RESPON GENOTIPE JAGUNG DAN KARAKTER SELEKSI PADA

BAB V RESPON GENOTIPE JAGUNG DAN KARAKTER SELEKSI PADA

KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN ABSTRAK Percobaan dilakukan bertujuan melihat respon dan mengevaluasi toleransi genotipe jagung secara langsung berdasarkan hasil serta menentukan karakter tanaman yang dapat digunakan untuk seleksi genotipe jagung pada kondisi cekaman kekeringan. Percobaan menggunakan rancangan Split Plot dengan empat ulangan. Sebagai petak utama adalah kondisi cekaman kekeringan, sedangkan anak petak adalah 15 genotipe jagung. Pada kondisi optimum pemberian air dilakukan setiap 12 hari sekali dengan cara dileb, sedangkan pada cekaman kekeringan, pemberian air dihentikan pada saat tanaman berumur 42 hari setelah tanam HST sampai panen. Hasil penelitian menunjukkan, kondisi cekaman kekeringan menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman, luas daun, kehijauan daun dan persentase tanaman fertil menjadi menurun, sedangkan kelayuan penggulungan daun, interval waktu berbunga jantan dan betina ASI semakin besar. Karakter tinggi tanaman, skor penggulungan daun, dan ASI dapat digunakan sebagai indikator toleransi genotipe jagung toleran terhadap cekaman kekeringan karena dapat mengelompokan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dan berkorelasi dengan hasil. Berdasarkan penurunan hasil pada kondisi cekaman kekeringan genotipe Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, G18 Seq C2-nB, MR 14 PT-12, PT-17 dan PT-BC9 merupakan genotipe medium toleran dengan persentase penurunan hasil berkisar 54.05 - 60.26, sedangakan genotipe B11-209, CML 161, CML 165, DTPY-C9-F46-fB, G 193, G 180, MR 4 dan Nei 9008 merupakan genotipe peka cekaman kekeringan dengan persentase penurunan bobot bijitanaman yang lebih besar yaitu berkisar 68.00 - 88.86. Kata kunci: bobot bijitanaman, bunga jantan, bunga betina, penggulungnn daun RESPONSE OF MAIZE GENOTYPES AND CHARACTERS SELECTION OF DROUGHT TOLERANCE ABSTRACT The objective of this experiment were to study response, and directly evaluation of tolerance maize genotipes based on yield and determine of selective characters as drought tolerance indicator. This experiment done using randomize complete block design with four replications. The main plot was drought and optimum conditions while sub plot was fifteen maize genotypes. The optimum condition plot were irrigated every 12 days by logging until harvest while for drought condition, irrigation were stopped on 42 days after planting dap up to harvest. Results showed that at drought condition cause decrease of plant growth, leaf width, fertile plant percentage and green leaf, while leaf rolling and anthesis silking interval ASI were increased. The characters of plant height, leaf rolling, and ASI have positive correlation with yield and could used as indicator of drought tolerance. Based on decreased of yield, some genotypes such as Anoman, DTPY-F46-3-9-NB, G18 Seq C2-Nb, MR 14, PT-12, PT-17 and PT-BC9 were medium tolerant with yield decreasing as 54.05 - 60.26. On the other hand B11-209, CML 161, CML 165, DTPY-C9-F46-FB, G 193, G 180, MR 4 and Nei 9008 were sensitive to drought with decrease of yield about 68.00 – 88.86 Key words: anthesis, silking, yield, leaf rolling PENDAHULUAN Semakin terbatas dan ketidakpastian pasokan air karena bersaing dengan sektor industri dan pemukiman, serta perilaku iklim yang semakin tidak pasti sebagai akibat global warming pemanasan global merupakan faktor penyebab cekaman kekeringan pada lahan pertanian. Hal tersebut menyebabkan tidak selamanya lingkungan tanaman ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil penelitian Banziger et al. 2000 menyatakan bahwa cekaman kekeringan pada saat dua minggu menjelang berbunga sampai dua minggu setelah penyerbukan menyebabkan penurunan hasil 30 – 60 dari hasil pada kondisi optimum dan bila mengalami cekaman kekeringan pada fase menjelang berbunga sampai panen menyebabkan penurunan hasil 65 – 70 dari hasil pada kondisi optimum. Salah satu strategi pengembangan tanaman jagung pada lahan yang sering mengalami kondisi cekaman kekeringan adalah penggunaan varietas yang toleran cekaman kekeringan. Genotipe tersebut dapat diperoleh dari hasil seleksi pada kondisi cekaman kekeringan dan merupakan bahan genetik untuk melakukan perakitan varietas toleran cekaman kekeringan. Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam mengahadapi cekaman kekeringan. Ketika cekaman kekeringan semakin meningkat maka tanaman menyesuaikan diri melalui proses fisiologi dan perubahan struktur morfologi tanaman. Bentuk morfologi, anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan tanaman memiliki respon yang beragam teradap cekaman kekeringan. Oleh karena itu, kegiatan seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme ketahanan tanaman jagung terhadap cekaman kekeringan, sehingga proses seleksi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Respon yang beragam dari genotipe jagung yang diuji pada kondisi cekaman kekeringan, memberikan harapan untuk mendapatkan genotipe jagung toleran serta mengetahui morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Evaluasi toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat dilakukan dengan dua pendekatan: a secara langsung, yaitu berdasarkan penurunan relatif biji yang dihasilkan pada kondisi cekaman kekeringan dibanding pada kondisi optimum dan b secara tidak langsung, dengan mengamati berbagai peubah morfologi dan fisiologi yang terkait dengan sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan Banziger et al . 2000. Tujuan penelitian ini adalah melihat respon dan mengevaluasi toleransi genotipe jagung secara langsung berdasarkan hasil serta menentukan karakter tanaman yang dapat digunakan untuk seleksi jagung pada kondisi cekaman kekeringan. BAHAN DAN METODE Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Instalasi Penelitian Kacang- kacangan dan Umbi-umbian di Muneng, Probolinggo, Jawa Timur pada bulan Juli - November 2007. Percobaan menggunakan rancangan Split Plot dengan 4 ulangan. Sebagai petak utama adalah kondisi cekaman kekeringan dan optimum, sedangkan anak petak adalah 15 genotipe jagung MR 14, MR 4, DTPY-C9-F46-1-7-1-1-fB, Anoman, PT-BC4-6, DTPY-F46-3-9-nB, PT-12, G18 Seq C2-F119-2-1-1nB, PT-17, CML 161, CML 165, Nei 9008, B11-209, G180 dan G193. Pada kondisi optimum pemberian air dilakukan setiap 12 hari sekali dengan cara dileb, sedangkan pada cekaman kekeringan, pemberian air dihentikan pada saat tanaman berumur 42 hari setelah tanam HST sampai panen. Kondisi fisik tempat percobaan berada pada ketinggian lokasi percobaan adalah 10 m di atas permukaan laut, jenis tanah alfisol, kepadatan tanah 0.92 gcm 3 , porositas tanah 65.24 dan dinamika kadar air tanah tercatat pada Lampiran 24. Kondisi iklim pada percobaan berlangsung dengan suhu minimum berkisar 17 – 24 C dan maksimum 30 - 35 C, kelembaban udara minimum 35 – 50 dan maksiumum 70 – 86, dan evoporasi harian berkisar 4.8 – 8.1 ml Lampiran 25 Selama percobaan berlangsung tidak ada turun hujan sehingga cekaman kekeringan dapat sesuai dengan perlakuan. Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan dilakukan dengan cara membajak tanah dengan menggunakan traktor. Plot terdiri dari satu baris dengan panjang 5 meter. Tiap genotipe ditanam dengan jarak tanam 75 x 20 cm dengan dua biji per lubang, kemudian dijarangkan pada saat umur tanaman 15 hari setelah tanam. Sebelum penanaman, benih diberikan metalaksil untuk mencegah penyakit bulai kemudian benih ditanam pada lubang tanam yang diberi Carbofuran 30 dengan dosis 15 kgha untuk menghindari serangan bulai dan lalat bibit. Pemupukkan pertama diaplikasikan pada saat tanaman berumur 10 HST dengan takaran pupuk urea 100 kgha, 150 kgha SP36 dan 100 kgha KCl dan pemupukkan kedua diaplikasikan saat tanaman berumur 40 HST dengan takaran pupuk 150 kg ureaha. Perlakuan kondisi optium dengan pemberian air dilakukan setiap 12 hari sekali dengan cara dileb sedangkan pada cekaman kekeringan pemberian air dihentikan pada saat tanaman berumur 42 HST sampai panen Lampiran 24. Pengamatan Data yang dikumpulkan adalah : 1. Tinggi tanaman cm diukur dari permukaan tanah sampai buku daun bendera, dilakukan seminggu menjelang panen 2. Warna daun, diukur pada daun tongkol saat tanaman berumur 75 HST dengan alat klorofil meter SPAD 502 3. Luas daun cm 2 , daun yang diukur adalah daun tongkol yang diamati pada umur 75 HST 4. Umur berbunga jantan hari, diamati saat 50 dari populasi tanaman telah memproduksi serbuk sari 5. Umur bunga betina hari, diamati saat 50 dari populasi tanaman telah keluar rambut pada tongkol dengan panjang 2 cm atau lebih. 