11 atau yang menguntungkan tanpa mempedulikan orang lain. Ekonomi Kemanusiaan
mengandung arti bahwa Allah memberikan predikat “Khalifah” hanya kepada manusia, karena manusia diberi kemampuan dan perasaan yang memungkinkan ia melaksanakan
tugasnya. Melalui perannya sebagai “Khalifah” manusia wajib beramal, bekerja keras, berkreasi, dan berinovasi. Sedangkan yang dimaksud dengan Ekonomi Keseimbangan
adalah pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati,
perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individu dan
masyarakat secara berimbang. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Sistem Ekonomi Syariah mempunyai
konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun penganut ajaran Islam sendiri, seringkali tidak menyadari hal itu. Hal itu terjadi karena masih berpikir
dengan kerangka ekonomi kapitalis, karena berabad-abad di jajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di
dunia Barat sendiri telah banyak negara mulai mendalami system perekonomian yang berbasiskan Syariah.
2.2. Dinamika Sosial Ekonomi Syariah
Dunia telah mengakui, bahwa banyak ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini, lahir dari pemikiran para ilmuwan dengan latar belakang Islam, termasuk Ilmu
12 Ekonomi. Ilmu Ekonomi Islam berkembang secara bertahap sebagai suatu bidang ilmu
interdisiplin yang menjadi bahan kajian ahli tafsir, ahli hukum, ahli sejarah, ahli ilmu sosial, ahli politik, serta ahli filsafat moral. Para ahli pemikir Islam yang memberikan
kontribusi dalam pengembangan Ilmu Ekonomi Islam, antara lain adalah Abu Yusuf tahun 798 Masehi, Abu Ubayd 865, al-Mas’udi 957, al-Mawardi 1058, Ibnu Hazm
1064, al-Sarakhsi 1090, al-Tusi 1093, al-Ghazali 1111, al-Dimasyqi 1175, Ibnu Rusyd Averus 1198, Ibnu Taymiyyah 1328, Ibnu al-Ukhuwah 1329, Ibnu al-
Qoyyim 1350, asy-Syatibi 1388, Ibnu Khaldun 1406, al-Maqrizi 1442, al- Dawwani 1511, dan Shah Waliullah 1762. Akan tetapi, tidak semua ahli pemikir
Islam tersebut, dikenal sebagai ahli Ekonomi karena pada saat itu klasifikasi disiplin ilmu pengetahuan belum dilakukan. Mereka ahli dalam berbagai bidang ilmu dan melakukan
pendekatan interdisipliner antara Ilmu Ekonomi dan bidang ilmu yang mereka tekuni sebelumnya, sehingga membuat mereka tidak memfokuskan perhatian hanya pada
variabel-variabel ekonomi semata Chapra, 2001. Para ahli yang disebutkan di atas, menganggap kesejahteraan umat manusia
merupakan hasil akhir dari interaksi panjang sejumlah faktor ekonomi dan faktor-faktor lain, seperti faktor moral, sosial, demografi, dan politik. Semua faktor tersebut berpadu
menjadi satu, sehingga tidak ada satu faktor pun yang dapat memberikan kontribusi optimal tanpa dukungan faktor yang lain. Keadilan menempati bagian penting dalam
kerangka ini, karena tanpa keadilan sebuah masyarakat hanya akan membangun sebuah perwujudan kerangka rapuh yang berjalan menuju kehancuran atau kemunduran
masyarakat itu sendiri.
13 Salah satu ahli pemikir Islam yang memberikan kontribusi dalam perkembangan
Ilmu Ekonomi Islam adalah Ibnu Khaldun, yang terkenal dengan buku “Muqaddimah”
yang sebenarnya merupakan volume pertama dari tujuh volume buku sejarah yang disebut sebagai “Kitab al-‘Ibrar” atau “Buku tentang Pelajaran-pelajaran Sejarah”.
