Metode Analisis Data Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Kota Dumai Provinsi Riau

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Kelimpahan sumberdaya demersal

Analisis kelimpahan sumberdaya ikan demersal dilakukan dengan metode Schaefer dengan menggunakan data sekunder selama kurun waktu tujuh tahun 2000-2006. Produksi ikan demersal tahun 2000-2003 terjadi peningkatan dari 576,2 ton sampai 1.410,6 ton, produksi meningkat sebesar 834,4 ton pada tahun 2003. Pada tahun 2004 produksi menurun dari tahun 2003 sebesar 129,4 ton sehingga produksi pada tahun 2004 menjadi 1.281,2 ton, kemudian pada tahun 2005 turun kembali dan tahun berikutnya produksi naik kembali, namun perkembangan produksi secara umum menunjukan trend meningkat Gambar 8. Gambar 8 Perkembangan produksi ikan demersal di Perairan Kota Dumai Upaya penangkapan mulai tahun 2000-2006 upaya penangkapan mengalami peningkatan dari 3580,2 trip hingga mencapai 9587 trip. Namun di tahun 2003 upaya mengalami penurunan sebesar 3677,9 trip kondisi tersebut tidak lama kemudian pada tahun berikutnya upaya kembali mengalami peningkatan. Lampiran 4. Upaya penangkapan secara umum menunjukan trend peningkatan Gambar 9. Gambar 9 Perkembangan upaya penangkapan ikan demersal di perairan Kota Dumai Berdasarkan hasil analisis dengan model Schaefer diperoleh nilai produksi optimum lestari C MSY ikan demersal sebesar 1.265 ton dan upaya penangkapan optimum f MSY sebesar 9.542 trip Lampiran 6. Produksi ikan demersal tahun 2006 sebesar 1.142,8 ton dengan upaya penangkapan 11.108,17 trip. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sebesar 90,33 , sedangkan upaya penangkapan berada pada tingkat 116,41 terhadap upaya optimum f MSY . Hubungan jumlah effort terhadap produksi Gambar 10 dan hubungan effort terhadap CPUE dengan pendekatan Schaefer Gambar 11. Gambar 10 Hubungan Upaya penangkapan terhadap produksi dengan pendekatan Schaefer Gambar 11 Hubungan upaya penangkapan terhadap CPUE dengan pendekatan Schaefer Adapun hubungan secara keseluruhan antara upaya, produksi, tingkat pemanfaatan dan pengupayaan MSY dan f MSY ikan demersal dapat dilihat pada kurva Gambar 12. Gambar 12 Status Produksi dan upaya penangkapan ikan demersal Kota Dumai Produksi penangkapan pada tahun 2006 belum mencapai batas optimum lestari. Pada tahun 2002 1.247,4 ton, 2003 1.410,6 ton produksi telah mencapai batas optimum lestari, Sedangkan periode tahun 2005 sebesar 1.094,2 ton namun upaya penangkapan sebesar 11.251,58 trip telah melebihi upaya optimum lestari. 2006 2002 2000 2003 2001 2004 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 5000 10000 15000 20000 PR O D U K SI T O N EFFORT 2005 F opt = 9.542 MSY=1.265 5.1.2 Produktifitas unit penangkapan 5.1.2.1 Sondong Scoopnet Perkembangan produksi dan upaya unit penangkapan sondong selama periode tahun 2000-2006 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Produksi, upaya dan produktifitas unit penangkapan sondong Tahun Produksi ton Upaya trip Produktifitas tontrip 2000 308,2 2085 0,1478 2001 355,9 1979 0,1798 2002 610,4 3218 0,1897 2003 673,6 2268 0,2970 2004 757,2 5285 0,1433 2005 615 6324 0,0972 2006 639,6 6217 0,1029 Jumlah 3959,9 27376 1,1577 Rata-rata 565,7 3910,8571 0,1654 Sumber: Diolah dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, 2007 Produksi hasil tangkapan dari unit penangkapan sondong cenderung meningkat sepanjang tahun dalam kisaran 308,2 ton hingga Produksi tertinggi diperoleh pada tahun 2004 sebesar 757,2 ton, namun pada tahun 2005-2006 produksi menurun, hal ini bisa terjadi karena meningkatnya jumlah alat tangkap sondong Tabel 6. Produksi unit penangkapan sondong cenderung meningkat. 100 200 300 400 500 600 700 800 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TAHUN P R O DUKS I T O N Gambar 13 Perkembangan produksi unit sondong scoopnet Upaya penangkapan sondong terendah pada tahun 2003 sebesar 2.268 trip menurun jika dibandingkan dengan upaya pada tahun 2002 sebesar 3.218 trip. Tahun berikutnya meningkat sebesar 5.285 trip. Upaya penangkapan tertinggi pada tahun 2005 sebesar 6.324 trip. Trend upaya penangkapan selama kurun waktu 2000-2006 cenderung meningkat Gambar 14. 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TAHUN UP AY A T RI P Gambar 14 Perkembangan upaya penangkapan unit sondong

