R
2
= 0,449, dari persamaan tersebut menggambarkan terjadinya penurunan produktifitas perunit penangkapan sebesar 05 tontrip setiap dilakukan
penambahan upaya penangkapan. Dari gambar 11 menunjukan bahwa kecenderungan trend menurun.
Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat kebutuhan akan ikan harus terus terpenuhi dan aktifitas nelayan harus tetap berjalan agar
dapat meningkatkan taraf hidup nelayan dengan tidak menggangu keberlangsungan sumberdaya demersal.
Produksi ikan demersal meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah alat tangkap dengan target utama sumberdaya demersal, hal ini harus menjadi
perhatian. Mengacu kepada kondisi faktual tersebut sangat diperlukan kehati- hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, meskipun sumberdaya perikanan
laut termasuk dalam kriteria sumberdaya yang dapat diperbaharui, akan tetapi pemanfaatannya harus tetap rasional agar kesinambungan produksi dan
kelestarian sumberdayanya tetap terjaga. Upaya kehati-hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan mengacu kepada
prinsip-prinsip kehati-hatian precautionary sebagaimana yang tertuang dalam code of conduct for responsible fisheries CCRF FAO, 1995, di Indonesia
penekanan pemanfaatan sumberdaya yang dibatasi hingga 80 dari MSY. Sehingga sebaiknya produksi perikanan di perairan Kota Dumai sebesar 1.012
ton dengan upaya sebesar 7.633,6 trip. Dengan demikian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, apabila
dilakukan secara tidak hati-hati akan dapat menguras persediaan sumberdaya perikanan yang ada. Kondisi ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi lebih
lanjut, yang menyebabkan besarnya tekanan pemanfaatan sumberdaya demersal di perairan Kota Dumai adalah:
1 Dominannya unit penangkapan dengan target utama ikan demersal. 2 Peningkatan jumlah unit penangkapan.
3 Enggannya masyarakat mengalihkan target tangkapan ke ikan pelagis, karena ikan demersal biasaya harga tinggi dan banyak peminatnya.
4 Enggannya masyarakat melakukan ekpansi,karena harga solar tinggi. 5 Tingginya pembagian hasil dengan Tauke, dengan perbandingan 50:50.
5.2.2 Unit penangkapan prioritas
Teknologi penangkapan ikan demersal yang dominan digunakan oleh nelayan Kota Dumai diantaranya sondong, rawai tetapdasar dan gombang.
Untuk menentukan unit penangkapan ikan prioritas digunakan beberapa aspek penilaian diantaranya:
1 Aspek biologi Berdasarkan Tabel 12 penilaian aspek biologi unit penangkapan ikan
dengan menggunakan fungsi nilai unit penangkapan rawai tetapdasar menjadi prioritas utama, karena rawai dasar unggul pada kriteria selektifitas alat tangkap
dan komposisi hasil tangkapan karena alat tangkap rawai lebih selektif terhadap target ukuran ikan. Monintja 1987 menyatakan bahwa alat tangkap pancing,
rawai, pancing tonda, huhate pancing dasar sangat baik dikembangkan karena memiliki selektifitas tinggi sehingga lebih ramah terhadap lingkungan.
Di perairan Kota Dumai mata pancing yang dipakai ukurannya 2-4 sehingga rawai ini tujuannya menangkap ikan-ikan yang berukuran besar.
Sementara sondong dan gombang merupakan alat tangkap yang menyaring hasil tangkapan sehingga alat ini kurang selektif terhadap ukuran
tangkapan. 2 Aspek teknis
Berkaitan dengan pengoperasian unit penangkapan untuk mengetahui efektif atau tidak, suatu unit alat tangkap bila dioperasikan. Hasil penilaian dari
standarisasi dengan fungsi nilai, unit penangkapan sondong merupakan alat tangkap yang menjadi prioritas pertama, karena produksi pertahun, pertrip dan
produksi pertenaga kerja unggul sehingga hal ini menunjukan bahwa unit penangkapan sondong efektif untuk menangkap ikan demersal di perairan Kota
Dumai sehingga alat ini dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan. 3 Aspek sosial
Hasil analisa aspek sosial dengan beberapa kriteria yang kemudian dilakukan standarisasi nilai menghasilkan prioritas pertama yaitu unit
penangkapan rawai tetapdasar, karena tingginya respon nelayan terhadap keberadaan rawai hanyut, kemampuan investasi bagi nelayan cukup besar karena
lebih ringannya biaya yang dikeluarkan untuk investasi dan kemudahan pengadaan, mudahnya dalam mencari alat yang dibutuhkan.
