Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam konstruksi bahasa Indonesia, dikenal istilah kalimat majemuk bertingkat. Ramlan menyebut kalimat majemuk dengan kalimat luas. “Kalimat luas adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih” Ramlan, 1996, h. 49. Dengan kata lain, kalimat majemuk dibentuk dengan menyusun dua klausa atau lebih. Moeliono 1988 membedakan kalimat majemuk menjadi dua macam, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Perbedaan tersebut didasari oleh hubungan antarklausa di dalamnya. Jika hubungan antara klausa yang satu dengan klausa yang lain dalam satu kalimat itu menyatakan hubungan koordinasi, maka kalimat tersebut dinamakan kalimat majemuk setara. Jika hubungan antara klausa yang satu dengan yang lain adalah subordinatif, maka kalimat tersebut dinamakan kalimat majemuk bertingkat. Dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat berbagai macam relasi antarklausa. Relasi tersebut antara lain relasi temporal, kondisional, final tujuan, konsesif, komparatif pembandingan, penyebaban, konsekutif akibat, cara, sangkalan, kenyataan, hasil, penjelasan, dan atributif Moeliono, 1988. Menurut Moeliono 1988, h. 325 “hubungan konsesif terdapat dalam sebuah kalimat yang klausa sematannya memuat pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang dinyatakan dalam klausa utama”. Fokker 1983, h. 117 menyatakan bahwa yang dinamakan relasi konsesif ialah “apabila dalam bagian 16 kalimat yang satu, sesuatu diterima, diakui atau dianggap, yang bertentangan dengan isi bagian yang lain, tetapi tanpa ia dapat mempengaruhinya”. Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa relasi konsesif adalah hubungan klausa sematan dengan klausa utama dalam kalimat majemuk bertingkat yang bermakna perlawanan dan tidak mengubah pernyataan dalam klausa utamanya. Subordinator yang biasa dipakai untuk menyatakan relasi konsesif adalah walaupun, meskipun, sekalipun, biarpun, dan kendatipun. Bentuk seperti ke mana pun, betapapun, apa pun, di mana pun, dan siapa pun juga dapat dipakai pula sebagai pemarkah konsesif. Selain menggunakan konjungsi di atas, makna konsesif juga dapat dinyatakan dengan bentuk lain, misalkan dengan bentuk disjungsi atau pemisahan. Contohnya pada kalimat Makan nggak makan, asal kumpul. Kalimat tersebut bermakna konsesif karena merupakan suatu hal yang berlawanan. Di sini klausa sematan makan nggak makan tidak mengubah pernyataan klausa induknya asal kumpul. Hanya saja, kalimat di atas tidak menggunakan pemarkah konsesif. Di sini digunakan bentuk disjungsi makan nggak makan. Dengan struktur lain yang maknanya serupa, kalimat di atas dapat diubah menjadi Walaupun tidak makan, asal kumpul. Banyak ahli yang telah menyinggung istilah konsesif dalam buku mereka. Beberapa di antaranya adalah Anton M. Moeliono dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia 1988, h. 325, Harimurti Kridalaksana dalam Kamus Linguistik 2001, h. 118, N. F. Alieva dalam Bahasa Indonesia Deskripsi dan Teori 1991, h. 465, dan Verhaar dalam Asas-Asas Linguistik Umum 1999, h. 17 283. Dari pandangan dan tafsiran masing-masing ahli, yang agak berbeda-beda, dapat ditarik suatu kesejajaran pengertian bahwa yang dimaksud dengan konsesif adalah hubungan klausa sematan dengan klausa induk yang menyatakan makna perlawanan dan tidak mengubah pernyataan yang ada pada klausa utamanya. Sebagian besar ahli tersebut hanya menyebut istilah konsesif secara sekilas. Pembicaraan tentang konsesif hanya terbatas pada hubungan antarklausa dalam kalimat majemuk bertingkat yang didasarkan pada jenis konjungsi walaupun, meskipun, sekalipun, biarpun, dan kendatipun. Namun, para ahli tersebut tidak membahas bentuk konsesif yang lain, misalkan yang menggunakan disjungsi atau pemisahan p atau tidak p. Masih terdapat beberapa bentuk kalimat lain yang dapat digunakan untuk menyatakan relasi konsesif. Kalimat majemuk bertingkat bentuk lain dapat digolongkan ke dalam konsesif berdasarkan kriteria semantis. Untuk itulah peneliti bermaksud untuk menganalisis bentuk konsesif, baik yang menggunakan pemarkah konsesif maupun kriteria semantis, secara mendalam. Selanjutnya untuk memperdalam tentang relasi konsesif, perilaku sintaksisnya, dan ciri- ciri semantisnya, maka peneliti tertarik untuk menjadikannya sebuah penelitian dengan judul Relasi Konsesif Bahasa Indonesia.

B. Pembatasan Masalah