BAB IV PENDUGAAN TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN
KEKERINGAN PADA FASE VEGETATIF MENGGUNAKAN LARUTAN POLIETILENA GLIKOL
ABSTRAK
Tujuan percobaan ini adalah untuk a mengevaluasi efektivitas penggunan larutan PEG 6000 untuk menapis toleransi genotipe jagung terhadap cekaman
kekeringan, b menentukan konsentrasi PEG yang efektif untuk melakukan seleksi dan c memilih peubah pertumbuhan pada fase vegetatif sebagai karakter toleransi
genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Genotipe jagung yang diuji sebanyak lima belas genotipe yang ditanam dalam pot plastik berukuran diameter 9 cm dan
tinggi 19 cm yang berisi campuran cocopeat dan arang sekam 1:1 vv. Media tanam disiram larutan PEG 6000 dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20 pada saat
tanaman berumur 10 hari setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam menyebabkan kondisi tanaman
mengalami cekaman sehingga pertumbuhan vegetatif menjadi menurun, menunjukkan kelayuan penggulungan daun, kerusakan daun dan peningkatan
akumulasi prolin pada daun. Metode seleksi toleransi jagung terhadap cekaman kekeringan dengan metode penyiraman larutan PEG 10 ke dalam media tanam dan
mengukur bobot kering akar, bobot kering tajuk, kandungan prolin pada daun, panjang akar dan skor penggulungan daun merupakan metode yang efektif untuk
mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Proporsi kesesuaian metode tersebut dalam menduga toleransi suatu genotipe jagung cukup
baik dengan hasil seleksi di lapang. Proporsi kesesuaian dalam menduga genotipe peka adalah 1.00 dan genotipe medium toleran adalah 0.72
Kata kunci: bobot kering akar, bobot kering tajuk, metode seleksi, penggulungan
daun, prolin.
PREDICTION OF MAIZE GENOTIPES TOLERANCE TO DROUGHT STRESS AT VEGETATIVE STAGES USING
POLYETHELENE GLYCOL PEG
ABSTRACT
The objectives of this research were a to determine effectiveness of polyethylene glycol PEG 6000 to predict response of maize genotypes against
drought stress, b to determine the most effective PEG concentration and c vegetative growth parameters for selection of drought response. The research were
used fifteen maize genotypes which grown in plastic pots 9 cm diameter, 19 cm height contain a mixture of cocopeat:rice husk charcaol 1:1 vv. At 10 days after
planting, plants were irrigated with 0, 5, 10, 15 and 20 PEG. The results indicated that supplementation of PEG solution in plant media caused reduce on
vegetative growth, leaf rolling, leaf damage and higher proline accumulation in leaf. Selection method by supplementation of PEG 10 in planting media and
measurement of root dry weight, shoot dry weight, proline accumulation in leaf, and leaf rolling score could use as parameter as selection to predicting drought tolerance
of maize genotypes. This result have highly similarity with selection on the filed. Similarity proportion for sensitive genotypes was 1.00, while medium tolerant was
0.72.
Key words: leaf rolling scor, proline, root dry weight, shoot dry weight, selection
methode
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan produksi jagung melalui perluasan areal pertanaman menghadapi beberapa kendala, diantaranya cekaman kekeringan yang menghambat
peningkatan produksi jagung. Salah satu usaha mengatasi kendala tersebut adalah perakitan varietas toleran terhadap cekaman kekeringan. Langkah awal untuk
perakitan varietas tersebut adalah melakukan seleksi terhadap galur-galur jagung yang ada untuk mengetahui toleransinya pada kondisi cekaman kekeringan.
Sifat tanaman toleran cekaman kekeringan merupakan sifat yang kompleks, karena dicerminkan oleh beberapa karakteristik morfologi tanaman. Beberapa
petunjuk dapat dijadikan sebagai indikator tanaman toleran cekaman kekeringan diantaranya bobot kering akar, panjang akar Grzesiak et al. 1999, akumulasi prolin
Moussa Abdel-Aziz 2008 dan kepekaan penggulungan daun Edmeades et al. 1999.
Seleksi di lapang untuk mengetahui toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan sering mengalami kendala seperti banyaknya jumlah genotipe
yang diuji, perubahan cuaca yang tidak dapat diduga, dan sulit menjaga keseragaman tekanan seleksi. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan larutan osmotikum
seperti polietilena glikol polyethylen glycol, PEG 6000 yang dapat mengontrol tingkat penurunan potensial air dan tidak bersifat racun bagi tanaman Verslues et al.
2006. Tujuan percobaan ini adalah untuk a mengevaluasi efektifitas penggunan
larutan PEG 6000 dalam menduga respon genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan, b menentukan konsentrasi PEG yang efektif untuk melakukan seleksi
dan c memilih peubah pertumbuhan pada fase vegetatif sebagai indikator toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Kombinasi antara konsentrasi PEG
dan peubah pertumbuhan pada fase vegetatif dapat digunakan sebagai metode seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan.
BAHAN DAN METODE
Percobaan seleksi genotipe toleran kekeringan pada fase vegetatif dilaksanakan di rumah kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Genetika
BB Biogen pada bulan Oktober 2007 – Januari 2008.
Genotipe jagung yang diuji sebanyak 15 genotipe yaitu: MR 14, MR 4, DTPY- C9-F46-1-7-1-1-fB, Anoman, PT-BC4-6, DTPY-F46-3-9-nB, PT-12, G18 Seq C2-
F119-2-1-1nB, PT-17, CML 161, CML 165, Nei 9008, B11-209, G180 dan G193. Genotipe yang peka cekaman kekeringan adalah MR 4 Dahlan et al. 2001, CML
161 dan CML 165 CIMMYT 2006. Genotipe toleran cekaman kekeringan adalah Anoman, MR 14 Irniany et al. 2006, DTPY-C9-F46-1-7-1-1-fB dan DTPY-F46-3-
9-nB, dan G18 Seq C2-F119-2-1-1nB CIMMYT 2006. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial. Faktor pertama
adalah 15 genotipe jagung, sedangkan faktor kedua adalah pemberian larutan PEG 6000 dengan konsentarsi 5, 10, 15, dan 20 yang masing-masing setara
dengan -0.03, -0.19, -0.41 dan -0.67 MPa Mexal et al. 1975, sebagai pembanding adalah tanpa pemberian PEG. Dengan demikian terdapat 75 kombinasi perlakuan dan
setiap genotipe ditanam lima tanaman dengan tiga kali ulangan. Percobaan dilakukan dua set percobaan.
Persiapan media dan penanaman. Media tanam yang digunakan adalah
campuran cocopeat dan arang sekam padi dengan perbandingan 1:1 vv dimasukan ke dalam pot diameter 9 cm dan tinggi 19 cm. Sebelum penanaman, benih terlebih
dahulu diperlakukan dengan metalaksil untuk mencegah serangan bulai. Benih ditanam tiap pot sebanyak dua biji dan dilakukan penyiraman satu sampai dua hari
sekali sampai tanaman berumur 10 hari setelah tanam HST. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 10 HST, kemudian dilakukan perlakuan cekaman
kekeringan dengan penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam.
Perlakuan cekaman kekeringan dengan larutan PEG. Simulasi cekaman
kekeringan dilakukan dengan penyiraman larutan PEG pada media tanam pada saat tanaman berumur 10 HST. Frekuansi penyiraman PEG adalah dua hari sekali
sebanyak 50 ml. Perlakuan tingkat cekaman kekeringan berdasarkan konsentrasi larutan PEG yang telah ditentukan. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara
melarutkan hara pada larutan PEG dengan frekuansi empat hari sekali. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Growmore dengan dosis 2 g L
-1
.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah meliputi: 1. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang tanaman sampai daun tertinggi.