6. Penggulungan daun skor 1-5, diamati pada kondisi berlangsung cekaman kekeringan Gambar 8 dan waktu pengamatan pada jam 12.00 -14.00. Skor 1 Skor 3 Skor 5 Skor 2 Skor 4 Gamr 8. Ilustrasi skor penggulungan daun 7. Panjang dan diameter tongkol cm 8. Bobot pipilan bijitanaman g HASIL Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Pada kondisi cekaman kekeringan dengan lengas tanah 12.56, seluruh genotipe jagung mengalami kelayuan skor penggulungan daun yang beragam. Genotipe CML 161 dan G 180 menunjukkan skor penggulungan daun tertinggi masing-masing sebasar 3.75 dan 4.00. Berdasarkan indeks sensitivitas cekaman kekeringan ISK peubah skor penggulungan daun, genotipe tersebut merupakan tergolong genotipe peka cekaman kekeringan. Skor penggulungan daun yang relatif kecil terdapat pada genotipe Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, MR 14, PT-12, PT-BC9 yaitu berkisar 1 – 1.25. Berdasarkan ISK skor penggulungan daun, genotipe tersebut termasuk kedalam kelompok toleran cekaman kekeringan Tabel 33. Tabel 33 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap penggulungan daun pada saat 10 hari setelah penghentian irigasi dan umur tanaman 52 hari Genotipe Skor penggulungan daun ISK Optimum Cekaman kekeringan Anoman 1.00 a A 1.25 a F 0.24 T B11-209 1.00 b A 2.00 a CD 0.95 MT CML 161 1.00 b A 3.75 a A 2.62 PK CML 165 1.00 b A 2.50 a B 1.43 PK DTPY-C9-F46-fB 1.00 b A 2.00 a CD 0.95 MT DTPY-F46-3-9-nB 1.00 a A 1.50 a EF 0.48 T G 193 1.00 b A 2.25 a BC 1.19 PK G18 Seq C2-nB 1.00 b A 2.25 a BC 1.19 PK G 180 1.00 b A 4.00 a A 2.86 PK MR 14 1.00 a A 1.00 a F 0.00 T MR 4 1.00 b A 2.00 a CD 0.95 MT Nei 9008 1.00 b A 2.00 a CD 0.95 MT PT-12 1.00 a A 1.25 a F 0.24 T PT-17 1.00 b A 1.75 a DE 0.71 MT PT-BC9 1.00 a A 1.25 a F 0.24 T Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, kondisi lengas tanah 12.56, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan., T = toleran, MT = medium toleran, dan PK = peka. Secara umum kondisi cekaman kekeringan berpengaruh nyata menghambat pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, luas daun dan degradasi kehijauan daun. Tanaman jagung yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan mengalami persentase penurunan tinggi tanaman yang beragam. Persentase penurunan tinggi tanaman yang rendah terdapat pada genotipe Anoman dan MR 14 sebesar 0.58 dan 8.03. Tinggi tanaman genotipe tersebut pada kondisi cekaman kekeringan tidak berbeda nyata dengan kondisi optimum, sedangkan genotipe B11-209, MR 4, dan Nei 9008 mengalami persentase penurunan tinggi tanaman paling besar yaitu berkisar 30.08 - 31.74 Tabel 32. Tabel 34 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman Genotipe Tinggi tanaman cm Persentase penurunan ISK Optimum Cekaman kekeringan Anoman 129.00 a BCD 118.75 a AB 7.95 0.35 T B11-209 146.00 a A 101.75 b CDE 30.31 1.33 PK CML 161 121.75 a CDE 87.25 b EFGH 28.34 1.24 PK CML 165 114.50 a DEF 82.50 b GH 27.95 1.23 PK DTPY-C9-F46-fB 104.00 a FG 83.25 b FGH 19.95 0.87 MT DTPY-F46-3-9-nB 113.75 a DEF 84.00 b FGH 26.15 1.15 PK G 193 91.50 a G 66.25 b HI 27.60 1.21 PK G18 Seq C2-nB 129.25 a BCD 98.75 b CDEF 23.60 1.03 PK G 180 94.75 a G 73.50 b I 22.43 0.98 MT MR 14 115.25 a DEF 103.75 a BCD 9.98 0.44 T MR 4 133.00 a ABC 93.00 b DEFG 30.08 1.32 PK Nei 9008 109.50 a EFG 74.75 b HI 31.74 1.39 PK PT-12 139.50 a AB 121.00 b A 13.26 0.58 MT PT-17 126.25 a BCD 100.00 b CDE 20.79 0.91 MT PT-BC9 134.75 a ABC 103.00 b BCDE 23.56 1.03 PK Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan, T = toleran, MT = medium toleran, dan PK = peka. Pada saat tanaman mengalami kondisi cekaman kekeringan tingkat kehijauan dan luas daun mengalami penurunan. Persentase penurunan luas daun terbesar terdapat pada genotipe MR 4 dan PT-17 masing-masing sebesar 29.89 dan 26.19. Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe Anoman memiliki luas daun yang paling besar yaitu 467.91 cm 2 sedangkan luas daun terkecil terdapat pada genotipe G 180 yaitu hanya 295.64 cm 2 Tabel 35. Tabel 35 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap penurunan luas daun Genotipe Luas daun cm 2 Persentase penurunan ISK Optimum Cekaman kekeringan Rataan Anoman 498.07 437.75 467.91 A 12.11 1.09 PK B11-209 382.76 360.27 371.51 CBD 5.88 0.53 MT CML 161 390.38 381.48 385.93 B 2.28 0.21 T CML 165 397.46 357.30 377.38 CB 10.10 0.91 MT DTPY-C9-F46-fB 336.15 302.16 319.15 CD 10.11 0.91 MT DTPY-F46-3-9-nB 318.11 306.44 312.28 D 3.67 0.33 T G 193 384.70 370.70 377.72 CB 3.64 0.33 T G18 Seq C2-nB 362.45 346.16 354.38 CBD 4.49 0.41 T G 180 330.97 295.64 313.33 D 10.67 0.96 MT MR 14 432.30 340.10 386.25 B 21.33 1.93 PK MR 4 457.39 320.67 389.03 B 29.89 2.70 PK Nei 9008 391.07 365.31 378.19 CB 6.59 0.60 MT PT-12 334.73 320.09 327.41 CBD 4.37 0.40 T PT-17 408.79 301.71 355.25 CBD 26.19 2.37 PK PT-BC9 357.42 336.88 347.15 CBD 5.75 0.52 MT Rataan 385.52 a 342.84 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan, T = toleran, MT = medium toleran, dan PK = peka. Tabel 36 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap warna hijau daun pada saat tanaman berumur 75 hst Genotipe Nilai warna kehijauan daun unit Persentase penurunan ISK Optimum Cekaman kekeringan Anoman 50.70 a ABC 38.03 b ABC 24.99 0.86 MT B11-209 42.04 a DE 32.71 b CDE 22.20 0.77 MT CML 161 45.28 a CD 30.97 b DEF 31.60 1.09 PK CML 165 50.30 a ABC 30.72 b DEF 38.92 1.34 PK DTPY-C9-F46-fB 45.73 a BCD 39.29 b AB 14.10 0.49 T DTPY-F46-3-9-nB 51.30 a ABC 41.19 b A 19.72 0.68 MT G 193 51.84 a AB 42.86 b A 17.31 0.60 MT G18 Seq C2-nB 49.41 a ABC 34.79 b BCD 29.58 1.02 PK G 180 38.46 a E 25.91 b FG 32.63 1.13 PK MR 14 45.42 a CD 33.40 b BCDE 26.46 0.91 MT MR 4 31.90 a F 20.82 b G 34.74 1.20 PK Nei 9008 49.53 a ABC 32.06 b CDE 35.27 1.22 PK PT-12 53.84 a A 38.08 b ABC 29.27 1.01 PK PT-17 49.98 a ABC 27.68 b EF 44.61 1.54 PK PT-BC9 50.78 a ABC 33.24 b BCDE 34.54 1.19 PK Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan, T = toleran, MT = medium toleran, dan PK = peka. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap degradasi kehijaun pada genotipe toleran Anoman dan DTPY-F46-3-9-nB relatif kecil dengan persentase penurunan kehijauan daun masing-masing sebesar 24.99 dan 19.72 , sedangkan genotipe PT-17 mengalami persentase degradasi kehijauan daun yang paling besar yaitu 44.61 Tabel 36. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Generatif Kondisi cekaman kekeringan mempengaruhi waktu terbentuknya bunga jantan dan betina menjadi lebih lama, namun pengaruh terhadap lamanya pemunculan bunga betina lebih besar dibanding bunga jantan. Pada kondisi cekaman kekeringan waktu berbunga betina menjadi lebih panjang yaitu rata-rata 3.5 hari lebih lambat dibanding kondisi optimum, sedangkan waktu berbunga jantan rata-rata hanya 0.35 hari lebih lambat dibanding kondisi optimum Tabel 37. Tabel 37 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap waktu berbunga betina dan jantan hari Genotipe Umur berbunga jantan hari Umur berbunga betina hari Optimum Cekaman kekeringan Selisih Optimum Cekaman kekeringan Selisih Anoman 58.25 a D 58.00 a FG -0.25 60.00 a D 61.50 a E 1.50 B11-209 60.00 a CD 59.75 a DEF -0.25 62.50 b CD 66.00 a BCD 3.50 CML 161 63.00 a B 63.50 a AB 0.50 66.50 b AB 72.75 a A 6.25 CML 165 60.25 a CD 61.25 a BCDE 1.00 63.00 a CD 65.75 a BCD 2.75 DTPY-C9-F46-fB 66.00 a A 64.75 a A -1.25 68.50 b A 72.75 a A 4.25 DTPY-F46-3-9-nB 60.25 b CD 63.25 a ABC 3.00 63.50 b BC 67.00 a BC 3.50 G 193 59.75 a CD 60.75 a CDE 1.00 62.25 b CD 67.00 a BC 4.75 G18 Seq C2-nB 61.25 a BC 62.50 a ABCD 1.25 64.50 a BC 65.75 a BCD 1.25 G 180 59.00 a CD 61.00 a BCDE 2.00 61.25 b CD 67.00 a BC 5.75 MR 14 60.25 b CD 64.75 a A 4.50 63.00 b CD 68.00 a B 5.00 MR 4 61.75 a BC 61.75 a BCDE 0.00 64.00 b BC 71.50 a A 7.50 Nei 9008 61.25 a BC 60.75 a CDE -0.50 64.25 a BC 65.75 a BCD 1.50 PT-12 60.25 b CD 57.00 a G -3.25 62.75 a CD 62.00 a E -0.75 PT-17 57.75 a D 57.75 a FG 0.00 60.00 b D 63.50 a DE 3.50 PT-BC9 59.00 a CD 59.25 a EFG 0.25 61.50 a CD 63.75 a CDE 2.25 Rata-rata 60.53 61.07 0.53 63.17 66.67 3.50 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, Keterlambatan pembentukan bunga betina pada kondisi cekaman kekeringan mempengaruhi interval waktu munculnya bunga jantan dan betina anthesis silking interval , ASI. Pada Tabel 38 menunjukkan bahwa seluruh genotipe pada kondisi optimum memiliki ASI yang tidak berbeda yaitu berkisar 1.75 - 3.25 hari, namun pada kondisi cekaman kekeringan ASI menjadi lebih panjang seperti yang terlihat pada genotipe B11-209, CML 161, DTPY-C9-F46-fB, G 180, G 193, dan MR 4 memiliki ASI yang lebih lama yaitu berkisar 6 - 9.75 hari, sedangkan genotipe G18 Seq C2-nB dan MR 14 mampu menekan ASI menjadi hanya 3.25 hari Tabel 38. Tabel 38 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap interval waktu berbunga jantan dengan betina anthesis silking interval, ASI Genotipe Interval waktu berbunga jantan dengan betina atau ASI hari ISK Optimum Cekaman kekeringan Anoman 1.75 a A 3.50 a D 0.89 MT B11-209 2.50 b A 6.25 a BC 1.33 PK CML 161 3.50 b A 9.25 a A 1.46 PK CML 165 2.75 a A 4.50 a CD 0.56 MT DTPY-C9-F46-fB 2.50 b A 8.00 a