makan, mengambil makanan, kemudian memakannya merupakan strips yang diorganisasikan menjadi satu pola bernama aktifitas makan yang merupakan
frame . Begitu pula dalam konteks berita. Peristiwa yang ada diruntun dengan
bahasa dan simol yang sedemikian rupa oleh wartawan yang disebut strips lalu menjadi satu berita utuh yang merupakan frame.
Sebagai suatu metode analisis wacana, framing bertugas menemukan perspektif media dalam wacananya. Perspektif media inilah yang digunakan untuk
mengkonstruksi suatu peristiwa. Perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak
dibawa ke mana berita tersebut.
37
Lewat framing, maka wacana itu bisa dilihat lebih dalam tentang bagaimana pesan diorganisir, digunakan, dan dipahami. Proses framing
pembingkaian pesan, merupakan metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, tetapi dibelokkan secara
halus.
38
Framing dipandang sebagai sebuah strategi penyusunan realitas sedemikian rupa, sehingga dihasilkan sebuah wacana discourse yang di dalam
media massa wacana ini paling banyak mengambil bentuk dalam wujud berita. Seperti halnya teori semiotika yang bisa dipakai sebagai wacana teori semiotika,
teori framing juga bisa dipakai sebagai salah satu metode untuk memahami “information strategy” dari strategi penyusunan realitas, maka analaisis framing
berfungsi untuk membongkar muatan wacana.
39
37
Bimo Nugroho, Eriyanto, Franz Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999, h. 21.
38
Hotman Siahaan, Pers yang Gamang: Studi Pemberitaan Jajak Pendapat Timor Timur Lembaga Studi Perubahan Sosial, 2001, h. 9.
39
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Cet. Ke-1, Granit. Jakarta:2004, h. 21-22.
Realitas dan peristiwa itu begitu kompleks dan acak, ia harus diidentifikasi diberi nama, diidentifikasi, dan dihubungkan dengan peristiwa lain yang
diketahui oleh khalayak dan ditempatkan dalam konteks sosial tertentu di mana khalayak tersebut berada sering kali itu dilakukan dengan menempatkan
peristiwa dalam kerangka acuan yang familiar dari khalayak.
40
Maka dari itu, efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks dan tidak
beraturan dibuat sederhana dan beraturan. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Khalayak
bukan disediakan informasi yang rumit, melainkan informasi yang tinggal ambil, kontekstual, berarti bagi dirinya, dan diingat dalam benak mereka.
2. Framing Model Robert N. Entman
Robert N.Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Entman melihat framing dalam dua
dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitasisu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih
bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.
Tabel 3 Dimensi Besar
Framing
41
Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan
fakta dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi
untuk ditampilkan? Proses ini selalu terkandung didalamnya
ada bagian berita yang dimasukkan
40
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h, 119.
41
Ibid, h. 222.
included, tetapi ada juga berita yang dikeluarkan excluded. Tidak semua aspek
atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memiliki aspek tertentu dari suatu isu.
Penonjolan aspek tertentu dari isu Aspek ini berhubungan dengan penulisan
fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwaisu
tersebut telah
dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis?
Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar dan citra tertentu
untuk ditampilkan kepada khalayak.
Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis
berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa
kemana berita tersebut. Framing konsepsi Entman pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana
untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang
diwacanakan. Framing Entman terdiri dari empat konsep yaitu: Tabel 4
Konsep Entman
42
Define Problems pendefinisian masalah
Bagaimana suatu peristiwa dilihat, sebagai apa, atau sebagai masalah
apa.
Diagnose Causes memperkirakan penyebab masalah
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa, apa yang dianggap sebagai
penyebab dari suatu masalah, siapa aktor
yang dianggap
sebagai penyebab masalah.
Make Moral Judgement membuat pilihan Moral
Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah, nilai moral apa
yang dipakai untuk melegitimasi atau mendeligimtimasi suatu tindakan.
Treatment Recommendation menekankan penyelesaian
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah atau isu,
42
Ibid, h. 223.
jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah.
Define problems pendefinisian masalah adalah elemen yang pertama kali
dapat dilihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master framebingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan.
Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami berbeda dan bingkai yang berbeda
ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda. Diagnose causes
memperkirakan penyebab masalah, merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu
peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa what, tetapi bisa juga berarti siapa who. Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang
dianggap sebagai sumber masalah. Masalah yang dipahami secara berbeda, maka penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara berbeda pula.
Make moral judgement membuat pilihan moral adalah elemen framing
yang dipakai untuk membenarkanmemberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab
masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang
familiar dan dikenal oleh khalayak. Elemen framing lain adalah Treatment recommendation menekankan
penyelesaian. Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu
tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.
43
3. Efek Framing
Framing berkaitan dengan bagaimana realitas dibingkai dan disajikan kepada khalayak. Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda
oleh media. Bahkan pemaknaan itu bisa sangat jauh berbeda pada media yang satu dengan yang lainnya, realitas begitu kompleks, penuh dimensi, ketika dimuat
dalam berita dan menjadi realitas satu dimensi. Entman memandang bahwa wacana merupakan arena pertarungan
simbolik antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan pokok persoalan wacana. Masing-masing pihak saling menonjolkan perspektif dan argumennya
agar diterima khalayak. Setiap pihak juga menggunakan simbol, retorika, dan bahasa-bahasa tertentu dengan konotasi tertentu. Konsep framing dapat dibedakan
menjadi dua
44
:
a. Frame Media Media Framing
Menurut Robert N, Entman “frame” berarti memilih beberapa aspek dari realitas yang tersepsikan dan membuatnya lebih penting dalam suatu
pengkomunikasian teks, sedemikian rupa untuk mempromosikan definisi tertentu tentang suatu persoalan, interpretasi, penilaian moral, dan atau pemberian saran.
Selain itu juga terdapat faktor –faktor yang mempengaruhi frame media, misalnya
dari organisasi medianya, ideologi dan individu wartawan.
45
Organisasi media mempengaruhi pemberitaan, hal ini berhubungan dengan pengelola media dan struktur organisasi yang terdapat didalam media itu sendiri
43
Ibid, h. 225-227.
44
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta : LKiS, 2007. h. 186.
45
Ibid, h. 190.