BAB III PENDUGAAN TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERKECAMBAHAN MENGGUNAKAN LARUTAN POLIETILENA GLIKOL
ABSTRAK
Tujuan percobaan ini adalah untuk a mengevaluasi efektivitas penggunan larutan PEG 6000 untuk menapis toleransi genotipe jagung terhadap cekaman
kekeringan, b menentukan konsentrasi PEG yang efektif untuk melakukan seleksi dan c memilih peubah pertumbuhan pada fase perkecambahan sebagai indikator
toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Genotipe jagung yang diuji sebanyak lima belas genotipe yang dikecambahkan pada media perkecambahan
kertas merang yang diberikan larutan PEG 6000 dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20 yang masing-masing setara dengan 0, -0.03, -0.19, -0.41 dan -0.67 MPa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian larutan PEG pada media perkecambahan menyebabkan kondisi cekaman terhadap proses pertumbuhan
kecambah jagung sehingga pertumbuhan akar dan tunas menjadi terhambat serta memicu akumulasi prolin yang lebih besar pada akar primer kecambah. Kandungan
prolin berkorelasi nyata positif dengan pertumbuhan akar, dimana semakin tinggi kandungan akumulasi prolin pada akar primer kecambah maka semakin besar
panjang dan bobot kering akar. Metode seleksi cekaman kekeringan dengan pemberian larutan PEG 10 ke dalam media perkecambahan merupakan kondisi
selektif yang efektif untuk menyeleksi dan mengelompokkan genotipe jagung cekaman kekeringan. Pengukuran bobot kering akar dan kandungan prolin pada akar
primer kecambah pada kondisi cekaman PEG 10 mampu memprediksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dengan tingkat kesesuaian
pengelompokkan di lapang cukup baik. Proporsi kesesuaian genotipe medium toleran sebesar 0.72 dan genotipe peka sebesar 0.88.
Kata kunci: akar prime, metode seleksi, prolin
PREDICTION OF MAIZE GENOTYPES TOLERANCE TO DROUGHT AT GERMINATION STAGES USING
POLYETHELENE GLYCOL PEG
ABSTRACT
The objectives of this research were to a determine effectiveness of polyethylene glycol PEG 6000 to predicted response of maize genotypes against
drought stress, b to determine the effective concentration of PEG and c to select growth parameters at germination stages as indicator of drought tolerance. The
research was used fifteen maize genotypes were germinated by PEG supplementation concentrations 0, 5, 10, 15 and 20. The result indicated that
supplementation of PEG in the germination media were reduce germination, root, shoot growth and have more proline accumulation in their primary root. There was
positive correlation among proline accumulation in primary best root with root length. The maize genotypes more with proline accumulation in primary root have
best root length and dry weight of root. Selection method by supplementation of PEG 10 in the germination media was effective to differentiate tolerant and sensitive
maize genotypes to drought. Measurement of root dry weight and proline accumulation in primary root at PEG 10 could used to predict tolerance of maize
genotypes and have highly similarity with result of selection on the filed. Similarity proportion of medium tolerant genotypes was 0.72, while sensitive genotypes was
0.88 Key words: primary root, proline, selection method
PENDAHULUAN
Salah satu strategi pengembangan tanaman jagung pada lahan kering yang sering mengalami kondisi cekaman kekeringan adalah penanaman varietas jagung
toleran cekaman air. Varietas tersebut dapat diperoleh dari serangkaian penelitian. Pada tahap awal adalah memperoleh bahan genetik yang toleran terhadap cekaman
kekeringan dengan cara melakukan seleksi atau penapisan genotipe untuk mengetahui tingkat toleransinya pada kondisi cekaman kekeringan. Upaya
mendapatkan genotipe tersebut perlu didukung tersedianya sumber genetik dan metode seleksi yang efektif dan efisien.
Seleksi dapat dilakukan pada fase perkecambahan yang bertujuan untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan dan mengurangi jumlah genotipe untuk
diuji di lapang Rumbough Johnson 1981; Longenberger 2005. Penapisan genotipe toleran cekaman kekeringan telah dilakukan dengan penggunaan larutan
polietilena glikol polyethylen glycol, PEG 6000 pada tanaman gandum Blum et al. 1980; Rauf et al. 2004, alfalfa Rumbough Jhonson 1981, kedelai Widoretno et
al . 2002, kacang tanah Adisaputra et al. 2005, kapas Longenberger 2005, cabai,
tomat, tembakau, padi Verslues et al. 2006 dan pear millet Radhouane 2007. PEG 6000 dapat digunakan untuk simulasi cekaman kekeringan karena dapat
mengontrol tingkat penurunan potensial air dan tidak dapat masuk ke dalam jaringan tanaman, sehingga tidak bersifat racun bagi tanaman Verslues et al. 2006.
Keunggulan sifat tersebut memungkinkan PEG 6000 dapat digunakan sebagai alternatif metode seleksi genotipe jagung pada kondisi cekaman kekeringan pada
fase vegetatif dengan media pasir Chazen Newman 1994; Ogawa Yamauchi 2006. Hasil penelitian Blum et al. 1980 menyatakan bahwa penggunaan PEG 6000
dengan tingkat potensail air -0.59 sampai -1.13 Mpa dapat digunakan untuk seleksi toleransi genotipe gandum terhadap cekaman kekeringan.
Menurut Dubrovsky dan Go´mez-lomeli 2003 bahwa beberapa strategi dilakukan tanaman toleran untuk menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada saat
fase perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif dengan membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar yang banyak, sehingga Camacho dan Caraballo
1994; Oemar et al. 1997 menyatakan bahwa bobot kering dan panjang akar merupakan karakter utama untuk seleksi genotipe jagung toleran cekaman
kekeringan. Strategi lainnya adalah mempertahankan turgor melalui penurunan potensial osmotik sel dengan mengakumulasi senyawa organik yang dapat
menurunkan potensial air tanpa membatasi fungsi enzim dalam sel Tardieu 1997 dalam
Sopandie 2006. Salah satu senyawa yang berperan dalam penyesuaian osmotik sel osmotic adjustment, OA adalah prolin. Hasil penelitian Sharp dan
Davies 1979; Raymond dan Smirnoff 2002 menyatakan bahwa prolin paling banyak diakumulasi pada ujung akar primer, dimana persentase prolin yang
dihasilkan sekitar lebih dari 50 dibanding senyawa OA lainnya pada kondisi cekaman kekeringan.
Tujuan percobaan ini adalah untuk a mengevaluasi efektivitas penggunan larutan PEG 6000 untuk menduga respon genotipe jagung terhadap cekaman
kekeringan, b menentukan konsentrasi PEG yang efektif untuk melakukan seleksi dan c menentukan peubah pertumbuhan pada fase perkecambahan sebagai karakter
seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Kombinasi antara konsentrasi PEG dan peubah pertumbuhan pada fase perkecambahan yang dapat
mengelompokkan toleransi genotipe jagung dapat digunakan sebagai metode baku untuk seleksi.
BAHAN DAN METODE Bahan Tanaman dan Perlakuan PEG.
Percobaan dilaksanakan di Laboratium Benih, Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus – September 2007
dengan rancangan percobaaan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah 15 genotipe jagung sedangkan faktor kedua adalah pemberian PEG
6000 dengan konsentrasi 5, 10, 15, dan 20 yang masing-masing setara dengan -0.03, -0.19, -0.41 dan -0.67 MPa Mexal et al. 1975, sebagai pembanding
adalah tanpa pemberian PEG. Dengan demikian terdapat 75 kombinasi perlakuan dan tiap perlakuan diulang tiga kali. Pengujian pada fase perkecambahan dilakukan tiga
set percobaan. Genotipe jagung yang diuji pada fase perkecambahan sebanyak 15 genotipe
yaitu: MR 14, MR 4, DTPY-C9-F46-1-7-1-1-fB, Anoman, PT-BC4-6, DTPY-F46-3- 9-nB, PT-12, G18 Seq C2-F119-2-1-1nB, PT-17, CML 161, CML 165, Nei 9008,
B11-209, G180 dan G193. Genotipe yang peka cekaman kekeringan adalah MR 4
Dahlan et al. 2001, CML 161, dan CML 165 CIMMYT 2006. Sedangkan genotipe toleran cekaman kekeringan adalah Anoman, G18 Seq C2-F119-2-1-1nB,
MR 14 Irniany et al. 2006, DTPY-C9-F46-1-7-1-1-fB, dan DTPY-F46-3-9-nB CIMMYT 2006.
