92 7. Biaya analisis kredit yang lebih rendah dari lembaga keuangan akan dapat
menekan biaya produksi, sehingga memberi peluang untuk memperoleh labah usaha yang lebih besar bagi pelaku usaha.
Kelompok pelaku usaha ini bukan berbentuk Koperasi, melainkan merupakan Kelompok Swadaya Masyarakat. Para anggota beberapa kelompok, dapat mendirikan
Badan Hukum Koperasi jika jumlah anggota melebihi 20 orang dan asset yang dimiliki telah mencapai kriteria tertentu yang disyaratkan oleh perundang-undangan dan peraturan
perkoperasian. Koperasi ini nantinya dapat berfungsi sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berbentuk KBMT Koperasi Baitul Mal wat Tamwil atau KSP Koperasi
Simpan Pinjam Syariah. Dengan demikian BMT yang belum mempunyai badan hukum Koperasi, para anggotanya dihimpun dalam kelompok-kelompok pelaku usaha mikro
dan kecil dengan jumlah anggota maksimum 20 orang per kelompok.
6.2.3. Peran dan Fungsi Pelaku Usaha Besar dan Menengah
Guna menghindari terjadinya suatu diseconomics scale, perlu adanya peran serta dari para pelaku usaha besar dan menengah untuk membangun kemitraan bersama pelaku
usaha mikro dan kecil. Agar kemitraan dapat diwujudkan, maka masing-masing pihak harus menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing, sehingga mereka dapat saling
mengisi, melengkapi, dan memperkuat, serta tidak saling mengekpolitassi. Pengusaha besar dan menengah harus mempunyai komitmen dan tanggunggjawab
moral turut serta membimbing dan mengembangkan pelaku usaha mikro dan kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya, sehingga pelaku usaha mikro dan kecil
dapat handal untuk meraih keuntungan bersama dalam suatu kemitraan sejajar. Dengan
93 demikian akan dapat berkembang suatu rasa saling percaya dalam bisnis di antara mereka
yang berdampak kepada pertumbuhan ekonomi daerah yang adil dan seimbang. Keuntungan yang diperoleh melalui kemitraan bersama perusahaan besar dan
menengah bagi pelaku usaha mikro dan kecil, dibandingkan dengan berusaha sendiri adalah:
1 Kerjasama pemasaran penampungan produk usaha dapat lebih jelas, pasti, dan periodik;
2 Kerjasama dalam bentuk bantuan dana, teknologi, atau saran lain dapat disediakan oleh perusahaan besar dan menengah yang menjadi mitra;
3 Kerjasama dapat menghindarkan persaingan terhadap produk yang sama antar pengusaha besar dan menengah dengan pelaku usaha mikro dan kecil;
4 Kerjasama dengan berbagi tugas anatar masing-masing-masing pengusaha sesuai dengan spesialisasi dan tugas masing-masing dalam system bisnis yang
berkesinambungan. Pola hubungan bisnis dalam kemitraan tersebut di atas, dapat berbentuk sub-
kontrak. Pola ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan besar dan menengah sebagai perusahaan mitra usaha dengan pelaku usaha mikro dan kecil sebagai
kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian produksinya. Bentuk kemitraan semacam ini dilengkapi dengan
kespakatan tentang kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu dan waktu. Pola kemitraan ini sangat bermanfaat dan kondusif bagi terciptanya alih teknologi,
modal, keterampilan, dan produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok pelaku usaha mikro dan kecil selaku mitra. Di samping pola sub-kontrak,
94 dapat pula dengan pola vendor, yaitu pembelian produk usaha mikro dan kecil untuk
memenuhi operasional industri besar dan menengah atau untuk diekspor dipasarkan oleh perusahaan menengah dan besar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kemitraan ini agar nilai-nilai saling menguntungkan, memperkuat, dan menghidupi tidak berkurang adalah sebagai berikut:
1 Hubungan sub kontrak dapat mengisolasi pelaku usaha mikro dan kecil sebagai sub kontrak mengarah ke suatu bentuk monopoli atau monopsoni,
sehingga dengan bentuk kelompok tanggung renteng, pelaku usaha mikro dan kecil mempunyai posis tawar yang layak;
2 Kontrol kualitas produk yang dilakukan secara ketat oleh perusahaan besar dan menengah tarhadap hasil produksi pelaku usaha mikro dan kecil harus
diimbangi dengan system pembayaran yang tepat. Hal ini perlu diatur dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, sehingga tidak timbul
gejala eksploitasi tenaga untuk mengejar target produksi; 3 Masing-masing pihak yang bermitra harus saling menjaga kepercayaan trust,
baik antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok usaha mikro dan kecil, maupun sesama anggota kelompok mitra dalam mengembangkan kesepakatan
bermitra dengan pola sub-kontrak maupun pola vendor. 4 Pemerintah Daerah, di samping menyiapkan kebijakan regulasi, juga perlu
menyediakan perangkat yang berperan sebagai arbitrator guna mengontrol dan menghindarkan terjadinya penyimpangan dalam kemitraan antara pengusaha
besar dan menengah dengan pelaku usaha mikro dan kecil.
95
6.2.4. Membangun Sinergi Bank dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah