 b
0,00 b 100 a
Kertas Saring KS 0,00 b
23,33 b 43,33 b
31,67 b 1,67 b
100 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama, yang diikuti oleh huruf tidak sama, berbeda nyata
menurut Uji DMRT α = 0,05.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa tingkat infeksi tertinggi terjadi pada hari kelima, kemudian menurun dan mencapai 100 pada hari keenam medium PDA dan
pada hari ketujuh medium WA dan KS. Pertumbuhan cendawan yang lebih cepat dan tertinggi terdapat pada medium PDA pada hari keempat dan kelima
35,00 dan 51,67 dibanding medium WA dan KS. Pertumbuhan cendawan terbawa benih kakao yang lebih cepat terlihat pada medium PDA dan pada hari
keenam sudah mencapai 100. Hal ini disebabkan medium PDA kaya nutrisi untuk pertumbuhan cendawan. Nutrisi yang terkandung dalam medium PDA
adalah protein dan glukosa yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan cendawan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi patogen pada benih
dapat terjadi pada saat prapanen dan pascapanen. Infeksi patogen juga dapat terjadi pada saat penyerbukan, buah sebelum dipanen, saat panen, pengolahan,
dan selama penyimpanan benih. Pada permukaan benih infeksi patogen dapat melalui lenti sel, luka dan infeksi langsung Pathak, 1980. Infeksi patogen
melalui lenti sel stomata dan luka lebih mudah terjadi dibandingkan infeksi langsung. Menurut Pathak 1980; Soesanto 2006, kemampuan patogen dalam
menginfeksi langsung terjadi apabila patogen memiliki enzim yang memantak dan masuk ke dalam benih seperti patogen antraknosa yang dapat menguraikan
dinding sel sehingga mudah masuk ke dalam dan menginfeksi inang. Kejadian ini apabila diketahui sejak awal maka dapat dilakukan pencegahan lebih dini sebelum
benih terinfeksi patogen. Penggunaan berbagai medium tumbuh dapat berpengaruh positif terhadap
persentase tingkat infeksi cendawan terbawa benih kakao hibrida. Hasil penelitian Sukamto et al. 1997, identifikasi beberapa isolat jamur pada buah kakao dengan
menggunakan media tumbuh PDA menunjukkan hasil yang sama. Benih kakao bersifat rekalsitran, sehingga sangat mudah terinfeksi oleh patogen. Cendawan
yang menginfeksi benih kakao secara langsung dapat mempengaruhi kehilangan daya hidup maupun daya tumbuh atau mendorong pada penurunan viabilitas dan
vigor benih. Hal ini disebabkan karena rusaknya pada bagian penting benih diantaranya kotiledon, embrio axis, dan radikula yang merupakan sumber nutrisi
patogen. Menurut Styer Cantliffe 1983; Parera Cantliffe 1991; Wann 1980; Wilson Mohan 1998, infeksi cendawan dapat merusak benih seperti
pericarp dan membran, berkurangnya rasio embrio dan endosperma, serta kandungan pati pada saat terjadi imbibisi. Selanjutnya menurut Rahardjo 1997,
kontaminasi cendawan patogen mempunyai potensi untuk menurunkan viabilitas benih, sehingga pertumbuhan bibit menjadi abnormal atau tumbuh kerdil.
Benih kakao memiliki kadar air yang tinggi di atas 50 sehingga merupakan medium yang sangat sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cendawan
patogen. Selain kondisi lingkungan tumbuh yang mendukung juga cukup tersedia nutrisi. Menurut Soesanto 2006, perkembangan patogen sangat dipengaruhi oleh
lingkungan suhu, pH, nutrisi, kandungan air yang tersedia, dan enzim untuk mengurai sel-sel jaringan. Selain itu sifat parasitisme antara organisme patogen
juga saling menyerang untuk mendapatkan nutrisi. Kelembaban yang tinggi juga dapat membantu pembentukan spora dan meningkatkan infeksi. Infeksi patogen
dapat terjadi apabila tersedia air dengan kelembaban yang tinggi, sehingga membantu penyebaran spora Semangun 1988; Sukamto et al. 1997. Menurut
Semangun 1989; Sukamto et al. 1997, hifa jamur tertentu dapat membelit jamur lainnya, bahkan sering terjadi hifa jamur pertama tumbuh di dalam hifa
jamur kedua sebagai jamur parasit patogen yang disebut hiperparasit.
Identifikasi Cendawan
Hasil identifikasi morfologi beberapa karakteristik cendawan terbawa benih kakao hibrida secara makrokopis dan mikrokopis disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Morfologi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 yang diamati secara makrokopis dan mikrokopis
Kode isolat
Spesies cendawan patogen Karakter morfologis spesies cendawan
Koloni pada PDA Konidioforhifavesikelmetula
Bentuk Warna
Diameter cm
Warna Diameter
µm Panjang
µm C - 1
Aspergillus flavus Kuning
kehijauan 4
Hialin 35
8 x 4,75 Bulat-semi
bulat C - 2
Aspergillus versicolor Putih-kuning
1 Hialin
14 6,75 x
2,75 semibulat
C - 3 Aspergillus ochraceus
Putih-hitam 3
Hialin 42,5
9 x 2,75 Bulat-semi
bulat J - 1
Penicillium chrysogenium Hijau
4,5 Hialin
6 13 x 5,15
Silindris- bulat
J -2 Cladosporium herbanum
Putih bening 1,5
Hialin 8
3,4 x 5 Elips-
Silindris J - 3
Coletotrichum acutatum Merah
mudah- kecoklatan
6 Hialin
5,4 9,6
Bulat- Silindris
J - 4 Curvularia geniculata
Hijau coklat- kehitaman
3,5 Hialin
307 533 x 5,5
Silindris- gada
P - 1 Fussarium semitectum
Putih 6
Hialin 7,5
31 x 3,75 bulan sabit-
bulat P - 2
Fussarium culmorum Coklat putih
8,5 Hialin
11,5 40,2 x 6
bulan sabit P - 3
Fusarium oxysporum Ungu
kecoklatan 7
Hialin 10
48 x 4 Silindris-
semibulat P - 4
Moniliella acetoabutens Putih
melingkar 3,5
Hialin 9,5
6,75 x 4,3
Elips- Silindris
P - 5 Phoma glomerata
Putih 5,4
Hialin 130
7 x 3 Bulat elips
P - 6 Macrophoma sp
Putih 2,5
Hialin 120
7 x 3 Elips-
Silindris
Berdasarkan pengamatan secara makrokopis dan mikrokopis, spesies cendawan terbawa benih yang diisolasi dari benih kakao hibrida menunjukkan
perkembangan morfologis yang berbeda-beda. Menurut Baron 1968; Gandjar et al. 1999; Dugan 2006, konidiofor dan vesikel atau metula Aspergillus spp.