Benih dari masing-masing genotipe dipilih ukuran dan bentuk yang seragam kemudian dikecambahkan dengan metode uji kertas gulung dalam plastik UKDdp
yang dilembabkan dengan campuran aquades dan PEG 6000. Banyaknya PEG yang dilarutkan sesuai dengan perlakuan. Misalnya untuk membuat larutan 5 PEG,
dilakukan dengan cara melarutkan 50 g kristal PEG dengan aquades sampai mencapai volume satu liter. Untuk larutan PEG 10, 15, dan 20 kristal PEG
yang dilarutakan dalam satu liter aquades adalah 100, 150, dan 200 g. Sebelum dikecambahkan benih terlebih dahulu direndam dalam larutan
Benomyl 0,5 gl aquadest selama 1 - 2 menit. Hal ini berguna untuk mencegah
perkembangan jamur. Benih jagung sebanyak 20 benih disusun diatas tiga lembar kertas merang berukuran 30 x 20 cm dan ditutup dengan tiga lembar kertas merang
yang telah dilembabkan sesuai dengan perlakuan. Kertas merang yang berisi benih digulung dan diinkubasi dalam germinator tipe IPB 72-1.
Pengamatan
Pengamatan meliputi beberapa peubah yaitu : 1.
Daya berkecambah DB, diamati dengan menghitung jumlah kecambah normal yang tumbuh pada hari ketiga dan kelima.
Keterangan: KN I = jumlah kecambah normal pada hari ketiga
KN II = jumlah kecambah normal pada hari kelima 2.
Kecepatan tumbuh K
CT
, dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal yang muncul setiap hari interval 24 jam hingga pengamatan hari
kelima Kerangan :
N
1
…N
2
= persentase kecambah normal pada 1, 2, .., n hari setelah tanam D
1
…D
2
= jumlah hari setelah tanam 100
x benih
II KN
I KN
DB
∑
+ =
n n
2 2
1 1
CT
D N
... D
N D
N K
+ +
+ =
3. Indeks vigor, penilaian dilakukan dengan menghitung persentase kecambah
normal yang muncul pada pengamatan hitungan pertama 4.
Panjang akar dan tunas 5.
Bobot kering akar dan tunas 6.
Kandungan prolin pada akar primer Analisis kandungan prolin dilakukan menggunakan metode yang dikembangkan
oleh Bates et al. 1973 dengan menggunakan spektrometer dengan prolin murni sebagai standar. Asam ninhidrin disiapkan sebagai pereaksi dengan melarutkan
1 g ninhidrin dalam 30 ml asam asetat glasial. Larutan didinginkan dan disimpan selama 24 jam hingga siap digunakan. Sekitar 0.2 g akar primer
jagung digerus dalam mortar porselin, dihomogenisasi dengan 10 ml asam sulfosalsik 3, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 6000 rpm selama 5
menit dan diambil supernatannya. Supernatan ditera sebanyak 10 ml, 2 ml cairan sampel diambil dan direaksi dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asam
asetat glasial dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan selama 1 jam pada suhu 100
o
C. Setelah itu didinginkan dalam air es selama 5 menit dalam ice bath. Campuran tersebut diekstraksi dengan 4 ml toluen dan dihomogenisasi dengan
test tube stirer selama 15-20 detik hingga terbentuk kromofor berwarna merah. Kromofor yang terbentuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520
nm dengan spektrometer. Untuk menentukan konsentrasi kandungan prolin digunakan larutan standar yang diekstrasi dengan cara yang sama sebagaimana
dilakukan pada sampel jaringan. Konsentrasi prolin ditentukan dari standar dan dihitung berdasarkan bobot segar yaitu:
Kandungan prolin dinyatakan dalam µmolg bobot segar sampel. 7.
Indeks sensitivitas cekaman kekeringan S dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Fischer dan Maurer 1978:
Keterangan: Yp = Rata-rata suatu genotipe yang mendapat cekaman kekeringan
Y = Rata-rata suatu genotipe yang tidak mendapat cekaman kekeringan X
Xp 1
Y Yp
1 S
− −
= sampel
g toluen
ml x
ml prolin
g μ
=
Xp = Rata-rata dari seluruh genotipe yang mendapat cekaman kekeringan X = Rata-rata dari seluruh genotipe yang tidak mendapat cekaman kekeringan
Peubah-peubah yang digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas kekeringan adalah: panjang akar, bobot kering akar, kandungan prolin pada akar
primer, bobot kering tunas, ratio bobot kering akartunas. Kriteria untuk menentukan tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan adalah jika nilai S
≤0.5 maka genotipe tersebut toleran, jika 0.5S
≤1.0 maka genotipe tersebut medium toleran, dan jika S1.0 maka genotipe tersebut peka.
Pemilihan peubah-peubah yang memiliki keragaman besar dan dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dilakukan
dengan Analisis Komponen Utama AKU dan analisis Diskriminan. AKU digunakan untuk mereduksi jumlah peubah asal p yang saling berkorelasi menjadi q
peubah baru yang tidak berkorelasi qp tanpa banyak mengurangi informasi peubah asal, sehingga pemilihan genotipe dapat dilakukan dengan menggunakan
lebih sedikit peubah yang menggambarkan keragaman suatu fenotipe. Banyaknya komponen utama yang dipakai adalah komponen utama yang memiliki akar ciri
≥ 1, karena mempunyai kontribusi keragaman yang besar. Kemudian peubah yang telah
direduksi diuji kembali dengan menggunakan analisis Diskriminan yang bertujuan untuk menentukan peubah-peubah yang dapat membedakan kelompok genotipe
toleran, medium toleran atau peka cekaman kekeringan dengan pembanding pengelompokkan berdasarkan hasil seleksi di lapang percobaan BAB V.