5.1.2.2 Rawai tetapdasar

Perkembangan produksi dan upaya unit penangkapan rawai tetapdasar tahun 2000-2006, secara umum meningkat. Data produksi, upaya dan produktifitas Tabel 7. Tabel 7 Produksi, upaya dan produktifitas unit penangkapan rawai tetapdasar Tahun Produksi ton Upaya trip Produktifitas tontrip 2000 93,9 950 0,0988 2001 215 1112 0,1933 2002 124,2 1344 0,0924 2003 139 1116 0,1246 2004 126,2 1993 0,0633 2005 219 2234 0,0980 2006 266,7 2545 0,1048 Jumlah 1184 11294 0,7753 Rata-rata 169,14286 1613,4286 0,1108 Sumber: Diolah dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, 2007 Secara umum trend produksi unit penangkapan rawai tetapdasar meningkat, dari tahun 2000 sebesar 93,9 ton hingga 215 ton pada tahun 2001 kemudian pada tahun 2002-2004 terjadi penurunan produksi penangkapan sebesar 124,2 ton hingga 126,2 ton, di tahun 2004-2005 produksi kembali meningkat. 50 100 150 200 250 300 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TAHUN PR O D U K SI T O N Gambar 15 Perkembangan produksi penangkapan unit rawai tetapdasar Upaya penangkapan pada unit rawai tetapdasar secara umum menunjukan trend meningkat Gambar 17. Pada tahun 2003 merupakan tahun dengan tingkat upaya terendah yaitu sebesar 1.116 trip. Namun pada tahun 2004-2006 upaya penangkapan pada unit rawai tetapdasar mengalami peningkatan hingga 2545 trip Gambar 16. 500 1000 1500 2000 2500 3000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TAHUN UP AY A T RI P Gambar 16 Perkembangan upaya penangkapan unit rawai tetapdasar

5.1.2.3 Gombang Portable trap

Perkembangan produksi dan upaya unit penangkapan gombang tahun 2000-2006, secara umum meningkat mencapai produksi tertinggi sebesar 598 ton. Data produksi, upaya dan produktifitas Tabel 8. Tabel 8 Produksi, upaya dan produktifitas unit penangkapan gombang Tahun Produksi ton Upaya trip Produktivitas totrip 2000 174,1 1496 0,1164 2001 103 1276 0,0807 2002 512,8 3115 0,1646 2003 598 3655 0,1636 2004 397,8 2780 0,1431 2005 260,2 1398 0,1861 2006 236,5 1653 0,1431 Jumlah 2282,4 15373 0,9976 Rata-rata 326,05714 2196,1429 0,1425 Sumber: Diolah dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, 2007 Pada tahun 2004-2006 produksi perikanan tangkap unit gombang mengalami penurunan hingga mencapai 236,5 ton Tabel 8, namun penangkapan secara umum menunjukan trend meningkat Gambar 17. Gambar 17 Perkembangan produksi penangkapan unit gombang 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 TAHUN UP AY A T RI P Gambar 18 Perkembangan upaya penangkapan unit gombang Trip penangkapan tahun 2003 merupakan upaya penangkapan tertinggi dengan kisaran sebesar 3655 trip, namun pada tahun 2004-2006 upaya penangkapan menurun hingga hampir mendekati upaya terendah yang terjadi pada tahun 2000.

5.1.3 Kriteria usaha

Berdasarkan asumsi yang dibuat maka dilakukan kriteria penilaian terhadap masing-masing unit penangkapan ikan yang ada di perairan Kota Dumai diantaranya: sondong, rawai tetapdasar, dan gombang.

