Keterangan X1 = Keuntungan
X2 = Payback period Waktu pengembalian X3 = RevenueCost Ratio Imbangan penerimaan dan biaya
UP = Urutan prioritas
= Prioritas nilai tertinggi Berdasarkan Nilai hasil standarisasi dari aspek ekonomi dengan kriteria
kelayakan usaha menunjukan bahwa prioritas pertama adalah alat tangkap gombang, prioritas kedua pada alat tangkap sondong kemudian prioritas ketiga
rawai tetapdasar Tabel 14.
b. kriteria kelayakan investasi
Tabel 16 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi pada kriteria kelayakan investasi unit penangkapan demersal di perairan
Kota Dumai Kriteria
Penilaian Unit Penangkapan
X
1
X
2
X
3
VX
1
UP V
1
X
1
V
2
X
2
V
3
X
3
Sondong 50.508.860 118
3,81 1
1 1
3,00 1
Rawai tetapdasar 485.142
19 1,03
0,00 3
Gombang 34.644.684 97
3,17 0,68
0,78 0,77
2,23 2
Keterangan : X1
= NPV Rp X2
= IRR X3
= BC Ratio
UP = Urutan prioritas = Prioritas nilai tertinggi
Setelah dilakukan standarisasi dengan ketiga kriteria aspek kelayakan investasi, alat tangkap yang menjadi prioritas pertama adalah sondong, dari segi
investasi merupakan unit penangkapan yang unggul untuk diinvestasikan. prioritas kedua pada alat tangkap gombang. Kemudian disusul dengan alat
tangkap rawai tetapdasar.
5.1.6 Determinasi prioritas unit alat tangkap
Prioritas berdasarkan aspek biologi X1, teknis X2, sosial X3 dan ekonomi dengan kriteria, kelayakan usaha X4 serta kelayakan investasi X5
yang menjadi penilaian adalah keseluruhan aspek dari unit penangkapan. Tujuan dari determinasi unit penangkapan adalah untuk mendapatkan jenis alat
tangkap yang menjadi prioritasunggulan sehingga cocok untuk dikembangkan.
Tabel 17 Rangkuman penilaian standarisasi Aspek Biologi, Teknis, Sosial dan Ekonomi unit penangkapan ikan demersal di perairan Kota Dumai
Unit Penangkapan Kriteria Penilaian
V A UP
V
1
X
1
V
2
X
2
V
3
X
3
V
4
X
4
V
5
X
5
Total Sondong
1,00 3,00 1,30 1,59 3,00 9,89 1
Rawai tetapdasar 2,00 1,57 2,08 1,00 0,00 6,65
3 Gombang
1,99 0,13 1,79 1,69 2,23 7,83 2
Keterangan : X1 = Aspek biologi
X2 = Aspek teknis X3 = Aspek sosial
X4 = Aspek ekonomi kriteria kelayakan usaha X5 = Aspek ekonomi kriteria kelayakan investasi
UP = Urutan prioritas = Prioritas
nilai tertinggi
Berdasarkan standarisasi
penilaian dari semua aspek maka alat tangkap
yang menjadi prioritas utama adalah sondong dengan jumlah nilai 9,89, prioritas kedua pada alat tangkap gombang dengan nilai 7,83, kemudian disusul oleh alat
tangkap rawai tetapdasar Tabel 17.
5.2 Pembahasan 5.2.1 Status pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, telah mendorong meningkatnya komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya
permintaan akan ikan tersebut dipenuhi dari sumberdaya ikan yang jumlahnya di alam memang terbatas. Kecenderungan meningkatnya permintaan akan ikan
telah membuka peluang berkembang pesatnya industri perikanan, hanya sayangnya perkembangan industri perikanan tidak mempertimbangkan daya
dukung lingkungan serta kelestarian sumberdaya perikanan akibatnya usaha perikanan yang berkelanjutan dan upaya meningkatkan taraf hidup nelayan
menjadi tanda tanya. Oleh karenanya penting diketahui status pemanfaatan sumberdaya perikanan, agar dapat mempertimbangkan kemungkinan
pengembangan dimasa yang akan datang dengan mempertimbangkan keberlangsungan sumberdaya tersebut.