HASIL Pengaruh Konsentrasi PEG pada Perkecambahan Benih Jagung
Pada kondisi optimum PEG 0 menunjukkan bahwa 15 genotipe memiliki daya berkecambah DB, kecepatan tumbuh K
CT
dan indeks vigor IV tidak berbeda nyata Tabel 2, 3 dan 4. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh genotipe yang
diuji memiliki mutu fisiologis benih yang seragam. Pemberian larutan PEG pada media perkecambahan nyata berpengaruh negatif terhadap proses perkecambahan
benih jagung. Pengaruh nyata negatif mulai terlihat pada perlakuan PEG 10 dimana DB mengalami penurunan Tabel 1 dan pada perlakuan PEG 5 dapat
menurunkan K
CT
dan IV benih Tabel 3 dan 4. Kemampuan DB, K
CT
dan IV
semakin menurun seiring meningkatnya perlakuan konsentrasi PEG bahkan pada PEG 20 seluruh genotipe benih yang diuji tidak mampu berkecambah normal
sampai hitungan hari ke-5 Tabel 2, 3 dan 4. Tabel 2 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada
peubah daya berkecambah saat umur 5 hari setelah tanam
Genotipe Daya berkecambah pada larutan PEG konsentrasi
0 5 10 15 20 Anoman 100.00
a A
100.00
a A
100.00
a A
52.78
b C
0.00
c A
B11-209 100.00
a A
100.00
a A
100.00
a A
30.55
b F
0.00
c A
CML 161 100.00
a A
100.00
a A
97.22
a A
20.00
b GH
0.00
c A
CML 165 100.00
a A
100.00
a A
89.44
b C
17.78
c H
0.00
d A
DTPY-C9-F46-fB 100.00
a A
99.44
a A
47.78
b E
16.11
c H
0.00
d A
DTPY-F46-3-9-nB 100.00
a A
100.00
a A
78.33
b D
15.56
c H
0.00
d A
G 180 100.00
a A
100.00
a A
100.00
a A
38.34
b E
0.00
c A
G18 Seq C2-nB 100.00
a A
100.00
a A
100.00
a A
68.89
b B
0.00
c A
G 193 100.00
a A
100.00
a A
100.00
a A
46.11
b D
0.00
c A
MR 14 100.00
a A
100.00
a A
91.11
b BC
25.55
c FG
0.00
d A
MR 4 100.00
a A
100.00
a A
99.44
a A
52.22
b C
0.00
c A
Nei 9008 100.00
a A
100.00
a A
99.44
a A
79.44
b A
0.00
c A
PT-12 100.00
a A
100.00
a A
99.44
a A
51.11
b CD
0.00
c A
PT-17 100.00
a A
100.00
a A
96.11
a AB
28.34
b F
0.00
c A
PT-BC9 100.00
a A
100.00
a A
96.11
a AB
28.89
b F
0.00
c A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Tabel 3 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah kecepatan tumbuh kecambah sampai hari ke-5 setelah tanam
Genotipe Kecepatan tumbuh kecambah etmal pada larutan PEG
konsentrasi 0 5 10 15
20 Anoman 32.87
a A
32.16
a A
24.23
b BCD
11.50
c C
0.00
d A
B11-209 32.92
a A
31.47
a AB
23.62
b CD
6.22
c E
0.00
e A
CML 161 32.45
a A
28.91
b DE
23.16
c D
4.36
d FG
0.00
e A
CML 165 32.36
a A
28.51
b E
19.93
c E
3.94
d G
0.00
e A
DTPY-C9-F46-fB 32.38
a A
29.09
b DE
10.85
c G
3.25
d G
0.00
e A
DTPY-F46-3-9-nB 32.59
a A
29.27
b CDE
17.64
c F
3.14
d G
0.00
e A
G 180 32.73
a A
31.94
a AB
24.08
b BCD
8.57
c D
0.00
d A
G18 Seq C2-nB 32.69
a A
29.57
b CDE
24.53
c BCD
14.83
d B
0.00
e A
G 193 32.92
a A
31.36
a AB
25.34
b BC
11.81
c C
0.00
d A
MR 14 32.50
a A
28.43
b E
22.71
c D
5.70
d EF
0.00
e A
MR 4 33.01
a A
32.27
a A
28.19
b A
11.92
c C
0.00
d A
Nei 9008 32.78
a A
31.58
a AB
27.24
b A
17.27
c A
0.00
d A
PT-12 32.55
a A
30.60
b ABCD
25.68
c B
12.05
d C
0.00
e A
PT-17 32.50
a A
30.96
b ABC
24.14
c BCD
6.47
d E
0.00
e A
PT-BC9 32.45
a A
30.17
b BCDE
24.32
c BCD
6.74
d E
0.00
e A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Nilai DB dan K
CT
terendah pada konsentrasi PEG 10 terdapat pada genotipe DTPY-C9-F46-fB yang berbeda nyata dengan genotipe lainnya Tabel 2 dan 3,
sedangkan IV terendah pada PEG 5 terdapat pada genotipe CML 161, CML 165 dan MR 14 Tabel 4.
Tabel 4 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah indeks vigor kecambah saat umur 3 hari setelah tanam
Genotipe Indeks vigor kecambah pada konsentrasi larutan PEG
0 5 10 15
20 Anoman 94.45
a AB
87.22
a A
2.78
b GH
0.00
b A
0.00
b A
B11-209 95.00
a AB
78.33
b B
1.11
c H
0.00
c A
0.00
c A
CML 161 89.44
a AB
48.89
b GH
5.55
c FGH
0.00
c A
0.00
c A
CML 165 88.33
a B
44.45
b H
1.11
c H
0.00
c A
0.00
c A
DTPY-C9-F46-fB 88.89
a AB
59.44
b DE
0.56
c H
0.00
c A
0.00
c A
DTPY-F46-3-9-nB 91.11
a AB
57.22
b EF
3.33
c FGH
0.00
c A
0.00
c A
G 180 92.78
a AB
83.33
b AB
8.33
c EFG
0.00
d A
0.00
d A
G18 Seq C2-nB 92.22
a AB
56.11
b EF
10.00
c DEF
0.00
d A
0.00
d A
G 193 95.00
a AB
76.67
b B
8.33
c EFG
0.00
d A
0.00
d A
MR 14 90.00
a AB
47.22
b GH
8.89
c DEFG
0.00
d A
0.00
d A
MR 4 96.11
a A
87.22
b A
48.33
c A
0.00
d A
0.00
d A
Nei 9008 93.33
a AB
80.00
b B
37.22
c B
0.56
d A
0.00
d A
PT-12 90.56
a AB
68.89
b C
23.89
c C
0.00
d A
0.00
d A
PT-17 90.00
a AB
52.22
b FG
15.00
c DE
0.00
d A
0.00
d A
PT-BC9 89.44
a AB
65.00
b CD
15.56
c D
0.56
d A
0.00
d A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Respon Pertumbuhan Tunas pada Kondisi Cekaman PEG
Pemberian PEG pada media perkecambahan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tunas dimana seluruh genotipe yang diuji mengalami penurunan
pertumbuhan dan bobot kering tunas. Hambatan pertumbuhan tunas mulai terlihat pada perlakuan PEG 5 dan semakin meningkat pada konsentrasi PEG yang lebih
tinggi, bahkan pada konsentrasi PEG 20 koleoptil tidak terbentuk sampai hari ke-5 setelah tanam Tabel 5 dan 6. Pada kondisi cekaman PEG cekaman kekeringan
pertumbuhan tunas lebih terhambat dibandingkan pertumbuhan akar, sehingga rasio bobot kering akartunas semakin meningkat seiring meningkatnya cekaman PEG
Tabel 7.
Tabel 5 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah bobot kering tunas kecambah umur 5 hari setelah tanam
Genotipe Bobot kering tunas mg pada PEG konsentrasi
0 5 10 15 20
Anoman 33.00
a BCD
25.89
b CDEF
22.22
c A
11.27
d AB
0.00
e A
B11-209 28.22
a EF
24.11
b EF
13.78
c FG
7.78
d CDEF
0.00
e A
CML 161 34.45
a AB
27.00
b BCDE
15.33
c EF
7.06
d EFG
0.00
e A
CML 165 26.47
a F
23.78
b F
11.89
c GH
5.56
d FG
0.00
e A
DTPY-C9-F46-fB 17.00
a G
13.11
b H
9.56
c H
1.69
d H
0.00
d A
DTPY-F46-3-9-nB 26.00
a F
19.89
b G
10.67
c GH
4.56
d G
0.00
e A
G 180 30.39
a DE
23.00
b F
15.83
c DEF
7.33
d DEFG
0.00
e A
G18 Seq C2-nB 34.31
a AB
27.67
b BCD
16.67
c CDEF
9.33
d BCDE
0.00
e A
G 193 30.66
a CDE
24.89
b DEF
18.55
c BCD
10.33
d ABCD
0.00
e A
MR 14 33.45
a BCD
29.16
b B
20.89
c AB
10.78
d ABC
0.00
e A
MR 4 36.55
a A
32.33
b A
21.23
c AB
12.56
d A
0.00
e A
Nei 9008 33.55
a BC
28.67
b BC
19.67
c ABC
13.33
d A
0.00
e A
PT-12 35.11
