Peningkatan mutu benih dan bibit kakao hibrida (Theobrma cacao L.) dengan pendekatan fisiologi dan biologi

(1)

PENINGKATAN MUTU BENIH DAN BIBIT KAKAO

HIBRIDA (

Theobroma cacao

L.) DENGAN

PENDEKATAN FISIOLOGI DAN BIOLOGI

BAHARUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ”Peningkatan

Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.) dengan

Pendekatan Fisiologi dan Biologi” adalah gagasan atau karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing. Disertasi ini belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Semua sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Bogor, Juni 2011

Baharudin


(3)

ABSTRACT

BAHARUDIN. Improving Quality of Cacao (Theobroma cacao L.) Seeds and Seedlings through Physiological and Biological Approaches. Under supervision of

SATRIYAS ILYAS, M. R. SUHARTANTO, and A. PURWANTARA.

Low quality seed and pathogenic infection have made the cacao production in Indonesia still below the national average 2 tons/ha/year. The major problems of cacao seeds are that they are recalcitrant, should be harvested at the right time, carry pathogens, and deteriorate rapidly. This study consisted of five experiments: (1) biological and physiological changes as the indicators of physiological maturity of cacao hybrid seeds, (2) isolation and identification of fungi on hybrid cacao seeds, (3) pathogenicity of some seed-born fungi isolated from cacao hybrid seeds, (4) the influence of seed storage and treatment on vigor of hybrid cacao seeds and seedlings, and (5) effectiveness of seed treatment and planting medium to promote vigor of hybrid cacao seedlings. The research results showed that during the development of the hybrid cacao seeds TSH 858 x Sca 6 and ICS 60 x Sca 6, there was a decrease in the total content of chlorophyll in seed and fruit to a minimum level when seeds were physiologically matured, and no change occurred afterwards. The changes of carotenoid and anthocyanin content in seed and fruit, viability and vigor of seeds were parabolic and showed an increase to a maximum level and then a decrease happened. The carotenoid and anthocyanin content in seed and fruit at the time of physiological maturity reached the maximum. The development of hybrid cacao seeds consist of three periods: before reaching physiological maturity (T1), physiological maturity (T2), and after the physiological maturity (T3). During seed development, each type of hybrid cacao had a different length of period (T1). The ability of cacao seeds to maintain viability and vigor during the physiological maturity (T2) was also different for every type of the hybrid cacao. The characteristics that could be used as the indicators of physiological maturity of cacao seeds are the yellow color of fruit, total chlorophyll content in seed and fruit, carotenoid and anthocyanin content in seed, seed and seedling vigor, and seed dry weight. At early period of physiological maturity, there were 13 seedborne pathogens and eight of the pathogen species were potential to infect and reduce viability and vigor of seeds as well as seedlings of cacao. The eight pathogens were Cladosporium herbanum, Penicillium chrysogenium, Curvularia geniculata, Fusarium oxysporum, Aspergillus ochraceus, Colletotrichum acutatum, Phoma glomerata, and Macrophoma sp. The viability and vigor of cacao seeds and seedlings declined rapidly as a result of a four weeks storage and disease infections. The treatment with matriconditioning plus Trichoderma harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 could protect seeds, restore, and increase the viability and vigor of cacao seeds and seedlings. The treatment of seeds with matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 could replace the treatment with biological agent in a mixed planting medium of soil, sand, and compost to increase the vigor seedlings in terms of seedling height, dry weight of seedling and the content of N and P in the leaves of cacao seedlings.

Key words: Biological seed treatment, invigoration, matriconditioning plus Trichoderma spp., physiological maturity, seedborne pathogens.


(4)

RINGKASAN

BAHARUDIN. Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.) dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi. Dibimbing oleh SATRIYAS

ILYAS, M. R. SUHARTANTO dan A. PURWANTARA.

Revitalisasi program pengembangan tanaman kakao pada tahun 2009/2010 membutuhkan 168.000.000 benih. Keberhasilan program ini tergantung pada ketersediaan benih yang berkualitas, khususnya benih yang vigor dan sehat. Benih bervigor tinggi diperoleh dari pohon induk yang vigor dan sehat serta dipanen pada saat masak fisiologis. Distribusi benih bervigor rendah dan terinfeksi penyakit (seedborne diseases) mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan berjangka panjang dalam mengurangi produktivitas tanaman kakao. Permasalahan utama benih kakao yaitu bersifat rekalsitran; berkadar air tinggi, mudah terinfeksi patogen, dan memiliki periode konservasi yang relatif lebih singkat, sehingga penurunan mutu fisiologis benih dapat terjadi lebih cepat. Oleh karena itu perlu dilakukan teknik invigorasi yang tepat dengan perlakuan matriconditioning plus Trichoderma spp. dan penggunaan medium campuran tanah, pasir, kompos (2:1:1) plus agens hayati. Kedua perlakuan ini merupakan strategi penting untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu benih atau bibit kakao yang sehat serta ramah lingkungan.

Penelitian bertujuan untuk menghasilkan teknologi produksi benih atau bibit yang sehat dan bervigor tinggi dengan metode matriconditioning dan inokulasi Trichoderma spp. Penelitian ini terdiri atas lima percobaan yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya, sehingga tujuan khusus yang ingin dicapai adalah: (1) Mengetahui perubahan beberapa karakteristik biologi dan fisiologi selama perkembangan benih kakao hibrida; mengevaluasi hubungan antar berbagai karakteristik biologi dengan karakter fisiologis benih yang dapat mencerminkan mutu benih; menentukan saat panen yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. (2) Mengisolasi dan mengidentifikasi cendawan terbawa benih kakao hibrida. (3) Mengevaluasi pengaruh tingkat patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap penurunan viabilitas dan vigor benih ataupun bibit kakao hibrida. (4) Mengetahui pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap peningkatan viabilitas dan vigor benih ataupun bibit kakao hibrida. (5) Mengetahui pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap peningkatan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida.

Berdasarkan perubahan fisiologis diperoleh dua fase indikator penentuan masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. Fase perkembangan hingga masak fisiologis (Fase 1) dan fase setelah masak fisiologis (Fase 2). Pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 fase pertama terjadi pada saat 120-150 HSA dan masak fisiologis terjadi saat 150 HSA. Pada saat masak fisiologis daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif (KCT-R), kecepatan perkecambahan (T50 menurun), bobot basah dan bobot kering benih, kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah mencapai maksimum dan menurun pada fase kedua. Selama periode perkembangan benih terjadi penurunan ukuran benih, kandungan total klorofil benih dan buah, warna buah merah dan hijau, sedangkan warna buah kuning mengalami peningkatan. Karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih pada saat masak fisiologis benih kakao


(5)

hibrida TSH 858 x Sca 6 adalah warna buah kuning, indeks vigor, kandungan total klorofil benih dan buah, karotenoid dan antosianin benih, T50, tinggi bibit, KCT-R, dan bobot kering benih. Pada benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 periode pertama terjadi pada saat 120-165 HSA dan masak fisiologis terjadi saat 165 HSA. Pada saat masak fisiologis daya berkecambah, indeks vigor, KCT-R, kecepatan perkecambahan (T50 menurun), bobot basah dan bobot kering benih, kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, serta ukuran benih mencapai maksimum dan menurun pada periode kedua. Selama fase perkembangan benih terjadi penurunan kandungan total klorofil benih dan buah, serta warna buah hijau tetapi warna buah kuning mengalami peningkatan. Karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 adalah warna buah kuning, indeks vigor, kandungan karotenoid benih, total klorofil benih dan buah, antosianin benih, tinggi bibit, T50,bobot kering benih, dan KCT-R. Berdasarkan hasil dari berbagai karakter yang diamati maka masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 diperoleh pada umur panen 150 HSA dan ICS 60 x Sca 6 pada umur 165 HSA. Pada umur panen benih tersebut menghasilkan mutu benih yang terbaik, sehingga ditetapkan untuk digunakan pada penelitian selanjutnya.

Pada periode awal masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ditemukan 13 spesies cendawan terbawa benih. Tingkat infeksi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 hasil tertinggi pada hari keempat dan kelima mencapai 35,0% dan 51,7% dan hari keenam 100% dari 14 hari yang direncanakan dengan medium potato dextrose agar (PDA) dibanding water agar (WA) dan kertas saring (KS). Sebanyak 13 spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 berhasil diidentifikasi dengan menggunakan medium WA dan PDA, serta delapan spesies cendawan dengan medium KS. Cendawan terbawa benih tersebut adalah Aspergillus flavus, A. versicolor, A. ochraceus, Penicillium chrysogenium, Cladosporium herbanum, Colletotrichum acutatum, Curvularia geniculata, Fusarium semitectum, F. culmorum, F. oxysporum, Moniliella acetoabutens, Phoma glomerata, dan Macrophoma sp.

Sebanyak 13 cendawan terbawa benih bersifat patogenik pada benih kakao hibrida dengan tingkat patogenisitas yang berbeda-beda. Cendawan yang bersifat patogenik pada benih kakao hibrida memiliki kemampuan untuk menurunkan daya berkecambah sebesar 20-40%, indeks vigor 30-47%, kecepatan tumbuh relatif 13-45% dan meningkatkan T50 0,6-7,4 hari. Infeksi patogen dapat menyebabkan benih tidak tumbuh dan pertumbuhan menjadi tidak normal sebesar 29-52% dibanding kontrol. Ke 13 isolat cendawan patogen yang diinokulasikan pada benih kakao dapat menginfeksi bagian jaringan tanaman seperti kotiledon, daun, batang, dan akar bibit kakao. Jenis spesies Phoma glomerata dan Macrophoma sp. yang mampu menurunkan tinggi bibit, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar bibit kakao secara nyata.

Benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih atau bibit selama penyimpanan dua minggu. Viabilitas dan vigor benih kakao hibrida menurun tajam setelah penyimpanan benih empat minggu. Penurunan viabilitas dan vigor benih kakao hibrida masih dapat ditingkatkan setelah diberi perlakuan matriconditioning plus Trichoderma harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39. Peningkatan terjadi terhadap daya berkecambah dari 18% menjadi 63%, kecepatan tumbuh 1,3%/etmal menjadi 4,6%/etmal, kecepatan perkecambahan (T50 menurun dari 16,3 hari menjadi 15 hari), dan


(6)

jumlah daun dari 3 menjadi 4 daun dibanding kontrol. Vigor benih maupun bibit kakao mampu dipertahankan setelah benih disimpan dua minggu, namun setelah penyimpanan empat minggu secara konsisten menurun tajam, sedangkan panjang akar dan jumlah akar mengalami peningkatan. Benih yang mendapatkan perlakuan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 mampu meningkatkan vigor benih maupun bibit kakao hibrida. Peningkatan terjadi pada indeks vigor dari 42% menjadi 74%, laju pertumbuhan kecambah 0,30 g menjadi 0,45 g, tinggi bibit 13,7 cm menjadi 17 cm, panjang akar 4,9 cm menjadi 5,5 cm, dan jumlah akar dari 39 menjadi 48 dibanding tanpa perlakuan.

Perlakuan benih dengan menggunakan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 efektif meningkatkan tinggi bibit, bobot kering bibit, jumlah daun, diameter batang, luas daun, panjang akar, bobot kering akar, kandungan N dan P daun bibit kakao hibrida dibanding kontrol.

Perlakuan medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1) plus agens hayati mampu meningkatkan tinggi bibit, bobot kering bibit, diameter batang, luas daun, jumlah akar, panjang akar, bobot kering akar serta kandungan N, P, dan K daun bibit kakao hibrida dibanding perlakuan lainnya. Pada perlakuan medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1) plus agens hayati, pemberian perlakuan matriconditioning plus agens hayati tidak menunjukkan perbedaan dibanding kontrol (tanpa matriconditioning) terhadap tinggi bibit, bobot kering bibit dan kandungan N daun bibit kakao hibrida. Oleh karena itu perlakuan benih menggunakan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 dapat menggantikan perlakuan agens hayati tersebut pada medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1).

Kata kunci: Invigorasi, masak fisiologis, matriconditioning plus Trichoderma spp., patogen terbawa benih, perlakuan biokontrol benih.


(7)

ABSTRAK

BAHARUDIN. Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.) dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi. Komisi Pembimbing:

SATRIYAS ILYAS (ketua), M. R. Suhartanto, dan A. Purwantara (anggota). Benih bermutu rendah dan terinfeksi patogen menyebabkan produksi kakao di Indonesia masih di bawah rata-rata produktivitas nasional 2 ton/ha/tahun. Permasalahan utama benih kakao yaitu bersifat rekasitran; panen pada saat yang tepat, patogen terbawa benih, dan cepat mengalami penurunan mutu. Penelitian ini terdiri atas lima percobaan: (1) perubahan biologi dan fisiologi sebagai indikator masak fisiologis benih kakao hibrida, (2) isolasi dan identifikasi cendawan terbawa benih kakao hibrida, (3) patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih pada benih kakao hibrida, (4) pengaruh lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap vigor benih dan bibit kakao hibrida, dan (5) efektivitas perlakuan benih dan medium tanam untuk meningkatkan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida. Hasil penelitian menunjukkan selama perkembangan benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 terjadi penurunan kandungan total klorofil benih dan buah hingga mencapai minimum pada saat benih mencapai masak fisiologis dan setelah itu tidak berubah. Perubahan kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, viabilitas dan vigor benih bersifat parabolik dan menunjukkan peningkatan hingga maksimum dan setelah itu terjadi penurunan. Kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah pada saat masak fisiologis mencapai maksimum. Perkembangan benih kakao hibrida terdiri atas tiga periode yaitu: periode sebelum benih mencapai masak fisiologis (T1), masak fisiologis (T2), dan setelah masak fisiologis (T3). Selama perkembangan benih setiap jenis kakao hibrida memiliki panjang periode (T1) yang berbeda-beda. Kemampuan benih kakao untuk mempertahankan viabilitas dan vigor selama masak fisiologis (T2) juga berbeda-beda untuk setiap jenis kakao hibrida. Karakter-karakter yang dapat digunakan sebagai indikator penentuan masak fisiologis benih kakao adalah warna buah kuning, kandungan total klorofil benih dan buah, karotenoid dan antosianin benih, vigor benih maupun bibit, dan bobot kering benih. Pada periode awal masak fisiologis ditemukan 13 patogen terbawa benih dan sebanyak delapan spesies patogen berpotensi menginfeksi dan menurunkan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao. Kedelapan patogen adalah Cladosporium herbanum, Penicillium chrysogenium, Curvularia geniculata, Fusarium oxysporum, Aspergillus ochraceus, Colletotrichum acutatum, Phoma glomerata, dan Macrophoma sp. Viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao cepat mengalami penurunan sebagai akibat dari lama penyimpanan empat minggu dan infeksi penyakit. Perlakuan matriconditioning plus Trichodermaharzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 mampu melindungi benih, memulihkan, dan meningkatkan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao. Perlakuan benih dengan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 dapat menggantikan perlakuan agens hayati tersebut pada medium campuran tanah, pasir, dan kompos untuk meningkatkan vigor bibit berdasarkan tolok ukur tinggi bibit, bobot kering bibit, kandungan N, dan P daun bibit kakao.

Kata kunci: Invigorasi, masak fisiologis, matriconditioning plus Trichoderma spp., patogen terbawa benih, perlakuan biokontrol benih.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, dan penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(9)

PENINGKATAN MUTU BENIH DAN BIBIT KAKAO

HIBRIDA (

Theobroma cacao

L.) DENGAN

PENDEKATAN FISIOLOGI DAN BIOLOGI

BAHARUDIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Endang Murniati, MS.

Dr. Ir. Eny Widajati, MS.

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS.

Dr. Ir. Rubiyo, MSi.


(11)

Judul Disertasi

:

Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.) dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi

Nama

:

Baharudin

NIM

:

A 161060161

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Ketua

Dr. Ir. M. R. Suhartanto, M.Si. Dr. Ir. A. Purwantara, APU.

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(12)

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena dengan izinnya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dengan judul: Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.) dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi. Hasil penelitian ini dituangkan dalam bentuk karya ilmiah berupa disertasi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan tersebut merupakan bimbingan dan bantuan yang tulus ikhlas dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. M. R. Suhartanto, M.Si dan Dr. Ir. A. Purwantara, APU. sebagai anggota komisi pembimbing atas arahan, bimbingan dan saran mulai rencana penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS dan Dr. Ir. Eny Widajati, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup dan Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS dan Dr. Ir. Rubiyo, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan disertasi.

3. Pimpinan beserta staf Institut Pertanian Bogor yang telah berkenan untuk menerima penulis sebagai mahasiswa program Doktor.

4. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian yang telah menugaskan penulis untuk melanjutkan pendidikan. Bantuan beasiswa melalui biaya Badan Litbang Pertanian selama mengikuti pendidikan program Doktor di Institut Pertanian Bogor.

5. Pimpinan beserta staf Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan.

6. Pimpinan proyek KKP3T yang telah mendanai sebagian penelitian melalui program kerjasama penelitian pertanian dengan perguruan tinggi. Pimpinan dan jajaran di LPPM dan PKBT IPB yang telah membantu memfasilitasi, sehingga penelitian dapat diselesaikan dengan baik.


(13)

7. Pimpinan dan staf Program Pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB yang telah membantu penyelesaian program Doktor di Institut Pertanian Bogor.

8. Pimpinan dan staf Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember beserta pengelola Kebun Benih kakao yang telah membantu penyediaan benih kakao hibrida.

9. Pimpinan dan staf Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor yang telah menyediakan fasilitas laboratorium dan rumah kaca. Laboratorium: Mikrobiologi Biotek Perkebunan BPBPI, Ilmu dan Teknologi Benih IPB, RGCI (Research Group on Crop Improvement), Biophysics MIPA, Pengendalian Hayati, Fisika Tanah dan Kimia Tanah IPB, serta Laboratorium Ekofisiologi Balitro Bogor dan Penyakit Tanaman Balitkabi Malang.

10.Staf Departemen Statistik IPB yang telah memberikan pelatihan dan bimbingan dalam mengolah data-data penelitian.

11.Dr. Ir. La Ega, M.Si, Dr. Akhiruddin Madu, MP, Dr. Ir. Susilawati, M.Si, Dr. Ir. Yusmani Prayogo, M.Si, Ir. Rubiatul Adawiah, M.Si, Dian Utami Safitri, MS, Siti Ropikoh, SP, dan Mba Neng, rekan-rekan mahasiswa Ilmu dan Teknologi Benih bersama mahasiswa Sekolah Pascasarjana, khususnya program studi Agronomi, Kelompok Belajar, Dewan Mahasiswa, Wacana dan Kerukunan Mahasiswa Sultra, Group Badminton khusus Under Tree Fahutan untuk segala bantuan dan diskusinya.

12.Penghargaan yang tak terhingga beserta doa kepada kedua ayahanda (almarhum) dan ibunda kami tercinta, istri dan anak-anaku putra-putri tersayang, beserta keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam mendukung kelancaran penyelesaian pendidikan di IPB yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga bimbingan dan bantuan dari semua pihak mendapatkan imbalan pahala sesuai yang diterima oleh Allah SWT Amin.

Bogor, Juni 2011


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Saparua pada tanggal 1 Januari 1964, putra keempat dari pasangan suami istri La Maradi (Alm.) dan ibu Hj. Wa Ode Hiba.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri II Saparua pada tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Negeri I Wanci pada tahun 1981 dan pada tahun 1984 menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 28 Masohi. Pada tahun 1984/1985 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 1990. Penulis memperoleh gelar Magister Pertanian pada tahun 2005 di Program Studi Agronomi Fakultas Pascasarjana Universitas Haluoleo. Sejak tahun 2006 memulai pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi.

Penulis pada tanggal 19 Desember 1991 menikah dengan Nurbaya dan telah dikaruniai tiga orang putra: Rahmat Nurdin Hidayat B, Raqib Nurdin Baharudin, Rahwal Nurdin Baharudin, dan dua orang putri: Wa Ode Rezki Nurdiantik Baharudin dan Wa Ode Risna Nurdin Baharudin.