5.1.3.1 Pendapatan usaha

Dana investasi diperlukan untuk pengembangan suatu usaha. Pada investasi ini unit penangkapan yang dibutuhkan diantaranya jenis perahu, alat tangkap dan mesin. Rincian besarnya modal investasi suatu usaha penangkapan ikan di perairan Kota Dumai Tabel 9. Tabel 9 Modal usaha penangkapan ikan di perairan Kota Dumai No Unit alat tangkap JenisJumlah Investasi Rp Jumlah Kapal Mesin Alat tangkap 1 Sondong 10.000.000,- 6.000.000,- 2.000.000,- 18.000.000,- 2 Rawai tetapdasar 10.000.000,- 4.000.000,- 2.000.000,- 16.000.000,- 3 Gombang 10.000.000,- 4.000.000,- 2.000.000,- 16.000.000,- Sumber: Data Primer diolah 2008 Berdasarkan Tabel 9 modal investasi usaha perikanan tangkap di perairan Kota Dumai berkisar antara Rp 16.000.000 - Rp18.000.000. Investasi usaha tertinggi pada unit penangkapan sondong Rp 18.000.000. Sedangkan untuk total biaya, penerimaan, keuntungan, RC Ratio, Payback Period untuk setiap unit penangkapan ikan di perairan Kota Dumai Tabel 10. Tabel 10 Analisis Usaha Unit Penangkapan di perairan Kota Dumai No Unit alat tangkap Penerimaan Rpth Biaya Rpth Keuntungan Rpth PP RC Ratio 1 Sondong 86.400.000,- 65.852.500,- 20.547.500,- 0,87 1,31 2 Rawai tetapdasar 25.200.000,- 21.021.350,- 4.178.650,- 3,82 1,19 3 Gombang 36.000.000,- 21.713.000,- 14.287.000,- 1,11 1,65 Sumber:Data Primer diolah 2008 Sondong merupakan unit penangkapan yang memperoleh keuntungan tertinggi diikuti dengan unit penangkapan lainnya yaitu sebesar Rp 20.547.500, gombang Rp 14.287.000 dan keuntungan terkecil pada unit penangkapan rawai tetapdasar Rp 4.178.650. Jika dilihat dari aspek keuntungan semua unit penangkapan layak dikembangkan.

5.1.3.2 Imbangan penerimaan dan biaya R-C Ratio

Analisis RC Ratio dihitung berdasarkan perbandingan antara todal penerimaan selama 1 tahun dengan total biaya yang dikeluarkan selama 1 tahun. Jika ditinjau dari nilai RC 1, maka semua unit layak untuk dikembangkan. Dimana nilai RC tertinggi pada unit penangkapan gombang 1.65 dan Nilai RC paling rendah rawai tetapdasar 1.19. 5.1.3.3 Payback period PP waktu pengembalian modal Analisis ini dihitung berdasarkan perbandingan nilai investasi terhadap keuntungan. Kriteria kelayakan diambil dari masa pengembalian investasi yang tercepat, asumsinya bahwa modal investasi yang telah dikembalikan dapat dikelola kembali pada usaha penangkapan. Semakin kecil nilai payback period pendek, semakin baik usaha tersebut berjalan, karena perputaran modal investasi menambah kinerja usaha. Hasil analisis pada Tabel 10 menunjukkan bahwa unit penangkapan sondong, masa pengembalian investasi tercepat 0,87 tahun. Waktu terlama pada unit penangkapan rawai tetapdasar 3,82 tahun. Namun demikian semua unit penangkapan layak dikembangkan berdasarkan aspek waktu pengembalian modal.

5.1.4 Kriteria investasi

Evaluasi kelayakan finansial menggunakan beberapa kriteria investasi yaitu: NPV Net Present Value, Net BC Net Benefit Cost dan IRR Internal Rate of Return Tabel 11. Tabel 11 Nilai Kriteria Investasi Unit Penangkapan di perairan Kota Dumai No Unit penangkapan Kriteria investasi NPV Rp Net BC IRR 1 Sondong 50.508.860 3,81 118 2 Rawai tetapdasar 485.142 1,03 19 3 Gombang 34.644.684 3,17 97 Sumber: Data Primer diolah 2008

5.1.4.1 NPV net present value

Perhitungan nilai NPV menggunakan suku bunga 17,5. berdasarkan tabel 11 semua unit penangkapan memenuhi syarat kelayakan dengan nilai NPV 1. nilai NPV semua unit penangkapan berkisar antara Rp 485.142 hingga nilai NPV tertinggi pada unit sondong Rp 50.508.860.

5.1.4.2 Net BC net benefit cost

Perhitungan nilai Net Benefit Cost dengan membandingkan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif Bt–Ct0 dengan total nilai sekarang penerimaan bersih yang bersifat negative Bt–Ct 0. Hasil analisis Net BC dari semua unit penangkapan ikan diperoleh kisaran nilai antara 1,03 – 3,81. Nilai Net BC tertinggi pada sondong sebesar 3,81 dan terendah pada rawai tetapdasar 1,03 Tabel 10. Berdasarkan kriteria Net BC semua unit penangkapan layak untuk dikembangkan.