AB 1.95 PK DTPY-F46-3-9-nB 3.25 a A 3.75 a D 0.14 T G 193 2.50 b A 6.25 a BC 1.33 PK G18 Seq C2-nB 3.25 a A 3.25 a D 0.00 T G 180 2.25 b A 6.00 a C 1.48 PK MR 14 2.75 a A 3.25 a D 0.16 T MR 4 2.25 b A 9.75 a A 2.96 PK Nei 9008 3.00 a A 5.00 a CD 0.59 MT PT-12 2.50 b A 5.00 a CD 0.89 MT PT-17 2.25 b A 5.75 a C 1.38 PK PT-BC9 2.50 a A 4.50 a CD 0.71 MT Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan, T = toleran, MT = medium toleran, dan PK = peka. Cekaman kekeringan berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan fertilitas tanaman. Persentase terbesar penurunan fertilitas tanaman pada kondisi cekaman kekeringan terdapat pada genotipe G 193 dengan penurunan sebasar 84.17, sedangkan persentase penurunan terkecil terdapat pada genotipe PT-BC9 sebesar 42.44 Tabel 39. Tabel 39 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap persentase tanaman jagung yang fertil Genotipe Persentase tanaman fertil Persentase Penurunan ISK Optimum Cekaman kekeringan Anoman 100.00 a A 56.15 b A 43.85 0.67 MT B11-209 100.00 a A 28.34 b BCD 71.67 1.10 PK CML 161 100.00 a A 27.57 b BCD 72.43 1.11 PK CML 165 100.00 a A 50.99 b A 49.01 0.75 MT DTPY-C9-F46-fB 100.00 a A 27.65 b BCD 72.35 1.11 PK DTPY-F46-3-9-nB 100.00 a A 48.65 b A 51.36 0.79 MT G 193 100.00 a A 15.83 b E 84.17 1.29 PK G18 Seq C2-nB 100.00 a A 35.65 b B 64.35 0.98 MT G 180 100.00 a A 21.61 b DE 78.39 1.20 PK MR 14 100.00 a A 36.63 b B 63.37 0.97 MT MR 4 100.00 a A 22.78 b CDE 77.22 1.18 PK Nei 9008 100.00 a A 21.22 b DE 78.79 1.20 PK PT-12 100.00 a A 56.13 b A 43.87 0.67 MT PT-17 100.00 a A 33.78 b BC 66.22 1.01 PK PT-BC9 100.00 a A 57.57 b A 42.44 0.65 MT Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan, T = toleran, MT = medium toleran, dan PK = peka. Pengaruh cekaman kekeringan menyebabkan penurunan diameter dan panjang tongkol Tabel 41 dan 42, serta bobot bijitanaman menurun serkitar 55.93 - 88.86 dari kondisi optimum Tabel 40. Indikator genotipe jagung toleran cekaman kekeringan dapat dievaluasi secara langsung berdasarkan penurunan relatif biji yang dihasilkan pada kondisi cekaman kekeringan dibanding pada kondisi optimum Banziger et al. 2000. Berdasarkan indeks sensitifitas cekaman kekeringan pada peubah bobot bijitanaman menunjukkan Genotipe Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, G18 Seq C2-nB, MR 14 PT-12, PT-17 dan PT-BC9 merupakan genotipe medium toleran dengan persentase penurunan hasil berkisar 54.05 - 60.26, sedangakan genotipe B11-209, CML 161, CML 165, DTPY-C9-F46-fB, G 193, G 180, MR 4 dan Nei 9008 merupakan genotipe peka cekaman kekeringan dengan persentase penurunan bobot bijitanaman yang lebih besar yaitu berkisar 68.00 - 88.86 Tabel 40. Tabel 40 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot biji per tanaman Genotipe Bobot bijitanaman g Persentase Penurunan ISK Optimum Cekaman kekeringan Anoman 100.05 a A 44.09 b A 55.93 0.83 MT B11-209 48.81 a CD 12.66 b DEFG 74.06 1.10 PK CML 161 45.24 a DE 7.15 b EFG 84.21 1.25 PK CML 165 46.32 a CDE 11.71 b DEFG 74.72 1.11 PK DTPY-C9-F46-fB 25.75 a G 8.24 b EFG 68.00 1.01 PK DTPY-F46-3-9-nB 48.27 a CD 19.33 b BCD 59.95 0.89 MT G 193 31.41 a FG 4.27 b G 86.40 1.28 PK G18 Seq C2-nB 39.08 a EF 15.65 b CDE 59.95 0.89 MT G 180 42.88 a DE 4.78 b G 88.86 1.32 PK MR 14 37.73 a EF 15.07 b CDEF 60.05 0.89 MT MR 4 31.70 a FG 5.95 b FG 81.25 1.21 PK Nei 9008 41.48 a DE 10.36 b DEFG 75.03 1.11 PK PT-12 57.44 a B 26.39 b B 54.05 0.80 MT PT-17 43.94 a DE 17.46 b CD 60.26 0.89 MT PT-BC9 54.95 a BC 23.90 b BC 56.51 0.84 MT Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, pada kadar air biji 14, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan, T = toleran, MT = medium toleran, dan PK = peka. Tabel 41 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap panjang tongkol Genotipe Panjang tongkol cm Persentase Penurunan ISK Optimum Cekaman kekeringan Anoman 13.7 a A 11.2 b A 17.77 0.51 MT B11-209 13.3 a AB 9.0 b BC 32.71 0.94 MT CML 161 12.9 a ABCD 4.4 b F 65.83 1.88 PK CML 165 12.9 a ABCD 7.5 b CDE 42.05 1.20 PK DTPY-C9-F46-fB 11.1 a D 7.3 b DE 34.23 0.98 MT DTPY-F46-3-9-nB 11.8 a BCD 8.8 b BCD 25.21 0.72 MT G 193 11.6 a CD 7.4 b CDE 36.07 1.03 PK G18 Seq C2-nB 11.4 a D 7.4 b CDE 35.67 1.02 PK G 180 12.6 a ABCD 7.3 b DE 42.57 1.22 PK MR 14 12.7 a ABCD 8.9 b BCD 30.18 0.86 MT MR 4 13.2 a ABC 6.2 b E 53.12 1.52 PK Nei 9008 11.8 a BCD 7.2 b E 38.94 1.11 PK PT-12 12.5 a ABCD 10.3 b AB 17.60 0.50 MT PT-17 12.6 a ABCD 9.2 b B 26.93 0.77 MT PT-BC9 12.9 a ABCD 9.7 b B 25.34 0.72 MT Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan., T = toleran, MT = medium toleran, dan PK = peka. Tabel 42 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap diameter tongkol Genotipe Diameter tongkol cm Persentase penurunan ISK Optimum Cekaman kekeringan Anoman 4.5 a A 3.6 b A 20.22 0.70 MT B11-209 3.9 a BCDE 2.5 b FG 35.71 1.23 PK CML 161 4.0 a BCD 1.9 b H 51.88 1.79 PK CML 165 3.8 a DE 2.5 b FG 33.33 1.15 PK DTPY-C9-F46-fB 3.5 a EF 2.8 b DEF 20.71 0.71 MT DTPY-F46-3-9-nB 3.9 a BCDE 3.1 b BCD 21.79 0.75 MT G 193 3.6 a EF 2.8 b DEF 22.54 0.78 MT G18 Seq C2-nB 3.8 a CDE 2.7 b DEF 29.41 1.01 PK G 180 3.6 a EF 2.7 b DEF 24.48 0.84 MT MR 14 3.7 a DEF 2.5 b FG 31.29 1.08 PK MR 4 3.3 a F 2.3 b G 31.58 1.09 PK Nei 9008 3.7 a DEF 2.6 b EFG 31.08 1.07 PK PT-12 3.8 a CDE 2.9 b CDE 23.03 0.79 MT PT-17 4.2 a AB 2.8 b DEF 34.32 1.18 PK PT-BC9 4.2 a ABC 3.2 b ABC 23.49 0.81 MT Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, ISK = indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan, T = toleran, MT = medium toleran, PK = peka. Korelasi antar Peubah dan Karakter Seleksi Toleransi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan Berdasarkan analisis korelasi antar peubah menunjukkan peubah tinggi tanaman berkorelasi positif sangat nyata dengan hasil Tabel 43. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa tinggi tanaman yang besar kecenderungan menghasilkan bobot bijitanaman yang tinggi. Genotipe medium toleran kecenderungan memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibanding genotipe peka Gambar 9. Tabel 43 Koefisien korelasi antar peubah pada kondisi cekaman kekeringan Peubah ASI GD HD LD P_Hsl Hasil £ TT -0.31 -0.60 0.03 0.30 -0.76 0.79 ASI 1.00 0.50 -0.42 -0.06 0.64 -0.58 GD 1.00 -0.38 -0.18 0.80 -0.62 HD 1.00 -0.07 -0.37 0.34 LD 1.00 -0.01 0.41 P_Hsl 1.00 -0.79 Keterangan: berkorelasi nyata pada α=0.05, berkorelasi sangat nyata pada α=0.01, TT= tinggi tanaman, ASI = anthesis silking interval, HD = wana kehijauan daun, P_Hsl= persentase penurunan hasil pada kondisi cekaman kekeringan, dan £ hasil pada kondisi cekaman kekeringan. ASI dan skor penggulungan daun berkorelasi nyata negatif terhadap hasil Tabel 43. Korelasi tersebut menunjukkan bahwa semakin besar ASI kecenderungan hasil bobot bijitanaman menjadi menurun secara eksponensial Gambar 10. Hal yang sama juga terlihat pada hubungan skor pengulungan daun, dimana semakin besar skor penggulungan daun kecenderungan semakin besar persentase penurunan hasil. Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe medium toleran cenderung mengalami pengulungan daun dengan skor yang lebih kecil dibanding genotipe peka Gambar 9. Gambar 9 Hubungan antara a tinggi tanaman dengan bobot bijitanaman, dan b skor penggulungan daun dengan pesentase penurunan hasil. y = 1.203x + 74.566 R 2 = 0.619 Bobot bijitanaman, ka 14 g 10 20 30 40 50 T inggi tanam an c m 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Genotipe medium toleran Genotipe peka y = 11.261x + 46.197 R2 = 0.645 Skor penggulungan daun 1 2 3 4 Per s entas e penu runan hasil 50 60 70 80 90 100 Genotipe medium toleran Genotipe peka a b Gambar 10. Hubungan antara a interval waktu berbunga betina dan jantan ASI dengan hasil, dan b ASI dengan persentase tanaman fertil. y = 65.43e -0.2563x R2 = 0.485 Interval waktu berbunga jantan dengan betina, ASI hari 2 4 6 8 10 12 B o bot bij ita naman , ka 14 g 20 40 60 80 100 120 a y = 140.700e - 0.197x R 2 = 0.535 2 4 6 8 10 12 P e rse n ta se tan a man ferti l 20 40 60 80 100 120 b Menurut Banziger et al. 2000 penentuan karakter seleksi toleransi genotipe jagung sebaiknya dapat mencirikan atau mengelompokkan toleransi genotipe jagung pada kondisi cekaman kekeringan dan berkorelasi dengan hasil. Dari beberapa peubah yang diamati ternyata peubah tinggi tanaman, skor penggulungan daun, dan ASI yang dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung dan juga berkorelasi dengan hasil Tabel 40, sehingga karakter tersebut dapat digunakan untuk seleksi genotipe jagung toleran pada kondisi cekaman kekeringan. PEMBAHASAN Pada kondisi cekaman kekeringan tanaman jagung mengalami kelayauan penggulungan daun dan degradasi kehijauan daun Tabel 33 dan 36. Kelayuan merupakan titik kritis tanaman terhadap cekaman kekeringan dan gejala defisit air. Kelayuan terjadi jika besarnya laju kehilangan air melalui tranpirasi lebih besar dibanding laju absorbsi air oleh akar Banziger et al. 2000, maka bila skor penggulungan daun semakin besar maka toleransi tanaman tersebut terhadap cekaman kekeringan semakin rendah Sobrado 1987. Berdasarkan ISK penggulungan daun, genotipe yang peka cekaman kekeringan seperti CML 161 dan G 180 mengalami tingkat kalayuan yang besar atau skor penggulungan daun yang tinggi masing-masing sebasar 3.75 dan 4.00, sedangkan genotipe toleran cekaman kekeringan seperti Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, MR 14, PT-12, dan PT-BC9 mengalami skor penggulungan daun yang relatif kecil yaitu berkisar 1 – 1.25 Tabel 33. Kondisi cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan produksi spesifik oksigen reaktif reactive oxygen spesies, ROS yang reaktif pada seluruh jaringan tanaman, dimana pada kondisi tersebut ROS menyebabkan degradasi kloroplas sehingga daun akan cepat mengalami klorosis dan senensence. Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa genotipe Anoman dan DTPY-F46-3-9-nB lebih mampu menekan degradasi kehijaun daun dibanding genotipe CML 161, CML 165 dan MR 4 Tabel 36. Kemapuan genotipe tersebut diduga karena mampu melindungi aparatus klorofil dari kerusakan yang diakibatkan adanya ROS. Strategi tersebut dilakukan dengan cara menghasilkan senyawa antioxidan yang berguna untuk memutuskan rentetan rantai reaksi produksi ROS. Menurut Levitt 1980 bahwa peningkatan produksi antioksidan pada tanaman merupakan komponen yang penting untuk melindungi kerusakan sel pada kondisi cekaman kekeringan. Sehingga kemampuan genotipe untuk mempertahankan kehijuan daun stay green merupakan salah satu indikator toleransi cekaman kekeringan Banziger et al. 2000. Secara umum kondisi cekaman kekeringan berpengaruh nyata menghambat pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman dan luas daun. Genotipe Anoman dan MR 14 mampu mempertahankan tinggi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan, dimana genotipe tersebut mengalami persentase penurunan hanya sebesar 0.58 dan 8.03. Tinggi tanaman tersebut tidak berbeda nyata dengan kondisi optimum, sedangkan genotipe B11-209, MR 4, dan Nei 9008 mengalami persentase penurunan tinggi tanaman paling besar yaitu berkisar 30.08 - 31.74 Tabel 34. Genotipe Anoman dan MR 14 yang mampu mempertahankan tinggi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan diduga melakukan mekanisme tertentu, salah satunya adalah mampu mengabsorbsi air tanah lebih besar dan lebih efisien dalam penggunaan air dibanding genotipe lainnya, sehingga pertumbuhan tajuk dapat berlanjut pada kondisi cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan mengakibatkan munculnya bunga betina menjadi lebih panjang dibanding bunga jantan. Pada genotipe Anoman dan DTPY-F46-3-9- nB menunjukkan ASI yang kecil yaitu 3.50 dan 3.75 hari dibanding genotipe CML 161 dan MR 4 dengan ASI yang lebih lama yaitu 9.25 dan 9.75 hari. Genotipe dengan ASI yang kecil akan memberi peluang berhasilnya penyerbukan dibanding genotipe dengan ASI yang besar. Menurut Earl dan Davis 2003 ASI yang besar akan mengakibatkan perkembangan ovari akan menjadi sink yang lemah, sehingga kesuburan bunga betina menjadi menurun dan menyebabkan hasil biji juga menurun. Hal yang serupa terjadi pada penelitian ini dimana genotipe dengan ASI yang besar kecenderungan memiliki persentase tanaman fertil dan bobot biji pertanaman yang semakin menurun Gambar 10 sehinga hasil biji per luasan tanam menjadi menurun. Penurunan hasil pada kondisi cekaman kekeringan juga diakibatkan penurunan diameter dan panjang tongkol yang akhirnya berdampak pada penurunan bobot bijitanaman. Penurunan tersebut karena adanya mekanisme reduksi source dan sink, dimana terjadi peningkatan penggunaan asimilat untuk perkembangan akar atau organ lainnya sedangkan jumlah pembagian asimilat untuk pertumbuhan organ generatif seperti ovari menjadi sink yang lemah Earl Davis 2003. Menurut Banziger et al. 2000 indikator genotipe jagung toleran cekaman kekeringan dapat dievaluasi berdasarkan penurunan relatif biji yang dihasilkan pada kondisi cekaman kekeringan dibanding pada kondisi optimum. Berdasarkan indeks sensitivitas cekaman kekeringan pada peubah bobot bijitanaman menunjukkan genotipe Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, G18 Seq C2-nB, MR 14 PT-12, PT-17 dan PT-BC9 merupakan genotipe medium toleran dengan persentase penurunan hasil berkisar 54.05 - 60.26, sedangakan genotipe B11-209, CML 161, CML 165, DTPY-C9-F46-fB, G 193, G 180, MR 4 dan Nei 9008 merupakan genotipe peka cekaman kekeringan dengan persentase penurunan bobot bijitanaman yang lebih besar yaitu berkisar 68.00 - 88.86. Penentuan karakter seleksi terhadap toleransi genotipe jagung sebaiknya dapat mencirikan toleransi genotipe jagung pada kondisi cekaman kekeringan dan berkorelasi dengan hasil Banziger et al. 2000. Berdasarkan indeks sensitivitas cekaman kekeringan yang dihitung berdasarkan peubah-peubah yang diamati menunjukkan peubah tinggi tanaman, skor penggulungan daun, dan ASI yang dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dan juga berkorelasi dengan hasil Tabel 43, sehingga karakter tersebut dapat digunakan untuk seleksi genotipe jagung toleran pada kondisi cekaman kekeringan. KESIMPULAN Kondisi cekaman kekeringan menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman, luas daun, kehijauan daun dan persentase tanaman fertil menjadi menurun, sedangkan kelayuan penggulungan daun, interval waktu berbunga jantan dan betina ASI semakin besar. Karakter tinggi tanaman, skor penggulungan daun, dan ASI dapat digunakan sebagai karakter seleksi toleransi genotipe jagung toleran terhadap cekaman kekeringan karena dapat mengelompokan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dan berkorelasi dengan hasil. Berdasarkan penurunan hasil genotipe Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, G18 Seq C2-nB, MR 14 PT-12, PT-17 dan PT-BC9 merupakan genotipe medium toleran dengan persentase penurunan hasil berkisar 54.05 - 60.26, sedangkan genotipe B11-209, CML 161, CML 165, DTPY- C9-F46-fB, G 193, G 180, MR 4 dan Nei 9008 merupakan genotipe peka cekaman kekeringan dengan persentase penurunan bobot bijitanaman yang lebih besar yaitu berkisar 68.00 - 88.86. Kondisi cekaman kekeringan G 180 B11-2009 G 180 Kondisi Optimum PT 17 Gambar 11. Skor penggulungan daun pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan Optimum Cekaman kekeringan Genotipe medium toleran: MR 14 Optimum Cekaman kekeringan Genotipe peka: CML 161 Gambar 12. Tampilan tongkol pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan Optimum Cekaman kekeringan Genotipe medium toleran: Anoman Optimum Cekaman kekeringan Genotipe peka: G 180 Lanjutan Gambar 12 Tampilan tongkol pada kondisi optimum dan Optimum BAB VI RESPON GENOTIPE JAGUNG TERHADAP PERIODE CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE MENJELANG PEMBUNGAAN SAMPAI PENGISIAN BIJI ATAU MASAK FISIOLOGI ABSTRAK Percobaan yang dilakukan bertujuan mempelajari respon genotipe jagung pada kondisi periode cekaman kekeringan fase menjelang berbunga sampai fase pengisian biji atau sampai panen dan menentukan karakter seleksi yang dapat digunakan untuk menduga toleransi jagung pada kondisi cekaman kekeringan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kelompok genotipe medium toleran dan peka hasil seleksi di lapang. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah enam genotipe jagung yang mewakili genotipe medium toleran dan peka cekaman kekeringan. Faktor kedua adalah periode cekaman kekeringan: a pada fase menjelang berbunga sampai pengisian biji, b fase menjelang berbunga sampai panen, dan c kondisi optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan genotipe jagung medium toleran mampu mempertahankan produksi biomas tajuk yang tinggi, intensitas kerusakan daun yang lebih kecil, perluasan akar yang besar bobot kering akar besar dan efisiensi penggunaan air lebih tinggi dibanding genotipe peka. Jumlah stomata pada genotipe peka lebih besar dibanding genotipe medium toleran. Genotipe yang peka menunjukkan persentase penurunan bobot bijitanaman yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran, bahkan pada periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen menunjukkan bahwa genotipe peka tidak mampu menghasilkan biji. Kata kunci: bobot kering akar, bobot kering tajuk, efisiensi penggunaan air, evapotranspirasi, indeks kerusakan daun, stomata. RESPONSE OF MAIZE GENOTYPES AGAINST DROUGHT STRESS DURING ANTHESIS TO GRAIN FILLING OR MATURE ABSTRACT The objectives of this experiment were to study response of maize genotypes against during anthesis to grain filling or mature and determine characters of selection as drought tolerance indicator. This experiment used randomize complete block design with two factors. The first factor was six genotypes that medium tolerant and sensitive to drought and the second was three