2. Panjang dan lebar daun serta warna daun spesifik. Daun yang diukur adalah daun kedua. Pengukuran warna daun menggunakan alat klorofil meter yaitu SPAD
502. 3. Diameter batang
4. Intensitas kerusakan daun, ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Townsend dan Heuberger dalam Sudarsono et al. 2004,
sebagai berikut: Keterangan: P = intensitas kerusakan daun, n = jumlah daun tiap kategori gejala,
V = nilai skor tiap kategori gejala, N = jumlah daun yang diamati, Z = nilai skor kerusakan tertinggi. Skor kerusakan daun, diukur berdasarkan luas daun yang
mengalami klorosis dan nekrosis: Skor 1 = 10 dari luas daun
Skor 2 = 11-30 dari luas daun Skor 3 = 31-50 dari luas daun
Skor 4 = 51-70 dari luas daun Skor 5 = 70 dari luas daun
5. Skor menggulung daun, skor 1 – 5: Skor 1 = daun tidak menggulung atau turgid
Skor 2 = daun mulai menggulung Skor 3 = daun mengulung dengan bagain ujung daun berbentuk V
Skor 4 = daun menggulung menutupi lidah daun Skor 5 = daun menggulung seperti daun bawang
6. Kepadatan stomata, perhitungan stomata dilakukan secara tidak langsung dengan teknik imprint yaitu mencetak stomata daun dengan menggunakan kuteks cat
kuku. Perhitungan dilakukan pada daun ketiga pada saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam HST. Hasil imprint diletakan pada plat kaca objek
haemocytometer dengan pembesaran 100 kali dilakukan pada proyeksi bidang
obyek mikroskop. 100
x ZxN
nxV P
∑ =
7. Kandungan prolin dalam daun. Metode pengukuran kandungan prolin daun sama seperti pengukuran prolin pada penelitian fase perkecambahan BAB III.
8. Panjang akar primer dan jumlah akar seminal diukur pada saat umur 40 HST. 9. Bobot kering akar dan tajuk yang diukur pada umur 40 HST.
10. Indeks sensitivitas cekaman kekeringan S dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Fischer dan Maurer 1978:
Keterangan: Yp = Rata-rata suatu genotipe yang mendapat cekaman kekeringan
Y = Rata-rata suatu genotipe yang tidak mendapat cekaman kekeringan Xp = Rata-rata dari seluruh genotipe yang mendapat cekaman kekeringan
X = Rata-rata dari seluruh genotipe yang tidak mendapat cekaman kekeringan
Peubah-peubah yang digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas kekeringan adalah: panjang akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk, ratio bobot
kering akartunas, skor penggulungan daun dan kandungan prolin daun. Kriteria untuk menentukan tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan adalah jika nilai
S ≤ 0.5 maka genotipe tersebut toleran, jika 0.5S≤1.0 maka genotipe tersebut agak
toleran, dan jika S1.0 maka genotipe tersebut peka. Pemilihan peubah-peubah yang memiliki keragaman besar dan dapat
mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan Analisis Komponen Utama AKU dan analisis Diskriminan. AKU
digunakan untuk mereduksi jumlah peubah asal p yang saling berkorelasi menjadi q peubah baru yang tidak berkorelasi qp tanpa banyak mengurangi informasi
peubah asal, sehingga pemilihan genotipe dapat dilakukan dengan menggunakan lebih sedikit peubah yang dapat menggambarkan keragaman suatu fenotipe.
Banyaknya komponen utama yang dipakai adalah komponen utama yang memiliki akar ciri
≥ 1, karena mempunyai kontribusi keragaman yang besar. Kemudian peubah yang telah direduksi diuji kembali dengan menggunakan analisis
Diskriminan yang bertujuan untuk menentukan peubah-peubah yang dapat membedakan kelompok genotipe toleran, medium toleran atau peka cekaman
kekeringan dengan pembanding pengelompokkan berdasarkan hasil seleksi di lapang
percobaan BAB V.
X Xp
1 Y
Yp 1
S −
− =
HASIL
Berdasarkan indeks sensitivitas cekaman kekeringan ISK pada peubah skor penggulungan daun, bobot kering akar, panjang akar, jumlah akar seminal, berat
kering tajuk dan nisba bobot kering akar pada percobaan set pertama dengan menggunakan tingkat konsentrasi PEG 0, 5, 10, 15 dan 20 menunjukkan
bahwa konsentrasi PEG yang efektif untuk seleksi genotipe toleran cekaman kekeringan adalah pada konsentrasi PEG 10 dan 15 Lampiran 5 dan 6,
sehingga pada percobaan set kedua perlakuan cekaman PEG adalah perlakuan PEG 0, 10, dan 15. Data yang dibahas adalah data hasil rata-rata dua set percobaan
pada konsentrasi tersebut.
Keadaan Tanaman Akibat Kondisi Cekaman PEG
Penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam menyebabkan terjadinya cekaman terhadap tanaman jagung yang ditandai dengan munculnya penggulung
daun, degradasi kehijauan daun dan intensitas kerusakan daun yang semakin meningkat dibanding pada kondisi optium Tabel 18, 19 dan Lampiran 12.
Pada kondisi cekaman PEG 10 genotipe Anoman dan DTPY-C9-F46-fB dan DTPY-F46-3-9-nB menunjukkan skor penggulungan daun yang kecil masing-
masing sebesar 2.39, 2.56 dan 2.33 yang berbeda nyata dengan genotipe CML 161 G 180 dan MR 4 yang skor penggulungan daun lebih besar, masing-masing dengan
skor 3.22 dan 3.33. Setelah mengalami cekaman PEG selama 20 dan 30 hari seluruh genotipe
menunjukkan peningkatan intensitas kerusakan daun IKD seiring dengan meningkatnya perlakuan konsentrasi PEG dan lamanya mengalami cekaman Tabel
19 dan Lampiran 12 . Pada cekaman PEG 10 genotipe CML 165 dan MR 4 menunjukkan persentase IKD yang besar masing-masing sebesar 43.23 dan
32.51, sedangkan genotipe Anoman dan MR 14 menunjukkan persentase peningkatan IKD yang rendah masing-masing sebesar 23.65 dan 13.77 Tabel
19. Berdasarkan analisis korelasi antar peubah, IKD berkorelasi nyata negatif dengan warna hijau daun Tabel 28. Hal tersebut menunjukkan bahwa kerusakan
daun meningkat seiring dengan penurunan kehijauan daun.