4 Aspek ekonomi Aspek ekonomi menggunakan kriteria penilaian berdasarkan kelayakan
usaha dan kelayakan investasi dengan beberapa parameter yang mendukung. 1 Kelayakan usaha
Dari hasil standarisasi penilaian dengan fungsi nilai terhadap kelayakan usaha unit penangkapan gombang menjadi prioritas pertama, hal ini dapat
terlihat dari manfaat yang diperoleh dari kegiatan selama 1 tahun, cukup menguntungkan.
Cukup besarnya keuntungan memberi peluang bagi nelayan untuk pengembalian modal dalam waktu yang relatif singkat. Secara umum kriteria
RC Ratio pada semua unit penangkapan menunjukan kategori layak untuk dikembangkan karena nilai RC Ratio semua unit penangkapan lebih besar dari
satu satu. 2 Kelayakan investasi
Unit penangkapan sondong merupakan prioritas pertama yang layak untuk diinvestasikan karena dari semua kriteria sondong menjadi prioritas pertama.
Hasil investasi unit sondong dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh dari investasi dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan
selama proses investasi dilaksanakan dengan menilai manfaat investasi yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah
sebesar Rp 50.508.860, maka investasi layak dan efisiensi dalam penggunaan modal 3.81 atau dari 1 dinyatakan memberikan keuntungan. Sedangkan nilai
IRR 118 lebih besar dari nilai suku bunga bank yang berlaku 17.5.
5.2.3 Determinasi pengembangan perikanan tangkap
Hasil standarisasi unit penangkapan prioritas terpilih sebagai alternatif pengembangan unit penangkapan ikan di perairan Kota Dumai yaitu: pertama
unit penangkapan sondong, kedua unit penangkapan gombang yang ketiga unit penangkapan jaring insang hanyut dan keempat rawai tetapdasar. Secara umum
sondong sebagai Unit penangkapan demersal prioritas untuk dikembangkan karena:
1 Aspek biologi: unit penangkapan sondong unggul dalam lama waktu musim ikan, dimana pada musim-musim tertentu bulan jenis ikan
yang menjadi target penangkapan punya rentang waktu yang panjang berada di daerah penangkapan.
2 Aspek teknis: unit penangkapan sondong unggul dibanding unit penangkapan lainnya sehingga pengoperasian alat tangkap lebih
efektif untuk menangkap ikan demersal di perairan Kota Dumai. 3 Aspek Sosial: unit penangkapan sondong memiliki kemudahan dalam
pengoperasian, sehingga pengoperasian unit penangkapan lebih efisien dalam penggunaan waktu.
4 Aspek Ekonomi: unit penangkapan sondong paling unggul dalam aspek ekonomi kondisi ini sangat baik untuk dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat nelayan.
5.3 Pengembangan Perikanan Tangkap di Kota Dumai
Berdasarkan hasil analisis terhadap sumberdaya demersal yang menunjukan bahwa hasil tangkapan tahun 2006 belum melebihi batas optimum
lestari. Namun berdasarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF jumlah tangkapan yang diperbolehkan yaitu 80 dari MSY, telah mengalami
tangkap lebih secara biologi Biologycal Overfishing . Namun peluang pengembangan tetap ada. Mengacu kepada undang-undang No 22 tahun 2005
tentang otonomi daerah dimana batas kewenangan pengelolaan KabupatenKota sejauh 4 mil Karena Nelayan di perairan Kota Dumai biasanya melakukan
penangkapan terbatas pada kawasan perairan dengan jarak 2 mil dari pantai sementara kewenangan KabupatenKota sejauh 4 mil dari pantai. agar kegiatan
penangkapan tidak hanya terkosentrasi dekat dengan pantai agar perairan dekat pantai kondisi sumberdayanya dapat berangsur pulih.