Sejak tahun 1992 penulis bekerja sebagai staf peneliti pada Balai Penelitian Kelapa Manado, tahun 1995 peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ambon. Pada tahun 2004 hingga sekarang sebagai peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara (sebagai Peneliti Muda).


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... DAFTAR SINGKATAN DAN GLOSARI ... xx xxii PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Tanaman Kakao ... 7

Buah Kakao dan Perkembangannya ... 7

Perkembangan dan Kemasakan Fisiologis Benih Kakao ... 8

Infeksi Cendawan Patogen Terbawa Benih ... 10

Kerusakan Benih Kakao Akibat Penyimpanan ... 11

Perbaikan Mutu Benih Kakao dengan Aplikasi Agens Hayati ... 12

Fermentasi Buah Kakao ... 14

Penggunaan Klon Unggul Kakao yang Tepat ... 14

Penggunaan Medium Pembibitan Kakao yang Tepat ... 15

PERUBAHAN BIOLOGI DAN FISIOLOGI SEBAGAI INDIKATOR MASAK FISIOLOGIS BENIH KAKAO HIBRIDA ... 17

Abstrak ... 17

Pendahuluan ... 18

Bahan dan Metode ... 21

Hasil dan Pembahasan ... 22

Perkembangan Benih dan Buah Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6.. 22

Perkembangan Benih dan Buah Kakao Hibrida ICS 60 x Sca 6 .... 26

Keeratan Hubungan antara Periode Umur Benih dengan Karakteristik Mutu Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 30

Hubungan Langsung dan Tidak Langsung antara Umur Panen dengan Beberapa Karakteristik Mutu Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 33

Simpulan ... 35

Saran ... 36

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN TERBAWA BENIH KAKAO HIBRIDA ... 37

Abstrak ... 37

Pendahuluan ... 38

Bahan dan Metode ... 39

Hasil dan Pembahasan ... 41

Tingkat Infeksi ... 41

Identifikasi Cendawan ... 43


(16)

Saran ... 48

PATOGENISITAS BEBERAPA ISOLAT CENDAWAN TERBAWA BENIH PADA BENIH KAKAO HIBRIDA ... 49

Abstrak ... 49

Pendahuluan ... 50

Bahan dan Metode ... 52

Hasil dan Pembahasan ... 53

Kerapatan Patogen ... 53

Inokulasi Cendawan Terbawa Benih ... 54

Simpulan ... 60

Saran ... 60

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN PERLAKUAN BENIH TERHADAP PENINGKATAN VIGOR BENIH KAKAO HIBRIDA ... 61

Abstrak ... 61

Pendahuluan ... 62

Bahan dan Metode ... 65

Hasil dan Pembahasan ... 68

Pengaruh Interaksi antara Lama Penyimpanan dan Perlakuan Benih pada Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 68

Pengaruh Tunggal Lama Penyimpanan dan Perlakuan Benih pada Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 71

Simpulan ... 74

Saran ... 74

EFEKTIVITAS PERLAKUAN BENIH DAN MEDIUM TANAM UNTUK KESEHATAN DAN VIGOR BIBIT KAKAO HIBRIDA ... 75

Abstrak ... 75

Pendahuluan ... 76

Bahan dan Metode ... 78

Hasil dan Pembahasan ... 81

Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Benih dan Medium Tanam pada Bibit Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 81

Pengaruh Tunggal Perlakuan Benih dan Medium Tanam pada Bibit Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 86

Simpulan ... 89

Saran ... 90

PEMBAHASAN UMUM ... 91

Pola Perkembangan Benih Kakao Hibrida ... 91

Pola Penanganan Benih Kakao Hibrida ... 94

Prospek dan Potensi Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida ... 98

Implikasi Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida ... 99

SIMPULAN UMUM ... 100

SARAN ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 121 xvi


(17)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Korelasi antara umur panen benih dengan berbagai karakteristik mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 31 2. Tingkat infeksi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca

6 pada berbagai medium tumbuh ... 41 3. Morfologi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6

yang diamati secara makrokopis dan mikrokopis ... 43 4. Spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 yang

berhasil diisolasi dengan medium Potato Dextrose Agar, Water Agar dan Kertas Saring ... 47 5. Rata-rata jumlah spora cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH

858 x Sca 6 pada medium PDA ... 53 6. Pengaruh inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap

daya berkecambah, indeks vigor, KCT relatif, T50, laju pertumbuhan kecambah, tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar, jumlah akar dan tingkat infeksi pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 54 7. Pengaruh inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap

tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 21 hari ... 56 8. Bagian tanaman yang terinfeksi beberapa isolat cendawan patogen

terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 21 hari ... 56 9. Pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dengan perlakuan benih

terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh relatif, T50, dan jumlah daun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 69 10. Pengaruh lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap indeks

vigor, laju pertumbuhan kecambah, tinggi bibit, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao TSH 858 x Sca 6 ... 72 11. Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap

tinggi bibit, bobot kering bibit, kandungan nitrogen, dan fosfat daun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur lima bulan ... 81 12. Pengaruh perlakuan benih dan medium tanam terhadap jumlah daun,

diameter batang, luas daun, jumlah akar, panjang akar, bobot kering akar dan kandungan kalium daun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur lima bulan ... 87


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Bagan Alir Penelitian ... 6 2. Diagram perkembangan buah hubungannya dengan kemasakan buah

dan biji kakao dalam beberapa fase pertumbuhan ... 7 3. Hifa Trichoderma harzianum (1) dan (2) T. koningii ... 13 4. Perubahan karakteristik biologi benih (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 23 5. Perubahan karakteristik fisiologis benih (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 25 6. Perubahan karakteristik biologi buah (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen buah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 26 7. Perubahan karakteristik biologi benih (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 ... 27 8. Perubahan karakteristik fisiologis benih (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 ... 28 9. Perubahan karakteristik biologi buah (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen buah kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 ... 30 10. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen dengan

mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 (Y) dengan: X9 = warna buah kuning, X15 = indeks vigor, X1 = kandungan total klorofil benih, X4 = total Klorofil buah, X2 = karotenoid benih, X3 = antosianin benih, X17 = T50, X20 = tinggi bibit, X16 = KCT-R, X13 = bobot kering benih, serta Ci = hubungan langsung dan Cs =

sisaan ... 33 11. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen dengan

mutu benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 (Y) dengan: X8 = warna buah kuning, X14 = indeks vigor, X2 = kandungan karotenoid benih, X19 = tinggi bibit, X1 = kandungan total klorofil benih, X4 = total klorofil buah, X16 = T50, X3 = kandungan antosianin benih, X12 = bobot kering benih, X15 = KCT-R, serta Ci =

hubungan langsung dan Cs = sisaan ... 34 12 Morfologi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x


(19)

13. Pertumbuhan bibit kakao hibrida pada umur lima bulan yang diberi perlakuan benih dan medium tanam. A tanpa perlakuan benih (B0) pada medium tanam (M1, M6) dan B mendapatkan perlakuan benih

(B1) pada medium tanam (M1, M6) ... 82 14. Model skema hubungan antara periode sebelum masak fisiologis (T1),

periode masak fisiologis (T2), dan periode setelah masak fisiologis (T3) dengan beberapa karakter indikator penentu masak fisiologis

benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 92 15. Model skema hubungan antara viabilitas benih kakao hibrida TSH

858 x Sca 6 pada periode masak fisiologis (T2) dan patogen terbawa benih, lama penyimpanan dan perlakuan benih dengan menggunakan matriconditioning plus Trichoderma spp. dan interaksinya dengan

medium tanam ... 94 xix


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Beberapa karakter yang dapat digunakan untuk menentukan indikator masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 121 2. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen benih

dengan beberapa karakteristik mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 122 3. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen benih

dengan beberapa karakteristik mutu benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 ... 123 4. Hasil analisis kandungan kompos kulit buah kakao hibrida TSH 858 x

Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember di Laboratorium Kimia Tanah IPB 2009 ... 125 5. Hasil analisis kandungan kimia tanah sebelum dilakukan penelitian

terhadap medium tanam bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Kimia Tanah IPB tahun 2009 ... 125 6. Hasil analisis kandungan kimia tanah setelah dilakukan penelitian

terhadap medium tanam bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Kimia Tanah IPB tahun 2009 ... 125 7. Proses persilangan buatan antara kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan

ICS 60 x Sca 6 di Kebun Induk Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember ... 126 8. Proses analisis kandungan klorofil, karotenoid, dan antosianin benih

dan buah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 secara non destruktif dengan menggunakan alat Spectrophotometer di Laboratorium Fisika, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor ... 127 9. Alat yang digunakan untuk analisis kandungan klorofil pada daun

tanaman Sky oaks dan kandungan pigmen lainnya secara non destruktif menggunakan alat Spectrophotometer portable tipe UniSpec-SC standard (99% reflective) ... 127 10. Perkembangan umur panen benih dan buah yang diperoleh dari hasil

persilangan buatan antara kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 dan pengujian di Rumah Kaca Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 128


(21)

11. Prosedur pelaksanaan kegiatan isolasi dan identifikasi cendawan terbawa benih yang diperoleh dari hasil persilangan buatan antara kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi Balai

Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 129 12. Hasil isolasi cendawan terbawa benih yang diperoleh dari hasil

persilangan buatan antara kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dengan menggunakan medium tanam WA, PDA dan kertas saring di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan

Indonesia, Bogor ... 129 13. Persiapan bahan untuk pengujian patogenisitas cendawan terbawa

benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi

Balai Penelitan Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 130 14. Inokulasi 13 isolat cendawan terbawa (CTB) benih kakao hibrida TSH

858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 130 15. Hasil uji patogenisitas cendawan terbawa benih (CTB) kakao hibrida

TSH 858 x Sca 6 di Rumah Kaca Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia, Bogor ... 130 16. Hasil isolasi dan identifikasi cendawan terbawa benih (CTB) yang

terdapat pada bagian bibit kecambah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan

Indonesia, Bogor dan Pengendalian Hayati Institut Pertanian Bogor .... 131 17. Hasil inokulasi dan identifikasi cendawan terbawa benih yang terdapat

pada bagian kotiledon, daun, batang, dan akar bibit kecambah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi BPBPI, Bogor

dan Pengendalian Hayati Institut Pertanian Bogor ... 131 18. Persiapan bahan dan aplikasi percobaan lama penyimpanan dan

perlakuan benih pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Benih IPB dan Mikrobiologi serta rumah kaca Balai

Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 132 19. Pembuatan kompos dengan beberapa agens hayati dan medium tanam

di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia, Bogor ... 133 20. Pemberian perlakuan benih pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6

di laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia, Bogor ... 133 21. Hasil aplikasi perlakuan benih dan medium tanam pada bibit kakao

hibrida TSH 858 x Sca 6 di Rumah Kaca Mikrobiologi Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 133 xxi


(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional. Komoditas ini memiliki prospek sebagai sumber devisa negara dari sektor non migas dan perlu percepatan pengembangannya. Luas areal kakao di Indonesia 1,5 juta ha (Dirjen Perkebunan 2010) yang terdiri atas 89,4% kakao rakyat dan 10,56% dikelola oleh pemerintah dan swasta. Lebih dari 50% kakao dikategorikan tidak produktif lagi atau berproduksi rendah, karena sudah berumur tua (Puslitkoka 2006a; KKI 2006; Dirjen Perkebunan 2010). Potensi produktivitas kakao dapat mencapai 2-3 ton/ha/tahun (Alvim 1977). Produktivitas kakao rakyat berkisar antara 57-1300 kg/ha/tahun, masih di bawah rata-rata potensi produktivitas nasional 2 ton/ha/tahun (Dirjen Bina Produksi Perkebunan 2004; KKI 2006). Menurut Panggabean & Satyoso (2008) konsumsi kakao dunia untuk negara-negara Eropa sebesar 50% atau setara 3,1g, Amerika Serikat 35% atau 2,6g, Asia 13% atau 0,8g, dan Afrika 3% atau setara 0,2g kakao/orang/tahun.

Pengembangan kakao di Indonesia masih mengalami berbagai tantangan, antara lain keterbatasan benih unggul dan kurang tersedianya kebun benih di sentra pengembangan kakao. Pada tahun 2009 pemerintah mencanangkan program revitalisasi perkebunan kakao, dengan target 54.000 ha program untuk peremajaan, 36.000 ha untuk rehabilitasi dan 110.000 ha untuk perluasan areal tanam. Perkiraan kebutuhan benih kakao untuk pelaksanaan program tersebut 168 juta butir benih (Ditjen Perkebunan 2009). Keberhasilan program ini dapat ditentukan oleh ketersediaan benih yang sehat dan vigor, yang berdampak pada produktivitas tanaman dan mutu hasil. Benih yang sehat dan bervigor tinggi akan diperoleh dari pohon induk yang vigor dan sehat serta dipanen pada saat masak fisiologis. Benih yang tidak sehat dan vigor serta terinfeksi penyakit (seedborne diseases) mengakibatkan kerugian yang besar dan berjangka panjang.

Beberapa permasalahan dalam penyedian benih kakao selama ini antara lain panen yang terlalu awal atau setelah masak fisiologis, dapat menurunkan vigor benih. Benih kakao bersifat rekalsitran yaitu tidak bisa disimpan lama, cepat mengalami penurunan mutu dan mudah terinfeksi patogen, sehingga waktu panen


(23)

 

harus tepat. Kendala lain yang dihadapi adalah keberadaan kebun benih yang terletak jauh dari pusat pengembangan, sehingga pengadaan benih harus melalui transportasi dan penyimpanan (periode konservasi) yang cukup lama. Menurut Schmidt (2000), patogen merupakan sumber infeksi potensial jika lingkungan mendukung selama benih dalam penyimpanan. Kondisi ini dapat menurunkan vigor benih dan dapat diperparah jika benih yang didatangkan terinfeksi patogen yang bersifat tertular benih, sehingga penyebaran penyakit semakin cepat.

Penyakit utama tanaman kakao adalah penyakit busuk buah yang disebabkan oleh cendawan Phytohpthora palmivora (Keane 1992; Sukamto 2008). Menurut Keane (1992); Tahi et al. (2007), patogentersebutdapat menyerang bagian buah, pucuk, daun, ranting, cabang, batang, biji dan akar. Serangan pada bagian biji dapat berdampak pada benih yang dihasilkan. Indikator benih terinfeksi patogen adalah jumlah benih yang dapat berkecambah rendah, pertumbuhan benih tidak seragam, vigor benih dan bibit yang rendah, serta produksi menurun. Tingkat serangan penyakit busuk buah (P. palmivora) bervariasi, lebih dari 10% terjadi di Semenanjung Malaysia dan 80-90% di Kamerun. Di Jawa, kerugian akibat penyakit ini berkisar antara 33-50% (Darmono 1994; Purwantara 1994), dan dapat menurunkan hasil sekitar 20-30% (Wood & Lass 1985; Semangun 2000).

Salah satu cara dalam mengatasi permasalahan rendahnya vigor benih dan penyebaran penyakit adalah melakukan teknik produksi benih yang baik dan benar, dengan memanfaatkan benih kakao hibrida. Keunggulan benih kakao hibrida antara lain mampu berproduksi tinggi (Suhendi et al. 2004), daya tumbuh benih yang tinggi dan seragam, serta bibit yang dihasilkan lebih vigor. Secara umum McDonald & Copeland (1997); Demir et al. (2005), menyatakan bahwa benih bermutu tinggi ditandai dengan mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik, dan mutu patologis yang baik dan benar. Terkait dengan mutu fisiologis benih kakao, diduga bahwa saat panen benih dan buah kakao yang tepat, dan dapat ditentukan dengan kriteria biologi dan fisiologis benih. Semua karakter tersebut diharapkan dapat dijadikan indikator masak fisiologis benih.

Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan yang dilakukan terhadap benih kakao hibrida ICS 13 x Sca 6, terdapat beberapa cendawan terbawa benih yang berpotensi sebagai patogen yaitu Aspergilus spp., Penicillium sp., Cladosporium


(24)

       3 

     

   

sp., Colletotrichum sp., Curvularia sp., Fusarrium spp., Moniliella sp., Phoma

sp., dan Macrophoma sp. Cendawan-cendawan ini harus diverifikasi lebih lanjut untuk identifikasi dan uji tingkat patogenitasnya. Cendawan-cendawan tersebut diduga bersifat patogenik, maka untuk mengatasinya perlu dilakukan teknik invigorasi pada benih. Menurut Ilyas (2005), benih yang telah mengalami kemunduran atau deteriorasi dapat ditingkatkan performansinya melalui perlakuan invigorasi, yaitu cara mengatur pemasukan air (hidrasi) ke dalam benih secara perlahan-lahan (conditioning) untuk memperbaiki perkecambahan.

Teknik invigorasi benih yang sering digunakan adalah matriconditioning dan

osmoconditioning. Menurut Khan et al. (1990), matriconditioning merupakan perlakuan benih sebelum tanam yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan

fisiologi maupun biokimia benih. Mekanisme kerja matriconditioning yaitu

mengatur pemasukan air ke dalam benih, sehingga pemunculan radikula dapat dicegah selama beberapa waktu dan memungkinkan fase aktivasi berlangsung lebih lama. Menurut Ilyas (1994) pada proses ini, masuknya air secara perlahan-lahan ke dalam benih dan tidak menimbulkan kerusakan pada membran. Selama imbibisi, benih menyerap air sampai pada nilai ”plateau/ekuilibrium” tercapai dan fase aktivasi benih tetap pada kadar air tersebut. Pada saat yang sama proses metabolik yang diperlukan untuk perkecambahan menjadi aktif, dan kadar air benih akan meningkat bila radikula mulai tumbuh (Ilyas 1994). Selama priming, air yang diserap hanya cukup untuk aktivasi, tetapi tidak cukup untuk pertumbuhan dan perkecambahan benih. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan tanpa merusak benih (Bradford & Tremavas 1984).

Osmoconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan larutan berpotensial osmotik rendah sedangkan potensial matriks dapat diabaikan, selama periode tertentu dengan tertundanya perkecambahan (Khan dalam Ilyas 2005). Budiarti (1999), menyatakan bahwa invigorasi benih dengan teknik

osmoconditioning (perendaman dalam aquades atau GA3 + NAA 0,1 mM selama

4 jam) dapat meningkatkan viabilitas benih kakao yang mundur dari 73% menjadi 83-90%. Kelemahan teknik osmoconditioning adalah sulit dikombinasikan dengan perlakuan tambahan agens hayati. Untuk mengatasi kelemahan teknik tersebut


(25)

 

perlu diteliti penggunaan teknik matriconditioning dengan penambahan agens hayati.

Teknik matriconditioning dengan penambahan agens hayati, diharapkan

dapat mengurangi serangan patogen terbawa benih. Kombinasi perlakuan

matricondiotioning dan Trichoderma spp. diharapkan dapat menghasilkan benih kakao bervigor tinggi dan sehat, karena diduga dapat mempercepat pertumbuhan bibit. Mikroba antagonis Trichoderma harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii

DT/39 dapat memacu pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman (BPBPI 2008). Menurut Chet & Henis (1985), Trichoderma dapat menghasilkan antibiotik volatil dan non volatil. Penggunaan Trichoderma dapat menurunkan frekwensi

infeksi P. palmivora pada buah kakao dari 9-98% menjadi 6-63% (Darmono

1994). Menurut Prayudi (1996), mikroparasitisme Trichoderma dimulai setelah hifa kontak fisik dengan hifa inang yang mampu menghasilkan enzim hidrolitik β -1,3 glukanase dan kitinase, yang dengan aktif mendegradasi sel-sel cendawan dan melakukan penetrasi ke dalam hifa cendawan patogen.

Keberhasilan dalam mengidentifikasi dan mengendalikan patogen yang dikombinasikan dengan teknik matriconditioning plus agens hayati, diharapkan dapat menghasilkan benih dan bibit yang sehat, serta bervigor tinggi.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan teknologi produksi benih dan bibit yang sehat dan bervigor tinggi dengan metode

matriconditioning dan inokulasi Trichoderma spp. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah:

1. Mengetahui perubahan beberapa karakter biologi dan fisiologis selama

perkembangan benih kakao hibrida; mengevaluasi hubungan antara berbagai karakter yang diamati dengan karakter fisiologis benih; menentukan saat panen yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6.

2. Mengisolasi dan mengidentifikasi cendawan terbawa benih kakao hibrida. 3. Mengevaluasi tingkat patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih


(26)

       5 

     

   

4. Mengetahui pengaruh kombinasi antara lama penyimpanan dan perlakuan

benih terhadap peningkatan viabilitas dan vigor benih ataupun bibit kakao hibrida.

5. Mengetahui pengaruh kombinasi antara perlakuan benih dan medium tanam

terhadap peningkatan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida. Hipotesis

1. Terdapat perubahan beberapa karakter biologi dan fisiologi selama

perkembangan benih, hubungan antar berbagai karakter fisiologis benih yang dapat mencerminkan mutu benih dan menentukan saat panen yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6.

2. Terdapat beberapa isolat cendawan yang teridentifikasi terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6.

3. Inokulasi dengan berbagai isolat cendawan terbawa benih diduga dapat

menurunkan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6.

4. Terdapat interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap

peningkatan viabilitas dan vigor benih ataupun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6.

5. Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap

peningkatan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi kepada produsen benih dan para peneliti serta pengguna lainnya.

2. Meningkatkan mutu benih dan memperbaiki vigor bibit kakao hibrida yang

telah mengalami kemunduran melalui pendekatan fisiologi dan biologi.

3. Hasil penelitian mudah dan murah diaplikasikan, serta aman terhadap

lingkungan.

4. Hasil penelitian, dapat dijadikan acuan dalam penyususunan SOP (Standard Operational Procedure) benih dan bibit kakao hibrida.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kakao

Kakao merupakan tanaman perkebunan yang termasuk dalam divisi

Spermathophyta, kelas Dicotiledonae, ordo Malvales, famili Sterculiaceae, genus

Theobroma dan spesies cacao L., serta termasuk buah tunggal berbiji banyak (Toruan 1990). Benih dan buah selama fase perkembangan dan pemasakan terjadi perubahan karakter biologi dan fisiologis. Buah kakao ada yang berkulit tebal dan agak tebal, serta ada yang memiliki alur dan tidak beralur. Buah berwarna hijau pada saat masak berwarna kuning kehijauan, sedangkan buah yang berwarna merah berubah menjadi kuning oranye. Di dalam buah terdapat biji yang dilindungi oleh ”mucilage pulp” berwarna putih yang rasanya manis atau agak keasaman tergantung dari tingkat kemasakan buah.

Buah Kakao dan Perkembangannya

Perkembangan umur buah kakao sejak terjadinya pembungaan sampai masak fisiologis, untuk kebutuhan benih, diperkirakan selama 120-163 hari (Gambar 2).

Keterangan : Lintasan hipotetik yang menghasilkan buah tanpa biji dan berbiji sebagian Gambar 2. Diagram perkembangan buah hubungannya dengan kemasakan buah dan biji kakao

dalam beberapa fase pertumbuhan (Nicholas 1965; Wood 1975).

Polinasi Ovul tak menyatu

Pembesaran ovari Polinasi steril Ovari gugur Infeksi cendawan (Marasmius

Polinasi fertil (100% ovul menyatu)

Biji Pericarp

Perkembangan dan pembesaran sel Pembelahan zigot

dan endosperma Biji istimewa

atau biji batu Pembelahan jaringan pembuluh Buah matang morfologis Pembesaran buah Ko-faktor auksin

Pematangan kulit biji

Buah masak

fisiologis Pemasakan buah

Terbentuk pentil Fase 1 Fase 2 Fase 3 Bunga setelah polinasi (3-7 hari)

± 60 hari

± 120 hari

± 163 hari

Pembesaran perisperma

Pematangan biji

Polinasi silang   


(28)

 

Di dalam buah kakao terdapat banyak biji, yang dilindungi oleh plasenta dan

mucilage pulp berwarna putih (Rahardjo 1985). Perkembangan buah kakao terdiri atas tiga fase yaitu pembelahan zigot, pembentukan endosperma dan pertumbuhan biji (Nicholas 1965; Wood 1975). Pada fase pertama, zigot mulai melakukan pembelahan diri hingga terbentuk pentil, yang terjadi pada umur lebih kurang 50 hari setelah antesis. Fase kedua terjadi saat endosperma tumbuh dan buah berkembang menjadi besar sampai biji terbentuk dengan sempurna. Fase ini terjadi pada umur 50-80 hari setelah antesis. Fase ketiga terjadi pertumbuhan biji dengan diferensiasi embrio dan berlangsung pada umur 80 hari setelah antesis. Selanjutnya buah kakao akan mencapai matang morfologis pada umur lebih kurang 120 hari setelah antesis, dan akan masak pada umur lebih kurang 163 hari setelah antesis (Nicholas 1965; Wood 1975).

Perkembangan dan Kemasakan Fisiologis Benih Kakao

Perkembangan benih kakao berhubungan dengan mutu benih, terutama kondisi benih saat sebelum masak fisiologis dan setelah masak fisiologis. Menurut Inawati (2002), benih kakao yang memiliki kualitas rendah mudah mengalami kemunduran dan kehilangan viabilitas. Penurunan viabilitas benih dapat disebabkan oleh perubahan fisik, fisiologis dan biokimia, yang dapat ditandai dengan perubahan warna benih, hilangnya daya berkecambah, dan

pertumbuhan kecambah yang abnormal (Munandar et al. 2004). Secara umum

benih yang mengalami kemunduran, memiliki daya berkecambah yang rendah (Copeland 1976). Kriteria benih kakao berkecambah normal apabila pertumbuhan benih sehat, hipokotil tumbuh normal dengan panjang lebih kurang satu setengah dari panjang benih, kotiledon terangkat ke atas dan daun telah membuka dengan sempurna (Basharudin 1994). Gejala terakhir kemunduran benih digambarkan dengan habisnya kemampuan benih dalam berkecambah hingga terjadi kematian benih (Copeland 1976).

Tingkat kemasakan fisiologis penting diketahui untuk menentukan waktu panen yang tepat, karena berhubungan dengan viabilitas dan vigor benih (Sundari 2005). Beberapa ciri masak fisiologis benih kakao yang telah disebutkan adalah perubahan warna buah dan berbunyi apabila diguncang (Basharudin 1994;


(29)

         9 

     

   

Prawoto et al. 2003; Suhendi et al. 2004). Hasil penelitian lain Prawoto (2008) menyebutkan buah kakao pada saat muda berwarna hijau atau merah, ketika masak fisiologis berubah menjadi kuning kehijauan dan kuning oranye. Chart (1953) menjelaskan perubahan warna buah kakao sebesar 50-80% ketika masak fisiologis dari buah dan terjadi pada umur 135-150 hari setelah berbunga. Hasil penelitian lain menjelaskan buah kakao pada umur 120 hari berwarna hijau, ketika berumur 135 hari berubah menjadi hijau putih, kemudian menjadi kuning sebesar 5% pada umur 150 hari, 40% saat berumur 165 hari, 60% ketika 180 hari dan 100% saat berumur 175 hari setelah berbunga (Wirawan 1992).

Pada umur 120-180 hari setelah antesis diharapkan benih dan buah kakao sudah mencapai masak fisiologis dengan kandungan klorofil, karotenoid dan antosianin yang berbeda-beda. Tolok ukur masak fisiologis benih kakao dapat diduga dengan adanya kandungan total klorofil, karotenoid dan antosianin benih dan buah, seperti pada benih tanaman lainnya.

Klorofil tidak hanya terdapat di daun, tetapi juga ditemukan dalam benih dan buah, yang berperanan dalam proses fotosintesis. Berbagai penelitian untuk menentukan kandungan klorofil dalam benih dan buah telah dilakukan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi mutu benih. Suhartanto (2002) melaporkan bahwa kandungan klorofil benih tomat pada saat masak fisiologis adalah minimum, dan lebih rendah dibandingkan saat benih belum masak fisiologis. Pada tanaman tomat, kandungan klorofil benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambah. Artinya makin tinggi kandungan klorofil makin rendah daya berkecambah (Suhartanto 2003). Dalam hal ini, kandungan klorofil dapat digunakan sebagai penciri kemasakan benih, atau secara tidak langsung sebagai penciri kualitas benih (Suhartanto 2002).

Beberapa karakter yang diamati dapat digunakan untuk menentukan mutu benih, sedangkan karotenoid dan antosianin diduga berkaitan dengan ketahanan terhadap penyimpanan benih. Pada benih jagung manis, kadungan karotenoid pada setiap tingkat kemasakan berbeda-beda, tertinggi pada saat masak fisilogis (Prasetyantiningsih 2006). Menurut Bosland & Votava (1999); karotenoid memiliki peranan penting di dalam produksi benih dan terdapat pada membran lipid bilayer (Gruszecki 2010). Menurut Moreno et al. (2003); Fraser & Bramley


(30)

10 

 

(2004); Sliwka et al. (2010), karotenoid dan antosianin merupakan senyawa antioksidan. Selanjutnya Edge & Truscott (2010); Kispert et al. (2010); Polivka (2010), melaporkan karotenoid berfungsi memproteksi penyakit, mencegah pembentukan radikal bebas dan peroksidasi lipid. Dikatakan oleh Niemann & Baayen (1988); Miller (1996); Curir et al. (2005); Galeotti et al. (2008), bahwa antosianin merupakan senyawa dari klas flavonoids yang secara biologi berfungsi sebagai agens pengendali penyakit atau antibakterial dan antimutagenik. Diharapkan peningkatan kandungan karotenoid dan antosianin pada benih dapat memperpanjang periode penyimpanan benih dan sebagai agens pengendali biologi benih kakao hibrida. Hal ini perlu dipelajari karakter biokimia, biofisik, fisiologis, agronomi, dan morfolgis, karena berhubungan dengan penentuan mutu benih kakao hibrida.