Tabel 18 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap skor penggulungan daun yang diukur 30 hari setelah
perlakuan
Genotipe Skor mengulung daun pada
konsentrasi PEG ISK pada konsentrasi
PEG 0 10 15 10
15 Anoman 1.00
c
A
2.39 b
CD
2.94 a
CD
0.94
MT
0.95
MT
B11-209 1.00 c
A
2.61 b
BC
3.05 a
CD
1.09
PK
1.00
MT
CML 161 1.00 c
A
3.22 b
A
3.83 a
A
1.50
PK
1.38
PK
CML 165 1.00 c
A
2.33 b
D
2.94 a
CD
0.90
MT
0.95
MT
DTPY-C9-F46-fB 1.00 c
A
2.33 b
D
2.89 a
D
0.90
MT
0.92
MT
DTPY-F46-3-9-nB 1.00 c
A
2.56 b
BCD
3.06 a
CD
1.05
PK
1.00
PK
G 193 1.00 c
A
2.67 b
B
3.44 a
B
1.13
PK
1.19
PK
G18 Seq C2-nB 1.00 c
A
1.89 b
F
2.45 a
EF
0.60
MT
0.70
MT
G180 1.00 c
A
3.22 b
A
3.89 a
A
1.50
PK
1.40
PK
MR 14 1.00 c
A
1.56 b
G
2.33 a
F
0.38
T
0.65
MT
MR 4 1.00 c
A
3.33 b
A
3.72 a
A
1.57
PK
1.32
PK
Nei 9008 1.00 c
A
2.44 b
BCD
3.17 a
C
0.97
MT
1.05
PK
PT-12 1.00 c
A
2.00 b
EF
2.50 a
EF
0.67
MT
0.73
MT
PT-17 1.00 c
A
2.56 b
BCD
2.94 a
CD
1.05
PK
0.95
MT
PT-BC4-9 1.00 c
A
2.11 b
E
2.67 a
E
0.75
MT
0.81
MT Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil
yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Tabel 19 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap intensitas kerusakan daun pada saat 30 hari setelah
perlakuan
Genotipe Intensitas kerusakan daun IKD pada
konsentrasi PEG Peningkatan IKD
relatif pada PEG 10
15 10 15
Anoman 45.92 52.48 53.58
14.27 16.67 B11-209 45.01
51.24 54.09
13.83 20.16
CML 161
42.90 53.16 54.47 23.91 26.96
CML 165
41.77 52.85 53.63 26.53 28.40
DTPY-C9-F46-fB 46.08 47.78 50.16 3.68 8.85
DTPY-F46-3-9-nB 46.70 49.46 54.22 5.90 16.10
G 193
52.36 54.42 58.99 3.92 12.65
G18 Seq C2-nB 46.12
53.68 51.60
16.38 11.88
G180 46.00 52.65 54.58
14.45 18.65 MR
14 39.97 54.87 55.77
37.27 39.51 MR
4 48.99 57.08 57.14
16.51 16.64 Nei
9008 47.88 50.96 55.24
6.45 15.39 PT-12 47.41
51.19 52.83
7.97 11.43
PT-17 40.69 50.89 53.54
25.06 31.59 PT-BC4-9
48.83 50.04
51.45 2.48
5.36 Rataan
45.78 b 52.24 a
54.03 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Pertumbuhan Tajuk Akibat Cekaman PEG
Penyiraman PEG pada media tanam berdampak negatif terhadap pertumbuhan tajuk. Pada kondisi cekaman PEG terjadi penurunan yang nyata terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman, bobot kering tajuk, panjang daun, lebar daun, dan diameter batang Tabel 20, 21 dan Lampiran 7, 8, 9
. Persentase penurunan tinggi tanaman yang terendah pada kondisi cekaman
PEG 10 terdapat pada genotipe Anoman dengan penurunan 5.14, sedangkan penurunan terbesar terdapat pada genotipe G 193 yaitu sebesar 26.71. Pada kondisi
cekaman PEG 15, persentase penurunan tinggi tanaman yang terendah terdapat pada genotipe CML 161 dengan penurunan sebesar 12.94, sedangkan penurunan
terbesar terdapat pada genotipe G18 Seq C2-nB sebesar 38.86 Tabel 20. Tabel 20 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam
media tanam terhadap tinggi tanaman yang diukur 30 hari setelah perlakuan
Genotipe Tinggi tanaman cm pada
konsentrasi PEG Penurunan TT
relatif pada PEG
10 15 Rataan 10 15
Anoman 70.60 66.97 59.13 65.57
A
5.14 16.25 B11-209
64.03 53.33 52.23 56.53
CD
16.71 18.43 CML
161 61.30 56.53 53.37 57.07
CBD
7.78 12.94 CML
165 53.60 44.77 41.20 46.52
GF
16.47 23.13 DTPY-C9-F46-fB 68.13 56.23 53.10 59.16
CBD
17.47 22.06 DTPY-F46-3-9-nB 67.10 54.77 52.97 58.28
CBD
18.38 21.06 G
193 54.13 39.67 36.00 43.27
G
26.71 33.49 G18
Seq C2-nB
60.03 44.57 36.70 47.10
F
25.75 38.86 G180
56.30 49.33 47.27 50.97
E
12.38 16.04 MR
14 44.33 37.50 35.23 39.02
H
15.41 20.53 MR
4 66.70 58.57 57.17 60.81
B
12.19 14.29 Nei
9008 67.83 57.83 50.90 58.86
CBD
14.74 24.96 PT-12
66.53 58.30 56.00 60.28
CB
12.37 15.83 PT-17
64.30 57.47 54.17 58.64
CBD
10.62 15.75 PT-BC4-9
65.83 51.63 49.63 55.70
D
21.57 24.61 Rataan
62.05 a 52.50 b 49.00 c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, dan TT = tinggi
tanaman.
Tinggi tanaman tertingi pada kondisi cekaman PEG terdapat pada genotipe Anoman dengan tinggi tanaman sebesar 66.97 cm pada kondisi cekaman PEG 10
dan 59.13 cm pada kondisi cekaman PEG 10, sedangkan tinggi tanaman terendah
terdapat pada G 193 dengan tinggi tanaman sebesar 39.67 cm pada kondisi cekaman PEG 10 dan 36.00 cm pada kondisi cekaman PEG 10 Tabel 20.
Bobot kering tajuk BKT semakin menurun seiring dengan meningkatnya cekaman PEG, namun pada kondisi PEG 10 dan 15 penurunan yang nyata hanya
dialami pada genotipe CML 161 dan PT-12. Persentase penurunan BKT terbesar akibat cekaman PEG terdapat pada genotipe G18 Seq C2-nB dengan persentase
penurunan 60.54 – 73.34, sedangkan penurunan terkecil terdapat pada genotipe G 180 sebesar 34.22 – 44.69. Diantara 15 genotipe yang diuji pada kondisi
cekaman PEG ternyata genotipe Anoman memiliki BKT terbesar yaitu berkisar 2.24 - 2.60 g, sedangkan BKT terkecil terdapat pada genotipe CML 165 yaitu hanya
berkisar 0.65 - 1.00 g Tabel 21. Tabel 21 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam
media tanam terhadap bobot kering tajuk yang diukur 30 hari setelah perlakuan
Genotipe Bobot kering tajuk g pada
konsentrasi PEG Penurunan BKT
relatif pada PEG
0 10 15 10 15
Anoman 4.71 a
A
2.60 b
A
2.24 b
A
44.91 52.54 B11-209 2.92
a
CD
1.55 b
BC
1.37 b
BC
46.86 53.14 CML 161
2.04 a
EF
1.29 b
BC
0.94 c
BCD
36.60 53.92 CML 165
1.75 a
F
1.00 b
C
0.65 b
D
43.15 62.74 DTPY-C9-F46-fB 2.56
a
DE
1.45 b
BC
1.28 b
BCD
43.56 50.19 DTPY-F46-3-9-nB 2.83
a
CD
1.65 b
B
1.29 b
BC
41.58 54.30 G 193
3.05 a
BCD
1.51 b
BC
1.19 b
BCD
50.44 60.83 G18 Seq C2-nB
2.81 a
CD
1.11 b
BC
0.75 b
CD
60.54 73.34 G180 2.13
a
EF
1.40 b
BC
1.18 b
BCD
34.22 44.69 MR 14
2.49 a
DE
1.20 b
BC
0.99 b
BCD
51.74 60.19 MR 4
2.60 a
DE
1.69 b
B
1.36 b
BC
35.13 47.82 Nei 9008
3.36 a
BC
1.41 b
BC
1.15 b
BCD
58.09 65.84 PT-12 3.25
a
BC
1.52 b
BC
0.96 c
BCD
53.08 70.43 PT-17 3.56
a
B
1.75 b
B
1.49 b
B
50.75 58.24 PT-BC4-9 2.79
a
CD
1.54 b
BC
1.39 b
B
44.92 50.30
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, dan BKT =
bobot kering tajuk.
Pertumbuhan Akar akibat Cekaman PEG
Pada kondisi cekaman PEG pertumbuhan bobot kering akar mengalami penurunan yang nyata, sedangkan panjang akar mengalami pertumbuhan yang
beragam dimana genotipe B11-2009, G 193, Nei 9008 dan PT-12 mampu meningkatkan panjang akar sekitar 1.38 – 5.84 dari kondisi optimum, sedangkan
genotipe lainnya mengalami penurunan panjang akar. Penurunan panjang akar terbesar terdapat pada genotipe CML 165 dan MR 4 dengan persentase penurunan
sebesar 13.60 dan 21.47 dari kondisi optimum Tabel 22. Tabel 22 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam
media tanam terhadap panjang akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan
Genotipe Panjang akar primer cm pada
konsentrasi PEG Peningkatan
penurunan PA relatif pada
PEG 0 10 15
10 15
Anoman 50.52 a
A
50.03 a
A
50.03 a
AB
-0.97 -0.97 B11-209 49.72
a
A
49.72 a
A
50.47 a
A
0.00 1.51 CML 161
43.68 a
CD
41.81 a
DE
41.20 a
EFG
-4.28 -5.68 CML 165
48.39 a
AB
41.81 b
DE
38.00 b
G
-13.60 -21.47 DTPY-C9-F46-fB 44.42
a
BCD
43.97 a
BCD
44.14 a
DEF
-1.01 -0.63 DTPY-F46-3-9-nB 46.92 a
ABCD
46.67 a
ABC
45.94 a
BCD
-0.53 -2.09 G 193
38.50 a
E
40.75 a
DE
40.04 a
FG
5.84 4.00 G18 Seq C2-nB
47.58 a
ABCD
43.04 b
CDE
40.14 b
FG
-9.54 -15.64 G180 32.44
a
F
32.36 a
F
32.20 a
H
-0.25 -0.74 MR 14
43.28 a
D
42.60 a
CDE
41.60 a
DEFG
-1.57 -3.88 MR 4
46.93 a
ABCD
39.53 b
E
38.11 b
G
-15.77 -18.79 Nei 9008
49.22 a
A
50.17 a
A
51.55 a
A
1.93 4.73 PT-12 47.23
a
ABCD
47.88 a
AB
48.64 a
ABC
1.38 2.99 PT-17 48.05
a
ABC
46.67 a
ABC
44.88 a
CDE
-2.87 -6.60 PT-BC4-9 48.92
a
A
44.47 b
BCD
43.22 b
DEF
-9.10 -11.65
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, dan PA = panjang
akar.
Pertumbuhan bobot kering akar semakin menurun seiring dengan meningkatnya cekaman PEG. Persentase penurunan bobot kering akar terbesar pada
kondisi PEG 10 adalah genotipe G 193 dengan persentase 41.27 dan pada kondisi PEG 15 adalah genotipe PT 12 sebesar 55.70, sedangkan persentase
penurunan terkecil terdapat pada genotipe DTPY-C9-F46-fB dengan persentase penurunan hanya 12.75 dan penurunan 19.61 pada kondisi PEG 10 dan 15
Tabel 23.
Bobot kering akar terbesar pada kondisi cekaman PEG terdapat pada genotipe Anoman yaitu sebasar 1.64 g pada kondisi PEG 10 dan 1.37 g pada kondisi PEG
15, sedangkan bobot kering akar terkecil terdapat pada genotipe CML 165 sebesar 0.56 g pada kondisi PEG 10 dan 0.43 g pada kondisi PEG 15 Tabel 23.
Tabel 23 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap bobot kering akar yang diukur 30 hari setelah
perlakuan
Genotipe Bobot kering akar g pada
konsentrasi PEG Penurunan BKA
relatif pada PEG 0 10 15 Rataan
10 15
Anoman 2.26 1.64
1.37 1.76
A
27.43 39.38 B11-209 1.42
1.08 0.92
1.14
BC
23.94 35.21 CML 161
0.93 0.75
0.60 0.76
FG
19.35 35.48 CML 165
0.77 0.56
0.43 0.59
G
27.27 44.16 DTPY-C9-F46-fB 1.02 0.89 0.82 0.91
CDEF
12.75 19.61 DTPY-F46-3-9-nB 1.23 0.99 0.87 1.03
BCDE
19.51 29.27 G 193
1.26 0.74
0.64 0.88
DEF
41.27 49.21 G18 Seq C2-nB
1.18 0.77
0.60 0.85
DEF
34.75 49.15 G180 0.90
0.72 0.68
0.77
FG
20.00 24.44 MR 14
1.15 0.69
0.67 0.83
EF
40.00 41.74 MR 4
1.24 0.94
0.89 1.02
BCDE
24.19 28.23 Nei 9008
1.50 0.82
0.78 1.03
BCDE
45.33 48.00 PT-12 1.49
1.08 0.66
1.08
BCDE
27.52 55.70 PT-17 1.59
1.16 0.98
1.25
B
27.04 38.36 PT-BC4-9 1.28
1.05 0.94
1.09
BCD
17.97 26.56 Rataan
1.28 a 0.93 b 0.79 c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, dan BKA =
bobot kering akar.
Rasio Bobot Keringa AkarTajuk pada Kondisi Cekaman PEG
Rasio bobot kering akartajuk RBKAT semakin meningkat seiring semakin meningkatnya cekaman PEG. Persentase peningkatan RBKAT yang paling besar
pada kondisi cekaman PEG 10 adalah genotipe PT-12 sebesar 62.22 dan pada kondisi PEG 15 adalah genotipe G18 Seq C2-nB sebesar 73.33, sedangkan
persentase peningkatan RBKAT yang terkecil pada kondisi cekaman PEG 10 adalah genotipe G 180 sebesar 13.04 dan pada kondisi PEG 15 adalah genotipe
Anoman sebesar 34.04. Pada kondisi cekaman PEG 10 dan 15, RBKAT terbesar terdapat pada genotipe G18 Seq C2-nB yaitu sebesar 0.70 dan 0.78,
sedangkan RBKAT terkecil terdapat pada genotipe G 180 yaitu hanya sebesar 0.52 dan 0.67 Tabel 24.
Tabel 24 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap rasio bobot kering akartajuk yang diukur 30 hari
setelah perlakuan
Genotipe Rasio bobot kering akartajuk pada
konsentrasi PEG Peningkatan
RBKAT relatif PEG
0 10 15 Rataan 10 15
Anoman 0.47 0.64
0.63 0.58
BA
36.17 34.04 B11-209 0.48
0.68 0.69
0.62
BA
41.67 43.75 CML 161
0.46 0.64 0.67
0.59
BA
39.13 45.65 CML 165
0.47 0.59 0.67
0.58
BA
25.53 42.55 DTPY-C9-F46-fB 0.42
0.66 0.66
0.58
BA
57.14 57.14 DTPY-F46-3-9-nB 0.44
0.63 0.66
0.58
BA
43.18 50.00 G 193
0.43 0.55 0.56
0.51
B
27.91 30.23 G18 Seq C2-nB
0.45 0.70 0.78
0.64
A
55.56 73.33 G 180
0.46 0.52 0.59
0.52
BA
13.04 28.26 MR 14
0.48 0.63 0.70
0.60
BA
31.25 45.83 MR 4
0.48 0.58 0.67
0.58
BA
20.83 39.58 Nei 9008
0.46 0.61 0.68
0.58
BA
32.61 47.83 PT-12 0.45
0.73 0.70
0.63
BA
62.22 55.56 PT-17 0.46
0.69 0.71
0.62
BA
50.00 54.35 PT-BC4-9 0.46
0.69 0.69
0.61
BA
50.00 50.00 Rataan
0.46 b 0.64 a
0.67 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, dan RBKAT = rasio
bobot kering akartajuk.