Sumberdaya manusia merupakan variabel penting yang menentukan status pemanfaatan dan potensi sumberdaya perikanan karena manusia berperan
sebagai pengelola sumberdaya ikan yang hakekatnya pengelolaan terhadap manusia yang memanfaatkan sumberdaya ikan tersebut. Upaya pengelolaan
sumberdaya harus berbasis sumberdaya agar kelestarian sumberdaya ikan beserta lingkungan dapat terjaga. Dahuri 2003 menyatakan bahwa Masyarakat,
harus diikut sertakan dalam pengelolaan, baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui program pendidikan dan pelatihan dalam konsep
keanekaragaman hayati pesisir dan laut. Hal tersebut dapat dimasukan kedalam kurikulum pendidikan.
Upaya penangkapan berlebih merupakan kendala bagi pengembangan perikanan tangkap dalam hal keberlangsungan sumberdaya perikanan dimasa
yang akan datang, maka pengendalian upaya penangkapan merupakan suatu pendekatan yang berkaitan dengan pembatasan kapasitas penangkapan atau
jumlah alat tangkap yang beroperasi di perairan Kota Dumai seperti pembatasan jumlah unit penangkapan sondong yang yang produktif dan mengalihkan unit
penangkapan yang kurang produktif dengan unit penangkapan jaring insang hanyut atau unit penangkapan lainnya yang target utamanya ikan pelagis agar
produksi hasil perikanan lebih bervariasi dan pemanfaatan sumberdaya perikanan lebih berimbang.
Perlu adanya penelitian, kajian dan pengenalan tentang Teknologi penangkapan dengan target ikan pelagis, agar sumberdaya ikan pelagis dapat
dimanfaatkan secara optimal. Dalam pengembangan diperlukan modal, sehingga modal dapat merupakan
kendala dan peluang bagi pengembangan, sehingga perlu uluran tangan pemerintah untuk dapat memberikan bantuan pinjaman bunga rendah bagi
pengadaan unit alat tangkap. Di perairan Kota Dumai dominan alat tangkap dioperasikan sepanjang
tahun, sehingga musim penangkapan menjadi relatif lebih lama dalam hal ini perlu dilakukan pembatasan musim penangkapan sehingga memberi kesempatan
kepada sumberdaya untuk berkembang. Beddington dan Retting 1983 mengungkapkan bahwa paling tidak ada dua bentuk penutupan musim
penangkapan ikan, pertama menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan untuk dapat memijah dan berkembang.
Kedua penutupan kegiatan penagkapan ikan karena sumberdaya ikan mengalami degradasi dan ikan yang ditangkap semakin sedikit. Oleh sebab itu penutupan
musim harus dilakukan untuk membuka peluang pada sumberdaya ikan yang
masih tersisa untuk dapat memperbaiki populasinya, hal ini berkaitan erat terhadap pengembangan perikanan dimasa yang akan datang.
Pencemaran yang terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pembangunan industri yang terkosentrasi didaerah pesisir, menyebabkan
pencemaran didaerah pesisir dan lautan juga mengalami peningkatan, bahan pencemar yang masuk umumnya berasal dari proses produksi industri. Dahuri
2003 menyatakan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, pencemaran perairan akan mempengaruhi kegiatan perikanan karena akan mengurangi
produktivitas perairan, kerusakan habitat, dan menurunkan kualitas lingkungan perairan sebagai media hidup ikan. yang akan meyebabkan pembatasan habitat
ikan, khususnya ikan dasar yang berada dekat pantai sehingga potensi sumberdaya perikanan demersal akan menurun. Hal ini merupakan kendala bagi
pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan. Dalam pengembangan perikanan tangkap, sangat dirasa perlu adanya
pemantauan monitoring, pengendalian controlling dan pengawasan surveillance guna keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan
harapan dapat menjamin ketersediaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.
Alternatif pendekatan yang dapat dilakukan didalam pengelolaan sumberdaya perikanan untuk menurunkan tekanan terhadap pemanfaatan
sumberdaya demersal diantaranya: 1 Membatasi jumlah unit penangkapan ikan demersal.
2 Melakukan rasionalisasi unit penangkapan berdasarkan kapasitas daya dukung sumberdaya yang ada di perairan.
3 Melakukan penutupan musim penangkapan ikan. 4 Membatasi jumlah tangkapan.
5 Pemerintah memberikan bantuan modal dengan bunga rendah untuk peningkatan kualitas armada.
6 Melakukan ekspansi fishing ground, dengan didukung unit penangkapan yang lebih modern.