a AB
28.00
b BC
18.33
c BCDE
11.78
d AB
0.00
e A
PT-17 33.45
a BCD
26.89
b BCDE
18.89
c BCD
8.89
d BCDE
0.00
e A
PT-BC9 32.11
a BCD
28.22
b BC
17.78
c CDE
11.78
d AB
0.00
e A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Tabel 6 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah panjang tunas kecambah umur 5 hari setelah tanam
Genotipe Panjang tunas cm kecambah pada larutan PEG konsentrasi
0 5 10 15
20 Anoman 10.65
a AB
8.26
b CD
5.72
c ABC
3.04
d BCD
0.00
e A
B11-209 9.47
a CD
8.07
b DE
4.21
c EF
1.60
d FG
0.00
e A
CML 161 8.24
a E
6.49
b GH
3.87
c FG
2.04
d EF
0.00
e A
CML 165 7.75
a EF
5.99
b H
3.29
c GH
1.29
d G
0.00
e A
DTPY-C9-F46-fB 6.38
a G
4.45
b I
2.75
c H
0.61
d G
0.00
d A
DTPY-F46-3-9-nB 7.13
a F
5.75
b H
3.11
c H
1.15
d G
0.00
e A
G 180 9.40
a CD
7.77
b DEF
5.27
c CD
2.91
d BCD
0.00
e A
G18 Seq C2-nB 9.18
a D
7.14
b FG
4.68
c DE
2.77
d BCDE
0.00
e A
G 193 10.78
a AB
9.34
b A
6.19
c A
3.35
d ABC
0.00
e A
MR 14 9.55
a CD
8.20
b CD
5.30
c CD
2.44
d DE
0.00
e A
MR 4 11.26
a A
9.17
b A
5.32
c BCD
2.67
d CDE
0.00
e A
Nei 9008 11.03
a A
8.93
b ABC
6.29
c A
3.90
d A
0.00
e A
PT-12 10.87
a AB
9.07
b AB
6.02
c AB
3.54
d AB
0.00
e A
PT-17 10.13
a BC
7.42
b EF
5.01
c CD
2.70
d CDE
0.00
e A
PT-BC9 10.57
a AB
8.43
b BCD
4.98
c CD
2.97
d BCD
0.00
e A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Tabel 7 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah rasio bobot kering akartunas kecambah umur 5 hari setelah tanam
Genotipe Rasio bobot kering akartunas pada larutan PEG konsentrasi
0 5 10 15
20 Anoman 0.71
c ABC
0.93
bc A
1.16
b B
1.78
a B
0.00
d A
B11-209 0.79
d A
0.97
cd A
1.50
b A
2.18
a A
0.00
c A
CML 161 0.45
b ABC
0.50
b CD
0.71
b EFG
1.42
a CD
0.00
c A
CML 165 0.65
b CD
0.63
b BCD
0.85
b CDE
1.28
a DE
0.00
c A
DTPY-C9-F46-fB 0.51
b ABCD
0.59
b BCD
0.52
b FG
1.53
a CD
0.00
c A
DTPY-F46-3-9-nB 0.76
c A
0.86
bc AB
1.11
b BC
2.02
a A
0.00
d A
G 180 0.37
b D
0.44
b D
0.62
b EFG
0.97
a FG
0.00
c A
G18 Seq C2-nB 0.45
b CD
0.53
b CD
0.64
b EFG
0.95
a FG
0.00
c A
G 193 0.42
b D
0.44
b D
0.46
b G
0.88
a FG
0.00
c A
MR 14 0.62
a ABCD
0.76
a ABC
0.72
a EFG
0.84
a FG
0.00
b A
MR 4 0.49
a BCD
0.61
a BCD
0.62
a EFG
0.73
a G
0.00
b A
Nei 9008 0.41
b D
0.50
ab CD
0.57
ab EFG
0.78
a G
0.00
c A
PT-12 0.55
b ABCD
0.59
b BCD
0.73
b DEFG
1.11
a EF
0.00
c A
PT-17 0.74
c AB
0.85
bc AB
1.01
b BCD
1.63
a BC
0.00
d A
PT-BC9 0.58
b ABCD
0.60
b BCD
0.77
ab DEF
0.96
a FG
0.00
c A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Respon Pertumbuhan Akar pada Kondisi Cekaman PEG Secara umum pertumbuhan akar seperti bobot kering akar, panjang akar dan
jumlah akar seminal kecambah mengalami pertumbuhan yang beragam pada konsentrasi PEG 5, namun bila konsentrasi PEG ditingkatkan menjadi 10 – 20
seluruh genotipe jagung nyata mengalami penurunan pertumbuhan akar Tabel 8, 9
dan 10.
Pertumbuhan bobot kering akar kecambah pada perlakuan PEG 5 menunjukkan genotipe Anoman, G 18Seq C2-nB, MR 14, MR 4, dan Nei 9008
mengalami peningkatan bobot kering akar dibandingkan dengan dengan kontrol PEG 0, namun bila konsentrasi PEG ditingkatkan menjadi 10 hanya genotipe
Anoman yang pertumbuhan bobot kering akarnya masih meningkat Tabel 8. Pada Tabel 9 menunjukkan pertumbuhan panjang akar secara umum semakin
menurun seiring dengan meningkatnya cekaman PEG, kecuali pada genotipe MR 14 dimana pada PEG 5 pertumbuhan panjang akar justru meningkat dibanding dengan
kondisi optimum PEG 0.
Tabel 8 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah bobot kering akar kecambah umur 5 hari setelah tanam
Genotipe Bobot kering akar kecambah mg pada larutan PEG konsentrasi
0 5 10 15 20
Anoman 23.22 a
A
23.78 a
A
24.78 a
A
17.44 b
A
11.22 c
A
B11-209 22.33 a
B
23.11 ab
A
20.55 b
B
15.67 c
A
11.44 c
A
CML 161 15.22 a
FG
13.56 a
E
7.55 b
G
8.51 b
D
4.89 c
EF
CML 165 17.33 a
EF
15.00 b
CDE
9.67 c
FG
6.92 d
DE
4.17 e
FG
DTPY-C9-F46-fB 8.56 a
J
7.55 a
G
4.67 b
H
2.14 c
F
2.39 c
G
DTPY-F46-3-9-nB 19.67 a
CD
17.11 b
C
11.45 c
EF
8.44 d
DE
5.67 e
CDEF
G 180 11.05 a
I
9.78 ab
F
7.72 bc
G
6.22 c
E
6.00 c
BCDEF
G 18Seq C2-nB 12.89 a
H
14.11 a
E
10.44 b
F
8.44 bc
DE
6.33 c
BCDEF
G 193 15.40 a
FG
10.89 b
F
8.00 c
G
8.56 c
D
6.78 c
BCDEF
MR 14 20.44 a
BC
22.00 a
A
15.11 b
D
8.78 c
D
6.11 d
BCDEF
MR 4 17.55 a
DE
19.33 a
B
12.68 b
E
8.56 c
D
7.89 c
BC
Nei 9008 13.50 a
GH
14.33 a
DE
11.33 b
EF
9.67 b
CD
5.42 c
DEF
PT-12 19.11 a
CDE
16.44 b
CD
12.89 c
E
12.33 c
B
8.00 d
B
PT-17 24.78 a
A
22.56 b
A
18.33 c
C
13.11 d
B
11.78 d
A
PT-BC9 18.56 a
CDE
16.89 b
C
13.33 c
DE
11.00 d
BC
7.34 e
BCD
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Tabel 9 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah panjang akar kecambah umur 5 hari setelah tanam
Genotipe Panjang akar kecambah cm pada larutan PEG konsentrasi
0 5 10 15
20 Anoman 15.58
a
BC
14.36 a
BCD
13.36 b
ABC
10.63 c
BC
7.82 d
AB
B11-209 14.74 a
C
13.60 a
D
12.28 b
CDE
10.25 c
BC
5.90 d
CDE
CML 161 17.14 a
A
15.61 b
AB
14.43 b
A
12.55 c
A
7.41 d
ABC
CML 165 16.80 a
AB
14.49 b
ABCD
13.27 c
ABCD
10.57 d
BC
6.91 e
BC
DTPY-C9-F46-fB 13.26 a
D
10.71 b
E
9.13 c
F
6.52 d
D
4.72 e
EF
DTPY-F46-3-9-nB 15.50 a
BC
13.87 b
D
11.11 c
E
9.43 d
C
5.39 e
DEF
G 180 10.62 a
E
8.89 b
F
7.95 b
F
6.47 c
D
4.39 d
F
G18 Seq C2-nB 15.79 a
BC
14.58 b
ABCD
12.91 c
BCD
11.05 d
B
7.61 e
AB
G 193 12.15 a
D
11.02 b
E
9.21 c
F
7.53 d
D
4.71 e
EF
MR 14 13.54 a
D
14.01 a
CD
11.94 b
DE
9.30 c
C
6.06 d
CD
MR 4 15.85 a
BC
15.35 a
ABC
12.70 b
CD
9.40 c
C
6.61 d
BCD
Nei 9008 15.24 a
C
14.15 ab
CD
13.14 b
ABCD
10.25 c
BC
6.91 d
BC
PT-12 15.70 a
BC
13.46 b
D
12.64 b
CD
11.08 c
B
6.65 d
BCD
PT-17 17.27 a
A
14.60 b
ABCD
14.14 b
AB
11.00 c
B
8.74 d
A
PT-BC9 17.27 a
A
15.85 b
A
14.22 c
AB
11.40 d
AB
7.70 e
AB
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Pada cekaman PEG 5 terlihat respon yang beragam terhadap pertambahan jumlah akar seminal, dimana pada genotipe Anoman, CML 161, G 180, G18 Seq
C2-nB dan G 193 mengalamai peningkatan jumlah akar seminal, sedangan genotipe lainnya mengalami penurunan. Namun pada kondisi cekaman PEG 10 – 20
menunjukkan seluruh genotipe jagung mengalami penurunan jumlah akar seminal Tabel 10.