Menurut Ibnu Khaldun, historiografi penulisan sejarah adalah ilmu pengetahuan yang menganalisa penyebab dan asal usul atau bagaimana dan mengapa tentang fenomena-
fenomena dalam sejarah manusia, serta pokok bahasannya tidak terbatas pada peristiwa- peristiwa sejarah dan dinasti semata.
Buku “Muqaddimah” adalah realisasi pemikiran Ibnu Khaldun secara ilmiah yang menyajikan prinsip-prinsip yang menyebabkan kejayaan dan keruntuhan sebuah dinasti,
negara, atau peradaban sebagai faktor yang terkait erat dengan kesejahteraan atau kesengsaraan rakyat. Di dalam analisis Ibnu Khaldun, kejayaan dan keruntuhan bukan
hanya tergantung pada variabel-variabel ekonomi, tetapi juga tergantung pada faktor- faktor lain yang menentukan kualitas perorangan, masyarakat, pemerintahan, dan negara,
serta saling berkaitan antar faktor-faktor agama, psikologi, politik, ekonomi, sosial, demografi, dan sejarah dalam kejayaan atau keruntuhan suatu pemerintahan ataupun
peradaban. “Muqaddimah” merupakan bagian penting kontribusi pemikiran Ibnu Khaldun
dalam ilmu ekonomi. Perumusan dan pemahamannya yang jelas dan mendalam telah mendapat pengakuan sebagai pelopor bagi formulasi teori yang lebih modern dan
canggih. Rumusan Ibnu Khaldun yang terkenal dalam kebijaksanaan politik
pembangunan disebut sebagai “Dynamic Model of Islam” atau Model Dinamika. Model
Dinamika adalah sebuah rumusan yang terdiri dari delapan prinsip kebijaksanaan politik
14 yang terkait dengan prinsip yang lain secara interdisipliner dalam membentuk kekuatan
bersama dalam satu lingkaran sehingga awal dan akhir lingkaran tersebut tidak dapat dibedakan.
Rumusan Model Dinamika atau Dynamic Model of Islam tersebut adalah sebagai berikut:
- Kekuatan pemerintah tidak dapat diwujudkan kecuali dengan implementasi Syariah;
- Syariah tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan pemerintahan; - Pemerintah tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali dari rakyat;
- Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan; - Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan;
- Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui keadilan; - Keadilan merupakan standar yang akan dievaluasi Allah pada umat-Nya;
- Pemerintah dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan.
Rumusan ini mencerminkan karakter interdisipliner dan dinamis dari analisis Ibnu Khaldun yang menghubungkan semua variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik,
termasuk Syariah S, kekuasaan politik atau Governance G, masyarakat atau Nation N, kekayaan sumber daya atau Wealth W, pembangunan atau growth g dan keadilan
atau justice j. Variabel-variabel tersebut berada dalam satu lingkaran yang saling tergantung karena satu sama lain saling mempengaruhi. Rumusan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
15
Gambar 2.2.1. Lingkaran Model Dinamika Sosial Ekonomi Syariah
Sumber: Chapra, 2001
Cara kerja lingkaran ini menyerupai rantai reaksi untuk jangka waktu yang panjang dan merupakan sebuah kedina misan yang diperkenalkan dalam seluruh analisis.
Dimensi ini menjelaskan bagaimana faktor-faktor politik, agama, sosial, dan ekonomi saling mempengaruhi selama kurun waktu tertentu sehingga faktor-faktor tersebut dapat
menuntun suatu peradaban menuju pembangunan dan kemunduran atau kejayaan dan
keruntuhan. Dalam rumusan ini, tidak ada klausula cateris paribus karena tidak ada satu
variabel yang konstan. Satu variabel bisa berfungsi sebagai makanisme pemicu dan variabel yang lain dapat bereaksi atau tidak dalam arah yang sama. Oleh karena itu,
kegagalan di satu sektor tidak akan menyebar ke variabel yang lain karena sektor yang gagal tersebut akan diperbaiki. Apabila tidak diperbaiki, maka akan menyebabkan
kemunduran suatu peradaban. Sebaliknya jika sektor ya ng lain bereaksi sama layaknya dengan mekanisme pemicu, maka kegagalan itu akan memperoleh momentum melalui
rantai reaksi yang berkaitan, sehingga kegagalan ini membutuhkan waktu yang lama
G G
S S
N
N
W
W
jg jg
16 untuk mengidentifikasi penyebab dan akibatnya. Lingkaran sebab akibat ini akan
mengacu kepada “Lingkaran Keadilan” Circle of Equity.