berwarna hialin dan berbentuk bulat sampai semi bulat, sedangkan Penicillium chrysogenium berwarna hialin dan berbentuk silindris hingga bulat. Cladosporium
herbanum tumbuh tidak terlalu cepat dengan panjang terminal pada hifa 250 x 3-6 µm Gandjar et al. 1999. Menurut Samson et al. 1984; Dugan 2006, dalam
waktu tidak terlalu cepat Colletotrichum acutatum konidia tumbuh berwarna merah kecoklatan, berbentuk bulat agak panjang atau bulat lonjong dan konidiofor
berwarna hialin dan bercabang. Konidiofor Curvularia geniculata berwarna hialin, aksomata dan askospora
berbentuk silindris Gandjar et al. 1999. konidiofor Fusarium spp. berwarna hialin, berbentuk bulan sabit sampai bulat Samson et al. 1984; Bernett Hunter
1998; Gandjar et al. 1999; Dugan 2006. Menurut Samson et al. 1984; Gandjar et al. 1999, dalam tujuh hari pertumbuhan koloni Moniliella acetoabutens hifa
berwarna hialin, bersepta, bercabang dengan panjang 150 µm di dalam arthokonidia berbentuk silindris. Phoma glomerata dan Macrophoma sp. pada
umur tujuh
hari pycnidia
berwarna hijau
setelah menghasilkan
dyctyochlamidiospora berwarna hitam. Menurut Samson et al. 1984, pycnidia berwana hialin terdapat satu klamidiospora di dalam dictyochlamidio-spora
berwarna coklat kehitaman dan berbentuk bulat elips atau silindris. Morfologi koloni dan konidia cendawan terbawa benih kakao hibrida dapat dilihat pada
Gambar 12.
C-1. Konidiofor
C-2. Aspergillus versicolor C-2. Konidia
C-2. Vesikel C-2. Konidiofor
C-1. Aspergillus flavus
a2 a3
C-1. Sporangia C-1. Konidia
J-1. Penicillium chrysogenum
J-1.Konidiofor dan. Metula J-1. Percabangan
J-2. Cladosporium herbanum
J-2. Konidiofor J-2. Ramokonidia
P-1. Fussarium semitectum P-1. Makro dan mikrokonidia
P-1. Konidiofor dan monofialid C-3. Aspergillus ochraceus
C-3. Konidia C-3. Vesikel
C-3. Metula
J-3. Colletototrichum acutatum
J-3. Konidiofor J-3. Mikrokonidia
J-1. Konidia
J-4. Curvularia geniculata J-4. Konidiofor
J-4. Konidia J-4. Porokonidia
P-1. Khlamidospora J-2. Konidia
J-3. Makrokonidia
Hasil identifikasi spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dapat dilihat pada Tabel 4.
P-3. Fussarium oxysporum
P-3. Makro dan mikrokonidia P-3. Khlamidospora dan fialid
P-3. Konidiofor
P-4. Moniliella acetoabutens P-4. Sporangia
P-4. Khlamidospora P-4. Konidia dan hifa
P-6. Macrophoma sp. P-6. Dictychlamidospora
P-6. Pycnidia P-6. Sporangia
P-5. Phoma glomerata P-5. Konidia
P-5. Dictyochlamidospora P-5. Sporangia
P-2. Fussarium culmorum P-2. Khlamidospora
P-2. Konidiofor P-2. Makro dan mikrokoidia
Gambar 12. Morfologi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6.
Tabel 4. Spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 yang berhasil diisolasi dengan medium Potato Dextrose Agar, Water Agar
dan Kertas Saring
Kode isolat
Medium tumbuh Water Agar
Potato Dextrose Agar Kertas Saring
C - 1 Aspergillus flavus
Aspergillus flavus Aspergillus flavus
C - 2 Aspergillus versicolor
Aspergillus sp Aspergillus versicolor
C - 3 Aspergillus ochraceus
Aspergillus ochraceus Aspergillus ochraceus
J - 1 Penecillium chrysogenium
Penecillium chrysogenium Penecillium chrysogenium
J - 2 Cladosporium herbanum
Cladosporium herbanum -
J - 3 Colletotrichum acutatum
Colletotrichum acutatum -
J - 4 Curvularia geniculata
Curvularia geniculata Curvularia geniculata
P - 1 Fusarium semitectum
Fusarium semitectum Fusarium semitectum
P - 2 Fusarium culmorum
Fusarium culmorum Fusarium culmorum
P - 3 Fusarium oxysporum
Fusarium oxysporum Fusarium oxysporum
P - 4 Moniliella acetoabutens
Moniliella acetoabutens P - 5
Phoma glomerata Phoma glomerata
- P - 6
Macrophoma sp Macrophoma sp
-
Pengamatan pada benih yang terinfeksi menunjukkan bahwa beberapa jenis cendawan tumbuh dan berkembang menyelimuti benih, dimana masing-masing
cendawan saling membelit dan mempertahankan diri, serta hifa tumbuh saling menutupi. Hal ini agak kesulitan dalam melakukan pembiakan dan pemurnian.
Ketiga belas spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida yang diisolasi tidak ditemukan cendawan utama seperti Phytophthora palmivora, dan Botryodiplodia
sp., diduga kedua patogen tersebut merupakan patogen primer yang tidak dapat menyerang sampai ke biji. Dalam penelitian ini benih hibrida yang digunakan
diambil dari buah kakao yang sehat dan secara visual tidak menunjukkan gejala serangan patogen.
Peran ke 13 spesies cendawan yang berhasil diisolasi tersebut di atas belum diketahui baik sebagai patogen kontaminan atau antagonis pada benih kakao.
Beberapa cendawan yang termasuk golongan genus Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan Alternaria dilaporkan memproduksi metabolit sekunder Noveriza
2008. Tingkat infeksi suatu patogen ditentukan oleh jumlah mikotoksin, sifat fisiologis dan efek sinergisnya dengan tanaman Bahri et al. 2002. Cendawan
yang menginfeksi benih kakao hibrida diduga dapat terjadi sebelum panen maupun sesudah panen ini dapat berperan dalam memanfaatkan sumber nutrisi
untuk hidup secara saprofitik atau bersifat patogenik. Cendawan-cendawan ini belum diketahui tingkat patogenisitasnya yang dapat menurunkan viabilitas
maupun vigor benih kakao hibrida.
Simpulan
Tingkat infeksi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 tertinggi terjadi pada hari keempat dan kelima mencapai 35,00 dan 51,67 dan
hari keenam 100 dari 14 hari yang direncanakan dengan medium potato dextrose agar PDA dibanding water agar WA dan kertas saring KS.
Sebanyak 13 spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 berhasil diidentifikasi dengan menggunakan medium WA dan PDA, serta
delapan spesies cendawan dengan medium KS.
Saran
Cendawan yang telah berhasil diidentifikasi tersebut di atas perlu diuji lebih lanjut untuk menetapkan sifat patogenik, saprofitik atau bersifat antagonis pada
cendawan lain, dan terhadap benih maupun bibit kakao hibrida.
