Pengaruh Komposisi POME dengan Aktivator Setelah Melalui Pengolahan

20

4.3 Pengaruh Komposisi POME dengan Aktivator Setelah Melalui Pengolahan

Menggunakan Digester Anaerob Dua Tahap

4.3.1 Pengaruh Komposisi POME dan Aktivator Terhadap Penurunan Kebutuhan Oksigen Biologis

Proses pengolahan limbah dapat menggunakan nilai BOD untuk pengukuran tingkat efisiensi proses pengolahan limbah. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa rasio campuran limbah cair dengan aktivator berpengaruh terhadap penurunan nilai BOD p-Value 0,05. Setelah dilakukan uji perbandingan berganda Duncan terlihat bahwa perlakuan P 70 S 30 , berbeda pengaruhnya dengan taraf perlakuan P 80 S 20 dan taraf perlakuan P 90 S 10 terhadap penurunan nilai BOD. Sedangkan taraf perlakuan P 80 S 20 sama pengaruhnya dengan taraf perlakuan P 90 S 10 terhadap penurunan nilai BOD. Analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk BOD setiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 1a. Tabel 4. Penurunan nilai BOD limbah cair pabrik kelapa sawit Perlakuan BOD Input mgl Output mgl Efisiensi P 70 S 30 8871 1270±496 A 80 P 80 S 20 8871 1847±1791 B 58,99 P 90 S 10 6653 1501±497 B 69,96 Keterangan: Angka dengan superskrip huruf kapital yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata P0,05 Penurunan beban pencemar tersebut didapatkan setelah dilakukan proses pengolah POME menggunakan digester anaerob dua tahap selama 40 hari. Beban pencemar yang terkandung pada limbah cair pabrik kelapa sawit mengalami penurunan setelah dilakukan pengolahan melalui proses anaerob menggunakan digester dua tahap. Penurunan tersebut terjadi pada setiap perlakuan yang dilakukan. Persentase penurunan nilai BOD dapat dilihat pada Tabel 4. Pada tabel tersebut terlihat bahwa digester dengan perlakuan rasio campuran limbah cair dan aktivator 70:30 P 70 S 30 menunjukkan persen penurunan nilai BOD sebesar 80. Sedangkan kedua perlakuan lainnya mengalami penurunan sebesar 58.99 pada perlakuan dengan rasio campuran limbah cair dan aktivator 80:20 P 80 S 20 dan penurunan sebesar 69.96 pada digester dengan rasio campuran limbah cair dan aktivator 90:10 P 90 S 10 . Hal tersebut dapat digambarkan pada gambar 6. Hubungan efisiensi penurunan BOD terbesar terjadi pada taraf perlakuan dengan penambahan aktivator terbesar. Asumsi awal penelitian yaitu kenaikan persentase penurunan nilai BOD berbanding lurus dengan besarnya persentase penambahan aktivator. Namun pada perlakuan dengan penambahan aktivator sebanyak 20 yang mengalami persentase penurunan nilai BOD terendah. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang baiknya aktivitas mikroorganisme pada sistem digester perlakuan P 80 S 20. 21 Gambar 6. Hubungan efisiensi penurunan BOD dengan persentase rasio campuran POME dengan aktivator pada fermentasi anaerob 40 hari Penurunan nilai BOD ini disebabkan oleh terjadinya perombakan bahan-bahan organik oleh mikroorganisme yang beraktivitas dalam digester anaerob. Pada keadaan awal dalam digester anaerob, nilai BOD masih sangat tinggi yang terlihat pada nilai BOD masing-masing input pada setiap digester. Nilai BOD yang tinggi ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik sebelum pengolahan limbah cair sangat tinggi. Bahan organik ini dapat berupa lipid, protein, dan karbohidrat yang terkandung dalam bahan baku maupun bahan tambahan yang dimasukkan ke dalam digester. Lipid, protein, dan karbohidrat