Frame Media Media Framing

Faktor media framing terhadap individu dilihat dari bagaimana individu itu melakukan rutinitas terhadap media. Artinya disini, seberapa sering individu itu mengikuti suatu isu pemberitaan yang sedang berkembang yang dilakukan oleh media massa. Karena setiap individu, masing-masing memiliki gaya penafsiran yang berbeda pada pesan yang diterima individu tersebut, tentunya hal ini sangat berpengaruh. Misalnya dalam kasus ini, individu yang mengikuti pemberitaan bisnis investasi ustadz Yusuf Mansur di Detik.com dari awal pemberitaan sampai selesai hingga isu itu mulai meredup, dan tidak ada lagi pemberitaanya di Detik.com. Berbeda dengan individu yang mengikuti pemberitaan bisnis investasi ustadz Yusuf Mansur hanya sampai pada pertengahan artinya hanya mengikuti sebagian atau hanya berkunjung ke situs Detik.con lalu kebetulan membaca pemberitaan itu, maka bisa dipastikan penafsirannya berbeda dengan individu yang mengikuti pemberitaan di Detik.com sampai selesai tadi. Latar belakang idividu juga menjadi faktor bagaimana individu itu memahami suatu pemberitaan di media massa. Tingkat pendidikan serta pemahaman menjadi latar belakang individu itu menginterpretasikan pesan yang disampaikan oleh media, serta kepentingan dari individu itu terhadap suatu isu juga menjadi alasan seseorang merespon suatu berita. Misalnya individu berlatar belakang sarjana ekonomi, tentu paham dengan masalah yang terjadi terkait pemberitaan bisnis investasi ustadz Yusuf Mansur akan tetapi jika dilihat dari kepentingannya tentu yang lebih merespon dari pemberitaan ini ialah orang-orang yang sudah bergabung dengan bisnis investasi ustadz Yusuf Mansur, mereka pasti akan lebih intens untuk mengikuti pemberitaan bisnis investasi ustadz Yusuf Mansur di Detik.com karena terkait terhadap kelangsungan bisnisnya. Sosiokultural setiap individu akan menanggapi dan merespon isu yang sama secara berbeda, yang secara otomatis akan mempengaruhi efek framing yang ditimbulkan. Pesan-pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa bisa menimbulkan kesan-kesan tertentu, yang oleh individu disesuaikan dengan norma-norma budaya yang berlaku pada masyarakat dimana individu itu tinggal. Misalnya ada seseorang dari desa yang mengikuti pemberitaan bisnis investasi ustadz Yusuf Mansur dan ia juga tergabung dalam bisnisnya, dimana desa tempat ia tinggal masih sangat kental dengan norma-norma budaya yang ada contohnya dengan si stem “kekitaan” Jadi individu tadi merasa bahwa ustadz Yusuf Mansur ini merupakan bagian dari kelompok atau masyarakatnya lalu ia merasa apa yang dilakukan ustadz Yusuf Mansur sudah benar dan tidak mungkin ustadz Yusuf Mansur melakukan kesalahan dan ia perlu dibela. Pengukuran efek framing terhadap khalayak seharusnya mempertimbangkan dengan hati-hati sistem budaya yang dianut oleh individu, kelompok atau masyarakat. Tokoh masyarakat juga berperan penting dalam faktor frame individu, opini dari tokoh masyarakat inilah yang nantinya oleh individu akan ditafsirkan dan dianggap sebagai sesuatu yang penting. Dimana individu tertentu masih merasa opini tokoh masyarakat begitu absolute dan tanpa celah, yang nantinya akan berimbas kepada individu itu menafsirkan isu dari media massa. Misalnya individu yang mengikuti bisnis investasi ustadz Yusuf Mansur di Detik.com, ia tidak langsung mengambil suatau kesimpulan terhadap isu tersebut, tetapi yang ia lakukan adalah mengkonfirmasikan pesan yang ia terima kepada seseorang yang dipercaya sangat berkompeten dibidang bisnis investasi. Barulah dari situ akan terlihat bagamana individu tersebut menafsirkan pemberitaan bisnis investasi ustadz Yusuf Mansur itu. Jadi dalam framing, komunikator berperan membuat suatu bingkai yang secara disadari maupun tidak menentukan apa yang ingin dikatakan dan menggiring opini dengan menggunakan schemata yang telah diorganisasikan. 49 Teks yang terdiri atas potongan bingkai tersebut kemudian dikonstruksi dan ditonjolkan dengan menggunakan kata-kata kunci tertentu, frase, gambar, sumber informasi, atau apa pun yang bisa menggiring si pembaca ke arah bingkai yang dimaksud si komunikator. Framing pun kemudian diterima si pembaca yang sesuai dan diperkuat dengan nilai-nilai budaya dari suatu kelompok tersebut. 50 Penjelasan diatas dapat diketahui cara framing bekerja adalah menonjolkan beberapa informasi dari teks. Kata penonjolan itu sendiri pun perlu diberi makna. Artinya, membuat potongan sebuah informasi itu lebih ditandai pembaca, lebih bermakna, dan juga lebih diingat pembaca. Sebuah teks bisa saja menjadi menonjol dengan penempatan-penempatan di kolom yang lebih besar, lebih mudah ditemukan, dan sebagainya atau teks tersebut selalu diulang untuk meninggalkan kesan yang kuat untuk diingat. 49 Dan Nimmo, Komunikasi politik: Khalayak dan Efek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 27 50 Ibid, h. 31