Kandugan Proline Daun pada Kondisi Cekaman PEG
Pada kondisi cekaman PEG seluruh genotipe mengalami peningkatan kandungan prolin pada daun. Pada kondisi cekaman PEG 15 peningkatan nyata
terdapat pada genotipe Anoman, G18 Seq C2-nB dan PT-12. Persentase peningkatan kandungan prolin terbesar terdapat pada genotipe G18 Seq C2-nB dengan
peningkatan sebesar 611.85 Tabel 25. Pada kondisi cekaman PEG 15, akumulasi proline yang tinggi terdapat pada
G18 Seq C2-nB dengan kandungan prolin sebesar 144.79 µmolgram bobot basah daun sedangkan kandungan prolin terkecil terdapat pada genotipe G 180 dengan
kandungan prolin sebasar 26.53 µmolgram bobot basah daun Tabel 25.
Tabel 25 Kandungan prolin daun jagung pada saat tanaman mengalami cekaman PEG selama 30 hari
Genotipe Kandungan prolin µmolg bobot
basah pada konsentrasi larutan PEG Peningkatan prolin
relatif pada PEG 10
15 10
15 Anoman 33.13
b A
48.64
ab A
66.81
a B
46.82 101.66 B11-209 20.33
a A
26.29
a A
26.65
a C
29.32 31.09 CML 161
20.19
a A
37.64
a A
41.39
a BC
86.43 105.00 CML 165
31.50
a A
34.22
a A
35.62
a BC
8.63 13.08 DTPY-C9-F46-fB 19.84
a A
20.95
a A
26.69
a C
5.59 34.53 DTPY-F46-3-9-nB 11.64
a A
35.21
a A
37.85
a BC
202.49 225.17 G 193
18.99
a A
21.49
a A
23.92
a C
13.16 25.96 G18 Seq C2-nB
20.34
b A
33.54
b A
144.79
a A
64.90 611.85 G 180
19.11
a A
20.24
a A
26.53
a C
5.91 38.83 MR 14
20.95
a A
32.44
a A
42.66
a BC
54.84 103.63 MR 4
19.85
a A
32.03
a A
36.38
a BC
61.36 83.27 Nei 9008
22.50
a A
37.27
a A
41.61
a BC
65.64 84.93 PT-12 21.10
b A
40.31
ab A
65.92
a B
91.04 212.42 PT-17 12.77
a A
31.68
a A
36.24
a BC
148.08 183.79 PT-BC9 19.66
a A
27.46
a A
36.28
a BC
39.67 84.54
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Densitas Stomota Daun
Densitas stomata daun dari 15 genotipe pada umur 40 hari setelah tanam HST
menunjukkan keragaman Tabel 26.
Tabel 26 Rataan densitas stomata daun pada berbagai genotipe jagung Genotipe
Jumlah stomata Anoman 158.89
DE
B11-209 168.02
ABCD
CML 161 168.67
ABCD
CML 165 159.60
DE
DTPY-C9-F46-fB 154.12
DE
DTPY-F46-3-9-nB 161.56
CDE
G 193 152.91
DE
G18 Seq C2-nB 181.86
ABC
G180 187.97
A
MR 14 170.71
ABCD
MR 4 143.18
E
Nei 9008 167.25
ABCD
PT-12 183.91
AB
PT-17 152.89
DE
PT-BC4-9 162.30
BCDE Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan 5.
Densitas stomata daun pada genotipe G 180 menunjukkan jumlah stomata terbanyak yaitu 187.97 stomata yang berbeda nyata dengan genotipe lainnya,
sedangkan densitas stomata terendah terdapat pada genotipe MR 4 dengan 143.18 stomata. Genotipe lainnya yang memiliki densitas stomata yang rendah dan tidak
berbeda nyata dengan genotipe G 180 adalah Anoman, CML 165, DTPY-C9-F46- fB, DTPY-F46-3-9-nB, G 193, PT-17 dan PT-BC4-9 Tabel 26.
Korelasi antar Peubah
Berdasarkan hasil analisis korelasi antar peubah menunjukkan adanya korelasi
sangat nyata antara bobot kering tajuk R = 0.93 dan tinggi tanaman R = 0.70 dengan bobot kering akar Tabel 27. Hal ini menunjukkan semakin besar bobot
kering akar maka semakin besar biomas tajuk yang akan diproduksi Gambar 5.
Bobot kering akar BKA dan panjang akar PA yang diukur pada kondisi optimum berkorelasi positif sangat nyata dengan BKA dan PA yang diukur pada
kondisi cekaman PEG. Hal ini menunjukkan bahwa bobot kering akar merupakan karakter konstitutif, karena besarnya bobot kering akar pada kondisi cekaman PEG
dapat diprediksi pada kondisi optium Tabel 27.
y = 1.9922x - 0.1298 R
2
= 0.7471, n = 135
Bobot kering akar g
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0
B obot
ker ing t
a ju
k g
1 2
3 4
5 6
Gambar 5. Regresi antara bobot kering akar dan tajuk
Tabel 27 Korelasi antar peubah vegetatif pada kondisi cekaman PEG dan optimum Peubah
BKA PA PA Pro GD BKT Sto HD IKD P10 P0 P10 P10
P15 P10 mata P10 P10
BKA_P0 0.90
0.50 0.69 0.48 -0.25 0.86 -0.17 0.26 -0.09
BKA_P10 1.00
0.49 0.61 0.46 -0.17 0.93 -0.21
0.31 -0.26 PA_P0
1.00 0.82 0.25 -0.51 0.27 -0.30
-0.12 -0.23 PA_P10
1.00 0.29 -0.51 0.42
-0.15 0.28 -0.45
Pro_P10 1.00
0.09 0.50 0.14
-0.16 0.05 GD_P15
1.00 0.08 -0.19
-0.11 0.28 BKT_P10
1.00 -0.35
0.35 -0.10 Stomata
1.00 -0.17 -0.07
HD_P10 1.00
-0.52
Keterangan : berkorelasi nyata pada α=0.05, berkorelasi sangat nyata pada α=0.01, BKA = bobot
kering akar, PA = panjang akar, Pro = kandungan prolin pada daun, GD = skor penggulungan daun, BKT = bobot kering tajuk, HD = kehijauan daun, IKD = indeks
kerusakan daun, Hsl = bobot bijitanamaman, P0 = kondisi tanpa cekaman PEG optimum, P10= kondisi cekaman PEG 10, dan P15 = kondisi cekaman PEG 15 .
Konsentrasi PEG dan Karakter Seleksi untuk Menduga Toleransi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan
Berdasarkan indeks sensitivitas cekaman kekeringan ISK pada peubah skor penggulungan daun, bobot kering akar, panjang akar, jumlah akar seminal, bobot
kering tajuk dan nisba bobot kering akartajuk pada percobaan set pertama dengan menggunkanan tingkat konsentrasi PEG 0, 5, 10, 15 dan 20 menunjukkan
bahwa konsentarsi PEG yang efektif untuk seleksi genotipe toleran cekaman kekeringan adalah pada konsentrasi PEG 10 dan 15 Lampiran 5 dan 6. Hal ini
menunjukkan metode seleksi dengan penyiraman PEG 10 dan 15 merupakan kondisi cekaman yang efektif untuk seleksi toleransi genotipe jagung terhadap
cekaman kekeringan Tabel 28. Pendugaan toleransi genotipe jagung dengan menggunakan nilai ISK yang
dihitung berdasarkan peubah tertentu menunjukkan ISK yang berbeda-beda tiap peubahnya, sehingga sulit untuk menentukan ISK peubah vegetatif yang dapat
digunakan untuk pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan.