merupakan senyawa komplek yang kemudian dirombak menjadi senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana. Perombakan senyawa komplek tersebut terjadi terutama pada awal proses pengolahan secara anaerob tahap hidrolisis. Pada proses perombakan bahan organik tersebut mikroba menggunakan bahan organik sebagai sumber makanan sehingga pada akhir proses fermentasi anaerob pada digester dua tahap kandungan bahan organik semakin sedikit sehingga nilai BOD mengalami penurunan. Penurunan nilai BOD limbah cair setelah proses fermentasi anaerob terbesar terjadi pada perlakuan P 70 S 30 , diikuti perlakuan P 90 S 10 dan perlakuan P 80 S 20 . Persentase penurunan nilai BOD terbesar pada perlakuan P 70 S 30 , sesuai dengan dugaan awal penelitian karena digester ini memiliki kondisi campuran padatan yang lebih banyak daripada digester lainnya. Bahan padatan tersebut berasal dari campuran aktivator yang merupakan bahan yang kaya akan bahan organik. Sehingga bahan organik yang dirombak oleh mikroorganisme juga semakin banyak. Sedangkan untuk perlakuan P 80 S 20 seharusnya menempati urutan kedua dalam penurunan nilai BOD berdasarkan jumlah bahan organik yang terdapat dalam input. Namun urutan kedua terbesar dalam penurunan BOD terjadi pada perlakuan P 90 S 10 . Hal ini dapat terjadi karena aktivitas bakteri yang lebih aktif melakukan perombakan bahan organik didalam perlakuan P 90 S 10 daripada perlakuan P 80 S 20 . Sehingga bahan organik yang terdapat pada akhir proses fermentasi anaerob dalam perlakuan P 90 S 10 semakin sedikit. Penyebab lainnya adalah proses perombakan bahan organik pada perlakuan P 80 S 20 dapat diindikasikan kurang baik. Nilai BOD limbah cair yang mengalami penurunan setelah melalui proses pengolahan dengan digester dua tahap selama 40 hari pada perlakuan P 70 S 30 , P 80 S 20 dan P 90 S 10 berturut-turut yaitu 1270 mgl, 1847 mgl, dan 1501 mgl. Nilai BOD tersebut masih jauh diatas standar baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit menurut Ditjen PPHP 2006 yaitu nilai BOD sebesar 250 mgl. Hal ini dapat berarti bahwa masih banyak bahan organik yang belum mengalami perombakan dan limbah belum dapat langsung dibuang ke badan air. Menurut Naibaho 1998, sistem pengolahan limbah menggunakan sistem kolam yang terdiri dari delapan kolam pengolahan yaitu kolam pendinginan, deoling pond, kolam netralisasi, kolam pembiakan 22 bakteri, kolam anaerobik, kolam fakultatif, kolam aerasi dan kolam aerobik. Pada prakteknya diupayakan agar efisiensi perombakan minimal 80 setelah melewati tahap pengolahan dari kolam pendinginan hingga kolam anaerobik dengan waktu pengolahan selama 80 hari. Berdasarkan Naibaho 1998 tersebut, hasil pengolahan limbah POME dengan efisiensi penurunan BOD sebesar 80 pada perlakuan P 70 S 30 dapat dilakukan sebagai alternatif pemutusan rantai pengolahan sistem kolam. Metode pengolahan limbah menggunakan digester anaerob dua tahap dengan perlakuan P 70 S 30 dapat mempercepat waktu pengolahan dan menghemat lahan pengolahan. Adanya sistem digester dua tahap ini menjadikan sistem kolam yang terdiri dari delapan kolam dapat lebih efisien dengan menggunakan digester anaerob dua tahap sehingga sistem pengolahan dapat dilakukan di lapang dengan mengurangi empat kolam pengolahan yaitu deoling pond, kolam netralisasi, kolam pembiakan bakteri dan kolam anaerobik. Empat kolam tersebut dapat disubstitusi dengan digester anaerobik dua tahap.