Infeksi Cendawan Patogen Terbawa Benih

Tingkat infeksi cendawan patogen pada benih berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan. Secara visual benih sehat dan benih terinfeksi patogen sulit dibedakan (Baliati 1993). Infeksi patogen dapat terjadi secara mekanik, melalui benih, dan secara non persisten melalui serangga vektor (Demski & Lovell 1985). Menurut Sutakaria (1989); Schmidt (2000); Soesanto (2006), infeksi patogen mulai terjadi saat tanaman muda, menjelang berbunga, dan saat pembentukan buah hingga benih, serta infeksi tertinggi pada tahap akhir pematangan benih. Dikatakan Halloin (1986); Hatting et al. (1999), bahwa secara umum patogen merupakan sumber inokulum potensial yang menyebar melalui spora dan menginfeksi mulai dari jaringan bunga hingga saat pematangan benih melalui jaringan vaskular.

Penurunan mutu benih dapat terjadi secara berangsur-angsur dan tidak dapat balik (irreversible) (Copeland & McDonald 1995). Penyebab penurunan mutu benih kedelai dapat terjadi apabila faktor-faktor yang mempengaruhi laju deteriorasi benih sulit dikendalikan (Nugraha 1987). Menurut Wicklow & Pearson

(2004), Aspergillus flavus dan Fusarium verticillioides ditemukan juga

menginfeksi benih jagung, serta jahe dan kunyit di India, Pakistan, Iran, dan USA (Aziz & Mahrous (2004). Forsberg (2004); Embaby & Abdel-Galil (2006)


(31)

         11 

     

   

mengatakan, infeksi cendawan patogen pada benih sereal dan legum merupakan sumber vital untuk menurunkan viabilitas dan vigor benih, serta produksi dan kualitas hasil. Selanjutnya Abadi (2005) menjelaskan, tidak satupun tanaman di alam yang bebas dari gangguan penyakit dan bahkan dapat menginfeksi semua bagian tanaman, hingga menyebabkan kematian.

Kerusakan Benih Kakao Akibat Penyimpanan

Benih kakao tergolong rekalsitran, tidak tahan suhu dan kelembaban rendah, tidak memiliki masa dormansi, serta mempunyai periode simpan yang relatif sangat singkat (Barton 1965). Penyimpanan benih kakao sering tidak sesuai dengan kondisi yang dikehendaki benih kakao, sehingga cepat terjadi penurunan mutu benih. Prawoto (2008) menjelaskan, benih kakao yang telah dikeluarkan dari buahnya, dan tidak disimpan dengan baik serta diberi perlakuan khusus, dapat berkecambah dalam waktu 3-4 hari atau terlalu cepat, sehingga dapat menurunkan viabilitas dan vigor benih.

Selama penyimpanan benih kakao menghendaki suhu dan kelembaban yang tidak terlalu ekstrim, serta kadar air yang tidak lebih dari 50%. Rahardjo (1985) menjelaskan, benih kakao tidak dapat disimpan pada suhu tinggi yaitu di atas 30

0

C dan suhu rendah yaitu di bawah 20 0C, karena dapat mematikan benih.

Penyimpanan benih kakao pada suhu antara 18-30 0C dan di atas 35 0C dapat mempercepat laju respirasi dan pengeringan benih, sedangkan pada suhu rendah

atau pada suhu 4 0C (selama 20 menit) menyebabkan benih kehilangan daya

hidup.

Kelembaban udara berhubungan dengan kadar air benih yang diperlukan benih kakao. Kadar air benih kakao pada saat masak fisiologis umumnya tinggi, yaitu 60-70%. Agar viabilitas dan vigor benih tetap tinggi, maka kadar air harus diturunkan hingga 50% sebelum dilakukan penyimpanan (Duffus & Slaughter 1980). Kelembaban ruang simpan yang baik adalah 100%. Jika kelembaban udara kurang dari 100%, maka benih kakao dapat melepaskan kandungan airnya hingga mencapai keseimbangan. Apabila kelembaban udara turun sebesar 50% selama 7 hari, maka kadar air benih kakao akan turun 9,9% dari kadar air awal 49,6%.


(32)

12 

 

Akibatnya benih akan kehilangan daya berkecambah selama 15 hari (Rahardjo 1981).

Secara normal kadar oksigen di udara sebesar 20%, jika kadar oksigen lebih rendah, maka laju respirasi benih dapat ditekan. Laju respirasi benih yang tinggi dapat mendegradasi cadangan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak (Munandar et al. 2004). Penurunan kadar oksigen hingga di bawah batas kritisnya, dapat memacu terjadinya respirasi anaerobik yang menghasilkan alkohol dan mempercepat kemunduran benih (Wills et al. 1981; Munandar & Rahardjo 2003).

Menurut Munandar et al. (2004), 33% benih kakao yang dikirim dengan selang waktu 4-8 hari dan 10-12 hari memiliki daya tumbuh di bawah 80%, yang dipengaruhi lama di perjalanan dan serangan cendawan. Benih kakao memiliki testa dan bersifat higroskopis, sehingga mudah berakar dan berjamur selama dalam penyimpanan yang dapat menurunkan potensi viabilitas benih (Rahardjo 1985; Saleh 2001).

Perbaikan Mutu Benih Kakao dengan Aplikasi Agens Hayati

Salah satu penyebab menurunnya mutu dan daya tumbuh benih kakao adalah

infeksi patogen, terutama patogen terbawa benih (Puslitkoka 2006b).

Pengendalian patogen demikian dapat dilakukan dengan pemberian agens hayati, seperti mikroorganisme antagonis (Nielsen 2004). Trichoderma spp. merupakan agens biokontrol yang mampu memproduksi enzim pendegradasi sel yang secara kontinyu dapat menghambat dan mematikan patogen lawannya (Sukamto et al. 1999).

Aplikasi agens biokontrol Trichoderma spp. pada benih dapat dilakukan melalui teknik invigorasi yang tepat dengan menggunakan matriconditioning.

Menurut Ilyas (2006a), perlakuan benih dengan teknik matriconditioning dapat diintegrasikan dengan agens hayati, dan dapat digunakan untuk melindungi benih dari infeksi penyakit, memperbaiki status hara, meningkatkan perkecambahan, kualitas benih, dan hasil.

Interaksi antara hifa T. harzianum dengan hifa T. koningii mampu

mendegradasi bagian dinding jaringan sel P. capsici pada skala 10 mm (Ahmed et al., 1999; Matcalf & Wilson 2001). Hifa T. koningii mampu tumbuh pada dinding


(33)

  s d S m m M g s m T g p G S   sel epidermi degradasi da Sclerotium memproduk mengkoloni Mekanisme Menuru glukonase d

sklerotium

mikroparasit

Trichoderma

glukanase d penetrasi hin

1. Trichode

2. T. koni

Gambar 3. H Sumber: Ahm

T. harz

is dan hypo an hidrolisis cepivorum si endokitin

di dalam kerja T. harz

ut Papavizas dan khitinas

patogen tisme Trich a dengan hi dan kitinase, ngga ke dala

erma koningii

ingii

Hifa Trichode

med et al. 199

zianum

odermis pad s pada dind pada skala nase dan kit sel hingga

rzianum dan

s (1985), T

se yang ber lawannya.

hoderma d ifa inang se yang aktif am hifa.

erma harzian

99; Matcalf &

a skala 20 ding sel nuk 50-100 mm tin untuk m

menyebar k

T. koningii

T. viride da fungsi untu Selanjutny dimulai set

ehingga men mendegrada

um (1) dan & Wilson 200

mm. Secara leus, metaxy m. Selain it menginfeksi

keseluruh ja di sajikan p

apat menge uk mendegr ya menuru telah konta

nghasilkan e asi sel-sel pa

(2) T. konin

1

 

a parsial terj ylem, endod tu T. koning

bagian kuli aringan akar ada Gambar

luarkan enz adasi dindin ut Prayudi ak fisik an

enzim hidro atogen dan ngii          13   jadi proses dermis dan

gii mampu

it luar dan r tanaman. r 3.

zim β 1-4 ng sel dan

i (1996), ntara hifa olitik β-1,3


(34)

14 

 

Fermentasi Buah Kakao

Perbaikan dan penanganan mutu benih kakao harus dilakukan lebih awal sebelum mutu benih menurun baik secara fisik maupun fisiologis. Agar mutu benih kakao dapat dipertahankan dilakukan fermentasi pada buah kakao. Teknik ini dilakukan dengan cara melepaskan mucilage pulp dan kulit arinya dari benih.

Mucilage pulp dapat menghambat masuknya oksigen dan air ke dalam benih, sekaligus sebagai medium perkembangan cendawan patogen yang dapat menurunkan viabilitas benih. Menurut Duffus & Slaughter (1980) teknik fermentasi juga dapat menurunkan kadar air benih, sehingga benih terhindar dari perkembangan patogen. Said & Musa (1987), melaporkan bahwa menunda ekstraksi buah kakao selama beberapa hari, dapat menurunkan volume dan jumlah gula mucilagepulp.

Penggunaan Klon Unggul Kakao yang Tepat

Saat ini beberapa klon tetua unggul kakao yang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit serta berproduksi tinggi telah dihasilkan Puslitkoka Jember. Terdapat klon-klon tetua unggul yang telah dilepas oleh pemerintah yaitu DR (1, 2 dan 38), DRC 16, GC (7 dan 29), ICS (13 dan 60), RCC (71,72 dan 73), NW 6261, NIC 7, UIT 1, TSH 858, Pa (4, 191, 300 dan 310), Sca (6 dan 12), dan KW (109,118, 30, 48 dan 514) dengan potensi produksi berkisar antara 1500-2500 kg/ha (Suhendi et al. 2004). Beberapa jenis klon unggul ini dapat menghasilkan benih-benih hibrida yang diperoleh dari persilangan dua tetua yang berbeda.

Keunggulan dari masing-masing klon tersebut berhubungan dengan kompatibilitas dalam penyerbukan. Hasil penelitian Susilo (2006), menyimpulkan bahwa kompatibilitas dalam penyerbukan yang diamati selama 6 minggu dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu: 1) tidak kompatibel menyerbuk sendiri (self incompatible), penyerbukan terjadi pada minggu pertama, namun pentil tidak dapat terbentuk. Hasil ini terjadi pada klon DR 1, Na 32, dan Na 33. 2) sebagian menyerbuk sendiri (partially self compatible), setelah penyerbukan terbentuk pentil, namun setelah minggu kedua pentil yang terbentuk layu dan mati, sehingga tidak ada yang menghasilkan buah. Klon-klon tersebut adalah DR 38, TSH 858, ICS 60, ICS 13, UIT 1, KW 162, KW 165 dan KKM 22. 3)


(35)

         15 

     

   

menyerbuk sendiri (self compatible), terjadi penyerbukan sendiri yang

berkembang hingga menghasilkan buah, yang berlangsung selama 6 minggu. Klon-kon tersebut adalah DR 2, DRC 16, DRC 15 dan KW 163.

