Rancangan Percobaan Penurunan beban pencemar limbah cair pabrik kelapa sawit melalui fermentasi anaerob menggunakan digester anaerob dua tahap

16

3.5 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan tiga kali ulangan. Model matematis rancangan percobaan menurut Mattjik dan Sumertajaya 2002 adalah sebagai berikut: Keterangan : Yij = Hasil pengamatan akibat pengaruh faktor rasio campuran POME dengan aktivator pada taraf perlakuan ke-i i= P 70 S 30, P 80 S 20, dan P 90 S 10 dan ulangan ke – j Ulangan j = 1,2, dan 3 µ = Rataan Umum Pengamatan α i = Pengaruh perlakuan ke – i i= 1,2,3 ε ij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke – i dan ulangan ke- j j=1,2,3 Hipotesis pada penelitian ini adalah : H0 = Perlakuan tidak berpengaruh terhadap penurunan beban pencemar limbah cair pabrik kelapa sawit H1 = Minimal ada satu perlakuan yang berpengaruh terhadap penurunan beban pencemar limbah cair pabrik kelapa sawit Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian dianalisa menggunakan uji ANOVA untuk melihat apakah perlakuan berpengaruh terhadap peubahnya atau tidak, kemudian uji t-berpasangan untuk mengetahui perbedaan antara input dan output terhadap respon. Setelah itu dilakukan uji lanjut yaitu uji perbandingan berganda Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Analisa statistika yang digunakan adalah menggunakan perangkat lunak MINITAB 15 version for windows dan SPSS. Yij = µ + α i + ε ij 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Kondisi Awal Bahan Baku Campuran POME dengan Aktivator