5.1.4.3 Internal Rate of Return IRR

Pada kriteria ini menunjukkan kemampuan modal untuk memberikan benefit dalam bentuk diskont dengan kriteria layak jika IRROCC opportunity cost of capital. Perhitungan IRR untuk mengetahui besarnya tingkat suku bunga yang dapat menyebabkan NPV bernilai nol. Hasil perhitungan diperoleh nilai IRR masing-masing unit penangkapan Tabel 10. Sondong merupakan unit penangkapan dengan nilai IRR tertinggi 118, dan paling rendah pada unit penangkapan rawai tetapdasar 19. Maka semua unit penangkapan layak untuk dikembangkan.

5.1.5 Unit penangkapan prioritas

Untuk menentukan unit penangkapan prioritas digunakan beberapa kiteria aspek diantaranya aspek biologi, aspek teknis, aspek sosial dan aspek ekonomi yang berkaitan dengan pengoperasian alat tangkap.

5.1.5.1 Aspek biologi

Analisis aspek biologi meliputi kriteria, selektifitas X1 meliputi ukuran mata jaring mesh size alat tangkap yang digunakan, untuk rawai tetapdasar langsung dengan penilaian sangat selektif dengan skor 4, sondong mesh size kantong 1cm, gombang mesh size kantongbubu 2,5 cm. kemudian kriteria komposisi hasil tangkapan X2, musim ikan X3 semua data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan. Adapun nilai terhadap unit penangkapan ikan demersal dapat dilihat pada Tabel 12. Setiap kriteria diberikan urutan prioritas dan urutan prioritas pada masing-masing kriteria tersebut mempunyai nilai yang berbeda. Tabel 12 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan demersal di perairan Kota Dumai Kriteria Penilaian Unit Penangkapan X 1 X 2 X 3 VX 1 UP V 1 X 1 V 2 X 2 V 3 X 3 Sondong 1 1 9 1 1,00 3 Rawai tetapdasar 4 4 7 1 1 2,00 1 Gombang 2 3 9 0,33 0,66 1 1,99 2 Keterangan: X1 = Selektifitas alat tangkap X2 = Komposisi hasil tangkapan jenis X3 = Musim ikan bulan UP = Urutan prioritas = Prioritas nilai tertinggi Penilaian secara keseluruhan melalui aspek biologi, alat tangkap rawai tetapdasar berada pada urutan prioritas pertama dari segi selektifitas alat tangkap dan komposisi hasil tangkapan ekonomis penting. Alat tangkap gombang prioritas kedua dan sondong pada prioritas ketiga dinilai dari lama waktu musim ikan.

5.1.5.2 Aspek teknis

Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkaitan dengan pengoperasian alat tangkap untuk mengetahui efektif atau tidak suatu alat tangkap bila dioperasikan. Beberapa kriteria yang penilaian yaitu: produksi per tahun X1, produksi per trip X2, produksi per tenaga kerja X3Tabel 13. Tabel 13 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek teknis unit penangkapan demersal di perairan Kota Dumai Kriteria Penilaian Unit Penangkapan X 1 X 2 X 3 VX 1 UP V 1 X 1 V 2 X 2 V 3 X 3 Sondong 2.880 40 20 1 1 1 3,00 1 Rawai tetapdasar 1.680 35 17,5 0,25 0,66 0,66 1,57 2 Gombang 1.200 25 12,5 0,13 0,13 3 Keterangan : X1 = Produksi per tahun kg X2 = Produksi per trip kg X3 = Produksi per tenaga kerja Kg = Prioritas nilai tertinggi Berdasarkan hasil skoring dan standarisasi di atas berdasarkan aspek teknis maka sondong menempati urutan prioritas pertama, rawai tetapdasar pada prioritas kedua dan gombang pada prioritas ketiga. Hal ini menunjukan bahwa unit penangkapan sondong dari segi teknis merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan demersal di perairan Kota Dumai Tabel 13.