Penggunaan Medium Pembibitan Kakao yang Tepat

Bibit kakao membutuhkan medium tanam yang optimal untuk pertumbuhan normal terutama pada pertumbuhan awal hingga bibit dan pertumbuhan selanjutnya. Menurut Munandar et al. (1995), tanah yang mengandung komponen padat, cair dan gas yang berasal dari bahan anorganik dan organik merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan bibit kakao. Menurut Bridges (1978), medium tanam yang baik terdiri atas komponen: padat anorganik sebanyak 45% dan organik 5%, cair 25%, dan gas 25%. Pada tanah mineral bahan anorganik lebih banyak dan sebaliknya pada tanah organik.

Secara umum medium tanam untuk pertumbuhan bibit kakao yang baik menggunakan lapisan olah tanah bagian atas dan ditambahkan dengan pasir. Medium tersebut sangat baik untuk pertumbuhan awal benih dan bibit. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa, bahan organik yang ditemukan di permukaan tanah, berkisar 3-5%, dan berfungsi sebagai granulator, sumber unsur hara, dan sebagai sumber energi bagi mikrooragnisme. Selain itu mampu menyimpan air dan memiliki KTK yang tinggi. Menurut Abdoellah (1996), penambahan bahan organik pada medium tanam sangat baik untuk bahan perekat antara butir-butir pasir, dan memberi jarak antara partikel lempung (clay) yang pejal (massive) untuk menjadi agregat yang lebih longgar. Penambahan bahan organik pada medium tanam juga dapat memperbaiki draenase, aerasi dan infiltrasi air, serta mampu dalam menyimpan air.

Pengaruh penambahan bahan organik pada medium tanam dapat memperbaiki sifat biologi dan kandungan karbon tanah, merupakan substrat bagi mikroorganisme (Abdoellah 1996). Semakin tinggi bahan organik maka semakin tinggi juga populasi mikroorganisme. Penambahan bahan organik pada medium tanam dengan campuran tanah dan pasir, dibutuhkan untuk pertumbuhan benih dan bibit kakao. Penggunaan medium tanam yang baik dapat menjadikan


(36)

16 

 

pertumbuhan benih dan bibit mampu lebih cepat beradaptasi dengan resiko lingkungan tumbuh yang rendah.

Pemberian bahan organik yang mengandung mikroorganisme aktif berupa

Trichoderma spp. diduga mampu menekan aktivitas patogen dan memperbaiki kesuburan tanah, merangsang dan meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit. Patogen terbawa benih (seedborne pathogen) dan tertular tanah (soil borne) merupakan penyebab kerugian, ditemukan pada benih dan medium di pembibitan, sehingga perlu dilakukan pengendalian secara dini. Spesies patogen Rhizoctonia solani merupakan penyebab penyakit rebah batang yang banyak merugikan pertumbuhan bibit tanaman kopi (Saidi 1993). Patogen terbawa benih ini sulit dikendalikan sehingga perlu dilakukan pengendalian dengan menggunakan agens hayati. Menurut Baker & Cook (1974), sasaran pengendalian hayati pada patogen tanaman adalah untuk menekan penyakit dengan mengurangi inokulum patogen, infeksi tanaman inang dan mengurangi tingginya serangan patogen.

Pengendalian organisme pengganggu tanaman secara umum masih mengandalkan penggunaan pestisida kimiawi. Walaupun pengaruh negatif penggunaan pestisida kimiawi diketahui cukup tinggi, namun pemakaian pestisida dalam pengendalian penyakit masih merupakan salah satu cara untuk mengurangi kerugian (Gorenz 1974). Perkembangan pengendalian penyakit secara kimiawi pada saat ini telah menjadi perhatian utama dunia terutama terhadap pencemaran lingkungan dan kesehatan, sehingga penggunaannya perlu dibatasi. Menurut Soemarwoto (2001), sistem pertanian secara alami dapat mengurangi penggunaan pupuk sintetis, pestisida dan bahan kimia lainnya, karena berdampak pada lingkungan hidup antara lain mengancam kesehatan manusia dan kepunahan berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Pengurangan pengendalian dengan bahan kimia ke depan secara berkesinambungan dialihkan dengan menggunakan agens hayati. Penggunaan agens hayati dapat memberikan hubungan yang sinergis dan menghasilkan keseimbangan secara optimal antara kesehatan dan lingkungan. Penggunaan agens hayati banyak memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan tanaman mulai dari benih, bibit, tanaman hingga hasil, baik dari gangguan hama dan penyakit maupun untuk kesehatan.


(37)

PERUBAHAN BIOLOGI DAN FISIOLOGI SEBAGAI INDIKATOR MASAK FISIOLOGIS BENIH KAKAO HIBRIDA

Abstrak

Program pengembangan dan rehabilitasi tanaman kakao membutuhkan benih bermutu. Mutu benih antara lain dapat ditentukan oleh saat panen buah yang tepat, terutama berhubungan dengan masak fisiologis. Beberapa indikator penting yang berkaitan dengan masak fisiologis benih adalah karakteristik biologi dan fisiologi. Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember, Laboratorium Fisika dan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, serta rumah kaca Balai Penelitan Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor pada bulan Pebruari sampai September 2008. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari perubahan karakteristik fisiologis dan biologi, selama perkembangan benih kakao hibrida, (2) mengetahui hubungan antar berbagai karakter yang diamati dengan karakter fisiologis benih yang mencerminkan mutu benih dan (3) menentukan saat panen yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. Penelitian menggunakan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan (hand pollination) antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6 dan ICS 60 dengan Sca 6. Umur panen benih yang digunakan dalam penelitian adalah 120, 135, 150, 165, dan 180 yang dihitung saat setelah antesis dan setiap pengamatan diulang 4 kali. Analisa data disajikan dalam bentuk grafik dengan data primer ditambah standar deviasi dalam program Excel dan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing karakter mutu benih dilakukan ”path analysis” menggunakan SAS dari Windows v 9.1. Hasil penelitian menunjukkan perubahan fisiologis diperoleh pada dua fase perkembangan benih. Fase perkembangan hingga masak fisiologis (fase 1) dan fase setelah masak fisiologis (fase 2) kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. Masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 tercapai pada saat 150 HSA dan ICS 60 x Sca 6 165 HSA. Pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 daya berkecambah, indeks vigor, KCT-R, T50, bobot basah dan bobot kering benih, kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, jumlah daun dan tinggi bibit mencapai maksimum dan menurun pada fase kedua. Selama periode perkembangan benih terjadi penurunan kandungan total klorofil benih dan buah sedangkan warna buah kuning mengalami peningkatan. Karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 adalah warna buah kuning, indeks vigor, kandungan total klorofil benih dan buah, karotenoid dan antosianin benih, T50, tinggi bibit, KCT-R, dan bobot kering benih.

Kata kunci: Biologi benih, fisiologi benih, karakteristik benih, mutu benih, Theobroma cacao

*) Bagian dari disertasi ini telah diterima sebagai publikasi ilmiah pada jurnal terakreditasi B: Jurnal Penelitian Tanaman Industri, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, pada Bulan November 2010 (Baharudin, M. R. Suhartanto, Satriyas Ilyas, A. Purwantara (“Perubahan biologi dan fisiologi sebagai indikator penentuan masak fisiologis benih kakao hibrida” ).


(38)

18

Abstract

Biological and Physiological Changes as the Indicators of Physiological Maturity of Cacao hybrid Seeds. The development and rehabilitation programs of cacao need high quality seeds. The high quality of cacao seeds influenced by seeds physiological maturity and harvested time. Several important indicators which are related to the seed physiological maturity were: biological and physiological characters. The research aims are: (1) study on biological and physiological changes during of seed development, (2) study on the correlation of various characteristics related with seeds physiology and seeds quality, (3) determine the most appropriate harvested time for hybrid cacao seed of TSH 858 x Sca 6 and ICS 60 x Sca 6. The research has been taken in Coffee and Cacao Research Institute of Indonesia (Puslitkoka) in Jember, IPB Biophysics and Seeds science and Technology Laboratory and Biotechnology Research Institute for Estate Crops Indonesia glass house in Bogor from February to September 2008. The seeds were originated from hand pollination of TSH 858 vs Sca 6 and ICS 60 vs Sca 6 hybrids from Puslitkoka Jember. The seeds for this research were harvested on: 120, 135, 150, 165, and 180 day after anthesis (DAA); with four replications each. Data were analyzed and presented as graphs, standard deviation in excel; while to show the relationship on each character of seeds quality using path analysis by SAS for Windows v. 9.1. The results showed that the seed physiological changed on two phases during its development. The first phase starts from seeds development up to physiological maturity for TSH 858 x Sca 6 and as well ICS 60 x Sca6 hybrids, and second phases start after physiological maturity. The physiological maturity of each seeds is 150 DAA for TSH 858 x Sca 6 and 165 DAA for ICS 60 x Sca 6 hybrids. Seed germination percentage, vigor index, germination rate (KCT-R), T50, wet and dry weight of seed, seeds and fruits carotenoid content, seeds and fruits anthocyanin content, number of leaves, and height of seedling reached maximum when seed achieved physiological maturity and decreased afterward. During seed development, there were decreasing of seeds and fruits chlorophyll total content and increased for the yellow colour of fruit. The characters which showed direct correlation with seeds quality during seed development of TSH 858 x Sca 6 and ICS 60 x Sca 6 hybrids are: yellow colour of fruit, vigor index, chlorophyll total content for seeds and fruits, seeds carotenoid and anthocyanin content, germination rate (T50, KCT-R), seedling height and seed dry weight.