4.3.2 Pengaruh Perbandingan Komposisi POME dan Aktivator

Terhadap Penurunan Kebutuhan Oksigen Kimiawi Kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand COD merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO 2 dan H 2 O Efendi, 2003. Tabel 5. Penurunan nilai COD limbah cair pabrik kelapa sawit melalui pengolahandengan menggunakan digester anaerob dua tahap pada hari ke 40 Perlakuan COD Input mgl COD Output mgl Efisiensi P 70 S 30 15480 3674,7±304 A 74 P 80 S 20 17028 4028±527 B 73,24 P 90 S 10 13588 3675±804 C 67,03 Keterangan: Angka dengan superskrip huruf kapital yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata P0,05 Analisis keragaman menunjukkan bahwa rasio campuran limbah cair dengan aktivator berpengaruh terhadap penurunan nilai COD dan dengan uji t-berpasangan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Setelah dilakukan uji perbandingan berganda Duncan terlihat bahwa perlakuan P 70 S 30 , berbeda pengaruhnya dengan taraf perlakuan P 80 S 20 dan berbeda pula pengaruhnya dengan taraf perlakuan P 90 S 10 terhadap penurunan nilai BOD. Sedangkan taraf perlakuan P 80 S 20 berbeda pengaruhnya dengan taraf perlakuan P 90 S 10 terhadap penurunan nilai COD. Analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk parameter COD dapat dilihat pada Lampiran 1b. 23 Beban pencemar yang terkandung pada limbah cair pabrik kelapa sawit mengalami penurunan setelah dilakukan pengolahan melalui proses anaerob menggunakan digester dua tahap. Penurunan tersebut terjadi pada setiap perlakuan yang dilakukan. Persentase penurunan nilai COD dapat dilihat pada Tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat bahwa digester dengan perlakuan rasio campuran limbah cair dan aktivator 70:30 menunjukkan persen penurunan nilai COD sebesar 74. Sedangkan dua digester lainnya mengalami penurunan sebesar 73.24 pada digester dengan rasio campuran limbah cair dan aktivator 80:20 dan penurunan sebesar 67.03 pada digester dengan rasio campuran limbah cair dan aktivator 90:10 . Gambar 7. Hubungan efisiensi penurunan COD dengan persentase penambahan aktivator pada pengolahan melalui fermentasi anaerob selama 40 hari Penurunan nilai COD ini disebabkan oleh terjadinya perombakan bahan-bahan organik oleh mikroorganisme yang beraktivitas dalam digester anaerob. Pada keadaan awal dalam digester anaerob, nilai COD masih sangat tinggi yang terlihat pada nilai COD masing-masing perlakuan pada setiap digester. Nilai COD yang tinggi ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik sebelum pengolahan limbah cair sangat tinggi. Pada proses perombakan bahan organik tersebut mikroba menggunakan bahan organik sebagai sumber makanan. Sehingga pada akhir proses fermentasi anaerob pada digester dua tahap kandungan bahan organik semakin sedikit sehingga menurunkan nilai COD. Gambar 7 menunjukkan penurunan nilai COD limbah cair setelah proses fermentasi anaerob terbesar terjadi pada perlakuan P 70 S 30 , diikuti perlakuan P 80 S 20 dan perlakuan P 90 S 10 . Persentase penurunan nilai COD terbesar pada perlakuan P 70 S 30 , sesuai dengan dugaan awal penelitian bahwa semakin banyaknya penambahan aktivator, persentase penurunan COD akan semakin tinggi. Nilai COD limbah cair yang mengalami penurunan setelah melalui proses pengolahan menggunakan digester dua tahap dengan perlakuan P 70 S 30 , P 80 S 20 dan P 90 S 10 berturut-turut yaitu 3674,7 mgl, 4028 mgl, dan 3675 mgl. Nilai COD tersebut masih jauh dari standar baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit menurut Ditjen PPHP 2006 yaitu nilai COD sebesar 500 mgl. Hal ini dapat berarti bahwa masih banyak bahan organik yang belum mengalami perombakan. 24 4.3.3 Pengaruh Perbandingan Komposisi POME dan Aktivator Terhadap Penurunan Total Padatan Tersuspensi Rasio campuran limbah cair dengan aktivator berpengaruh terhadap penurunan nilai TSS setelah dilakukan uji ANOVA p-Value 0,05 dan dengan uji t-berpasangan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Setelah dilakukan uji perbandingan berganda Duncan terlihat bahwa perlakuan P 70 S 30 , berbeda pengaruhnya dengan taraf perlakuan P 80 S 20 dan berbeda pula pengaruhnya dengan taraf perlakuan P 90 S 10 terhadap penurunan nilai TSS. Sedangkan taraf perlakuan P 80 S 20 berbeda pengaruhnya dengan taraf perlakuan P 90 S 10 terhadap penurunan nilai TSS. Analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk parameter TSS masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 1c. Berdasarkan hasil analisis data sebelum dilakukan pengolahan terhadap POME dan data setelah dilakukan pengolahan menunjukkan penurunan total padatan terlarut pada limbah POME yang ditambahkan aktivator dan mengalami proses fermentasi anaerobik selama 40 hari. Persentase penurunan TSS terbesar terjadi pada perlakuanP 80 S 20 diikuti perlakuan P 70 S 30 dan P 90 S 10, hal ini berbanding lurus dengan nilai TSS input perlakuan P 80 S 20 yang memiliki nilai terbesar, diikuti perlakuan P 70 S 20 dan P 90 S 10 . Efisiensi penurunan TSS dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase penurunan TSS pada setiap perlakuan setelah proses pengolahan limbah POME menggunakan digester anaerob dua tahap pada hari ke 40 Perlakuan TSS Input mgl TSS Output mgl Penurunan P 70 S 30 17010 2947±2804 A 66,20 P 80 S 20 23250 4387±3381 B 66,60 P 90 S 10 6530 2450±671 C 61,40 Keterangan: Angka dengan superskrip huruf kapital yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata P0,05 Gambar 8. Hubungan persentase penurunan TSS dengan persentase penambahan campuran aktivator pada hari ke 40 25 Gambar 8. memperlihatkan bahwa persentase penurunan TSS terbesar terjadi pada penambahan aktivator dengan persentase sebesar 20. Namun hasil ini berbanding terbalik dengan persentase penurunan nilai BOD limbah setelah dilakukan pengolahan. Pada persentase penurunan nilai BOD menunjukkan bahwa pada penambahan aktivator sebanyak 20 atau pada perlakuan P 80 S 20 terjadi penurunan nilai BOD terendah. Hal ini dapat terjadi akibat kondisi masing-masing digester yang berbeda baik berdasarkan perubahan suhu, dan pH. Nilai TSS Output yang didapatkan masih jauh diatas baku mutu limbah cair kelapa sawit yaitu nilai TSS sebesar 300 mgl, sedangkan nilai akhir TSS setelah dilakukan pengolahan berurutan berdasarkan persentase penambahan aktivator sebanyak 30, 20 dan 10 berturut-turut, yaitu 5751 mgl, 7768 mgl dan 3121 mgl. Sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk menurunkan nilai TSS.

4.4 Nilai Parameter BOD, COD dan TSS Digester Anaerob Dua Tahap Pada