PATOGENISITAS BEBERAPA ISOLAT CENDAWAN TERBAWA BENIH PADA BENIH DAN BIBIT KAKAO HIBRIDA
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih yang berpengaruh terhadap penurunan viabilitas dan
vigor benih maupun bibit kakao hibrida. Penelitian dilakukan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Laboratorium Mikrobiologi,
dan rumah kaca, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor, pada bulan Juli sampai November 2008. Penelitian menggunakan 13 spesies
cendawan, yaitu: Aspergillus flavus, A. versicolor, A. ochraceus, Penicillium chrysogenium, Cladosporium herbanum, Colletotrichum acutatum, Curvularia
geniculata, Fusarium semitectum, F. culmorum, F. oxysporum, Moniliella acetoabutens, Phoma glomerata, dan Macrophoma sp., dan benih kakao hibrida
dari hasil persilangan buatan antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6. Penelitian menggunakan model Rancangan Acak Lengkap. Data dianalisis dengan ANOVA
dengan 4 ulangan dan dilanjutkan dengan uji Selang Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan beberapa isolat cendawan tumbuh dengan baik pada
medium PDA dan menghasilkan spora dengan tingkat kerapatan antara 10
6
-10
7
sporacm
2
. Ke 13 cendawan terbawa benih kakao hibrida bersifat patogenik pada benih kakao hibrida dengan patogenisitas yang bervariasi. Cendawan patogen
menurunkan daya berkecambah 20-40, indeks vigor 30-47, kecepatan tumbuh relatif 13-45 dan meningkatkan T
50
0,62-7,36 hari. Infeksi patogen dapat menyebabkan benih tidak tumbuh atau tumbuh tidak normal yang bervariasi dari
29-52 dibanding kontrol. Ke 13 isolat cendawan patogen yang diinokulasikan pada benih mampu menginfeksi bagian jaringan tanaman seperti kotiledon, daun,
batang, dan akar bibit kakao, tetapi hanya Phoma glomerata dan Macrophoma sp. yang menurunkan tinggi bibit, jumlah daun, jumlah dan panjang akar secara
nyata.
Kata Kunci : Benih hibrida, inokulasi cendawan, spesies cendawan, Theobroma
cacao
Abstract
Pathogenicity of some seed-borne fungi isolates on cacao hybrid seeds. The aim of research was to determine the pathogenicity of seedborne fungi on seeds
and seedlings of cocoa hybrid. The research was conducted in the Seed Garden at Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute, Jember, Microbiology
Laboratory, and glass house, Indonesian Biotechnology Research Institute for Estate Crops, Bogor, from July until November 2008. The research used 13
fungal isolates Aspergillus flavus, A. versicolor, A. ochraceus, Penicillium chrysogenium, Cladosporium herbanum, Colletotrichum acutatum, Curvularia
geniculata, Fusarium semitectum, F. culmorum, F. oxysporum, Moniliella acetoabutens, Phoma glomerata, Macrophoma sp., and hybrid seeds of hand
pollination of TSH 858 vs Sca 6. Experiment was conducted using completely randomized design with 4 replicates. Data were analysed using ANOVA and the
significant difference among means was tested with Duncan’s Multiple Range Test. All fungi grew Prolifically on PDA with spore density of 10
6
-10
7
sporescm
2
. All fungi was pathogenic on hybrid seeds with the pathogenicity varies among the isolate. Inoculation with fungi decreased germination rate
between 20 to 40, decreased vigor index 30-40, decreased relative growth rate 13-45, but increased T
50
0,62-7,36 days. Fungal infection caused 29 to 52 mortality or abnormality on seeds. All fungi was detected in cotyledons, leaves,
stems and roots of inoculated seeds, but only Phoma glomerata and Macrophoma sp. significantly decreased seedling height, number of leaves, number and length
of roots.
Key Words : Fungal inoculation, fungal species, hybrid seed, Theobroma cacao
Pendahuluan
Beberapa jenis cendawan patogen yang tergolong antraknose merupakan masalah utama dalam penurunan kualitas hasil panen Polashock et al. 2005.
Pada beberapa daerah telah banyak ditemukan cendawan patogen yang bersifat antraknose dan penyebab utamanya adalah Colletotrichum acutatum dan C.
gloeosporioides DeMarsay Oudemans 2003; Polashock et al. 2005; Sukamto 2008; Verma et al. 2006. Menurut Cappellini et al. 1972; Bristow Windom
2000, cendawan patogen ini sudah teridentifikasi dapat merusak jaringan tanaman dan spesies ini besar pengaruhnya terhadap penurunan hasil tanaman.
Dikatakan oleh
Nielsen 2004, bahwa d
i Eropa patogen yang dapat menurunkan mutu benih dan bibit adalah
Fusarium culmorum, Tilletia caries, Pyrenophora graminea, Ustilago nuda, dan Urocystis occulta.
Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh interaksi antara faktor lingkungan dan tanaman inang. Patogen terbawa benih sudah berkembang pada perkebunan
benih dan bahkan pada perkebunan kakao rakyat. Menurut Sukamto 2008, penyakit pada kondisi lingkungan yang mendukung dapat berkembang dan
menyerang bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan buah, sehingga menurunkan produksi kakao. Penyakit antraknose yang disebabkan oleh
Colletotrichum merupakan penyakit tergolong baru yang sudah tersebar luas di Indonesia Sukamto 2008. Menurut Soepadmo 1976, penyakit yang sangat
mengganggu tanaman perkebunan adalah Colletotrichum gloesporioides Penz karena dapat menyebabkan gugur daun. Cendawan ini diduga dapat menginfeksi
bagian tanaman kakao mulai dari batang, daun, bunga, buah, dan benih. Proses pemanenan, transportasi, penyimpanan, dan pendistribusian dapat
merupakan penyebab terjadinya kontaminasi oleh berbagai cendawan yang akan mengakibatkan pembusukan dan penurunan kualitas benih Aziz Mahrous
2004. Banyak cendawan yang mengkontaminasi berbagai produk pertanian sejak proses penyiapan hingga berisiko pada produksi. Mekanisme serangan patogen
dapat dilihat dari kemampuan inang membentuk senyawa fenol, perubahan asam amino bebas, klorofil, laju fotosintesis, laju respirasi dan kerusakan jaringan pada
tingkat sel Morkunas et al. 2005. Menurut Stout et al. 1998, tanaman yang terinfeksi patogen menunjukkan tipe dan tingkat kerusakan yang berbeda-beda.
Hal ini karena pertahanan patogen dapat memberikan efek sekunder hubungannya dengan protein yang secara akut beracun untuk menghalangi pertumbuhan Stout
et al. 1998. Tanaman juga mengandung metabolisme sekunder dari klas kimia yang sangat kuat berasosiasi dengan ketahanan terhadap patogen.
Menurut Stout et al. 1998, infeksi patogen sering menginduksi perubahan kimia tanaman yang
berkorelasi dengan meningkatnya ketahanan terhadap patogen. Inokulasi beberapa patogen pada benih berhubungan juga dengan faktor
pertahanan yang direspon tanaman dengan signal yang dapat melindungi dirinya, karena patogen memiliki kemampuan menginfeksi dan daya bunuh yang tinggi.
Inokulasi beberapa spesies cendawan terbawa benih, sangat perlu untuk diteliti guna mengetahui kemampuanya dalam menginfeksi benih maupun bibit kakao.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih yang berpengaruh terhadap penurunan viabilitas
dan vigor benih maupun bibit kakao hibrida.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember dan Laboratorium Benih IPB dan Laboratorium Mikrobiologi dan rumah
kaca BPBPI, Bogor pada bulan Juli sampai November 2008. Penelitian menggunakan
13 isolat cendawan terbawa benih, yaitu: 1. Aspergillus flavus, 2. Aspergillus versicolor, 3. Aspergillus ochraceus, 4.
Penicillium chrysogenium, 5. Cladosporium herbanum, 6. Colletotrichum acutatum, 7. Curvularia geniculata, 8. Fusarium semitectum, 9. Fusarium
culmorum, 10. Fusarium oxysporum, 11. Moniliella acetoabutens, 12. Phoma glomerata, dan 13. Macrophoma sp.