Mengetahui Status pemanfaatan sumberdaya ikan dengan cara mengetahui besarnya potensi sumberdaya stok. Mengacu pada Komisi Nasional Pengkajian
Stok Ikan 1998 bahwa estimasi stok ikan di Indonesia dipergunakan beberapa metode yaitu sensustransek, sweept area, akustik, production surplus, tagging
dan ekstraintra-polasi. Diantara keenam metode pendekatan tersebut, metode production surplus adalah relatif paling murah, cepat dan sederhana dalam
pengerjaannya. Faktor penentu keberhasilan penggunaan metode ini terletak pada keakuratan data yang digunakan. Metode production surplus
menggunakan data time series hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan. Diakui metode ini banyak menggunakan asumsi dalam perhitungannya. Stok
sumberdaya ikan diasumsikan sebagai suatu biomasa yang tidak berpedoman pada umur, ukuran panjang ikan dan jumlah biomassa suatu stok tetap meski ada
aktivitas usaha perikanan. Di perairan Kota Dumai unit penangkapan yang digunakan dominan
menangkap ikan demersal, hal ini didukung oleh topografi perairan yang datar, belumpur dan berpasir, yang sangat disenangi oleh sumberdaya demersal.
Hasil produksi ikan demersal tahun 2006 sebesar 1.142,8 ton atau 90,33 dari estimasi produksi lestari MSY 1.265 ton. Produksi tersebut dihasilkan
pada tingkat pengupayaan sebesar 11.108,17 trip atau 116,41 dari upaya penangkapan optimum sebesar 9.542 trip. Produksi penangkapan ikan demersal
belum melebihi batas produksi maksimal lestari. Namun upaya yang dilakukan telah melebihi batas upaya optimum.
Meski demikian jika dicermati produksi yang telah dicapai sudah mendekati batas lestari, hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius,
mengingat jumlah nelayan yang semakin bertambah demikian pula alat tangkap yang digunakan. Sedangkan semua aktifitas penangkapan terakumulasi pada 2
mil area penangkapan. Jika pada kondisi tersebut aktifitas penangkapan terus dilakukan secara intensif, maka dampak yag terjadi penurunan produksi
persatuan upaya penangkapan. Gambar 10. Secara matematis dampak yang ditimbulkan dapat diprediksikan melalui
persamaan regresi dari hubungan effort dan catch yaitu Y= 746,1 + 0.043x; R
2
= 0,205, dimana setiap penambahan satu satuan upaya penangkapan akan
meningkatkan produksi sebesar 0.043 ton. Dari gambar 11 menunjukan bahwa kecenderungan trend meningkat.
Sedangkan hubungan upaya penangkapan terhadap CPUE, secara matematis di prediksikan melalui persamaan regresi yaitu Y= 0.265 - 1E-05x;
R
2
= 0,449, dari persamaan tersebut menggambarkan terjadinya penurunan produktifitas perunit penangkapan sebesar 05 tontrip setiap dilakukan
penambahan upaya penangkapan. Dari gambar 11 menunjukan bahwa kecenderungan trend menurun.
Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat kebutuhan akan ikan harus terus terpenuhi dan aktifitas nelayan harus tetap berjalan agar
dapat meningkatkan taraf hidup nelayan dengan tidak menggangu keberlangsungan sumberdaya demersal.
Produksi ikan demersal meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah alat tangkap dengan target utama sumberdaya demersal, hal ini harus menjadi
perhatian. Mengacu kepada kondisi faktual tersebut sangat diperlukan kehati- hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, meskipun sumberdaya perikanan
laut termasuk dalam kriteria sumberdaya yang dapat diperbaharui, akan tetapi pemanfaatannya harus tetap rasional agar kesinambungan produksi dan
kelestarian sumberdayanya tetap terjaga. Upaya kehati-hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan mengacu kepada
prinsip-prinsip kehati-hatian precautionary sebagaimana yang tertuang dalam code of conduct for responsible fisheries CCRF FAO, 1995, di Indonesia
penekanan pemanfaatan sumberdaya yang dibatasi hingga 80 dari MSY. Sehingga sebaiknya produksi perikanan di perairan Kota Dumai sebesar 1.012
ton dengan upaya sebesar 7.633,6 trip. Dengan demikian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, apabila
dilakukan secara tidak hati-hati akan dapat menguras persediaan sumberdaya perikanan yang ada. Kondisi ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi lebih
lanjut, yang menyebabkan besarnya tekanan pemanfaatan sumberdaya demersal di perairan Kota Dumai adalah:
1 Dominannya unit penangkapan dengan target utama ikan demersal. 2 Peningkatan jumlah unit penangkapan.
3 Enggannya masyarakat mengalihkan target tangkapan ke ikan pelagis, karena ikan demersal biasaya harga tinggi dan banyak peminatnya.
4 Enggannya masyarakat melakukan ekpansi,karena harga solar tinggi. 5 Tingginya pembagian hasil dengan Tauke, dengan perbandingan 50:50.