condition: a drought at athesis until grain filling stages b drought at anthesis until mature stages and c optimum condition. The results showed that medium tolerant genotypes have availability to keep high biomass of shoot, low leaf damage, high dry weight of root, and high level of use water efficiency than sensitive genotypes. Stomata density of sensitive genotypes greater than medium genotypes, also more decrease of grain weight per plant, moreover drought period during anthesis to mature cause the sensitive genotypes have not filled grain. Key words: leaf damage index, root dry weight, shoot biomass, stomata, use water efficiency. PENDAHULUAN Air merupakan komponen penting bagi berlangsungnya berbagai proses fisiologi seperti serapan hara, fotosintesis dan reaksi biokimia sehingga penurunan absorbsi air mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan penurunan hasil. Periode masa kekeringan dapat terjadi pada setiap fase pertumbuhan jagung, namun tanaman jagung sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan pada fase pembungaan sampai pengisian biji Grant et al. 1989. Hasil penelitian Banziger et al. 2000 menunjukkan bahwa cekaman kekeringan yang terjadi pada waktu tanaman berbunga atau fase pengisian biji, hasilnya hanya 30 – 60 dari kondisi optimum dan jika tanaman mengalami kekeringan pada fase berbunga sampai panen, hasilnya menurun 65 – 70 dari kondisi optimum. Seleksi terhadap varietas dan galur-galur jagung yang telah ada merupakan langkah awal untuk mengetahui genotipe jagung yang memiliki kemampuan beradapatasi pada kondisi cekaman kekeringan. Untuk mendukung kegiatan seleksi tersebut diperlukan informasi yang mendasar mengenai mekanisme ketahanan tanaman jagung terhadap cekaman kekeringan sehingga proses seleksi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Seleksi berdasarkan sifat-sifat morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman kekeringan akan memberikan harapan untuk merakit varietas jagung yang toleran cekaman kekeringan. Karakter morofologi dan fisiologi yang dilaporkan terkait dengan sifat toleran terhadap cekaman kekeringan antara lain pertumbuhan dan perkembangan akar Bohn et al. 2006; Vadez et al. 2007, efisiensi penggunaan air water use effeciency, WUE, laju kehilangan air melalui transpirasi, densitas stomata Blum 2005, dan kemapuan melindungi aparatus kloroplas dari kerusakan yang diakibatkan oleh spesifik oksigen reaktif reactive oxygen spesies, ROS, dimana ROS diproduksi di dalam jaringan tanaman pada kondisi cekaman kekeringan Prochazkova et al. 2001; Mittler 2002. Tanaman yang toleran cekaman kekeringan dilaporkan mempunyai perakaran yang lebih ekstensif, lebih efisien dalam penggunaan air, memiliki densitas stomata yang rendah, dan mampu menekan kerusakan Banziger et al. 2000; Blum 2005; Bohn et al. 2006; Vadez et al. 2007. Dengan demikian, berbagai respon morfologis dan fisiologis tanaman dapat digunakan untuk menduga secara tidak langsung toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Percobaan dilakukan bertujuan mempelajari respon genotipe jagung pada kondisi periode cekaman kekeringan fase menjelang berbunga sampai fase pengisian biji atau sampai panen dan menentukan karakter seleksi yang dapat digunakan untuk menduga toleransi jagung pada kondisi cekaman kekeringan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kelopompok genotipe medium toleran dan peka hasil seleksi di lapang BAB V. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Tanaman BB-Biogen pada bulan Maret – Juni 2008. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah enam genotipe jagung yaitu Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, MR 14, dan PT-BC9 mewakili genotipe medium toleran dan G 180 dan G 193 yang mewakili genotipe peka cekaman kekeringan. Faktor kedua adalah periode cekaman kekeringan. Periode cekaman kekeringan yang dilakukan berdasarkan cekaman kekeringan yang diterapkan CIMMYT Bänziger et al. 2000 yaitu: a. Periode cekaman kekeringan pada fase menjelang berbunga sampai pengisian biji S1. Cekaman tersebut dilakukan dengan cara menghentikan pemberian air pada saat tanaman berumur 42 hari setelah tanam HST sampai setelah 12 hari munculnya bunga betina, kemudian dilakukan pemberian air secara optimum sampai masak fisilogis. b. Periode cekaman kekeringan pada fase menjelang berbunga sampai panen S2. Cekaman tersebut dilakukan dengan cara menghentikan pemberian air pada saat tanaman berumur 42 HST sampai panen. c. Sebagai pembanding adalah kondisi optimum S0 yaitu frekuensi pemberian air secara optimum saat tanam sampai masak fisiologis atau panen. Pelaksanaan Percobaan Tanah untuk percobaan diambil dari Kebun Percobaan KP BB-Biogen, Cikeumeh, Bogor. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 5:1. Lesimeter sederhana yang digunakan adalah polybag berukuran 40 x 45 cm yang bagaian dalamnya dilapisi plastik serta terdapat satu lobang pada bagian dasar polybag untuk perkolasi air. Tiap polybag diisi dengan 10 kg media yang telah dikering anginkan selama tiga mingu, kemudian ditambahkan kapur 10 g kapur. Benih jagung yang ditanam diberi perlakuan metalaksil untuk mencegah penyakit bulai, kemudian ditanam dalam polybag tiap polybag ditanam dua benih jagung. Takaran pemberian pupuk tiap polybag adalah 11,25 g urea, 7,5 g SP36 dan 3,6 g KCl atau setara dengan 300 kg urea, 200 kg SP36 dan 100 kg KClha. Aplikasi pupuk pada saat tanaman berumur 7 HST dengan takaran sepertiga urea dan seluruh SP36 dan KCl, sedangkan sisanya diaplikasikan pada saat umur 21 HST. Penjarangan tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 15 HST sehingga tiap polybag terdapat satu tanaman. Penyiraman dilakukan sampai kapasitas lapang dan frekuensi penyiraman dua atau tiga hari sekali sampai tanaman berumur 42 HST, setalah itu cekaman kekeringan dilakukan sesuai dengan perlakuan. Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan per genotipe dengan membiarkan suatu tanaman tidak disiram sampai menunjukkan kelayuan yang ditandai dengan penggulungan daun mencapai skor 4, kemudian penyiraman dilakukan kembali sampai kapasitas lapang, selanjutnya perlakuan cekaman kembali dilakukan dan seterusnya. Dengan perlakuan demikian diharapkan tidak ada tanaman yang escaped atau terhindar dari cekaman kekeringan. Perlakuan kontrol diberikan dengan menyiram air sampai kondisi kapasitas lapang dengan periode penyiraman dua atau tiga hari sekali hingga fase masak fisiologis. Pengamatan Data yang dikumpulkan adalah : 1. Evapotranspirasi ET. Untuk mengetahui ET pertanaman, setiap penyiraman air perkolasinya ditampung, kemudian diukur jumlah air perkolasi dengan gelas ukur. ET hari pertama diketahui dengan perhitungan selisih antara volume air tanah dalam polybag yang diberikan pada penyiraman pertama dengan volume air yang diberikan pada penyirman kedua. ET hari berikutnya adalah adalah selisih volume penyiraman kedua dengan volume penyiraman ketiga, dan seterusnya sehinga didapat ET total sampai panen. 2. Efiseinsi penggunaan air water use efficiency, WUE, dihitung dengan rumus Keterangan : ET = evapotranspirasi per tanaman ml dan Y = bobot biji per tanaman g 3. Tinggi tanaman cm diukur dari permukaan tanah sampai buku daun bendera 4. Diameter batang mm 5. Luas daun tongkol cm 2 6. Intensitas kerusakan daun IKD, diukur pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan 30, 40, 50 dan 60 hari. IKD ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Townsend dan Heuberger dalam Sudarsono et al. 2004 sebagai berikut: Keterangan: P = intensitas kerusakan daun, n = jumlah daun tiap kategori gejala, V = nilai skor tiap kategori gejala, N = jumlah daun yang diamati, Z = nilai skor kerusakan tertinggi. Skor kerusakan daun, diukur berdasarkan luas daun yang mengalami klorosis dan nekrosis yaitu: Skor 1 = 10 dari luas daun Skor 2 = 11-30 dari luas daun Skor 3 = 31-50 dari luas daun Skor 4 = 51-70 dari luas daun Skor 5 = 70 dari luas daun 7. Jumlah stomata daun bendera. Perhitungan stomata dilakukan secara tidak langsung dengan teknik imprint yaitu mencetak stomata daun menggunakan kuteks cat kuku. Hasil imprint diletakan pada plat kaca objek haemocytometer dengan pembesaran 100 kali dilakukan pada proyeksi bidang obyek mikroskop. 