Isolat cendawan dibiakkan pada medium potato dextrose agar PDA 2 di dalam cawan Petri diameter 9 cm pada suhu kamar di ruang laboratorium.
Setelah dibiakkan selama 7 hari, spora dipanen dengan air steril dan kuas steril. Suspensi spora diencerkan sampai 7 kali tingkat pengenceran, kemudian jumlah
spora ditetapkan dengan menggunakan hemasitometer. Pada medium PDA ditambahkan antibiotik streptomycin sulphate 0,5g100 ml air untuk mencegah
kontaminasi bakteri. Penelitian menggunakan benih kakao hibrida yang berasal dari hasil
persilangan buatan hand pollination antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6. Benih kakao dipanen pada saat masak fisiologis 150 HSA. Buah kakao tersebut
kemudian dibelah melintang dan benih diekstraksi untuk melepaskan pulpnya dan kulit arinya dengan menggunakan arang sekam padi. Sebanyak 1.300 butir benih
direndam natrium hipoklorit NaOCl 2 lebih kurang 5 menit untuk mencegah kontaminasi silang, kemudian dicuci dengan air steril dan dilap dengan tisu steril.
Selanjutnya dikeringanginkan di laminar air flow cabinet lebih kurang 3 jam. Inokulasi dilakukan dengan cara merendam benih kakao dalam suspensi spora
masing-masing cendawan dengan kerapatan 10
6
sporaml selama 30 menit, kemudian ditiriskan dan dibiarkan dalam kotak plastik tertutup rapat tidak tembus
udara selama beberapa menit. Setelah terinokulasi dengan masing-masing isolat cendawan, benih ditanam pada medium pasir steril dalam boks plastik ukuran 30 x
30 cm. Medium pasir disterilkan dengan diautoklaf pada suhu 120
o
C, tekanan 1,2 atm, selama 30 menit. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktor
tunggal dengan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Setiap unit percobaan menggunakan 25 benih.
Pengujian viabilitas benih, vigor benih maupun bibit dilaksanakan dengan metode yang sama seperti pada penelitian pertama. Perhitungan tingkat
patogenisitas didasarkan pada perbandingan jumlah benih yang tidak tumbuh normal atau tidak tumbuh pada masing-masing unit percobaan dibagi dengan
jumlah benih kakao yang ditanam dengan rumus:
Keterangan: Ps = patogenisitas
Pengamatan dilakukan terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif, T
50
, laju pertubuhan kecambah, jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar, jumlah akar, dan tingkat patogenisitas.
Data dianalisis dengan menggunakan anova sesuai rancangan yang digunakan dalam program SAS, apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh faktor
perlakuan nyata pada taraf 0,05, maka dilanjutkan dengan uji DMRT.
Hasil dan Pembahasan Kerapatan Patogen
Isolat cendawan terbawa benih kakao dibiakkan pada medium PDA selama 7 hari. Semua isolat tumbuh dengan baik pada medium PDA, menghasilkan spora
dengan kerapatan yang bervariasi seperti disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata jumlah spora cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH x Sca 6 pada medium PDA
Kode isolat Isolat
Jumlah sporacm
2
C - 1 Aspergillus flavus
6 x 10
7
C - 2 Aspergillus versicolor
3 x 10
6
C - 3 Aspergillus ochraceus
5 x 10
7
J - 1 Penicillium chrysogenium
4 x 10
6
J - 2 Cladosporium herbanum
1 x 10
6
J - 3 Colletotrichum acutatum
3 x 10
6
J - 4 Curvularia geniculata
3 x 10
6
P - 1 Fusarium semitectum
1 x 10
7
P - 2 Fusarium culmorum
4 x 10
6
P - 3 Fusarium oxysporum
4 x 10
7
P - 4 Moniliella acetoabutens
6 x 10
7
P - 5 Phoma glomerata
7 x 10
6
P - 6 Macrophoma sp
5 x 10
6
∑ benih yang tidak tumbuh Ps = X 100
∑ benih yang ditanam
Aspergillus flavus, Aspergillus ochraceus, Fusarium semitectum, Fusarium
oxysporum, dan Moniliella acetoabutens memiliki kerapatan 10
7
sporacm
2
tertinggi, sedangkan yang lainnya 10
6
sporacm
2
. Selanjutnya kerapatan spora dari masing-masing cendawan diseragamkan menjadi 10
6
sporaml untuk digunakan
inokulasi dalam rangka uji patogenisitas. Inokulasi Cendawan Terbawa Benih
Inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih kakao hibrida berpengaruh nyata terhadap penurunan daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, T
50
, laju pertumbuhan kecambah dan tingkat infeksi Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap daya berkecambah, indeks vigor, K
CT
-R, T
50
, laju pertumbuhan kecambah dan tingkat infeksi pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6
Cendawan terbawa benih Tolok Ukur
Daya berkecambah
Indeks Vigor
K
CT
-R T
50
hari Laju
pertumbuhan kecambah g
Tingkat infeksi
Kontrol tanpa inokulasi Aspergillus flavus
Aspergillus versicolor Aspergillus ochraceus
Penecillium chrysogenium Cladosporium herbanum
Colletotrichum acutatum Curvularia geniculata
Fusarium semitectum Fusarium culmorum
Fusarium oxysporum Moniliella acetoabutens
Phoma glomerata Macrophoma sp
90 a 55 cde
70 b 52 cd
50 e 48 e
60 cde 51 ed
71 b 66 bc
51 ed 65 bcd
54 cde 52 cde
55 a 12 c
13 c 9 c
14 c 8 c
20 bc 10 c
15 bc 25 bc
11 c 15 bc
19 bc 10 c
93 a 51 cde
66 bcde 55 cde
48 e 49 de
71 bc 51 cde
73 bc 70 bcd
51 cde 69 bcde
80 ab 54 cde
11,93 a 18,00 b
18,13 b 18,38 b
17,63 b 12,55 a
13,10 a 18,88 b
18,88 b 17,63 b
18,50 b 18,92 b
19,29 b 19,29 b
0,32 bc 0,27 bc
0,26 bc 0,27 bc
0,28 bc 0,40 ab
0,20 c 0,52 a
0,30 bc 0,32 bc
0,36 b 0,24 bc
0,31 bc 0,29 bc
11 a 45 cde
30 b 50 e
52 e 41 bcde
49 de 29 b
34 bc 49 de
35 cde 49 de
35 cde 40 bcde
Keterangan : Angka pada kolom yang sama, yang diikuti oleh huruf tidak sama, berbeda nyata menurut Uji DMRT α = 0,05.
Inokulasi cendawan terbawa benih pada benih kakao nyata menurunkan daya berkecambah antara 48-70, indeks vigor 8-20, K
CT
-R 48-73, T
50
, meningkatkan 12,55-19,29 hari dan tingkat infeksi 29-52. Dibanding dengan
kontrol, penurunan daya berkecambah sebesar 20-40, indeks vigor 30-47, kecepatan tumbuh relatif 13-45 dan peningkatan T
50
0,62-7,36 hari. Menurut Kovach et al. 2006, cendawan terbawa benih nyata dapat menurunkan
perkecambahan benih Coriandrum sativum.
