nikmat-Nya, dan permohonan menolak murka-Nya. Kisah al-Maidah yang menjadi latar belakang penamaan surah ini merupakan bukti yang sangat
jelas tentang tujuan tersebut. Kandungan kisah itu memperingatkan bahwa siapa yang menyimpang, sehingga tidak merasakan ketenangan setelah
datangnya penjelasan yang sempurna, maka dia akan dihadapkan kepada tuntutan pertanggungjawaban serta terancam oleh siksa.
3
a Asbabun Nuzul Ayat
Surat Al-Maidah Ayat 8, dikatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah SAW ketika orang-orang Yahudi hendak membunuh
beliau. Riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut adalah: Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Husain
menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibnu Juraij, dari Abdullah bin Katsir, tentang firman-Nya:
4
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa,” bahwa ayat ini diturunkan kepada kaum Yahudi Khaibar yang hendak membunuh Nabi SAW.
Ibnu Juraij berkata: Abdullah bin Katsir berkata: Rasulullah SAW pergi ke orang-orang Yahudi untuk meminta pertolongan kepada mereka
3
Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 3, Ciputat: Lentera Hati, 2001, Cet. ke-1, h. 4
4
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari 8, Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, Cet. ke-1, h. 550
tentang diyat, kemudian mereka hendak membunuhnya. Oleh karena itu , firman-Nya berbunyi :
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil.”
5
2. Teks Ayat dan Terjemahnya
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran Karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
”.Al-Maidah: 8
3. Tafsir Mufradat
ئ ّ ا ق ا :
Orang yang melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya
ط ق ءا ش :
saksi-saksi yang menunaikan kesaksian dengan adil, tidak berat sebelah.
ا :
Janganlah sesuatu mendorong kamu
. ّ ا
:
Permusuhan dan kebencian
. ا
:
Yang mengetahui secara mendetail dan tepat.
6
5
Abu J a’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari 8, Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008, Cet. ke-1, h. 550
6
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993, Cet. II, h. 127
4. Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 8
Setelah Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya yang mukmin supaya memenuhi janji-janji secara umum, kemudian
menyebutkan karunia-Nya dengan menghalalkan bagi mereka makanan- makanan yang baik mereka makan sembelihan Ahli Kitab dan mengawini
wanita-wanitanya, maka disini Allah SWT menerangkan tentang bagaimana sebaiknya kita berlaku terhadap orang-orang lain, baik mereka
Ahli Kitab, musuh, maupun sahabat dan kerabat.
7
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran Karena Allah, menjadi saksi dengan adil
Menurut syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, dalam tafsir sya’rawi menjelaskan, ketika Allah menyeru mukminin dengan kalimat:
“hai orang-orang yang beriman,” maka yang dikenakan perintah dan
kewajiban hanyalah orang yang beriman. Seolah-olah Dia menerangkan: “Hai orang yang mengimani-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Bijaksana dan
Maha Kuasa laksanakan dan ambillah ajaran-Ku.
8
Adapun kalimat: “Hai manusia,” digunakan oleh Allah ketika Dia
ingin menarik perhatian seluruh makhluk kepada keyakinan akan wujud- Nya. sedangkan mereka yang beriman termasuk dalam firman Allah: “Hai
orang- orang yang beriman” yaitu seruan yang menuntut setiap mukmin
untuk mendengar taklif dari Tuhan yang mereka yakini keberadaan-Nya.
9
Kata ا ق maha berdiri pada ayat ini adalah sifat superlatif,
sedangkan kata dasarnya adalah ئ ق berdiri. Orang yang banyak berdiri
disebut dengan qawwam. Contohnya : seorang laki-laki yang tidak ahli
7
Zaini Dahlan dkk., Al- Qur’an dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1991, h. 401
8
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi Jilid 3, Jakarta: PT.Ikrar Mandiriabadi, 2006, Cet. I, h. 557
9
Ibid
dalam bidang pertukangan mengambil sebatang kayu untuk menutup lubang yang ada dipintunya, maka lelaki itu disebut
“najir” bukan “najjartukang kayu.” Karena pertukangan bukanlah keahliannya.
10
Allah SWT. Telah menundukkan segala sesuatu dan memberikan penyokong kehidupan kepada kita. Dia menjelaskan: “Wahai hamba-Ku,
jadikanlah setiap pebuatanmu karena-Ku. Janganlah kamu hanya menjadi qaim akan tetapi
jadilah “qawwam.” Artinya selama kamu memiliki kemampuan untuk berbuat, maka berbuatlah. Janganlah kamu berbuat
hanya sekedar untuk kebutuhanmu saja, akan tetapi berbuatlah sedaya mampumu. Apabila kamu berbuat sekedar untuk memenuhi kebutuhanmu,
maka orang yang tidak mampu bekerja tidak akan mendapatkan sesuatu yang dapat menyambung kehidupan mereka.
11
Pada ayat ini, Allah berfirman : ط ق ءا ش artinya, syahida bil
„adlipara saksi yang adil. Para pendengar Alquran diharapkan mampu mencermati kelenturan bahasa hingga dapat membedakan antara dua hal
seolah sama tapi beda. Jadi di sana ada “qisth” dan “Aqsath.”Qisth berarti
berlaku adil dan aqsath artinya mendirikan keadilan dengan menghilangkan kezaliman. Sedangkan qusuth artinya adalah kezaliman.
12
Menurut M.Quraish Shihab, dalam Surah an-Nisa 4 : 135 memiliki redaksi yang serupa dengan surah Al-maidah ayat 5: 8, dalam
surat an-Nisa ayat 135 dinyatakan هءا ش ط ق
ا ق ا ك, sedangkan dalam surah al-maidah ayat 8 berbunyi
ش ه ا ق ا ك
ط ق ءا . Ayat
surah an- Nisa’ di atas di kemukakan dalam konteks ketetapan hukum
dalam pengadilan yang disusul dengan pembicaraan tentang kasus seorang Muslim yang menuduh seorang yahudi secara tidak sah, selanjutnya
dikemukakan uraian tentang hubungan pria dan wanita, sehingga yang ingin digarisbawahi oleh ayat itu adalah pentingnya keadilan, kemudian
10
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi Jilid 3, Jakarta: PT.Ikrar Mandiriabadi, 2006, Cet. I, h. 557
11
Ibid, h. 559
12
Ibid, h. 560