8. Komponen hasil yaitu: panjang tongkol, diameter tongkol, bobot 100 biji, dan bobot biji per tanaman. Y ET EPA = 100 x ZxN nxV P ∑ = Gupta, 1995 HASIL Pengaruh Periode Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Periode cekaman kekeringan pada saat menjelang berbunga sampai pengisian biji S1 atau sampai panen S2 berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan luas daun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Tinggi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan berbeda nyata lebih rendah dibanding tinggi tanaman pada kondisi optimum S0. Tabel 44 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, luas daun dan diameter batang pada genotipe medium toleran dan peka Peubah dan genotipe Tole rans i Cekaman kekeringan Penurunan S0 S1 S2 Rataan S1 S2 Tinggi tanaman cm Anoman MT 173.48 156.3 1 156.9 7 162.2 5 A 9.90 9.52 DTPY-F46-3-9-nB MT 152.11 128.5 4 130.4 6 137.0 4 B 15.50 14.23 MR 14 MT 153.14 140.0 5 132.0 141.7 3 B 8.55 13.80 PT-BC9 MT 165.48 146.7 2 143.4 1 151.8 7 B A 11.34 13.34 G 180 PK 165.77 139.7 3 140.8 3 148.7 8 B A 15.71 15.04 G 193 PK 137.44 108.7 9 107.1 1 117.7 8 C 20.85 22.07 Rataan 157.90 3 a 136.6 9 b 135.1 3 b Luas daun cm2: Anoman MT 554.15 526.9 2 522.7 7 534.6 1 A 4.91 5.66 DTPY-F46-3-9-nB MT 381.47 374.2 2 363.6 6 373.1 2 D 1.90 4.67 MR 14 MT 458.01 452.9 8 445.2 6 452.0 8 BC 1.10 2.78 PT-BC9 MT 537.40 478.4 5 437.6 1 484.4 9 B A 10.97 18.57 G 180 PK 467.11 444.6 8 411.6 6 441.1 5 BC 4.80 11.87 G 193 PK 466.73 393.0 2 390.3 7 416.7 1 D C 15.79 16.36 Rataan 477.47 445.0 4 428.5 5 Diameter batang mm Anoman MT 17.19 16.54 16.17 16.63 B 3.82 2.22 DTPY-F46-3-9-nB MT 16.33 15.50 15.11 15.65 B 5.07 7.45 MR 14 MT 18.81 17.95 18.54 18.77 A 4.56 1.42 PT-BC9 MT 15.62 15.37 15.22 15.74 B 1.60 2.56 G 180 PK 13.84 12.62 13.48 13.32 C 8.83 2.60 G 193 PK 15.86 15.66 15.16 15.67 B 1.26 4.41 Rataan 16.28 15.61 15.61 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen, MT = medium toleran, PK = peka. Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe peka G 180 dan G 193 mengalami persentase penurunan tinggi tanaman paling besar yaitu 15.71- 20.85 pada kondisi S1 dan 15.04 - 22.07 pada kondisi S2, sedangkan genotipe medium toleran Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, MR 14 dan PT-BC9 hanya mengalami penurunan sebesar 8.55 - 15.50 pada kondisi S1 dan 9.52 - 14.23 pada kondisi S2 Tabel 44. Kondisi cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap penurunan bobot kering akar BKA dan bobot kering tajuk BKT serta peningkatan rasio bobot kering akartajuk, namun tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan panjang akar PA. Penurunan BKA, BKT dan PA semakin besar bila periode cekaman kekeringan lebih lama S2 Tabel 45. Persentase penurunan atau peningkatan PA tidak dapat mencirikan atau mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan, namun bila dilihat berdasarkan besarnya BKA pada kondisi cekaman kekeringan terlihat bahwa genotipe medium toleran memiliki BKA lebih besar dibanding genotipe peka. Pada genotipe medium toleran BKA berkisar 10.83 – 21.06 g pada kondisi S1 dan 10.06 – 18.99 g pada kondisi S2 sedangkan genotipe peka memiliki BKA hanya berkisar 8.65 – 10.60 g pada kondisi S1 dan 9.00 – 11.65 g pada kondisi S2 Tabel 45. Pada kondisi cekaman kekeringan BKT pada genotipe peka mengalami persentase penurunan yang lebih besar dibanding dengan genotipe medium toleran. Persentase penurunan BKT pada genotipe peka menunjukkan penurunan yang lebih besar yaitu sekitar 47.89 - 54.66 dibanding genotipe medium toleran yang hanya mengalami penurunan sekitar 10.84 - 45.34. Berdasarkan besarnya BKT genotipe medium toleran memiliki BKT sekitar 69.50 -106.61 g lebih besar dibanding genotipe peka yang memiliki BKT hanya sekitar 48.68 - 61.08 g Tabel 45. Rasio bobot kering akartajuk RBKAT semakin meningkat seiring dengan makin lamanya periode cekaman kekeringan. Peningkatan RBKAT pada genotipe peka mengalami persentase peningkatan yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran. Pada kondisi S1 genotipe peka mengalami persentase peningkatan RBKAT sekitar 23.81- 34.28 dan 45.24 - 51.43 pada kondisi S2, sedangkan genotipe medium toleran mengalami peningkatan hanya sekitar 3.51 - 27.50 pada kondisi S1 dan 10.53 - 43.74 pada kondisi S2 Tabel 45. Tabel 45 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering akar, panjang akar, bobot kering tajuk dan rasio bobot kering akartajuk Peubah dan genotipe Toleransi Cekaman kekeringan Penurunan atau penigkatan S0 S1 S2 Rataan S1 S2 Bobot kering akar g Anoman MT 20.94 18.28 13.76 17.66 BA -12.73 -34.31 DTPY-F46-3-9-nB MT 16.99 14.65 13.59 15.08 BC -13.74 -20.00 MR 14 MT 22.42 21.06 18.99 20.82 A -6.09 -15.30 PT-BC9 MT 13.53 10.83 10.06 11.47 DC -19.95 -25.69 G 180 PK 12.27 8.65 9.00 9.97 D -29.52 -26.67 G 193 PK 16.68 10.60 11.65 12.98 DC -36.44 -30.14 Rataan 17.14 a 14.01 b 12.84 c Panjang akar cm Anoman MT 73.83 73.33 75.72 74.30 A -0.68 2.56 DTPY-F46-3-9-nB MT 78.83 75.17 69.17 74.39 A -4.65 -12.26 MR 14 MT 66.67 77.72 76.78 73.72 A 16.58 15.16 PT-BC9 MT 62.17 58.78 61.06 60.67 B -5.45 -1.79 G 180 PK 71.58 68.76 66.00 68.78 BA -3.93 -7.79 G 193 PK 73.11 75.83 75.43 74.79 A 3.72 3.18 Rataan 71.03 71.60 70.69 Bobot kering tajuk g Anoman MT 169.70 115.67 93.51 126.29 A -31.84 -44.90 DTPY-F46-3-9-nB MT 122.68 83.95 74.29 93.64 B -31.57 -39.44 MR 14 MT 121.11 107.98 90.74 106.61 B -10.84 -25.08 PT-BC9 MT 127.14 93.76 69.50 96.80 B -26.25 -45.34 G 180 PK 107.37 55.95 48.68 70.67 C -47.89 -54.66 G 193 PK 118.16 61.03 56.93 78.71 C -48.35 -51.82 Rataan 127.69 a 86.39 b 72.27 c Rasio bobot kering akartajuk Anoman MT 0.12 0.15 0.15 0.14 BC 21.62 21.62 DTPY-F46-3-9-nB MT 0.13 0.17 0.18 0.16 BC 27.50 35.00 MR 14 MT 0.19 0.20 0.21 0.20 A 3.51 10.53 PT-BC9 MT 0.11 0.11 0.15 0.12 C 6.24 43.74 G 180 PK 0.12 0.16 0.18 0.15 BC 34.28 51.43 G 193 PK 0.14 0.17 0.20 0.17 BA 23.81 45.24 Rataan 0.14 b 0.16 a 0.18 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen, MT = medium toleran, PK = peka. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Intensitas Kerusakan Daun IKD Cekaman kekeringan memicu terjadinya kerusakan daun seperti nekrosis dan klorosis yang lebih cepat. Semakin panjang periode cekaman kekeringan semakin besar kerusakan daun yang dialami tanaman jagung. Setelah mengalami cekaman kekeringan selama 30 hari genotipe peka G 180 dan G 193 mengalami intensitas kerusakan daun IKD yang lebih parah dibanding genotipe toleran Anoman, MR 14, PT-BC9 dan DTPY-F46-3-9-nB . Genotipe peka mengalami IKD lebih besar sekitar 47.32 - 51.20, sedangkan genotipe medium hanya sekitar 29.39 – 46.53 Gambar 13. Setelah mengalami cekaman kekeringan selama 40, 50 dan 60 hari, genotipe yang peka khususnya genotipe G 180 mengalami peningkatan IKD yang besar yaitu berkisar 51.65 - 62.3 pada kondisi S1 dan 58.76 - 73.82 pada kondisi S2, IKD tersebut tidak berebada nyata dengan genotipe G 193 yang peka. Genotipe medium toleran seperti DTPY-F46-3-9-nB mampu menekan IKD lebih kecil yaitu 33.28, - 39.31 pada kondisi S1 dan 36.29 - 40.29 pada kondisi S2. IKD tersebut tidak berbeda nyata dengan genotipe medium toleran lainnnya Gambar 13. Efesiensi Penggunaan Air dan Evapotranspirasi pada kondisi cekaman kekeringan Pada kondisi cekaman kekeringan seluruh genotipe medium toleran Anoman, MR 14, PT-BC9 dan DTPY-F46-3-9-nB menunjukkan peningkatan efesiensi penggunaan air water use effeciency, WUE, sedangkan genotipe peka G 180 dan G 193 menunjukkan penurunan WUE Gambar 14. Pada kondisi cekaman kekeringan seluruh genotipe mampu menekan evapotranspirasi ET secara nyata, namun genotipe medium toleran menunjukkan ET yang lebih besar dibanding genotipe peka. Pada genotipe medium toleran ET berkisar 3170.00 - 4176.50 ml pada kondisi S1 dan 1681.00 -2401.80 ml pada kondisi S2, sedangkan ET pada genotipe peka lebih kecil yaitu berkisar 2537.40 - 2993.00 ml pada kondisi S1 dan 1513.50 - 1184.50 ml pada kondisi S2 Tabel 46. I C e k a m a n k e k e r i n g a n In ten s itas k e ru s a ka n d aun 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0 4 5 5 0 5 5 G 1 8 0 G 1 9 3 M R 1 4 A n o m a n P T - B C 9 D T P Y - F 4 6 - 3 - 9 - n B S 0 S 1 S 2 A A A B B B C A B B B C C C S 2 S 0 S 1 I I C e k a m a n k e k e r i n g a n 2 5 3 0 3 5 4 0 4 5 5 0 5 5 6 0 6 5 G 1 8 0 G 1 9 3 M R 1 4 A n o m a n P T _ B C 9 D T P Y - F 4 6 - 3 - 9 - n B A A B A B A C B A B In ten s it as keru sak an da un I I I C e k a m a n k e k e r in g a n Intensitas k e rusak an daun 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 G 1 8 0 G 1 9 3 M R 1 4 A n o m a n P T - B C 9 D T P Y - F 4 6 - 3 - 9 - n B S 0 S 1 S 2 A A B A B B A C A B B B C I V C e k a m a n k e k e r in g a n Intens itas k er us ak an dau n 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 G 1 8 0 G 1 9 3 M R 1 4 A n o m a n P T - B C 9 D T P Y - F 4 6 - 3 - 9 - n B S 0 S 1 S 2 A A B A A B A C B C A B B Gambar 13. Pengaruh periode cekaman kekeringan terhadap indeks kerusakan daun. Keterangan : Huruf kapital yang sama pada genotipe tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen, I = tanaman mengalami 30 hari cekaman kekeringan hck, II= 40 hck, III = 50 hck dan IV = 60 sck Berdasarkan densitas stomata daun menunjukkan bahwa genotipe peka memiliki densitas stomata nyata lebih besar 324.39 - 330.61 stomata dibandingkan genotipe medium toleran 255.92 - 295.78 stomata Tabel 46. Tabel 46 Densitas stomata dan evapotranspirasi enam genotipe jagung pada kondisi optimum dan kondisi cekaman kekeringan Genotipe Tole Ransi Stomata Evapotranspirasi ml S0 S1 S2 Anoman MT 295.06 B 7560.30 a A 3784.20 b AB 2140.60 c AB DTPY-F46-3-9-nB MT 267.42 CB 6885.70 a AB 3170.00 b BCD 1681.00 c BC MR 14 MT 255.92 C 6278.30 a B 3515.20 b ABC 2401.80 c A PT-BC9 MT 295.78 B 7120.20 a A 4176.50 b A 2171.70 c AB G 180 PK 324.39 A 6351.80 a B 2537.40 b D 1513.50 c BC G 193 PK 330.61 A 6339.40 a B 2993.00 b CD 1184.50 c C Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, MT = medium toleran, PK = peka, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen. Keterangan : Huruf kecil yang sama pada suatu genotipe tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5, genotipe medium toleran F1 = Anoman, F3 = MR 14, F4 = DTPY-F46-3-9-nB, dan F5 = PT-BC9, genotipe peka F2 = G 180,dan F6 = G 193 Gambar 14 Efesiensi penggunaan air pada 6 genotipe jagung pada kondisi optimum S0, periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji S1 dan periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen S2. 