Tabel 28 Indeks sensitivitas cekaman kekeringan dari beberapa peubah yang
dihitung dari rata-rata dua set percobaan pada konsentrasi PEG 10
Genotipe Indeks sensitivitas cekaman kekeringan pada peubah
GD BKA PA BKT NAT Pro Anoman 0.94
MT
0.95
MT
0.27
T
0.95
MT
0.95
MT
0.80
MT
B11-209 1.09
PK
0.99
MT
0.00
T
0.99
MT
0.99
MT
0.50
PK
CML 161 1.50
PK
0.78
MT
1.21
PK
0.78
MT
0.78
MT
1.47
T
CML 165 0.90
MT
0.92
MT
3.83
PK
0.92
MT
0.92
MT
0.15
PK
DTPY-C9-F46-fB 0.90
MT
0.92
MT
0.28
T
0.92
MT
0.92
MT
0.10
PK
DTPY-F46-3-9-nB 1.05
PK
0.88
MT
0.15
T
0.88
MT
0.88
MT
3.44
T
G 193 1.13
PK
1.07
PK
-1.65
T
1.07
PK
1.07
PK
0.22
PK
G18 Seq C2-nB 0.60
MT
1.29
PK
2.69
PK
1.29
PK
1.29
PK
1.10
PK
G180 1.50
PK
0.73
MT
0.07
T
0.73
MT
0.73
MT
0.10
T
MR 14 0.38
T
1.10
PK
0.44
T
1.10
PK
1.10
PK
0.93
MT
MR 4 1.57
PK
0.75
MT
4.45
PK
0.75
MT
0.75
MT
3.83
T
Nei 9008 0.97
MT
1.23
PK
-0.54
T
1.23
PK
1.23
PK
1.12
T
PT-12 0.67
MT
1.13
PK
-0.38
T
1.13
PK
1.13
PK
1.55
T
PT-17 1.05
PK
1.08
PK
0.81
MT
1.08
PK
1.08
PK
2.52
T
PT-BC4-9 0.75
MT
0.95
MT
2.56
PK
0.95
MT
0.95
MT
0.67
MT
Keterangan: T = toleran, MT = medium toleran, PK = peka, GD = skor penggulungan daun, BKA= berat kering akar, PA=panjang akar, JAS=jumlah akar seminal, BKT=bertat kering
tajuk, dan NAK= nisba bobot kering akar dengan tajuk, dan Pro = kandungan prolin pad daun.
Penentuan peubah-peubah yang memiliki pengaruh yang besar terhadap keragaman toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dapat diketahui
dari hasil Analisis Komponen Utama. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa pada komponen utama pertama, peubah yang berpengaruh besar terhadap
keragaman toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan adalah bobot kering akar, bobot kering tajuk, panjang akar, dan kandungan prolin daun dengan
proporsi keragaman 53.15. Pada komponen utama kedua menunjukkan bahwa peubah skor penggulungan daun berpengaruh besar terhadap keragaman toleransi
genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dengan proporsi keragaman sebasar 23.37. Kumulatif keragaman komponen utama pertama dan kedua cukup besar
yaitu 76.52 Tabel 29.
Tabel 29 Nilai komponen utama dari peubah vegetatif pada kondisi cekaman PEG 10
Peubah Komponen utama
1 2 3 4 Bobot kering akar
0.89
a
0.18 0.38 0.06 Panjang akar
0.78
a
-0.39 0.09 0.06 Jumlah akar seminal
0.74 0.19
-0.42 -0.16
Bobot kering tajuk 0.81
a
0.47 0.37 0.21 Tinggi tanaman
0.76 0.43
-0.05 -0.30
Rasio bobot kering akartajuk 0.60
-0.68 0.03
-0.38 Skor penggulungan daun
-0.30 0.89
b
-0.13 -0.18 Densitas stomata
0.37 0.41
0.26 0.20
Intensitas kerusakan daun -0.23
-0.15 -0.11
0.05 Kandungan prolin daun
0.79
a
-0.06 -0.51 0.39 Akar
ciri 4.25 1.19 0.75 0.49
Proporsi keragaman 53.15
23.37 9.39
6.14 Kumulatif keragaman
53.15 76.52
85.90 92.04
Keterangan: a dan b merupakan peubah terpilih yang paling besar pengaruhnya terhadap keragaman pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan pada
komponen 1 dan komponen 2
Analisis Diskriminan menunjukkan bahwa peubah bobot kering akar, bobot kering tajuk, panjang akar, kandungan prolin daun dan skor penggulungan daun yang
diukur pada kondisi cekaman PEG 10 merupakan metode seleksi yang efektif untuk menduga toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Hasil
pendugaan toleransi genotipe jagung dengan metode tersebut memiliki kesesuaian yang baik dengan hasil seleksi di lapang pada percobaan BAB V, dengan nilai
proporsi kesesuaian pengelompokkan genotipe medium toleran adalah 0.72 dan peka adalah 1.00 Tabel 30 dengan fungsi Diskriminan linier untuk :
a Genotipe medium Y
MT
= -81.00 BKA + 6.82 PA +10.96 BKT -1.00 Pro + 65.91 GD – 193.86 b Genotipe peka
Y
PK
= -98.64 BKA + 7.64 PA +13.44 BKT -1.29 Pro + 77.79 GD - 244.32 Pada genotipe medium toleran Y
MT
Y
PK
, sedangkan genotipe peka Y
MT
Y
PK
Tabel 30 Pengelompokkan toleransi genotipe jagung berdasarkan bobot kering akar, panjang akar, bobot kering tajuk, kandungan prolin pada daun dan skor
penggulungan daun dengan analisis Diskriminan Pengelompokkan genotipe
berdasarkan seleksi pada Pengelompokkan genotipe
Medium toleran Peka
a. Fase vegetatif Medium toleran
6 Peka
1 8
b. Lapang 7
8 Jumlah yang benar
6 8
Proporsi 0.72 1.00
Tabel 31 Nilai peluang pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan berdasarkan analisis Diskriminan pada fase vegetatif
Genotipe Pengelompokkan toleransi
Nilai peluang Seleksi Seleksi
fase Toleran Peka
Lapang vegetatif Anoman
Medium toleran Medium toleran
100.00 0.00
B11-209 Peka Peka 2.00
98.00 CML 161
Peka Peka
0.00 100.00
CML 165 Peka
Peka 15.50
84.50 DTPY-C9-F46-fB Peka
Peka 12.70 87.30
DTPY-F46-3-9-nB Medium toleran Peka
44.09 55.91 G 180
Peka Peka
0.00 100.00
G18 Seq C2-nB Medium toleran
Medium toleran 99.80
0.20 G 193
Peka Peka
0.10 99.90
MR 14 Medium toleran
Medium toleran 99.80
0.20 MR 4
Peka Peka
0.90 99.10
Nei 9008 Peka
Peka 0.10
99.90 PT-12
Medium toleran Medium toleran
100.00 0.00
PT-17 Medium toleran
Medium toleran 91.30 8.70
PT-BC9 Medium toleran
Medium toleran 99.10 0.90
Keterangan : tidak sesuai dengan pengelompokkan toleransi cekaman kekeringan di lapang.
Berdasarkan hasil analisis Diskriminan terhadap toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan menunjukkan hanya genotipe DTPY-F46-3-9-nB
yang tidak sesuai dengan pengelompokkan toleransi hasil seleksi di lapang, sedangkan genotipe lainnya sesuai Tabel 31.