5.1.5.3 Aspek sosial

Analisa aspek sosial meliputi kriteria respon nelayan terhadap penerimaan alat tangkap X1, kemampuan investasi untuk pemilikan alat tangkapX2, kemudahan pengoperasian X3 dan kemudahan pengadaan alat tangkap X4. Nilai pada tiap kriteria berupa nilai secara kuantitatif dari hasil wawancara dengan nelayan dan perhitungan yang dilakukan secara kualitatif berupa nilai dalam standar skala subjektif. Berdasarkan jawaban yang dipilih responden pada saat wawancara diberikan skor nilai 1 - 3 - 5 skor 5 merupakan nilai tertinggi Lampiran 11. Tabel 14 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek sosial unit penangkapan demersal di perairan Kota Dumai Kriteria Penilaian Unit Penangkapan X 1 X 2 X 3 X 4 VX 1 UP V 1 X 1 V 2 X 2 V 3 X 3 V 4 X 4 Sondong 377,5 175,5 104 104 0,3 1 1,30 3 Rawai tetapdasar 459,2 189,8 61,2 116,3 1 0,8 1 2,08 1 Gombang 342 193,9 73,5 110,2 1 0,28 0,5 1,79 2 Keterangan X1 = Respon penerimaan alat tangkap diinginkan= 5; diterima= 3; ditolak=1 X2 = Kemampuan investasi mampu=5 ; cukup = 3 ; tidak mampu = 1 X3 = Kemudahan pengoperasian mudah =5 ; sedang = 3; sulit = 1 X4 = Kemudahan pengadaan mudah = 5 ; sedang = 3 ; sulit = 1 UP = Urutan prioritas = Prioritas nilai tertinggi Berdasarkan standarisasi nilai pada aspek sosial prioritas pertama pada alat tangkap rawai tetapdasar dari segi respon penerimaan alat tangkap dan kemudahan pengadaan, untuk prioritas kedua alat gombang dan sondong prioritas ketiga Tabel 14.

5.1.5.4 Aspek ekonomi

Unit penangkapan prioritas berdasarkan Aspek ekonomi menggunakan penilaian kriteria kelayakan usaha dan kriteria kelayakan investasi. Kriteria usaha diantaranya, keuntungan X1, payback period X2, RevenueCost Ratio X3 Tabel 15. Untuk kelayakan investasi kriterianya, Net Present Value X1, Internal Rate of Rreturn X2 dan BenefitCost Ratio X3 Tabel 16.

a. kriteria kelayakan usaha

Tabel 15 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi pada kriteria kelayakan usaha unit penangkapan demersal di perairan Kota Dumai Kriteria Penilaian Unit Penangkapan X 1 X 2 X 3 VX 1 UP V 1 X 1 V 2 X 2 V 3 X 3 Sondong 20.547.500 0,87 1,31 1 0,33 0,26 1,59 2 Rawai tetapdasar 4.178.650 3,82 1,19 1 1,00 3 Gombang 14..287.000 1,11 1,65 0,61 0,08 1 1,69 1 Keterangan X1 = Keuntungan X2 = Payback period Waktu pengembalian X3 = RevenueCost Ratio Imbangan penerimaan dan biaya UP = Urutan prioritas = Prioritas nilai tertinggi Berdasarkan Nilai hasil standarisasi dari aspek ekonomi dengan kriteria kelayakan usaha menunjukan bahwa prioritas pertama adalah alat tangkap gombang, prioritas kedua pada alat tangkap sondong kemudian prioritas ketiga rawai tetapdasar Tabel 14.

b. kriteria kelayakan investasi

Tabel 16 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi pada kriteria kelayakan investasi unit penangkapan demersal di perairan Kota Dumai Kriteria Penilaian Unit Penangkapan X 1 X 2 X 3 VX 1 UP V 1 X 1 V 2 X 2 V 3 X 3 Sondong 50.508.860 118 3,81 1 1 1 3,00 1 Rawai tetapdasar 485.142 19 1,03 0,00 3 Gombang 34.644.684 97 3,17 0,68 0,78 0,77 2,23 2 Keterangan : X1 = NPV Rp X2 = IRR X3 = BC Ratio UP = Urutan prioritas = Prioritas nilai tertinggi Setelah dilakukan standarisasi dengan ketiga kriteria aspek kelayakan investasi, alat tangkap yang menjadi prioritas pertama adalah sondong, dari segi investasi merupakan unit penangkapan yang unggul untuk diinvestasikan. prioritas kedua pada alat tangkap gombang. Kemudian disusul dengan alat tangkap rawai tetapdasar.

5.1.6 Determinasi prioritas unit alat tangkap

Prioritas berdasarkan aspek biologi X1, teknis X2, sosial X3 dan ekonomi dengan kriteria, kelayakan usaha X4 serta kelayakan investasi X5 yang menjadi penilaian adalah keseluruhan aspek dari unit penangkapan. Tujuan dari determinasi unit penangkapan adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap yang menjadi prioritasunggulan sehingga cocok untuk dikembangkan.