Tabel 10 Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah jumlah akar seminal kecambah umur 5 hari setelah tanam
Genotipe Jumlah akar seminal pada larutan PEG konsentrasi
0 5 10 15
20 Anoman 3.99
a A
4.11
a A
3.75
ab A
3.46
b A
1.41
c A
B11-209 3.94
a A
3.87
a A
3.41
bc AB
3.21
c A
0.80
b B
CML 161 0.60
a E
0.63
a G
0.47
ab F
0.34
ab F
0.04
b C
CML 165 2.28
a D
1.92
a EF
1.86
a E
1.06
b E
0.00
c C
DTPY-C9-F46-fB 2.17
a D
1.76
a F
1.88
a E
0.25
b F
0.00
b C
DTPY-F46-3-9-nB 3.11
a BC
2.96
a BC
2.66
a CD
1.71
b BCD
0.06
c C
G 180 2.23
a D
2.34
a DE
2.02
a E
1.41
b DE
0.16
c C
G18 Seq C2-nB 2.43
a D
2.56
ab CD
2.21
ab DE
1.99
b BC
0.23
c C
G 193 3.14
a BC
3.19
a B
3.04
a BC
2.20
b B
0.41
c BC
MR 14 3.18
a B
3.18
a B
2.39
b DE
1.65
c CD
0.15
d C
MR 4 2.39
a D
2.18
a DEF
2.24
a DE
1.59
b CD
0.46
c BC
Nei 9008 2.52
a D
2.43
a DE
2.15
ab DE
1.89
b BCD
0.34
c BC
PT-12 2.60
a D
2.60
a CD
2.58
a CD
2.07
a BC
0.27
b C
PT-17 3.39
a B
3.22
a B
3.01
a BC
2.01
b BC
0.73
c B
PT-BC9 2.67
a CD
2.41
a DE
2.28
a DE
1.63
b CD
0.13
c C
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5.
Pengaruh Konsentrasi PEG terhadap Kandungan Prolin pada Akar Primer Kecambah
Akumulasi prolin pada akar primer kecambah semakin meningkat seiring dengan meningkatnya cekaman PEG, namun persentase peningkatan akumulasi
prolin tiap genotipe berbeda-beda. Persentase peningkatan kandungan prolin paling tinggi pada konsentrasi PEG 5 adalah Anoman, PEG 10 adalah DTPY-F46-3-9-
nB, PEG 15 adalah PT-17, dan PEG 20 adalah DTPY-C9-F46-fB, sedangkan peningkatan akumluasi prolin paling rendah pada PEG 5 – 15 terdapat pada
genotipe G180 Tabel 11.
Tabel 11 Kandungan prolin pada akar primer jagung umur 5 hari setelah tanam
Genotipe Kandungan prolin µmolgram bobot
basah pada larutan PEG konsentrasi Peningkatan kandungan prolin
relatif 0 5
10 15
20 5
10 15 20
Anoman 100.37 251.09 581.97 662.79 784.18 150.16 479.82 560.34 681.28
B11-209 98.01 196.51 319.81 565.50 761.47 100.50 226.31 477.00 676.97
CML 161 139.97 163.31 398.52 693.78 799.53
16.68 184.72 395.67 471.22 CML 165
177.34 180.78 292.63 712.62 754.02 1.94
65.02 301.85 325.20 DTPY-C9-F46-fB 43.79
74.48 79.39 147.77 799.39
70.09 81.31 237.46 1725.56
DTPY-F46-3-9-nB 62.34 70.63 412.66 483.08 751.08 13.29 561.93 674.87 1104.77
G 180 76.39
78.36 96.12 172.98 490.62
2.57 25.82 126.43
542.23 G 193
43.45 55.94
91.66 292.17 648.40 28.74 110.95 572.43 1392.29
G18 Seq C2-nB 80.52 112.72 152.22 459.29 748.17
39.99 89.05 470.38 829.14
MR 14 110.64 146.16 219.16 480.90 838.68
32.10 98.08 334.64 658.01
MR 4 103.80 135.36 145.45 317.02 699.54
30.40 40.12 205.41 573.92
Nei 9008 69.44 151.02 298.89 328.34 761.47 117.49 330.44 372.85 996.63
PT-12 91.76 204.42 276.69 360.95 759.97 122.77 201.53 293.35 728.19
PT-17 66.68 145.58 249.40 641.73 765.35 118.34 274.03 862.42 1047.82
PT-BC9 56.20 112.75 263.69 514.54 751.08 100.63 369.22 815.58 1236.50
Keterangan: Persentase peningkatan prolin dihitung dengan rumus = Xp-XoXo, dimana Xp adalah kandungan prolin pada konsentrasi PEG tertentu dan Xo adalah kandungan prolin pada
perlakuan tanpa PEG.
Tabel 12 Koefisien korelasi antar peubah yang diukur pada kondisi cekaman PEG 10
PA JA BKT PT RBAT Pro
DB KCT IV
ISK BKTot
BKA 0.53
0.66 0.50 0.29
0.77 0.68 0.44
0.37 -0.03
-0.77 PA
-0.08 0.33
0.07 0.33
0.58 0.38
0.37 0.24
-0.18 JA
0.32 0.37
0.54 0.22
0.21 0.19
-0.07 -0.66
BKT 0.88
-0.13 0.12
0.67 0.80
0.56 -0.71
PT -0.24
-0.05 0.71
0.83 0.56
-0.58 RBAT
0.66 0.14 -0.04
-0.37 -0.32
Pro 0.21
0.08 -0.21
-0.35 DB
0.94 0.35
-0.34 K
CT
0.63 -0.39
IV -0.14
Keterangan: berkorlasi nyata pada ά=0.05, berkorlasi nyata pada ά=0.01, BKA bobot kering akar, PA
panjang akar, JA jumlah akar seminal, BKT bobot kering tunas, PT panjang tunas, RBAT ratio bobot kering akartunas, Pro kandungan prolin pada akar primer, DB daya berkecambah,
K
CT
kecepatan tumbuh, IV indeks vigor, dan ISK BKTot indeks sensitivitas cekaman kekeringan yang dihitung dengan peubah bobot kering total.
Hasil analisis korelasi antar peubah menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman PEG 10 kandungan prolin berkorelasi nyata dengan panjang akar dan
bobot kering akar Tabel 12. Hubungan tersebut menunjukkan bentuk hubungan
linier positif nyata antara kandungan prolin akar dengan panjang akar pada perlakuan PEG 10 dan 15, dimana nilai koefesien determinasi R
2
masing- masing sebesar 0.336 dan 0.627 Gambar 2. Hubungan tersebut menunjukkan
bahwa genotipe yang memiliki kandungan prolin tinggi kecenderungan juga memiliki panjang akar yang lebih panjang atau persentase penurunan panjang akar
yang rendah dibanding genotipe yang memiliki kandungan prolin yang rendah Gambar 3.