Berdasarkan persen peluang ≥ 75 untuk genotipe yang konsisten medium
toleran atau peka cekaman kekeringan menunjukkan bahwa: a genotipe Anoman, G18 Seq C2-nB, MR 14, PT-12, PT-17 dan PT-BC9 merupakan genotipe konsisten
medium toleran, dan b genotipe B11-209, CML 161, CML 165, DTPY-C9-F46-fB, G 180, G 193, MR 4 dan Nei 9008 merupakan genotipe konsisten peka, sedangkan
c genotipe DTPY-F46-3-9-nB merupakan genotipe kurang konsisten karena nilai peluang peka dan medium toleran berkisar 44.09 dan 55.91 Tabel 31.
Karakter Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan
Pada Tabel 32 menunjukkan genotipe medium toleran seperti Anoman, PT- 17 dan PT-12 memiliki karakter konstitutif seperti bobot kering dan panjang akar
serta bobot kering tajuk yang besar, sedangkan genotipe medium toleran seperti G18 Seq C2-nB memiliki karakter adaptif yaitu kemampuan mengakumulasi prolin pada
daun dalam jumlah yang besar yaitu 144.79 µmolg bobot basah pada kondisi cekaman atau meningkat 611.85 dibanding kondisi optimum. Genotipe peka
cekaman kekeringan seperti G 193, CML 161, G 180, dan CML 165 dicirikan memiliki karakter bobot kering dan panjang akar yang lebih kecil dibandingkan
dengan genotipe medium toleran. Tabel 32 Bobot kering akar dan kandungan prolin pada akar primer kecambah pada
kondisi optimum dan cekaman PEG 6000
Genotipe Tole-
ransi BKA g
PA cm BKT g
Prolin µmolg bobot basah
SGD PEG
PEG 10
PEG PEG
10 PEG
PEG 10
PEG PEG
15 PEG
10 Anoman MT
2.26 1.64
50.52 50.03 4.71 2.60 33.13 66.81 2.39
PT-17 MT 1.59
1.16 48.05
46.67 3.56 1.75 12.77 36.24 2.56 PT-12 MT
1.49 1.08
47.23 47.88 3.25 1.52 21.10 65.92 2.00
PT-BC9 MT 1.28
1.05 48.92
44.47 2.79 1.54 19.66 36.28 2.11 G18 Seq C2-nB
MT 1.18
0.77 47.58 43.04 2.81 1.11 20.34 144.79 1.89
MR 14 MT
1.15 0.69
43.28 42.60 2.49 1.20 20.95 42.66 1.56 Nei 9008
PK 1.50
0.82 49.22 50.17 3.36 1.41 22.50 41.61 2.44
B11-209 PK 1.42
1.08 49.72
49.72 2.92 1.55 20.33 26.65 2.61 G 193
PK 1.26
0.74 38.50 40.75 3.05 1.51 18.99 23.92 2.67
MR 4 PK
1.24 0.94
46.93 39.53 2.60 1.69 19.85 36.38 3.33 DTPY-F46-3-9-nB PK 1.23 0.99 46.92 46.67 2.83 1.65 11.64 37.85 2.56
DTPY-C9-F46-fB PK 1.02 0.89 44.42 43.97 2.56 1.45 19.84 26.69 2.33 CML 161
PK 0.93
0.75 43.68 41.81 2.04 1.29 20.19 41.39 3.22
G 180 PK
0.90 0.72
32.44 32.36 2.13 1.40 19.11 26.53 3.22 CML 165
PK 0.77
0.56 48.39 41.81 1.75 1.00 31.50 35.62 2.33
Keterangan: MT = medium toleran, PK = peka cekaman kekeringan, BKA = bobot kering akar, PA = panjang akar, BKT = bobot kering tajuk, Prolin = kandungan prolin pada daun, dan SGD = skor
penggulungan daun.
PEMBAHASAN
Penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam meyebabkan kondisi tanaman mengalami cekaman kekeringan sehingga pertumbuhan vegetatif menurun,
menunjukkan gejala kelayuan penggulungan daun, kerusakan daun, dan peningkatan akumulasi prolin pada daun. Hal ini menunjukkan bahwa PEG mampu
mengikat air sehingga menjadi kurang tersedia bagi tanaman dan menyebabkan cekaman kekeringan. Menurut Verslues et al. 2006 PEG dapat digunakanan untuk
meniru potensial air tanah atau tingkat cekaman kekeringan pada tanah, sehingga PEG sangat baik digunakan untuk simulasi cekaman kekeringan.
Respon pertumbuhan panjang akar pada kondisi cekaman PEG menunjukkan seluruh genotipe mengalami modifikasi pertumbahan panjang akar yang beragam,
sedangkan bobot kering akar mengalami penurunan. Genotiep Anoman, B11-209, G193, Nei 9008 dan PT-12 masih mampu mempertahankan dan meningkatkan
panjang akar primer Tabel 22. Kemampuan tersebut merupakan adapatasi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan untuk mengabsorbsi air pada lapisan tanah yang
lebih dalam dengan cara memperpanjang akar primer. Hasil penelitian Grzesiak dan Skoczowski 2004 menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan genotipe
jagung yang toleran memiliki karakter pertumbuhan akar yang lebih dalam dibanding dengan genotipe yang peka.
Hasil uji korelasi antar pubah menunjukkan bahwa bobot kering akar berkorelasi positif sangat nyata terhadap bobot kering tajuk R = 0.93 Tabel 27.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar bobot kering akar maka semakin besar biomas tajuk yang akan diproduksi Gambar 5. Hal ini sejalan dengan hasil dari
beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kedalam perakaran dan percabangan akar yang banyak bobot kering dan panjang akar yang besar pada kondisi cekaman
kekeringan berkorelasi positif dengan kemapuan tanaman untuk mempertahankan produksi biomas tajuk dan memberi kontribusi nyata memperkecil kehilangan hasil
Matsuura et al. 1996; Wu Cosgrove 2000; Sinclair Muchow 2001; Vadez et al. 2007.
Pada kondisi cekaman PEG yang semakin meningkat mengakibatkan rasio bobot kering akartajuk semakin meningkat. Terjadinya respon tersebut merupakan
bentuk adaptasi tanaman terhadap kondisi kekeringan dimana pertumbuhan panjang akar dipacu mencapai lapisan tanah yang lebih dalam untuk mendapatkan suplai air
sedangkan pertumbuhan tajuk dihambat untuk mengurangi kehilangan air melalui tranpirasi dari tajuk tanaman Wu dan Cosgrove, 2000.
Kemampuan genotipe menjaga pertumbuhan vegetatif dalam kondisi cekaman kekeringan berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk menjaga turgor pucuk
dengan cara mengakumulasi senyawa osmotik adjusment OA tertentu seperti prolin Banziger et al. 2000. Pada kondisi cekaman PEG yang semakin meningkat seluruh
genotipe mengalami peningkatan nyata dalam mengakumulasi prolin pada daun Tabel 25, namun tidak berkorelasi nyata dengan pertumbuhan tajuk atau bobot
kering tajuk serta intensitas kerusakan daun. Hasil penelitian Bolan˜os dan Edmeades 1991 dalam menapis sejumlah besar genotipe jagung tropis terhadap cekaman
kekeringan dengan mengukur OA pada pucuk daun menunjukkan korelasi yang tidak konsisten antara kandungan OA dengan pertumbuhan tajuk dan hasil.