Semua cendawan terbawa benih yang diuji bersifat patogenik pada benih kakao dengan patogenisitas yang bervariasi. Beberapa cendawan diduga dapat
menginfeksi dan merusak bagian dari benih dan tanaman seperti endosperma, embrio axis, radikula, akar, daun, batang, dan ranting. Menurut Karban et al.
1987, bahwa inokulasi patogen Tetranychus urticae dapat menginfeksi dan merusak bagian benih seperti kotiledon, sehingga dapat mengurangi pertumbuhan
atau kemungkinan mematikan. Selanjutnya Embaby Abdel-Galil 2006, inokulasi isolat patogen Aspergillus flavus dan Fusarium oxysporum pada benih
legum dan cowpea dapat menurunkan perkecambahan 43,2-62,2, protein 8,9, karbohidrat 12,65, lemak 3,18 dan serabut 1,75. Infeksi patogen dapat
terjadi secara langsung pada permukaan benih atau melalui luka dan lenti sel Pathak 1980. Infeksi patogen melalui lenti sel stomata dan luka mudah terjadi,
tetapi infeksi langsung patogen masih sulit terjadi. Menurut Soesanto 2006, kemampuan patogen dalam menginfeksi secara langsung terjadi apabila patogen
memiliki enzim yang memantak dan masuk ke dalam benih seperti patogen antraknosa. Patogen ini mampu menguraikan dinding sel inang, sehingga
memudahkan patogen masuk ke dalam jaringan dan menginfeksi inang. Oleh karena itu inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih sangat bermanfaat
guna mengetahui kemampuannya dalam menginfeksi benih dan potensinya dalam menurunkan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao. Hasil ini dapat
menginformasikan bahwa cendawan terbawa benih pada kakao perlu dikendalikan sejak awal, sehingga secara berkelanjutan viabilitas dan vigor benih maupun bibit
dan pertumbuhan tanaman sampai dengan produksi menjadi tidak terganggu. Pengamatan pertumbuhan bibit kakao yang benihnya diinokulasi dengan
berbagai isolat cendawan menunjukkan bahwa hanya isolat Phoma glomerata dan Macrophoma sp. yang secara nyata menghambat pertumbuhan bibit Tabel 7.
Tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao yang diinokulasi dengan dua isolat tersebut secara nyata lebih kecil dibanding kontrol.
Hasil isolasi cendawan dari berbagai bagian bibit kakao menunjukkan bahwa semua cendawan dapat diisolasi dari kotiledon dan batang kecuali Aspergillus
ochraceus, semua cendawan dapat diisolasi dari akar kecuali Fusarium semitectum, dan semua cendawan dapat diisolasi dari daun kecuali A. flavus, F.
semitectum, dan F. culmorum Tabel 8. Menurut Goszczynska et al. 2006, bahwa inokulasi cendawan Pantoea ananatis terbawa benih bawang
teridentifikasi sebagai patogen yang menyerang bagian akar bawang. Infeksi patogen mempunyai potensi untuk menurunkan viabilitas benih dan pertumbuhan
bibit menjadi abnormal atau tumbuh kerdil Rahardjo 1997. Tabel 7. Pengaruh inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap
tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao hibrida
TSH 858 x Sca 6 pada
umur 21 hari
Perlakuan Tolok Ukur
Tinggi bibit cm
Jumlah daun Panjang akar
cm Jumlah akar
Kontrol tanpa inokulasi Aspergillus flavus
Aspergillus versicolor Aspergillus ochraceus
Penecillium chrysogenium Cladosporium herbanum
Colletotrichum acutatum Curvularia geniculata
Fusarium semitectum Fusarium culmorum
Fusarium oxysporum Moniliella acetoabutens
Phoma glomerata Macrophoma sp
16,52 a 14,05 a
13,85 a 15,45 a
13,66 a 15,48 a
13,32 ab 15,47 a
14,70 a 14,58 a
15,34 a 13,13 ab
9,32 b 9,13 b
4,05 a 3,61 a
3,75 a 3,55 a
3,75 a 3,75 a
3,40 ab 3,90 a
3,70 a 3,75 a
4,00 a 3,70 a
2,60 bc 2,50 c
6,49 ab 7,11 a
7,15 a 7,85 a
7,30 a 6,55 ab
6,27 ab 7,29 a
6,44 ab 6,81 ab
6,92 ab 7,49 a
4,95 b 5,07 b
35,65 a 33,50 ab
34,30 ab 29,75 abc
31,75 abc 33,05 ab
33,60 ab 33,25 ab
32,05 abc 31,90 abc
34,90 a 36,25 a
23,80 bc 22,45 c
Keterangan : Angka pada kolom yang sama, yang diikuti oleh huruf tidak sama, berbeda nyata menurut
Uji DMRT α = 0,05. Tabel 8. Bagian tanaman yang terinfeksi beberapa isolat cendawan patogen
terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 21 hari
Isolat cendawan Bagian tanaman yang terinfeksi cendawan
Kotiledon Daun
Batang Akar
Kontrol -
- -
- Aspergillus flavus
+ -
+ +
Aspergillus versicolor +
+ +
+ Aspergillus ochraceus
- +
- +
Penecillium chrysogenium +
+ +
+ Cladosporium herbanum
+ +
+ +
Colletotrichum acutatum +
+ +
+ Curvularia geniculata
+ +
+ +
Fusarium semitectum +
- +
- Fusarium culmorum
+ -
+ +
Fusarium oxysporum +
+ +
+ Moniliella acetoabutens
+ +
+ +
Phoma glomerata +
+ +
+ Macrophoma sp
+ +
+ +
Keterangan : + = terinfeksi cendawan patogen - = tidak terinfeksi cendawan patogen
Beberapa cendawan yang termasuk ke dalam golongan genus Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan Alternaria dilaporkan memproduksi metabolit
sekunder Noveriza 2008. Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan spesies cendawan yang dapat memproduksi metabolit toksik atau
disebut aflatoksin yang sangat karsinogenik dan mutagenik. Jumlah aflatoxin B1 yang dapat menyebabkan racun antara 0,86-5,24 µgml kultur filtrat ekstrak
tanaman Roy et al. 1988. Selanjutnya cendawan patogen jenis Alternaria, Ascochyta, Penicillium, Curvularia, Cercospora dan Phyllosticta mampu
memproduksi senyawa fitotoksin brefeldin dan α,β-dehydrocurvularin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar aflatoksin tidak hilang atau berkurang
dengan pemasakan atau pemanasan dan bahkan tidak terurai pada suhu didih air Feuell 1996. Menurut Noveriza 2008, efek toksik yang ditimbulkan dari
masing-masing patogen berbeda-beda, karena adanya perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologiknya. Tingkat infeksi suatu patogen ditentukan oleh
jumlah mikotoksin, tingkat toksisitas spesies patogen, sifat fisiologis dan efek sinergis dari berbagai mikotoksin pada tanaman Bahri et al. 2002.