Kandungan prolin µmolgram bobot basah
100 200
300 400
500 600
700 800
900
P anjang
akar prime
r cm
2 4
6 8
10 12
14 16
18
PEG 0 PEG 5
PEG 10 PEG 15
PEG 20
y = 13.310 + 0.020x R
2
=0.141 ns y = 11.230 + 0.017x R
2
=0.245 ns y = 10.010+ 0.008x R
2
=0.336
y = 6.3140 + 0.007x R
2
=0.627
y = 0.798 + 0.007x R
2
=0.238 ns
Kandungan prolin µmolgram bobot basah
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1000
Pers entas
e penu runa
n panjan g aka
r
10 20
30 40
50 60
70
PEG 5 PEG 10
PEG 15 PEG 10
y = 12.820 -0.018x R
2
= -0.0509ns y = 24.150 -0.017x
R
2
= -0.189ns y = 43.910 - 0.019x
R
2
= -0.337 y = 65.230 - 0.010x
R
2
= -0.036ns
n= 15
Gambar 2. Hubungan antara kandungan prolin pada akar primer dengan panjang akar primer kecambah jagung umur 5 hari setelah tanam.
Gambar 3. Hubungan antara persentase peningkatan akumulasi prolin pada akar primer dengan persentase penurunan panjang akar primer pada kecambah
jagung umur 5 hari setelah tanam
Penentuan Konsentrasi PEG dan Peubah untuk Menduga Toleransi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan
Pendugaan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG sebagai metode seleksi dapat dilakukan jika mampu
mengelompokkan genotipe yang toleran dan peka. Berdasarkan nilai indeks sensitivitas cekaman kekeringan ISK yang dihitung dari setiap peubah bobot kering
akar, panjang akar, bobot kering tunas, rasio bobot kering akartunas, panjang tunas dan kandungan prolin pada akar primer kecambah menunjukkan bahwa perlakuan
PEG 5 dan 10 pada media perkecambahan merupakan tingkat konsentrasi yang dapat mengelompokkan genotipe toleran, medium toleran dan peka cekaman
kekeringan Tabel 13 dan Lampiran 2, sedangkan pada konsentrasi PEG 15 dan 20 semua genotipe masuk kedalam satu kelompok saja yaitu peka atau medium
toleran Lampiran 3 dan 4. Tabel 13 Indeks sensitivitas kekeringan ISK berdasarkan beberapa peubah pada
kondisi cekaman kekeringan menggunakan larutan PEG 10
Genotipe BKA PA
JAS BKT
PT RBKAT
Pro
Anoman
-0.26
T
0.73
MT
0.53
MT
0.71
MT
0.94
MT
1.50
PK
2.39
T
B11-209
0.30
T
0.86
MT
1.17
PK
1.11
PK
1.13
PK
2.17
PK
1.17
T
CML 161
1.20
PK
0.81
MT
1.88
PK
1.21
PK
1.07
PK
1.47
PK
0.92
MT
CML 165
1.69
PK
1.08
PK
1.59
PK
1.20
PK
1.17
PK
0.73
MT
0.32
PK
DTPY-C9-F46-fB
1.73
PK
1.60
PK
1.16
PK
0.95
MT
1.15
PK
0.05
T
0.46
PK
DTPY-F46-3-9-nB
1.59
PK
1.45
PK
1.26
PK
1.28
PK
1.14
PK
1.15
PK
3.02
T
G 180
1.15
PK
1.29
PK
0.84
MT
1.04
PK
0.89
MT
1.66
PK
0.14
PK
G18 Seq C2-nB
1.45
PK
1.24
PK
0.27
T
0.86
MT
0.86
MT
0.21
T
0.64
MT
G 193
1.23
PK
0.94
MT
0.78
MT
1.12
PK
0.99
MT
0.99
MT
0.47
PK
MR 14
0.99
MT
0.61
MT
2.14
PK
0.82
MT
0.90
MT
0.40
T
0.50
MT
MR 4
1.06
PK
1.02
PK
0.52
MT
0.91
MT
1.07
PK
0.68
MT
0.21
PK
Nei 9008
0.61
MT
0.71
MT
1.28
PK
0.90
MT
0.87
MT
0.96
MT
1.75
T
PT-12
1.24
PK
1.00
PK
0.09
T
1.04
PK
0.90
MT
0.79
MT
1.04
T
PT-17
0.99
MT
0.93
MT
0.96
MT
0.95
MT
1.02
PK
0.88
MT
1.46
T
PT-BC9
1.07
PK
0.91
MT
1.26
PK
0.97
MT
1.07
PK
0.77
MT
2.02
T
Keterangan: BKA = bobot kering akar, PA = panjang akar, JAS = jumlah akar seminal, BKT = bobot kering tajuk, PT = panjang tunas, RBKAT = rasio bobot kering akartajuk, T = toleran,
MT = medium toleran dan PK = peka kekeringan.
Berdasarkan hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa komponen utama pertama mampu memberikan penjelasan paling besar pada keragaman
tanaman dibanding dengan komponen utama lainnya. Komponen utama pertama menerangkan keragaman sebesar 46.18, sedangkan komponen utama kedua
menerangkan keragaman sebesar 28.54. Nilai kumulatif dari kedua komponen tersebut dapat menerangkan keragaman sebesar 74.72 .
Komponen utama pertama, memperlihatkan bahwa peubah bobot kering akar, kandungan prolin pada akar primer, dan rasio bobot kering akartajuk memberikan
sumbangan yang besar masing-masing 0.97, 0.79, dan 0.72. Pada komponen utama kedua didominasi oleh bobot kering dan panjang tunas yang memberikan sumbangan
yang besar masing-masing -0.89 dan -0.78 Tabel 14. Tabel 14 Nilai komponen utama beberapa peubah pada cekaman PEG 10 saat
kecambah umur 5 hari setelah tanam Peubah
Komponen utama 1 2 3 4
Bobot kering akar 0.97
a
0.04 0.13 0.11 Panjang akar
0.57 0.16 -0.74 0.29
Jumlah akar seminal 0.69
-0.14 0.67 0.07 Bobot kering tunas
0.55 -0.78
b
-0.22 0.01 Panjang tunas
0.39 -0.89
b
-0.01 -0.13 Rasio bobot kering akartunas
0.72
a
0.61 0.25 0.07 Prolin pada akar primer
0.79
a
0.43 -0.30 -0.44 Akar
ciri 3.23 2.00 1.22 0,32
Proporsi keragaman 46.18
28.54 17.39
4.56 Kumulatif keragaman
46.18 74.72
92.11 96.67
Keterangan: a dan b adalah peubah yang besar pengaruhnya terhadap kergaman untuk pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan pada
komponen 1 dan komponen 2
Peubah-peubah yang besar pengaruhnya terhadap keragaman tanaman pada uji komponen utama, diuji kembali dengan analisis Diskriminan untuk menentukan
peubah-peubah yang dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Hasil analisis Diskriminan menunjukkan bahwa peubah bobot
kering akar dan kandungan prolin pada akar primer kecambah merupakan peubah yang dapat mengelompokkan genotipe jagung berdasarkan sifat toleransi terhadap
cekaman kekeringan dengan kesesuaian yang cukup baik dengan hasil pengelompokkan di lapang Percobaan pada BAB V. Nilai proporsi kesesuaian
pengelompokkan genotipe medium toleran adalah 0.72 dan peka adalah 0.88 Tabel 15 dengan fungsi Diskriminan linier untuk :
a Genotipe medium toleran Y
MT
= 0.543 BKA + 0.006 Pro - 5.059
b Genotipe peka Y
PK
= 0.359 BKA + 0.004 Pro - 2.344 Pada genotipe medium toleran Y
MT
Y
PK
, sedangkan genotipe peka Y
MT
Y
PK
Tabel 15 Pengelompokkan genotipe jagung berdasarkan bobot kering akar dan kandungan prolin pada akar primer kecambah dengan analisis Diskriminan
Pengelompokkan genotipe berdasarkan seleksi pada
Pengelompokkan genotipe Medium toleran
Peka a. Fase perkecambahan
Medium toleran 5
1 Peka
2 7
b. Lapang 7
8 Jumlah yang benar
5 7
Proporsi 0.72
£
0.88
£
Keterangan: hasil pengelompokkan pada percobaan di lapang BAB V dan
£
hasil pembagian dari jumlah toleransi genotipe peka atau medium toleran pada fase perkecambahan dengan
hasil seleksi di lapang.