Berdasarkan analisis komponen utama densitas stomata memiliki keragam yang kecil sehingga tidak terpilih sebagai peubah untuk mengelompokkan toleransi
jagung pada kondisi cekaman kekeringan. Menurut Jones 1998 densitas stomata berkaitan dengan laju transpirasi namun demikian konduktansi stomata lebih
berperan dalam pengaturan laju transpirasi dibanding jumlah stomata. Berdasarkan indeks sensitivitas cekaman kekeringan ISK pada peubah skor
penggulungan daun, bobot kering akar, panjang akar, jumlah akar seminal, bobot kering tajuk dan rasio bobot kering akartajuk pada percobaan set pertama dengan
menggunkanan tingkat konsentrasi PEG 0, 5, 10, 15 dan 20 menunjukkan bahwa konsentarsi PEG yang efektif untuk seleksi genotipe toleran cekaman
kekeringan adalah pada konsentrasi PEG 10 dan 15 Lampiran 5 dan 6. Sehingga metode seleksi dengan penyiraman larutan PEG dengan konsetrasi 10 –
15 ke dalam media tanam merupakan kondisi yang efektif untuk menapis toleransi genotipe terhadap cekaman kekeringan Tabel 28. Pada kondisi tersebut perlu
dilakukan pengukuran karakter yang dapat mencirikan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan.
Menentukan karakter yang memiliki pengaruh yang besar terhadap keragaman toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dapat ditentukan dengan
analisis statistik yaitu Analisis Komponen Utama. Berdasarkan hasil Analisis Komponen Utama pertama menunjukkan bahwa terdapat empat peubah yang paling
berpengaruh terhadap pengelompokkan keragaman toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan yaitu: bobot kering akar, bobot kering tajuk, panjang
akar, dan kandungan prolin daun. Pada komponen utama kedua, peubah skor penggulungan daun memiliki pengaruh keragaman yang paling besar terhadap
pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Hal tersebut menunjukkan bahawa kelima peubah yaitu bobot kering akar, bobot kering
tajuk, panjang akar, kandungan prolin daun, dan skor penggulungan daun memiliki pengaruh keragaman yang paling besar terhadap pengelompokkan toleransi cekaman
kekeringan dibandingkan peubah lainnya, sehingga dapat digunakan untuk karakter seleksi, namun karakter tersebut perlu diuji kembali dengan analisis Diskriminan
untuk melihat kombinasi karakter yang paling baik untuk mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan Tabel 29.
Berdasarkan analisis Diskriminan dengan pengunaan kelima peubah yaitu bobot kering akar, bobot kering tajuk, panjang akar, kandungan prolin daun dan skor
penggulungan daun yang diukur pada kondisi PEG 10 merupakan metode seleksi yang efektif untuk menduga toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan.
Kesesuaian metode tersebut dalam menduga toleransi suatu genotipe jagung cukup baik dengan hasil seleksi di lapang. Proporsi kesesuaian dalam menduga genotipe
peka adalah 1.00 dan genotipe medium toleran adalah 0.72 Tabel 30. Konsistensi toleransi suatu genotipe terhadap cekaman kekeringan hasil seleksi metode tersebut
dengan menggunakan persen peluang ≥ 75 untuk genotipe yang konsisten medium
toleran atau peka cekaman kekeringan menunjukkan bahwa genotipe Anoman, G18 Seq C2-nB, MR 14, PT-12, PT-17, dan PT-BC9 merupakan genotipe konsisten
medium toleran, sedangkan genotipe B11-209, CML 161, CML 165, DTPY-C9-F46- fB, G 180, G 193, MR 4, dan Nei 9008 merupakan genotipe konsisten peka.
Genotipe yang toleransinya kurang konsisten dengan persen peluang 50 – 70 terdapat pada genotipe DTPY-F46-3-9-nB Tabel 31. Genotipe yang kurang
konsisten sebaiknya diuji lebih lanjut untuk memastikan tingkat toleransinya terhadap cekaman kekeringan.
Genotipe medium toleran umumnya memiliki karakater konstitutif seperti karakter bobot kering, panjang akar, dan bobot kering tajuk yang lebih besar
dibanding genotipe peka pada kondisi optimum, sehingga dalam melakukan seleksi cekaman kekeringan berdasarkan karakter akar dan biomas tajuk yang besar dapat
dilakukan pada kondisi optimum. Pada genotipe G18 Seq C2-nB yang medium toleran cekaman kekeringan memiliki kemampuan adapatasi dengan cara
mengakumulasi prolin pada daun dalam jumlah yang besar yaitu 144.79 µmolg bobot basah atau meningkat 611.85 pada kondisi cekaman PEG dibanding kondisi
optimum Tabel 32. Pada umumnya tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan menggunakan lebih dari satu mekanisme tersebut untuk menjaga kelangsungan
hidupnya. Tanaman yang tidak mampu beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan akan mati apabila mengalami cekaman lebih lanjut. Menurut Blum
2002 bahwa mempertahankan turgor atau status air sangat penting dalam toleransi cekaman kekeringan. Kemampuan ini dapat dikendalikan oleh karakter konstitutif
yang secara kuantitatif lebih besar peranannya dalam toleransi terhadap cekaman kekeringan dibanding karakter adaptasi.
KESIMPULAN
Penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam meyebabkan kondisi tanaman mengalami cekaman sehingga pertumbuhan vegetatif menjadi menurun dan
menunjukkan gejala kelayuan penggulungan daun, kerusakan daun serta peningkatan akumulasi prolin pada daun.
Genotipe medium toleran umumnya memiliki karakater konstitutif seperti karakter bobot kering dan panjang akar serta bobot kering tajuk yang lebih besar
dibanding genotipe peka, sehingga dalam melakukan seleksi cekaman kekeringan berdasarkan karakter akar dan biomas tajuk yang besar dapat dilakukan pada kondisi
optimum. Metode seleksi toleransi jagung terhadap cekaman kekeringan dengan metode
penyiraman larutan PEG 10 ke dalam media tanam campuran arang sekam dan cocopeat dan mengukur bobot kering akar, bobot kering tajuk, kandungan prolin
pada daun, panjang akar dan skor penggulungan daun merupakan metode yang
efektif untuk menduga dan mengelompokkan genotipe jagung cekaman kekeringan. Kesesuaian metode tersebut cukup baik dengan hasil seleksi di lapang dengan
proporsi kesesuaian dalam menduga genotipe peka adalah 1.00 dan genotipe medium toleran adalah 0.72.
Hasil seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan pada fase vegetatif menunjukkan genotipe Anoman, G18 Seq C2-nB, MR 14, PT-12, PT-17,
dan PT-BC9 adalah genotipe medium toleran, sedangkan B11-209, ML 161, CML 165, DTPY-C9-F46-fB, DTPY-F46-3-9-nB, G 180, G 193, MR 4, dan Nei 9008
adalah genotipe peka cekaman kekeringan.
ANOMAN ANOMAN
B11-209 B11-209
CML 161 CML 161
CML 165 CML 165
DTPY-C9-F46-1-7-1-1-fB DTPY-C9-F46-1-7-1-1-fB
DTPY-C9-F46-3-9-nB DTPY-C9-F46-3-9-nB
G 193 G 193
G18 Seq-C2-F119-2-1-1-eB G18 Seq-C2-F119-2-1-1-eB
G180 G180
Gambar 6. Penampilan akar genotipe jagung pada kondisi cekaman PEG 0, 5, 10, 15 dan 20
B11-209 CML 161
G 180
MR 4 MR 4
MR-14 MR-14
Nei 9008 Nei 9008
PT-12 PT-12
PT-17 PT-17
PT-BC4-9 PT-BC4-9
Lanjutan Gambar 6. Penampilan akar genotipe jagung pada kondisi cekaman PEG 0, 5, 10, 15 dan 20
PT-BC9
PEG 15 PEG 10 PEG 0
CML 161
MR 14
Gambar 7. Ilustrasi penggulungan daun pada kondisi cekaman PEG
PEG 20 PEG 15 PEG 10 PEG 5 PEG 0
PEG 15 PEG 10 PEG 0
G 180
BAB V RESPON GENOTIPE JAGUNG DAN KARAKTER SELEKSI PADA