Sebanyak 300 jenis patogen berpotensi sebagai penyebab penyakit pada manusia dan hewan, sekitar 25-50 pada komoditas pertanian seperti aflatoksin,
okratoksin A, zearalenon, trikotesena deoksini-valenol, toksin T2, dan fumonisin Cole Cox 1981; Noveriza 2008. Menurut Noveriza 2008, patogen sebagai
penyebab penyakit pertama kali diketahui berasal dari cendawan Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960 di England. Patogen yang bersifat
karsinogenik, hepatatoksik, mutagenik, tremogenik dan sitotoksik menjadi perhatian badan kesehatan dunia WHO dan dikategorikan sebagai karsinogenik
gol 1A Albright 2001; Noveriza 2008. Di Indonesia, aflatoksin merupakan patogen yang sering ditemukan disetiap produk pertanian dan hasil olahan
Muhilal Karyadi 1985. Aflatoksin juga dapat dihasilkan oleh A. ochraceus dan Penicillium viridicatum Kuiper-Goodman 1996, yang terdapat pada benih di
daerah beriklim sedang seperti gandum di Eropa bagian utara. Selanjutnya ada 3 macam okratoksin, yaitu okratoksin A, B, dan C dimana OA adalah yang paling
toksik dan banyak ditemukan di alam, serta Zearalenon toksin estrogenik yang dihasilkan cendawan Fusarium dan pertama kali diisolasi pada tahun 1962.
Dalam penelitian ini juga telah dapat dibuktikan bahwa cendawan penghasil toksin seperti Aspergillus flavus, A. versicolor, A. ochraceus,
Penicillium chrysogenium, Cladosporium herbanum, Colletotrichum acutatum Curvularia
geniculata, Fusarium semitectum, F. culmorum, F. oxysporum, terbawa oleh
benih kakao dapat menurunkan kualitas benih. Potensi cendawan ini terbawa biji bukan benih sangat besar dan potensinya sebagai penghasil toksin yang
membahayakan manusia perlu diteliti lebih lanjut, mengingat makanan coklat dari hasil produksi kakao merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi orang.
Beberapa hasil penelitian pada benih tanaman lain yang banyak terinfeksi patogen adalah jagung, gandum, kacang kedelai, padi dan serelia lainnya. Di
Indonesia cendawan penghasil fumonisin dan menginfeksi pada jagung telah dilaporkan oleh Miller et al. 1993. Tanaman Coriandrum ketumbar, Curcuma
kunyit dan Zingiber jahe terinfeksi aflatoksin Gowda et al. 2004. Hasil penelitian tersebut di atas beberapa ditemukan juga terinfeksi pada bagian daun
oleh cendawan patogen. Di antaranya daun jorong ungu Stachytarphea mutabilis terinfeksi Curvularia sp. dan daun sambung nyawa Gynura procumbents
Fusarium sp., daun mengkudu Morinda citrifolia Colletotrichum sp. sebagai cendawan penyebab penyakit bercak daun Noveriza 2008. Di China spesies
Curvularia affinis, sebagai patogen penyebab penyakit bercak daun pada Festuca arundinacea Huang et al. 2004. Colletotrichum acutatum menyebabkan
penyakit antraknosa pada strawberi Leandro et al. 2003, dan daun karet Jayasinghe Fernando 2000. Menurut Kasno 2004, infeksi A. flavus pada
benih kacang tanah merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Benih kacang tanah yang secara genetik tahan terhadap infeksi A.
flavus, namun memperlihatkan laju perkecambahan lebih rendah dibanding yang rentan pada lingkungan yang sama. Benih kacang tanah yang dipanen terlalu
muda atau tua dan benih segar pada saat dikeringkan mudah terinfeksi A. flavus Kasno 2004. Kondisi lingkungan optimal untuk pertumbuhan spesies cendawan
patogen seperti Aspergillus, Penicillium dan Fusarium pada suhu 25-37 °C, serta pH 4-8 Gock et al. 2003. Oleh karena itu tingkat infeksi cendawan patogen
pada berbagai bagian tanaman perlu diketahui sejak awal guna dilakukan langkah- langkah pencegahan atau pengendaliannya.
Langkah-langkah dalam upaya menekan tingkat infeksi cendawan patogen pada tanaman adalah secara genetik mengembangkan jenis varietas atau klon
tahan terhadap serangan cendawan patogen. Beberapa hasil penelitian di Amerika telah mengidentifikasi dua galur jagung yang tahan terhadap infeksi Aspergillus
flavus dan Fusarium moniliforme Bankole Adebanjo 2003. Menurut Kasno 2004, ketahanan dan kepekaan varietas menggambarkan keadaan interaksi
tanaman inang dengan patogen. Selanjutnya menurut Noveriza 2008, ketahanan merupakan tanggapan aktif dan dinamis inang terhadap patogen yang
menyerangnya atau terjadi jika inang berinteraksi dengan patogen. Selain faktor genetik tanaman adalah teknik budidaya yang baik dengan menciptakan
inkompatibilitas inang dan patogen pada kondisi lingkungan tertentu. Manipulasi lingkungan sangat penting seperti, sanitasi, suhu dan kelembaban mulai dari
pertumbuhan tanaman, saat panen dan pascapanen, pengolahan, distribusi dan transportasi, kadar air, serta penyimpanan benih.
Cendawan terbawa benih juga dapat dikendalikan secara biologi dengan menggunakan agens hayati atau pestisida nabati dan kimiawi dengan fungisida.
Hasil penelitian Kavita Reddy 2000 menunjukkan bahwa sodium klorida 2,5, 5,0, dan 10,0, asam propionat 1,0, 2,5, dan 5, asam asetat
1, 2,5, dan 5 yang diinokulasikan pada kacang tanah dan jagung dapat menghambat Aspergillus flavus pada saat di simpan di dalam karung goni.
Pengendalian secara biologi saat ini telah banyak dilakukan guna menekan infeksi patogen dengan cara mengintroduksikan strain patogen pada tanah tempat tumbuh
tanaman dengan Trichoderma sp, serta jenis patogen antagonis lainnya. Hasil penelitian Dorner et al. 1998, melaporkan bahwa aplikasi Trichoderma sp. pada
beberapa kombinasi perlakuan Aspergillus flavus dan A. parasiticus yang atoksigenik pada tanah pertanaman kacang tanah di Amerika Serikat infeksinya
dapat ditekan sebesar 74,3-99,9 dan tanaman kapas 68-87 Cotty 1994. Aplikasi perlakuan minyak atsiri Ocimum basilicum, Cinnamomum cassia,
Coriandrum saticum dan Laurus nobilis konsentrasi 1-10 dapat mengendalikan Aspergillus parasiticus pada benih sorgum, jagung, melon dan kacang tanah
Atanda et al. 2007. Radiasi merupakan salah satu strategi untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Metoda di atas juga dapat dilakukan pada benih kakao
yang dikombinasikan dengan Trichoderma sp. pada medium pasir, tanah, dan kompos dengan cara mencelupkan benih ke dalam minyak atsiri sebelum
disimpan atau ditanam.
Simpulan
Sebanyak 13 cendawan terbawa benih bersifat patogenik pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dengan tingkat patogenisitas yang berbeda-beda.
Cendawan yang bersifat patogenik pada benih kakao hibrida memiliki kemampuan untuk menurunkan daya berkecambah sebesar 20-40, indeks vigor
30-47, kecepatan tumbuh relatif 13-45 dan meningkatkan T
50
0,62-7,36 hari. Infeksi patogen dapat menyebabkan benih tidak tumbuh dan pertumbuhan
menjadi tidak normal sebesar 29-52 dibanding kontrol. Ke 13 isolat cendawan patogen yang diinokulasikan pada benih kakao hibrida
dapat menginfeksi bagian jaringan tanaman seperti kotiledon, daun, batang, dan akar bibit kakao hibirida. Jenis Spesies Phoma glomerata dan Macrophoma sp.
yang mampu menurunkan tinggi bibit, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar bibit kakao hibrida secara nyata.