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0.014 0.016 0.018 E fi s iens i pen gguna an ai r g g -1 F1 F2 F3 F4 F5 F6 Genotipe S0 S1 S2 b ab a b b a a a b ab a b ab a a a b a Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Hasil Pada Tabel 47 menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan mempengaruhi penurunan nyata terhadap panjang dan diameter tongkol, jumlah bijitongkol, bobot 100 biji dan bobot bijitanaman. Tabel 47 Komponen hasil pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan Peubah dan genotipe Tole ransi Cekaman kekeringan Penurunan S0 S1 S2 S1 S2 Bobot bijitanaman g Anoman MT 93.73 a A 56.37 b A 36.31 c A 39.86 61.26 DTPY-F46-3-9-nB MT 59.58 a B 36.94 b BC 24.07 c BC 38.00 59.60 MR 14 MT 43.06 a C 27.21 b CD 15.32 c C 36.82 64.41 PT-BC9 MT 63.80 a B 43.03 b B 27.65 c AB 32.56 56.66 G 180 PK 46.97 a C 5.48 b E 0.00 b D 88.33 100.00 G 193 PK 45.06 a C 22.13 b D 4.32 c D 50.89 90.42 Jumlah bijitongkol Anoman MT 283.00 a A 219.22 b A 149.22 c A 22.54 47.27 DTPY-F46-3-9-nB MT 224.55 a B 156.56 b B 139.78 b A 30.28 37.75 MR 14 MT 150.33 a CD 95.06 b C 57.83 b B 36.77 61.53 PT-BC9 MT 247.66 a A 199.11 a AB 146.00 b A 19.60 41.05 G 180 PK 145.33 a D 36.67 b D 0.00 b C 74.77 100.00 G 193 PK 169.22 a CD 101.00 b C 22.67 c BC 40.31 86.60 Bobot 100 biji Anoman MT 31.22 a AB 23.50 b AB 21.22 b B 24.72 32.02 DTPY-F46-3-9-nB MT 26.90 a BC 24.40 a AB 15.98 b C 9.31 40.61 MR 14 MT 26.76 a BC 25.81 a A 25.31 a A 3.55 5.43 PT-BC9 MT 23.03 a C 22.94 a B 18.55 a B 0.39 19.46 G 180 PK 32.12 a A 15.51 b C 0.00 c D 51.71 100.00 G 193 PK 26.66 a BC 21.82 ab B 21.26 b B 18.13 20.26 Diameter tongkol mm Anoman MT 45.62 a A 39.27 b A 36.38 b A 13.92 20.26 DTPY-F46-3-9-nB MT 42.96 a AB 37.61 b A 36.82 b A 12.47 14.31 MR 14 MT 37.90 a C 36.85 a A 31.77 b B 2.78 16.18 PT-BC9 MT 41.30 a BC 39.14 a A 34.03 b AB 5.23 17.60 G 180 PK 37.77 a C 31.54 b B 0.00 c D 16.50 100.00 G 193 PK 38.50 a C 31.89 b B 27.17 c C 17.18 29.43 Panjang tongkol cm Anoman MT 119.43 a AB 96.73 b A 79.30 b A 19.01 33.60 DTPY-F46-3-9-nB MT 97.99 a BC 86.67 a AB 63.84 b A 11.55 34.85 MR 14 MT 129.09 a A 91.01 b AB 67.62 c A 29.50 47.62 PT-BC9 MT 109.18 a ABC 98.99 ab A 76.32 b A 9.34 30.10 G 180 PK 108.82 a ABC 56.18 b C 0.00 c C 48.37 100.00 G 193 PK 88.71 a C 73.34 a BC 42.03 b B 17.32 52.62 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau oleh huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5, kadar air biji 14, S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen, MT = medium toleran, dan PK = peka. Penurunan panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah bijitongkol, bobot 100 biji dan bobot bijitanaman semakin besar bila mengalami cekaman kekeringan dengan periode yang lebih lama S2. Penurunan tersebut pada genotipe peka lebih besar dibanding genotipe medium toleran Tabel 47. Berdasarkan persentase penurunan bobot bijitanaman genotipe peka pada kondisi cekaman kekeringan S1 menunjukkan penurunan yang besar sekitar 50.89 - 88.33, sedangkan pada genotipe medium toleran menunjukkan penurunan yang lebih kecil yaitu sekitar 32.56 - 39.86. Pada periode kondisi cekaman kekeringan yang lebih lama S2 penurunan hasil genotipe peka menjadi 90.42 - 100.00 sedangkan genotipe medium toleran yang berkisar hanya 56.66 - 64.41 Tabel 47. Korelasi antar Peubah dan Hubungannya dengan Evapotranspirasi dan Efisiensi Pengunaan Air dengan Hasil pada Kondisi Cekaman Kekeringan Pada kondisi cekaman kekeringan S1 dan S2, BKA berkorelasi nyata dengan IKD dan BKT Tabel 48 dan 49. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar BKA semakin kecil IKD sedangkan BKT semakin besar Gambar 15. Gambar 15. Hubungan bobot kering akar dengan bobot kering tajuk dan intensitas kerusakan daun Bobot kering akar g 5 10 15 20 25 30 B o b o t k e ri n g t a ju k g a ta u i n te n si ta s k e ru sa k a n d a u n 20 40 60 80 100 120 140 160 BKA vs BKT pada S1 BKA vs IKD pada S2 y = -1.226x + 56.002 R2 = 0.42 , n= 18 y = 2.885x + 45.967 R2 = 0.57 , n= 18 Besarnya ET dan WUE berkorelasi nyata dengan bobot kering tajuk pada kondisi cekaman Tabel 48 dan 47. Korelasi tersebut menunjukkan bahwa semakin besar BKT tanaman semakin besar ET dan WUE yang terjadi pada tanaman Gambar 16. y = 18.697x + 4368.5 R2 = 0.51 Bobot kering tajuk g 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 E v ap ot ranspirasi ml 2000 4000 6000 8000 10000 S0 S1 S2 y = 13.438x + 2201.8 R 2 = 0.32 y = 19.555x + 435.53 R2 = 0.60 y = 0.0001x - 0.0009 R2 = 0.5 , n = 18 Bobot kering tajuk g 40 60 80 100 120 140 160 E fisiensi peng gunaa n a ir g g -1 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0.014 0.016 0.018 Keterangan : S0 = kondisi optimum, S1 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji, dan S2 = periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen. Gambar 16. Hubungan regeresi liner antara evapotranspirasi dengan bobot kering tajuk Berdasarkan analisis korelasi antar peubah menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan S1 dan S2 peubah IKD, BKT, ET dan WUE berkorelasi sangat nyata negatif dan positif dengan hasil bobot bijitanaman, sedangkan peubah luas daun LD, BKA, dan PA tidak berkorelasi dengan hasil baik pada kondisi S1 dan S2. Peubah yang berkorelasi nyata positif dan negatif dengan hasil pada kondisi cekaman yang lebih panjang S2 terdapat pada peubah tinggi tanaman TT, densitas stomata dan RBKAT, namun peubah tersebut tidak berkorelasi nyata pada kondisi cekaman yang lebih pendek S1. Tabel 48 Koefisien korelasi antar peubah pada kondisi cekaman kekeringan pada saat menjelang berbunga sampai – pengisian biji S1 LD IKD Stomata PA BKA BKT RBKAT ET WUE BBj_T TT 0.50 -0.14 -0.19 -0.36 0.39 0.57 0.00 0.25 0.31 0.37 LD 0.22 -0.03 -0.06 0.17 0.52 -0.27 0.40 0.31 0.39 IKD 1.00 0.54 -0.19 -0.56 -0.53 -0.30 -0.32 -0.71 -0.60 Stomata 1.00 -0.05 -0.35 -0.50 -0.01 -0.34 -0.32 -0.31 PA 1.00 0.03 0.00 0.06 -0.13 0.06 -0.04 BKA 1.00 0.75 0.72 0.18 0.41 0.35 BKT 1.00 0.11 0.57 0.72 0.74 RBKAT 1.00 -0.25 -0.11 -0.21 ET 1.00 0.61 0.75 WUE 1.00 0.97 Keterangan: berkorlasi nyata pada ά=0.05, dan berkorlasi sangat nyata pada ά=0.01, TT = tinggi tanaman, LD = luas dan, IKD = intensitas kerusakan daun setelah mengalami cekaman selama 30 hari, PA = panjang akar, BKA = bobot kering akar, BKT = bobot kering tajuk, RBKAT = rasio bobot kering akartajuk, ET = evapotranspirasi, WUE = efisiensi penggunaan air. Tabel 49 Koefisien korelasi antar peubah pada kondisi cekaman kekeringan fase menjelang berbunga sampai panen S2 Ls_Dn IKD_30 Stomata PA BKA BKT RBKAT ET WUE BBj_T TT 0.13 -0.20 -0.13 -0.51 -0.01 0.44 -0.60 0.43 0.41 0.53 Ls_Dn 1.00 0.21 -0.12 0.28 -0.04 0.04 -0.10 0.26 0.28 0.24 IKD_30 1.00 0.43 -0.18 -0.64 -0.71 -0.08 -0.46 -0.56 -0.63 Stomata 1.00 -0.07 -0.45 -0.53 0.11 -0.52 -0.41 -0.56 PA 1.00 0.50 0.10 0.62 0.01 -0.07 -0.03 BKA 1.00 0.72 0.51 0.56 0.08 0.30 BKT 1.00 -0.21 0.77 0.51 0.77 RBKAT 1.00 -0.15 -0.49 -0.53 ET 1.00 0.35 0.57 WUE 1.00 0.89 Keterangan: berkorlasi nyata pada ά=0.05, dan berkorlasi sangat nyata pada ά=0.01, TT = tinggi tanaman, LD = luas dan, IKD = intensitas kerusakan daun setelah mengalami cekaman selama 30 hari, PA = panjang akar, BKA = bobot kering akar, BKT = bobot kering tajuk, RBKAT = rasio bobot kering akartajuk, ET = evapotranspirasi, WUE = efisiensi penggunaan air. PEMBAHASAN Pengaruh cekaman kekeringan pada genotipe jagung medium toleran Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, MR 14, dan PT-BC9 dan peka cekaman kekeringan G 180 dan G 193 mempunyai tanggapan yang berbeda. Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe peka mengalami penurunan pertumbuhan vegetatif yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran. Kemampuan genotipe medium toleran mempertahankan biomas tajuk dan tinggi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan berkorelasi nyata positif dengan hasil Tabel 48 dan 49. Hal ini menunjukkan kemampuan mempertahankan tinggi tanaman pada kondisi cekaman kekeringan merupakan indikator tanaman mampu menjaga pertumbuhan generatif dan daya hasil. Kemampuan genotipe medium toleran mempertahankan pertumbuhan tinggi tanaman atau bobot biomas tajuk pada kondisi cekaman kekeringan berhubungan dengan perluasan akar yang besar bobot kering dan panjang akar yang besar. Perluasan akar kearah vertikal untuk mencapai lapisan tanah yang lebih dalam akan memperbesar kesempatan akar mengabsorbsi air pada lapisan tanah yang memiliki kadar air tanah yang lebih tinggi, sehingga mampu menyuplai air dalam jumlah yang cukup ke tajuk untuk proses pertumbuhan. Mekanisme tersebut tidak dimiliki oleh genotipe peka yang memiliki bobot kering akar yang rendah perluasan akar yang kecil. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan persentase rasio bobot kering akartajuk pada kondisi cekaman kekeringan, pada genotipe peka menunjukkan peningkatan persentase yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran. Hal ini menunjukkan bahwa panjang dan luasan perakaran bobot kering akar pada genotipe peka belum dapat mengabsorbsi air dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pertumbuhan, sehingga genotipe tersebut lebih memacu pertumbuhan akar dibanding tajuk yang bertujuan untuk memperbesar peluang akar absorbsi air tanah pada lapisan tanah yang lebih dalam. Kondisi cekaman air akan memicu peningkatan produksi oksigen reaktif reactive oxygen spesies, ROS yang dapat merusak enzim, pigment kloroplas, membran lipid dan protein. Namun demikian kloroplas merupakan tujuan utama terhadap kerusakan yang diakibatkan ROS Mittler 2002, sehingga daun akan cepat mengalami klorosis dan senensence. Setelah mengalami cekaman kekeringan selama 30 hari, genotipe medium toleran menunjukkan intensitas kerusakan daun yang lebih kecil dibanding dengan genotipe peka. Berdasarkan analisis korelasi antar peubah menunjukkan bahwa intensitas kerusakan daun berkorelasi nyata negatif dengan bobot kering akar Tabel 48 dan 49. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar bobot kering akar tanaman semakin kecil intensitas kerusakan daun yang dialami tanaman tersebut. Menurut Rajcan dan Toollenaar 1999 karakater genotipe jagung yang mampu memperkecil kerusakan daun atau mampu mempertahankan kehijauan daun sampai panen staygreen berhubungan dengan kemampuan akar mengabsorbsi air dan nitrogen yang cukup tinggi. Kemampuan tersebut mendukung dalam mempertahankan kehijaun daun dan memperlambat kerusakan daun, sehingga dalam seleksi toleransi genotipe jagung toleran cekaman kekeringan perlu memperhitungan kemampuan tanaman dalam memperlambat senescence dan klorosis atau kerusakan daun Edmeades et al. 1999; Banziger et al. 2000. Ketersediaan air dalam tubuh tanaman diperoleh melalui proses fisiologis namun hilangnya air dari bagian tanaman melalui proses fisiologi dan evapotranspirasi ET. Bila tanaman meyuplai air dalam jumlah yang lebih kecil dibanding kehilangan air dari proses ET maka terjadi kekurangan air dalam jaringan tanaman. Pada genotipe medium toleran yang memiliki rata-rata biomas tajuk yang besar kecenderungan mengalami kehilangan air ET yang besar dibanding dengan genotipe peka yang memiliki bobot biomas tajuk yang rendah, namun demikian genotipe medium toleran dapat mengimbangi kehilangan air dengan absorbsi air yang cukup dengan dukungan perluasan akar yang lebih besar dan menekan laju kehilangan air. Besarnya kehilangan air melalui transpirasi dipengaruhi jumlah dan ukuran stomata daun, semakin besar densitas stomata semakin besar kehilangan air melalui transpirasi Banziger et al. 2000. Genotipe medium toleran memiliki densitas stomata yang lebih kecil dibanding genotipe peka, sehingga mampu menekan laju kehilangan air melalui stomata. Berdasarkan analisis kerelasi antar peubah menunjukkan bahwa pada periode cekaman kekeringan yang lebih lama S2 ET berkorelasi nyata positif dengan densitas stomata daun Tabel 48 dan 49. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar densitas stomata maka kecenderungan kehilangan air melalui transpirasi semakin tinggi, hal ini dapat difahami karena lebih dari 90 air yang ditranspirasikan oleh tanaman melalui stomata Salisbury Ross 1995. Pada kondisi cekaman kekeringan tanaman melakukan mekanisme menekan transpirasi dengan cara menekan pertumbuhan tajuk mengurangi luas daun dan meningkatkan efisien pengunaan air water use effeciency, WUE . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan, genotipe medium toleran lebih efisien dalam penggunaan air dibanding genotipe peka. Berdasarkan analisis korelasi antar peubah menunjukkan WEU berkorelasi positif sangat nyata dengan pertumbuhan tajuk bobot kering tajuk dan daya hasil bobot bijitanaman Tabel 48 dan 49. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya efesiensi penggunaan air pada genotipe medium toleran menyebabkan genotipe tersebut mampu mepertahankan pertumbuhan tajuk dan menghasil bobot biji yang lebih tinggi dibanding genotipe peka. Hal ini mengindikasikan bahwa WUE dapat mencirikan atau mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Menurut Monneveux et al. 2005 kebutuhan air paling banyak pada tanaman jagung adalah periode taselling keluarnya bunga jantan sampai dua minggu setelah silking keluarnya bunga betina. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan air pada saat tasseling dan sesudah silking menyebabkan penurunan produksi yang besar. Genotipe peka cekaman kekeringan menunjukkan persentase penuruan bobot bijitanaman yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran, bahkan pada periode cekaman yang lebih lama S2 menunjukkan genotipe peka tidak mampu menghasilkan biji Tabel 47. Menurut Edmeades et al. 1993; Earl dan Davis 2003 menyatakan bahwa kondisi cekaman kekeringan menyebabkan polen atau sel induk tepung sari menjadi mandul atau ovari akan menjadi sink yang lemah sehingga kesuburan bunga betina menjadi menurun yang mengakibatkan penurunan hasil bahkan kegagalan berproduksi. Penurunan hasil ditandai dengan penurunan bobot 100 biji, jumlah bijitongkol, diameter dan panjang tongkol Tabel 47. Hal tersebut disebabkan penurunan net fotosintesis kanopi dan degradasi kloroplas daun serta hambatan umpan balik transport fotosintat ke organ sink menjadi sangat terbatas Jones Corllet 1992. Penurunan net fotosintesis pada kondisi cekaman kekeringan dapat melalui penurunan luas daun, penggulungan daun, dan kerusakan daun. Pada kondisi cekaman kekeringan dimana pertumbuhan tajuk lebih terhambat sedangkan peningkatan biomas akar lebih besar, menyebabkan rasio bobot kering akartajuk meningkat Tabel 45. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi cekaman kekeringan sangat berpengaruh terhadap daya hasil melalui reduksi source dan sink dimana produksi asimilat lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan akar atau memproduksi osmotic adjusment seperti prolin. KESIMPULAN Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe jagung medium toleran cekaman kekeringan Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, MR 14, dan PT-BC9 mampu mempertahankan produksi biomas tajuk yang tinggi, intesitas kerusakan daun yang lebih kecil, perluasan akar yang besar bobot kering akar besar dan efsiensi penggunaan air lebih tinggi di banding genotipe peka G 180 dan G 193. Genotipe medium toleran memiliki densitas stomata daun yang lebih kecil dibanding genotipe peka. Karakter tersebut merupakan karakter konstitutif sehingga dapat diamati pada kondisi optimum. Genotipe yang peka menunjukkan persentase penuruan bobot bijitanaman yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran, bahkan pada periode cekaman kekeringan yang lebih lama yaitu saat menjelang berbunga sampai panen menunjukkan genotipe peka tidak mampu menghasilkan biji. S2 S1 S0 S0 S1 S2 S0 S1 S2 Genotipe medium toleran: Anoman Genotipe peka: G 180 Gambar 17. Penampilan akar jagung genotipe medium toleran dan peka pada kondidi optimum S0, cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – pengisian biji S1 dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – panen S2 Gambar 18. Penampilan tanaman jagung genotipe medium toleran dan peka pada kondidi optimum S0, cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – pengisian biji S1 dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – panen S2 Genotipe medium toleran: DTPY-F46-3-9-nB Genotipe peka: G 180 S0 S1 S2 S0 S1 S2 a Genotipe medium toleran Anoman MR 14 DTPY-F46-3-9-nB PT-BC9 G 193 G 180 b Genotipe medium toleran Gambar 19. Penampilan tongkol jagung a genotipe medium toleran dan b genotipe peka pada kondidi optimum S0, cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – pengisian biji S1 dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – panen S2. Anoman G 180 MR 14 DTPY-F46-3-nB PT-BC9 G 193 Gambar 20. Densitas stomata daun jagung dengan pembesaran 400 kali.

BAB VII PEMBAHASAN UMUM