Key Words: Seed biological, seed characteristic, seed physiological, seed quality, Theobroma cacao

Pendahuluan

Kakao memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, karena mempunyai peluang pasar, baik nasional maupun internasional. Produksi kakao Indonesia pada tahun 2009 menempati urutan ketiga dunia sebesar 540 ribu ton, setelah Ghana 680 ribu ton dan Pantai Gading 1,22 juta ton (International Cacao Organization 2009).


(39)

19

Luas areal tanaman kakao Indonesia mencapai 1,5 juta ha (Dirjen Perkebunan 2010). Pengembangan tanaman kakao maupun merehabilitasi tanaman yang tua sangat membutuhkan benih bermutu, terutama yang berasal dari varietas unggul. Bagi tanaman tahunan benih bermutu merupakan faktor awal penentu keberhasilan usaha. Benih bermutu dapat diperoleh dengan berbagai indikator diantaranya berdasarkan karakteristik biologi dan fisiologis benih.

Mutu benih digambarkan dengan sejumlah potensi genetik, kemurnian benih, perkecambahan dan keberadaan patogen terbawa benih (McDonald & Copeland 1997). Beberapa penelitian menunjukkan vigor benih tertinggi dicapai pada saat masak fisiologis (Meena et al. 1999) dan umumnya pada saat berat kering benih mencapai maksimum (Harrington 1972). Pada tanaman tomat misalnya selain indikator berat kering maksimum, kandungan klorofil pada benih juga dapat digunakan sebagai penciri masak fisiologis benih atau secara tidak langsung merupakan penciri mutu benih (Suhartanto 2002). Karotenoid merupakan indikator masak fisiologis lain pada benih kedelai (Monma et al. 1994) dan benih jagung (Prasetyaningsih 2006).

Klorofil sebagai pigmen pembawa warna hijau daun yang terdapat dalam kloroplas berperan penting dalam proses fotosintesis, sedangkan karotenoid dan antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan alami juga ditemukan dalam benih dan buah. Karotenoid berfungsi sebagai agens photoprotektif dan photo-oksidasi yang berguna untuk melindungi embrio benih dari pengaruh radiasi (Cogdell & Rau dalam Suhartanto 2002). Menurut Curir et al. (2006), antosianin sebagai antioksidan (klas flavonoid) berfungsi melindungi tanaman dari aktivitas patogen. Keberadaan kandungan klorofil, karotenoid dan antosianin pada benih dan buah kakao masih belum diteliti padahal ketiganya berhubungan dengan mutu benih.

Perkembangan buah kakao jenis UAH pada umur 4 bulan setelah berbunga mempunyai daya berkecambah benih hanya sebesar 64% (Wirawan 1992). Masak fisiologis benih tercapai pada umur 5 bulan setelah berbunga. Dikatakan oleh Budiarti (1999), bahwa untuk jenis kakao tersebut, viabilitas tertinggi dicapai apabila buah yang dipanen telah masak fisiologis, dalam hal ini dicirikan oleh perubahan warna hijau menjadi kuning yang sudah mencapai 50%. Menurut Edwards (1980), fase pemasakan benih diikuti oleh perubahan fisiologis dan


(1)

Lampi

120 H

120 H

TSH 

ICS 

iran 10. Pe ha da Ru In

 

  HSA

 

  HSA

858 

60 

erkembangan asil persilan an ICS 60 x

umah Kac ndonesia, Bo

135 HSA

135 HSA

n umur pan gan buatan x Sca 6 dan ca Balai ogor.

 

150

150 H

en benih da antara kaka pengujian v Penelitian

HSA

HSA

an buah yan ao hibrida T

vigor benih Bioteknolo

165 HSA

165 HSA

ng diperoleh SH 858 x S

maupun bib ogi Perkeb

180 H

180 H

h dari Sca 6 bit di bunan

 

  HSA


(2)

L

L

:

Lampiran 1

Lampiran 12

:

150 HSA 

WA: Umu

PDA: Um

KS: Umu

1. Prosedur terbawa kakao h Balai Pe

2. Hasil iso hasil pe dengan di Labo Perkebu

ur 3 hari  

mur 3 hari

ur 7 hari

r pelaksanaa a benih yang

hibrida TSH enelitian Bio

olasi cendaw ersilangan bu menggunaka oratorium M unan Indones

WA

PDA

KS

an kegiatan g diperoleh d H 858 x Sca oteknologi P

wan terbawa uatan antara an medium t Mikrobiolog sia, Bogor.

A: Umur 5 ha

A: Umur 4 ha

S: Umur 5 ha

isolasi dan dari hasil per a 6 di Labor erkebunan In

a benih yang a kakao hibr

tanam WA, gi Balai Pe

ari

ari

ari

identifikasi rsilangan bu

ratorium Mi ndonesia, Bo

g diperoleh rida TSH 85 PDA dan ke enelitian Bi

WA: Umu

PDA: Umu

KS: Umu

cendawan uatan antara ikrobiologi ogor.

dari benih 58 x Sca 6 ertas saring ioteknologi

mur 7 hari

ur 6 hari


(3)

Lampi

Lampi

Lampi 150

P

P

iran 13. Pe be M Bo

iran 14. Inok TSH Bio

iran 15. Ha hi Bi

 

0 HSA 

P4 

ersiapan bah enih (CTB) Mikrobiologi

ogor.

kulasi 13 iso H 858 x Sc oteknologi P

asil Uji pat ibrida TSH

ioteknologi

  P0 

P5 

P10 

P10 

han untuk pe kakao hibri Balai Peneli

olat cendaw ca 6 di Labo

erkebunan In

ogenisitas c 858 x Sca Perkebunan

engujian pato ida TSH 85 itan Biotekn

wan terbawa oratorium M ndonesia, Bo

cendawan te a 6 di Rum

Indonesia, B

P1

P1 

P6 

P11

ogenisitas ce 58 x Sca 6 nologi Perkeb

benih (CTB Mikrobiologi

ogor.

erbawa beni mah Kaca Bogor.

 

20 HST

P2

P7 

P12

endawan terb di Laborato bunan Indon

B) kakao hib Balai Pene

ih (CTB) k Balai Pene

P

P

P

bawa orium nesia,

brida litian

kakao litian

 

 

P3 

P8 


(4)

L

L

Lampiran 16

Lampiran 17 Isolasi kecam

Koloni

C-1: Aspergillu

J-2: Cladosporiu

P-2: F. culmo

P-6: Macropho

6. Hasil isol terdapat p Sca 6 di Perkebun Pertanian

7. Hasil inok pada bag hibrida T Bogor da Bogor. mbah

i

us flavus

um herbanum J

orum

oma sp.

asi dan iden pada berbag

Laboratorium nan Indones n Bogor.

kulasi dan in gian kotiledo TSH 858 x

an Laborato

Koloni

Sterilisas

C-2: A. versico

J-3: Colletotrichum

P-3: F. oxyspor

ntifikasi cen ai bagian ke m Mikrobio ia, Bogor d

nfeksi cenda on, daun, ba Sca 6 di La orium Penge Kontrol si

olor

C-m acutatuC-m J-4:

rum P-4: Mo

ndawan terba ecambah kak ologi Balai P dan Pengen

awan terbaw atang, dan a aboratorium endalian Ha l: jaringan akar

3: A. ochraceus

Curvularia genic

Moniliella acetoabu

Sterilisasi

awa benih (C kao hibrida T Penelitian Bi ndalian Hay

wa benih yan akar kecam Mikrobiolo ayati Institut r Inokulas Penan

J-1: Penicilliu

P-1: Fusa s

culata

utens P-5: Ph

CTB) yang TSH 858 x ioteknologi ati Institut

ng terdapat mbah kakao

ogi BPBPI, t Pertanian i: jarinag akar naman di PDA

um chrysogenium

arium semitectum

oma glomerata m


(5)

Lampi

150 H

Beni dip (

Disim 2 min (S Disim 4 min (S

Tan hari

iran 18. Pe pe La se In

 

HSA 

ih baru  panen 

(S1) 

mpan  nggu  

2) 

mpan  nggu   S3) 

M

M

M

nam  i ke 3  

ersiapan bah erlakuan ben aboratorium erta rumah ndonesia, Bo

M0

M0

M0

M1

M1

M1

Tana hari ke

han dan aplik nih pada ben m Ilmu dan T kaca Bala ogor.

1 M2 

M2

M2

e 10 

kasi percoba nih kakao h Teknologi B i Penelitian

M3

M3

M3

M

M

M

Tanam hari ke 1

aan lama p hibrida TSH Benih IPB d n Bioteknol

M4

M4

M4

M5

M5

M5

 

15 

penyimpanan H 858 x Sca dan Mikrobi

logi Perkeb

Ben

Ruang inkubas

Tanam  hari ke 21

n dan 6 di ologi bunan

nih 

 

si 


(6)

L

L

L

Lampiran 19

Lampiran 20

Lampiran 2 Kulit b

da

Ko

150 HSA 

Umur b

9. Pembuata tanam di Perkebun

0. Pemberia Sca 6 di Perkebu

1. Hasil apl bibit kaka Balai Pen

 

 

buah kakao  an promi 

mpos siap p

Pasir halus

ibit 1 bulan Benih  TSH 858

an kompos Laboratoriu nan Indonesia

an perlakuan i laboratoriu unan Indones

ikasi perlak ao hibrida T nelitian Biote pakai 

Trichode harzian

Trichode

 pseudoko

U

dengan beb um Mikrobio

a, Bogor.

n benih pad um Mikrobio sia, Bogor.

kuan benih d TSH 858 x S

eknologi Per

 

Pengompo

erma num

erma oningii 

106 sp

Umur bibit 2 b

berapa agen ologi Balai P

da benih kak ologi Balai P

dan medium ca 6 di Rum rkebunan Ind osan 

Kom

Ta

pora/ml  Pe

bulan

ns hayati da Penelitian Bi

kao hibrida T Penelitian Bi

m tanam terh mah Kaca Mi

donesia, Bog

 

Kompos

mpos halus 

nah halus 

erlakuan 

benih 

Umur bibi

an medium ioteknologi

TSH 858 x ioteknologi

hadap vigor ikrobiologi gor. s kasar 

R. inkubasi

it 5 bulan