Analisis awal pada bahan baku POME dari PTPN VIII Kertajaya dilakukan untuk melihat karakteristik POME yang akan digunakan. Karakteistik POME yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan bahan masukan digester yang telah dilakukan yaitu analisis awal campuran antara POME dan aktivator. Hasil analisis awal campuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Karakteristik POME PTPN VIII Kertajaya Parameter Nilai BOD ppm 11776,52 COD ppm 47105,26 Total Volatil Solid ppm 4250 N total ppm 489 C organik ppm 21335 CN 42,63 pH 5,12 Asam Asetat ppm 55,78 Asam Laktat ppm 39,43 Tabel 3. Hasil Analisis Awal Bahan Masukan Digester Parameter Perlakuan P 70 S 30 P 80 S 20 P 90 S 10 BOD mgL 8871 8871 6653 COD mgL 15480 17028 13588 TSS mgL 17010 23250 6530 pH 6 6 5 Berdasarkan karakteristik awal bahan masukan untuk digester anaerob menunjukkan bahwa nilai- nilai parameter pencemaran yaitu BOD, COD , dan TSS masih sangat tinggi. Nilai BOD, COD dan TSS yang tinggi menunjukkan adanya kandungan bahan organik yang tinggi dalam bahan masukan. Bahan organik tersebut dapat berupa protein, lipida dan karbohidrat. Bahan organik terutama lipida dapat berasal 18 dari limbah POME. Sedangkan protein dan karbohidrat dapat berasal dari campuran aktivator yang berasal dari instalasi biogas dengan kotoran sapi segar. Bahan organik ini akan terdegradasi dengan berlangsungnya proses fermentasi anaerob. Hal ini bersesuaian dengan pernyataan Gunnerson dan Stuckey 1986, Khanal 2008 dan Grover 2002. 4.2 Keuntungan Fermentasi Anaerob Menggunakan Digester Anaerob Dua Tahap Dan Pengkondisian Digester Selama Proses Fermentasi Fermentasi anaerob pada penelitian ini dilakukan pada digester yang dirancang khusus untuk mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit sehingga fermentasi berlangsung dua tahap. Digester anaerob dua tahap ini disusun secara seri dengan kapasitas masing-masing digester 20 liter dapat dilihat pada Gambar 5. Pada hari ke-0 digester yang diisi dengan volume 70 dari volume total digester yaitu digester pertama yang terhubung langsung dengan pipa inlet. Sedangkan digester kedua yang berfungsi untuk melanjutkan proses fermentasi anaerobik pada cairan yang mengalir dari digester pertama, terhubung langsung dengan pipa outlet. Digester tahap I dengan digester tahap II terhubung oleh sebuah pipa penghubung yang dilengkapi dengan stop keran . Pengadukan bahan yang ada dalam digester dilakukan dengan sistem pengaduk yang berdekatan dengan keran gas. Sistem pengaduk diatur agar tidak terganggunya proses anaerob di dalam digester. Selain untuk memaksimalkan produksi gas yang terbentuk dari hasil perombakan bahan organik yang terjadi dalam digester, perancangan digester dua tahap ini juga dapat mengoptimalkan penurunan beban pencemar limbah. Gambar 5. Digester anaerob dua tahap dan bagian-bagiannya Proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan digester dua tahap ini diawali dengan bahan baku yang masuk input ke dalam digester tahap I pertama sampai volume mencapai 70 dari total volume digester namun cairan belum mengalir ke digester tahap II kedua. Agar cairan tidak mengalir ke digester kedua dilakukan dengan cara menutup keran pada pipa penghubung digester pertama dengan digester kedua . Cairan pada digester pertama akan mengalami perombakan secara anaerobik. Keran pada pipa penghubung digester pertama dengan digester kedua dibuka pada hari kedua sehingga pada saat pengisian masukan sebanyak 0,5 liter yang dimulai pada hari pertama menyebabkan sebagian Digester Digester tahap I Keran Gas Pengaduk Inlet Outlet Pipa Penghubung Stop Keran 19 cairan pada digester pertama akan mengalir ke digester kedua. Cairan yang mengalir ke digester kedua merupakan supernatan yang keluar dari digester pertama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hammer 1986 bahwa dalam proses perombakan bahan organik, pada digester dua tahap, tahapan pertama digunakan sebagai unit pencampuran secara kompleks dan optimasi dekomposisi oleh bakteri perombak. Sedangkan tahapan kedua untuk mengolah supernatan yang keluar dari digester pertama. Digester ini dikondisikan semaksimal mungkin memenuhi syarat-syarat berlangsungnya fermentasi anaerob. Hal tersebut diupayakan dengan mengkondisikan digester agar tidak adanya kebocoran dengan melakukan pengeleman pada bagian-bagian yang rawan kebocoran. Jeni dan Rahayu 1993 menyatakan bahwa proses anaerobik pada hakikatnya adalah proses yang terjadi karena aktivitas mikroba dilakukan pada saat tidak terdapat oksigen bebas. Produk akhir dari proses fermentasi ini adalah gas metana. Selain itu kondisi-kondisi bahan masukan juga diperhatikan sehingga memenuhi kriteria berlangsungnya fermentasi anaerob yang baik dengan meningkatkan pH menggunakan CaCO 3 sehingga pH bahan awal yang asam dapat ditingkatkan agar pH menjadi netral yang mendukung aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik. Menurut Effendi 2003 pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral, oleh karena itu proses dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat pada kondisi pH netral. Kondisi suhu selama proses fermentasi anaerob juga perlu diperhatikan. Kondisi anaerob yang optimum akan terjadi pada suhu mesofilik yaitu 35-55 C. Namun proses fermentasi akan tetap berlangsung dengan baik ketika suhu dijaga konstan dan tidak mengalami perubahan yang drastis Jeni dan Rahayu, 1993. Suhu selama berlangsungnya fermentasi anaerob menggunakan digester dua tahap ini menunjukkan tidak adanya perubahan suhu yang drastis, dengan kisaran suhu 26-28 C. Proses pengadukan juga dilakukan agar proses perombakan dapat berlangsung lebih baik. Apalagi dengan adanya lemak yang cukup tinggi pada POME akan menyebabkan cairan membentuk tiga lapisan yaitu lapisan cairan, padatan dan lemak. Adanya pengadukan juga membantu memecah lapisan lemak yang terbentuk dan menghomogenkan campuran bahan masukan sehingga proses perombakan bahan organik menjadi lebih baik. 20

4.3 Pengaruh Komposisi POME dengan Aktivator Setelah Melalui Pengolahan