Dua pengait yang paling penting dalam rantai sebab akibat tersebut adalah pembangunan g dan keadilan j. Pembangunan g dianggap penting karena
kecenderungan normal di dalam masyarakat berubah-ubah. Kecenderungan itu dapat meningkat atau menurun. Pembangunan yang dimaksud dalam pembahasan ini tidak
semata-mata mengacu kepada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan tersebut juga mengacu kepada pembangunan manusia seutuhnya sehingga masing-masing variabel
tersebut G, S, N, dan W memperkaya satu dengan yang lain, sehingga semua variabel memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan atau kebahagiaan masyarakat.
Keseluruhan variabel tidak hanya menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, tetapi juga kemajuan peradaban. Pembangunan tidak akan terlaksana tanpa adanya keadilan.
Keadilan yang dimaksudkan bukan dalam pengertian ekonomi yang sempit, tetapi pengertian keadilan yang lebih luas dalam setiap aspek kehidupan manusia. Keadilan
dalam pengertian luas ini tidak sepenuhnya dapat diwujudkan tanpa menciptakan masyarakat yang peduli terhadap persaudaraan dan persamaan sosial. Keadilan juga dapat
tercipta dengan adanya jaminan keselamatan jiwa, hak milik dan penghormatan bagi setiap orang, pemenuhan kewajiban sosial, ekonomi dan politik, hak untuk bebas
menentukan tindakan apa yang diinginkan oleh seseorang, dan pencegahan terhadap kejahatan dan ketidakadilan dalam bentuk apapun.
Sementara itu, variabel Syariah S mengacu kepada nilai-nilai dan lembaga atau aturan perilaku yang membuat masyarakat N bersedia untuk memenuhi kewajiban
mereka terhadap sesama dan mencegah perilaku sosial yang menyimpang. Hal itu, dapat
17 digunakan untuk menjamin keadilan j, pembangunan g, dan kesejahteraan W untuk
seluruh masyarakat. Aturan perilaku dapat bersifat formal dan informal, baik tertulis ataupun tidak tertulis. Setiap masyarakat memiliki aturan perilaku berdasarkan sistem
nilai masing-masing yang berlaku di masyarakat itu. Pedoman utama perilaku dalam masyarakat Islam disebut Syariah S. Variabel Syariah S tidak akan mampu
memainkan peran yang berarti kecuali jika Syariah tersebut dijalankan secara benar dan tidak memihak dalam pelaksanaannya. Salah satu tanggung jawab masyarakat N dan
pemerintah G adalah mewujudkan kesejahteraan W dengan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk menegakkan keadilan j dan pembangunan g,
pemanfaatan yang efektif atas sumber daya tersebut oleh pemerintah G guna kesejahteraan masyarakat N.
Variabel-variabel sosial-ekonomi, demografi, dan politik yang menentukan kesejahteraan manusia mengarah kepada kemajuan atau kemunduran suatu peradaban
memiliki peranan saling terkait. Menurut Ibnu Khaldun, kekuatan atau kelemahan suatu dinasti tergantung kepada kekuatan dan kelemahan penguasa politik yang berhasil
mereka wujudkan. Penguasa politik, dalam hal ini pemerintah G, harus menjamin kesejahteraan masyarakat N dengan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk
aktualisasi pembangunan g dan keadilan j melalui implementasi Syariah S serta pembangunan dan pemerataan distribusi kekayaan W yang dilakukan untuk
kepentingan bersama dalam jangka panjang.
18
2.3. Peranan Kemitraan Dalam Sosial Ekonomi Syariah