Tabel 16 Nilai peluang pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap
cekaman kekeringan berdasarkan analisis Diskriminan pada fase perkecambahan
Genotipe Pengelompokkan
Nilai peluang Seleksi Seleksi
fase Toleran Peka
Lapang
£
Perkecambahan Anoman
Medium toleran Medium toleran
93.50 6.50
B11-209 Peka Medium
toleran 82.10
17.90 CML 161
Peka Peka
31.80 68.20
CML 165 Peka
Peka 37.20
62.80 DTPY-C9-F46-fB Peka
Peka 14.90 85.10
DTPY-F46-3-9-nB Medium toleran
Peka 49.40 50.60
G 180 Peka
Peka 23.90
76.10 G18 Seq C2-nB
Medium toleran Peka
36.00 64.00
G 193 Peka
Peka 24.80
75.20 MR 14
Medium toleran Medium toleran
59.40 40.60
MR 4 Peka
Peka 45.70
54.30 Nei 9008
Peka Peka
44.90 55.10
PT-12 Medium toleran
Medium toleran 51.30
48.70 PT-17
Medium toleran Medium toleran
73.40 26.60
PT-BC9 Medium toleran
Medium toleran 52.80
47.20
Keterangan: tidak sesuai dengan pengelompokkan toleransi cekaman kekeringan di lapang dan
£
hasil pengelompokkan pada percobaan di lapang BAB V.
Berdasarkan nilai peluang hasil analisis Diskriminan terhadap toleransi genotipe jagung menunjukkan genotipe B11-209, DTPY-F46-3-9-nB dan G18 Seq
C2-nB tidak sesuai dengan pengelompokkan hasil seleksi di lapang, sedangkan genotipe lainnya sesuai Tabel 16.
Konsistensi toleransi suatu genotipe terhadap cekaman kekeringan hasil seleksi pada fase perkecambahan dengan menggunakan persentase peluang
≥ 75 untuk genotipe yang konsisten medium toleran atau peka cekaman kekeringan adalah
genotipe Anoman dan B11-209 merupakan genotipe konsisten medium toleran dan genotipe DTPY-C9-F46-fB, G 180 dan G 193 merupakan genotipe konsisten peka,
sedangkan persentase peluang 50 – 70 untuk genotipe kurang konsisten terdapat pada genotipe CML 161, CML 165, DTPY-F46-3-9-nB, G18 Seq C2-nB, MR 14,
MR 4, Nei 9008, PT-12, PT-17, dan PT-BC9 Tabel 16.
Karakter Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan
Pada Tabel 17, peubah yang dapat mengelompokkan toleransi jagung pada fase perkecambahan terhadap kondisi cekaman kekeringan dapat dipilah menjadi karakter
konstitutif dan adapatsi. Karakter konstitutif yaitu bobot kering akar kecambah dan karakter adaptif yaitu kandungan prolin. Genotipe medium toleran umumnya
memiliki bobot kering akar yang lebih besar yaitu berkisar 18.56 - 24.78 mg dibanding genotipe peka yang hanya memiliki bobot kering akar berkisar 8.56 -
17.55 mg Tabel 17. Pada genotipe G18 Seq C2-nB yang tergolong medium toleran namun memiliki bobot kering akar yang kecil yaitu hanya 12.89 mg, namun mampu
meningkatkan kandungan prolin sebesar 459.29 µmolgram bobot basah akar pada kondisi cekaman PEG 15 atau meningkat 470.38 dibanding kondisi optimum
Tabel 11.
Tabel 17 Bobot kering akar dan kandungan prolin akar primer kecambah pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan
Genotipe Toleransi
Bobot kering akar Kecambah mg
Kandungan prolin pada akar primer kecambah
µmolgram bobot basah SL
£
SFP PEG 0 PEG 10
PEG 0 PEG 10 PEG 15
Anoman MT MT
23.22 24.78
100.37 581.97
662.79 DTPY-F46-3-9-nB MT PK
19.67 11.45
62.34 412.66
483.08 G18 Seq C2-nB
MT PK
12.89 10.44
80.52 152.22
459.29 MR 14
MT MT
20.44 15.11
110.64 219.16
480.90 PT-12 MT
MT 19.11
12.89 91.76
276.69 360.95
PT-17 MT MT
24.78 18.33
66.68 249.40
641.73 PT-BC9 MT
MT 18.56
13.33 56.20
263.69 514.54
B11-209 PK MT
22.33 20.55
98.01 319.81
565.50 CML 161
PK PK
15.22 7.55
139.97 398.52
693.78 CML 165
PK PK
17.33 9.67
177.34 292.63
712.62 DTPY-C9-F46-fB PK PK
8.56 4.67
43.79 79.39 147.77
G 180 PK
PK 11.05
7.72 76.39
96.12 172.98
G 193 PK
PK 15.40
8.00 43.45
91.66 292.17
MR 4 PK
PK 17.55
12.68 103.80
145.45 317.02
Nei 9008 PK
PK 13.50
11.33 69.44
298.89 328.34
Keterangan :
£
hasil seleksi di lapang Percobaan BAB V, dan hasil seleksi pada fase perkecambahan kondisi cekaman PEG 10, MT = medium toleran, dan PK = peka cekaman kekeringan.
PEMBAHASAN
Perlakuan larutan PEG pada media perkecambahan menyebabkan penurunan pertumbuhan akar, tunas dan daya berkecambah DB. Terjadinya penurunan
pertumbuhan tersebut bukan dikarenakan mutu benih yang kurang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kecepatan tumbuh kecambah K
CT
, indeks vigor IV dan DB tidak berbeda nyata pada kondisi optimum PEG 0. DB seluruh genotipe yang
diuji rata-rata 100 pada kondisi optimum Tabel 2, 3 dan 4. Penurunan pertumbuhan akar dan tunas disebabkan perlakuan PEG yang dapat mengikat air
sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Semakin pekat konsentrasi PEG semakin banyak subunit-etilen yang mengikat air sehingga menahan masuknya air ke
dalam jaringan tanaman, akibatnya akar tanaman semakin sulit untuk menyerap air dan tanaman mengalami cekaman kekeringan Micheal Kaufman 1973; Verslues
et al . 2006.
Pada kondisi cekaman kekeringan pertumbuhan tajuk tanaman lebih terhambat dibanding pertumbuhan akar Sharp Davies 1979; Wu Cosgrove
2000; Hamdy 2002. Hal ini terlihat pada kondisi cekaman PEG 20 -0.67 MPa, pertumbuhan tunas kecambah sangat terhambat Tabel 5 dan 6, namun pertumbuhan
akar masih dapat berlangsung Tabel 8 dan 9. Sejalan dengan hasil penelitian Sharp et al. 2004 menyatakan bahwa pada kondisi potensial air dari -0.5 Mpa
pertumbuhan tunas tidak terjadi sama sekali, sedangkan pertumbuhan akar jagung masih dapat berlangsung bahkan pada kondisi potensial air -1.5 MPa. Perbedaan
pertumbuhan tersebut menyebabkan bobot rasio akartunas meningkat seiring dengan peningkatan cekaman kekeringan Tabel 7.
Pada kondisi cekaman PEG, terlihat modifikasi pertumbuhan akar. Genotipe Anoman mampu meningkatkan bobot kering akar, jumlah akar seminal dan
mempertahankan panjang akar Tabel 8, 9 dan 10. Hal tersebut menurut Wu dan Cosgrove 2000 merupakan bentuk adaptasi tanaman terhadap kondisi cekaman
kekeringan dimana pertumbuhan panjang akar yang intensif akan memberi peluang yang lebih besar untuk absorbsi air pada lapisan tanah yang lebih dalam.
Ditambahkan juga oleh Matsura et al. 1996 bahwa terdapat hubungan yang positif antara panjang akar yang dalam dengan kemampuan genotipe sorgum dan millet
untuk beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan. Genotipe G 180 diduga merupakan genotipe yang peka kekeringan dikarenakan mempunyai panjang dan
bobot kering akar paling rendah pada kondisi cekaman PEG Tabel 8 dan 9. Akumulasi prolin pada tanaman merupakan respon terhadap kondisi cekaman
kekeringan dan salah satu mekanisme ketahanan sekaligus toleransi cekaman kekeringan. Hasil penelitian Raymond dan Smirnoff 2002; Sharp et al. 2004;
Ogawa dan Yamauchi 2006; Mohammadkhan dan Heidari 2008 menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan terjadi peningkatan akumulasi prolin pada
akar primer. Kandungan prolin yang diakumulasi persentasenya lebih dari 50 dibanding senyawa osmotic adjustment OA lainnya.