Saran
Perlu penelitian lanjutan untuk mendapatkan metode pengendalian yang tepat terhadap beberapa isolat cendawan patogen terbawa benih kakao hibrida dengan
menggunakan teknik matriconditioning dan agens hayati.
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN PERLAKUAN BENIH TERHADAP PENINGKATAN VIGOR BENIH KAKAO HIBRIDA
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap peningkatan kesehatan, viabilitas dan
vigor benih maupun bibit kakao hibrida. Penelitian dilaksanakan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Benih IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor, pada bulan Mei 2008
sampai Februari 2009. Benih kakao hibrida berasal dari hasil persilangan buatan antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6 dari Puslitkoka Jember. Penelitian
menggunakan analisis sidik ragam dengan model rancangan lingkungan acak lengkap faktorial, faktor pertama adalah lama penyimpanan secara alami dan
faktor kedua perlakuan benih.
Hasil penelitian menunjukkan benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih atau bibit
selama penyimpanan dua minggu. Viabilitas dan vigor benih kakao hibrida menurun tajam setelah penyimpanan benih empat minggu. Penurunan viabilitas
dan vigor benih kakao hibrida masih dapat ditingkatkan setelah diberi perlakuan matriconditioning plus T. harzianum DT38 dan T. pseudokoningii DT39.
Peningkatkan terjadi terhadap daya berkecambah dari 18 menjadi 63, kecepatan tumbuh 1,26etmal menjadi 4,62etmal, kecepatan perkecambahan
T
50
menurun dari 16,3 hari menjadi 15 hari, dan jumlah daun dari 3 menjadi 4 daun dibanding kontrol. Vigor benih maupun bibit kakao mampu dipertahankan
setelah benih disimpan dua minggu, namun setelah penyimpanan empat minggu menurun tajam, walaupun panjang akar dan jumlah akar mengalami peningkatan.
Benih yang mendapatkan perlakuan matriconditioning plus Trichoderm harzianum DT38 dan T. pseudokoningii DT39 mampu meningkatkan vigor
benih maupun bibit kakao hibrida. Peningkatan terjadi pada indeks vigor dari 42 menjadi 74, laju pertumbuhan kecambah 0,30 g menjadi 0,45 g, tinggi bibit 13,7
cm menjadi 17 cm, panjang akar 4,9 cm menjadi 5,5 cm, dan jumlah akar dari 39 menjadi 48 dibanding tanpa perlakuan.
Kata kunci : Agens hayati, invigorasi, matriconditioning, Theobroma cacao,
viabilitas benih
Bagian dari disertasi ini telah dipublikasi pada jurnal ilmiah terakreditasi A: Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian pada Vol. 13 1: 73- 84 bulan Maret 2010 Baharudin,
Satriyas Ilyas, M. R. Suhartanto, A. Purwantara “Pengaruh lama penyimpanan dan perlakuan
benih terhadap peningkatan vigor benih kakao hibrida”.
Abstract
Invigorating technique with biological agents to restore the vigor of hybrid cacao seeds. The aims of research was to observe the effect of seed treatment
matriconditioning plus biological agents on healthy, viability and vigor increased of cacao hybrid seed and seedling after natural storage. The research
was conducted at Indonesian Coffee and Cacao Research Institute Puslitkoka in Jember, IPB Seed Science and Technology Laboratory, and Microbiology
Laboratory and glass house at Indonesian Biotechnology Research Institute for Estate Crops, Bogor on May 2008 until February 2009. The hybrid seed used in
this experiment was from hand pollination of TSH 858 and Sca 6 from Puslitkoka Jember. Factorial completely randomized design was used, the first factor
was period of seed storage and second factor was seed treatment. The result showed that hybrid cacao seeds of TSH 858 x Sca 6 restrained have viability and
vigor from seed or seedling storage two weeks. Seed viability and vigor declined rapidly as a result after four weeks of seed storage. The reduced viability and
vigor of seeds could be improved the treatment with matriconditioning plus Trichoderma harzianum DT38 and T. pseudokoningii DT39. The increase
occurred against germination from 18 to 63, relative growth rates of 1,26etmal to 4,62etmal, speed of germination T
50
reduced from 16,3 days to 15 days, and number of leaves from 3 to 4 compared than control. Seed and
seedling vigor were maintained after two weeks storage but they declined rapidly after four weeks storage, however the root length and number of roots increased.
Seed treated matriconditioning plus T. harzianum DT38 and T. pseudokoningii DT39 could improve seeds vigor as well as seedlings. Increased index of vigor
from 42 to 74, speed of germination from 0,30 g to 0,45 g, height of seedlings from 13,7 cm to 17 cm, root length from 4,9 cm to 5,5 cm, and number of roots
from 38 to 48 compared with the antreated ones.
Key words : Biological agents, invigoration, matriconditioning, seed viability,
Theobroma cacao
Pendahuluan
Kakao merupakan salah satu produk unggulan nasional yang bisa diperbanyak secara generatif, sehingga penanganan untuk menghasilkan benih
bermutu baik sangat penting untuk diperhatikan. Benih kakao adalah benih rekalsitran yang memiliki sifat tidak tahan terhadap desikasi, suhu dan
kelembaban rendah. Benih kakao memiliki periode konservasi yang relatif singkat, karena mudah berkecambah dan terkontaminasi patogen. Menurut Berjak
dan Pammenter 1994; Bewley Black 1985; Kozlowski 1972, sifat benih rekalsitran cepat berkecambah setelah buah matang, menghendaki kelembaban
dan suhu tertentu, sensitif kadar air tinggi dan rendah, dan tidak tahan disimpan lama. Benih rekalsitran menghendaki kadar air tinggi dan lingkungan yang
lembab selama penyimpanan Roberts King 1980. Penurunan viabilitas dan vigor benih kakao disebabkan daya simpan benih yang rendah, kebocoran
membran, kerusakan seluler dan perubahan biokemis pada cadangan makanan Budiarti 1999.
Rendahnya viabilitas dan vigor benih kakao dipengaruhi oleh aktivitas enzim sebagai akibat kemunduran dan laju perkecambahan benih yang rendah.
Selanjutnya laju respirasi menurun seiring dengan kemunduran benih yang berhubungan dengan rusaknya struktur membran dalam mitokondria, maka total
respirasi berkurang. Menurut Ilyas 2001, hilangnya aktivitas enzim berhubungan dengan menurunnya respirasi sebagai ekspresi aktivitas berbagai enzim yang
bereaksi bersama dalam merombak cadangan makanan, sehingga benih mundur maka daya berkecambah menurun. Benih kakao apabila telah mengalami
kemunduran selama dalam penyimpanan, maka menghasilkan vigor benih yang rendah dan berlanjut pada produksi yang rendah. Oleh karena itu berbagai bentuk
perbaikan selama dalam penyimpanan dan penanganan benih kakao perlu dilakukan secara khusus dan benar.
Upaya peningkatan mutu benih kakao hibrida yang mudah mengalami kemunduran selama dalam penyimpanan dapat dilakukan dengan invigorasi benih.
Menurut Ilyas 2005, benih yang mengalami kemunduran atau deteriorasi dapat ditingkatkan performanya dengan pemberian perlakuan invigorasi. Invigorasi
bertujuan untuk mengatasi mutu benih yang telah menurun dengan menyeimbangkan potensial air, memperbaiki membran sel, merangsang kegiatan
metabolisme benih, sehingga benih siap untuk berkecambah. Salah satu teknik
invigorasi adalah matriconditioning. Menurut Khan dalam Ilyas 2005, matriconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol sebelum tanam
dengan media padat lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk memperbaiki pertumbuhan bibit atau memperbaiki keadaan fisiologi dan biokimia
benih. Dasar pemikiran dari perlakuan benih sebelum tanam adalah memobilisasi dan memperbesar sumber daya yang dimiliki benih dengan memberikan sumber
daya dari luar sebagai perbaikan secara maksimal bagi pertanaman dan hasilnya Ilyas 2005. Selanjutnya mekanisme kerja matriconditioning mengatur
pemasukan air secara perlahan-lahan ke dalam benih dan memungkinkan fase
aktivasi lebih lama, sehingga pemunculan radikula akar dapat dicegah dan tidak menimbulkan kerusakan pada membran.
Mutu benih
yang rendah
dapat ditingkatkan
dengan perlakuan
matriconditioning menggunakan serbuk gergaji, abu gosok, vermikulit halus atau bubuk arang sekam yang diintegrasikan dengan bioprotektan guna melindungi
benih dari penyakit terbawa benih seedborne, penyakit tertular tanah soilborne dan cendawan gudang Ilyas 2005. Teknik matriconditioning diharapkan dapat
ditingkatkan manfaatnya dengan penambahan Trichoderma harzianum DT38 dan T. pseudokoningii DT39 agar menekan patogen terbawa benih dan tertular tanah
guna memacu pertumbuhan tanaman kakao. Menurut Chet Henis 1985, Trichoderma dapat menghasilkan antibiotik volatil dan non volatil. Penggunaan
Trichoderma dapat menurunkan frekwensi infeksi Phytophthora palmivora antara 9-98
menjadi 6-63
Darmono 1994.
Menurut Prayudi
1996, mikroparasitisme Trichoderma dimulai setelah hifa kontak fisik dengan hifa inang
yang mampu menghasilkan enzim hidrolitik β-1,3 glukanase dan kitinase yang aktif mendegradasi sel-sel cendawan dan mampu melakukan penetrasi ke dalam
hifa cendawan patogen. Trichoderma koningii memproduksi enzim endochitinase
dan chitinolityc yang berinteraksi dengan mycoparasitic di dalam jaringan epidermis dan sclerotium cepivorum yang aktif mendegradasi sel-sel cendawan
patogen, mampu melakukan penetrasi dan menyebar ke dalam hifa, terjadi kontak fisik hingga mematikan cendawan patogen Matcalf Wilson 2001. Pengujian
Trichoderma koningii dan T. harzianum efektif menghambat perkembangan Rhizoctonia solani pada skala laboratorium dan konsentrasi 10
6
-10
8
sporaml mampu menekan perkembangan penyakit rebah batang Sukamto et al. 1999.
Pada penelitian ini benih kakao yang telah mengalami penurunan mutu fisiologis diharapkan dapat ditingkatkan dengan perlakuan benih plus agens
hayati. Secara umum penelitian bertujuan memulihkan vigor benih kakao yang telah turun selama penyimpanan. Secara khusus, penelitian bertujuan mengetahui
pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap peningkatan kesehatan, viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao hibrida.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Kebun Induk Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Puslitkoka Jember, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB,
Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor pada bulan Mei 2008 sampai Januari 2009.
Bahan penelitian menggunakan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6 dari Puslitkoka Jember. Umur
panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 150 HSA Baharudin et al. 2008
a
. Bahan utama 1800 butir benih, arang sekam padi ukuran 250 µ sebagai
carrier dalam perlakuan matriconditioning dengan perbandingan benih: carrier arang sekam padi: air adalah 4:2:1. K
onsentrasi fungisida
benomyl dan thiram yang digunakan 2,5 g per liter air, sedangkan
agens T.
harzianum DT38 dan T. pseudokoningii DT39 dengan kerapatan 10
6
sporaml . Alat a
utoklaf pada suhu 120
C dan tekanan 1,2 Atm digunakan untuk mensterilkan pasir sebagai medium kecambah
dan boks plastik ukuran 30 x 30 cm sebagai
tempat pengecambah benih
. Benih disimpan dengan kadar air 50 di dalam wadah plastik
polypropenil beraerasi dalam kotak yang diberi serbuk gergaji dengan kadar air 20-25 pada seluruh sisi luar kantong plastik.
Ruang penyimpanan dilengkapi dengan alat higrometer dan termometer suhu yang dialiri air pada bagian bawah
pada kondisi suhu kamar 24-30 C dan RH 86-100.
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Faktor pertama
adalah lama penyimpanan benih terdiri atas tiga taraf: 1. benih baru dipanen, 2. dua minggu penyimpanan benih secara alami, dan 3. empat minggu penyimpanan
benih secara alami. Fa
ktor kedua adalah perlakuan benih terdiri atas enam taraf: 1. kontrol, 2. matriconditioning, 3. benomyl + thiram, 4. agens T. harzianum
DT38 dan T. pseudokoningii DT39, 5. matriconditioning dan benomyl + thiram, dan 6. matriconditioning dan T. harzianum DT38 + T. pseudokoningii DT39.
Dengan demikian terdapat delapan belas kombinasi perlakuan dan masing-masing diulang empat kali, sehingga terdapat 72 unit satuan percobaan.
Perlakuan kontrol, benih yang baru dipanen, dan telah disimpan dua minggu, atau empat minggu langsung ditanam
pada media pasir tanpa perlakuan apapun. Semua perlakuan diaplikasikan pada benih yang baru dipanen, setelah disimpan
dua minggu, dan empat minggu. Aplikasi benomyl dan thiram atau perlakuan T.
harzianum DT38 dan T. pseudokoningii DT39 dengan kerapatan 10
6
mlspora dilakukan dengan cara
benih direndam selama 5-10 menit kemudian
ditanam pada media
pasir. Benih
yang telah
diberi perlakuan
matriconditioning, matriconditioning plus fungisida, dan matriconditioning plus agens hayati terlebih
dahulu diaduk secara merata hingga tercampur sempurna dan melekat sampai menyelimuti permukaan benih. Benih kemudian diinkubasi pada suhu ruang 24
C dan RH 86 selama 5 jam.
Selama inkubasi benih diaduk setiap jam. Inkubasi dihentikan saat terlihat radikula mulai muncul dan hanya benih yang belum
memunculkan radikula yang ditanam. Benih yang telah mengalami conditioning langsung ditanam di media pasir sebanyak 25 butir setiap satuan unit percobaan.
Pengamatan dilakukan terhadap 1 daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase kecambah normal hitungan pertama 14 hari setelah tanam HST dan
kedua 21 HST, 2 indeks vigor yaitu persentase kecambah normal hitungan pertama, 3 kecepatan tumbuh relatif, 4 T
50
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50 total perkecambahan
, 5
laju pertumbuhan kecambah, 6 jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar, dan jumlah akar.
1. Daya berkecambah DB