Hasil analisis korelasi antar peubah menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot kering dan panjang akar pada kondisi cekaman kekeringan berkaitan dengan
kandungan prolin pada akar primer Tabel 12. Genotipe yang mengakumulasi prolin lebih banyak pada akar primer, kecenderungan mengalami pertumbuhan panjang
akar yang lebih baik atau mengalami hambatan pertumbuhan panjang yang lebih rendah dibanding genotipe yang mengakumulasi prolin lebih sedikit Gambar 2 dan
3. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ridwan 2007 dimana kandungan prolin pada akar tembakau berkorelasi positif nyata dengan pertumbuhan panjang
akar. Menurut Sharp 1988; Ogawa danYamauchi 2006 kandungan prolin pada akar primer jagung berperan penting dalam mengatur tekanan osmotik sel sehingga
keberlangsungan absorbsi air dapat terjaga untuk menstimulasi pertumbuhan panjang akar. Persentase peningkatan akumulasi prolin pada genotipe
DTPY-C9-F46-fB
, G 180 dan G 193 merupakan yang terendah, hal tersebut berpengaruh terhadap
pertumbuhan panjang akar, dimana panjang akar ketiga genotipe tersebut paling rendah pada kondisi cekaman PEG Tabel 9.
Kondisi cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG sebagai metode seleksi dapat dilakukan jika mampu mengelompokkan genotipe yang toleran
dan peka. Berdasarkan nilai indeks sensitivitas cekaman kekeringan ISK yang dihitung berdasarkan beberapa peubah menunjukkan bahwa simulasi cekaman
kekeringan pada fase perkecambahan dengan menggunakan larutan PEG 5 dan 10 dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung kedalam kelompok toleran,
medium toleran dan peka cekaman kekeringan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan pemberian PEG 5 dan 10 merupakan kondisi yang efektif untuk
menyeleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan.
Penentuan peubah-peubah yang berpengaruh besar dalam menentukan keragaman pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan
pada fase perkecambahan maka dilakukan analisis komponen utama. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa terdapat lima peubah yang memberikan
kontribusi keragaman toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan sebesar 74.72. Kelima peubah tersebut yang berpengaruh besar terhadap
keragaman pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan berturut-turut adalah bobot kering akar, kandungan prolin pada akar primer, rasio
bobot kering akartajuk, panjang tunas dan bobot kering tunas Tabel 14. Namun berdasarkan hasil analisis Diskriminan untuk menentukan peubah-peubah yang dapat
mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan adalah
bobot kering akar dan kandungan prolin akar primer yang diukur pada kondisi cekaman PEG 10 merupakan peubah yang paling baik dalam melakukan
pengelompokkan toleransi jagung terhadap cekaman kekeringan. Pengelompokkan tersebut memiliki kesesuaian cukup baik dengan hasil pengelompokkan di lapang
dengan proporsi pemisahan 0.88 untuk genotipe peka dan 0.72 untuk genotipe medium toleran.
Konsistensi toleransi suatu genotipe terhadap cekaman kekeringan dari hasil seleksi pada fase perkecambahan dengan menggunakan persentase peluang
≥ 75 untuk genotipe yang konsisten medium toleran atau peka cekaman kekeringan
ternyata genotipe Anoman dan B11-209 merupakan genotipe konsisten medium toleran dan genotipe DTPY-C9-F46-fB, G 180 dan G 193 merupakan genotipe
konsisten peka, sedangkan persen peluang 50 – 70 untuk genotipe kurang konsisten terdapat pada genotipe CML 161, CML 165, DTPY-F46-3-9-nB, G18 Seq
C2-nB, MR 14, MR 4, Nei 9008, PT-12, PT-17, dan PT-BC9 Tabel 16. Genotipe yang tidak konsisten sebaiknya diuji lebih lanjut untuk memastikan tingkat
toleransinya terhadap cekaman kekeringan. Hasil analisis Diskriminan menunjukkan bahwa peubah bobot kering akar dan
kandungan prolin akar primer kecambah dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Peubah tersebut dapat dipilah menjadi karakter
konstitutif yaitu karakter yang terekspresi tanpa ada pengaruh cekaman kekeringan seperti bobot kering akar, sedangkan karakter adaptasi yaitu karakter yang
terekspresi sebagai respons terhadap cekaman yaitu kandungan prolin. Genotipe medium toleran umumnya memiliki bobot kering akar yang lebih besar yaitu berkisar
18.56 - 24.78 mg dibanding genotipe peka yang hanya memiliki bobot kering akar berkisar 8.56 - 17.55 mg Tabel 17. Pada genotipe G18 Seq C2-nB yang tergolong
medium toleran namun memiliki bobot kering akar konstitutif yang kecil yaitu 12.89 mg, ternyata memiliki kemampuan mengakumulasi prolin pada akar primer dalam
jumlah yang besar yaitu sebesar sebesar 459.29 µmolgram bobot basah pada kondisi cekaman PEG 15 atau meningkat 470.38 dibanding kondisi optimum Tabel 11,
sehingga pada kondisi cekaman bobot kering akar G18 Seq C2-nB tetap lebih besar dibanding genotipe peka. Hal tersebut menunjukkan bahwa genotipe toleran
cekaman kekeringan memiliki bobot kering akar yang besar dibanding genotipe peka
baik pada kondisi cekaman maupun optimum. Menurut Blum 2002 menyatakan bahwa karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan sebagian besar merupakan
karakter konstitutif seperti bobot kering dan panjang akar yang besar.
KESIMPULAN
Pemberian larutan PEG pada media perkecambahan kertas merang menyebabkan kondisi cekaman terhadap proses pertumbuhan kecambah jagung
sehingga pertumbuhan akar dan tunas menjadi terhambat serta memicu peningkatan akumulasi prolin yang besar pada akar primer kecambah. Pada kondisi cekaman PEG
kandungan prolin berkorelasi nyata positif dengan pertumbuhan akar, dimana semakin tinggi kandungan akumulasi prolin pada akar primer kecambah maka
semakin besar panjang dan bobot kering akar kecambah. Metode seleksi cekaman kekeringan dengan pemberian larutan PEG 10 ke
dalam media perkecambahan merupakan kondisi yang efektif untuk menyeleksi dan mengelompokkan genotipe jagung cekaman kekeringan. Pengukuran bobot kering
akar dan kandungan proline pada akar primer kecambah pada kondisi cekaman PEG 10 mampu memprediksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan
dengan tingkat kesesuaian pengelompokkan di lapang cukup baik. Proporsi kesesuaian menentukan genotipe medium toleran sebesar 0.72 dan genotipe peka
sebesar 0.88. Genotipe yang konsisten toleransinya adalah genotipe Anoman dan B11-209 merupakan genotipe konsisten medium toleran sedangkan genotipe DTPY-
C9-F46-fB, G 180 dan G 193 merupakan genotipe konsisten peka cekaman kekeringan.
Genotipe medium toleran cekaman kekeringan memiliki karakter bobot kering akar yang besar dibanding genotipe peka, baik pada kondisi cekaman maupun
optimum.
Anoman Anoman
B11-209 B11-209
CML 161 CML 161
CML 165 CML 165
DTPY-C9-F46-fB DTPY-C9-F46-fB
DTPY-F46-3-9-nB DTPY-F46-3-9-nB
G 193 G 193
G 180 G 180
G18 Seq C2-nB G18 Seq C2-nB
Gambar 4 Ilsutrasi penampilan genotipe jagung fase perkecambahan pada kondisi cekaman PEG 0, 5 , 10, 15 dan 20
MR 14 MR 14
MR 4 MR 4
Nei 9008 Nei 9008
PT-BC9 PT-BC9
PT-17 PT-17
PT-12 PT-12
Lanjutan Gambar 4 Ilsutrasi penampilan genotipe jagung fase perkecambahan pada kondisi cekaman PEG 0, 5 , 10, 15 dan 20
BAB IV PENDUGAAN TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN