Peranan Akuntan Forensik, Pentingnya Pengacara Dan Pendapat Hakim Dalam Peradilan Untuk Menginvestigasi Dan Mengungkapkan Kasus Korupsi Di Indonesia

(1)

SKRIPSI

PERANAN AKUNTAN FORENSIK, PENTINGNYA PENGACARA DAN PENDAPAT HAKIM DALAM PERADILAN UNTUK

MENGINVESTIGASI DAN MENGUNGKAPKAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA

OLEH

RAHMI HIDAYAT 080503013

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1 DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

PERANAN AKUNTAN FORENSIK, PENTINGNYA PENGACARA DAN PENDAPAT HAKIM DALAM PERADILAN UNTUK MENGINVESTIGASI

DAN MENGUNGKAPKAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA

Korupsi telah menjadi isu yang sangat fenomenal di bicarakan di Indonesia. Korupsi merupakan salah satu bentuk dari kecurangan kerah putih yang merugikan negara . Korupsi telah menjalar ke setiap sektor kehidupan dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya untuk memerangi korupsi tersebut. Akuntan sebagai orang yang dipercaya memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan tentu harus tanggap akan kondisi dan keadaan ekonomi yang terjadi. Akuntan juga harus tahu cara berfikir orang-orang yang mungkin dengan sengaja ingin menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Perkembangan ilmu akuntansi yang pesat, dimana akuntan tidak hanya berperan dalam memberikan opini atas laporan keuangan, tetapi juga dapat berperan dalam mencegah, menginvestigasi dan mengungkapkan kasus kecurangan seperti korupsi. Akuntan inilah yang disebut dengan akuntan forensik. Selain akuntan forensik, pihak yang berperan dalam memberantas korupsi adalah pengacara dan hakim di peradilan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan akuntan forensik, pengacara dan hakim dalam mencegah, menginvestigasi dan mengungkapkan kasus kecurangan terutama kasus korupsi yang belakangan semakin marak di Indonesia.

Penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Data dari penelitian ini didapat melalui studi literatur, dan melalui berbagai dokumen yang dipublish di berbagai media massa.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa akuntan forensik, pengacara dan hakim memiliki pengaruh yang besar dan berperan penting terhadap penginvestigasian dan pengungkapan kasus korupsi di Indonesia.


(3)

ABSTRACT

Corruption has become a phenomenal issue and always interesting to discuss in Indonesia. Corruption is a white collar fraud that trouble maker the state. Corruption has spread to every sector of society. Accountants as people who are trusted to give an opinion on the fairness of the financial statements would be responsive to economic conditions and circumstances that occurred. Accountants must also know how to think of people who might deliberately want to mislead users of financial statements. Today's, accountant not only be instrument in providing opinion on financial statements, but also have a role in preventing, investigating and disclosure cases of fraud such as corruption, its known as forensic accounting, the other instance that play a role in combating corruption is a lawyer and judge in justice. Therefore, this study aims to determine the role of forensic accountants, lawyers and judges to prevent, investigate and reveal cases of fraud, especially the corruption.

The research of this scipt is qualitative data. Data from this script obtained through the study of literature, and through these documents are published in various media.

The results of the research show that forensic accountants, lawyers and judgeshave a great influenceand important roleto investigate anddisclosure of corruption cases inIndonesia.


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan hidayah dan petunjuk-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tak lupa penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa islam dan ilmu pengetahuan kepada ummatnya.

Skripsi ini berjudul “Peranan Akuntan Forensik, Pentingnya Pengacara, dan Pendapat Hakim Dalam Peradilan Untuk Menginvestigasi dan Mengungkapkan Kasus Korupsi Di Indonesia”. Penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan penulis khususnya, dan diharapkan juga bermanfaat bagi para pembaca mengenai masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syarudin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak , selaku Ketua Departemen Akuntansi


(5)

4. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak, selaku ketua prodi S1 Akuntansi sekaligus dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak , selaku dosen pembaca penilai yang telah banyak memberikan arahan dan masukan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Sudirman dan Ibunda Lismawati. Terima kasih atas kasih sayang, bimbingan, motivasi, dan semangat yang telah diberikan. Serta segenap keluarga Bang Rian, Bang Nof, Kak Yatri, Nefli dan Alfi, terima kasih atas bantuan, motivasi dan semangatnya. 7. Segenap rekan-rekan di S1 Akuntansi stambuk 2008, Evi, Hikmah, Fatma,

Endah, Arfa, Aya, Ayu, Dani, Lidia, Devi, dan yang lain yang tidak bisa disebutkan satu per-satu terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Semoga kesuksesan menyertai setiap langkah kita. Aamiin.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Medan, 4 Juni 2012 Penulis,

Rahmi Hidayat NIM: 080503013


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRACK ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

LEMBAR PERNYATAAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Perumusan Masalah... 5

1.3Tujuan Penelitian... 6

1.3.1 Tujuan umum... 6

1.3.2 Tujuan khusus... 6

1.4Manfaat Penelitian... 6

1.4.1 Bagi penulis... 6

1.4.2 Bagi peneliti lain... 7

1.4.3 Bagi akademisi... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis... 8

2.1.1 Pengertian Akuntansi Forensik... 8

2.1.2 Pentingnya Pengacara... 12

2.1.3 Pendapat Hakim di Peradilan... 13

2.1.4 Pengertian Fraud... 14

2.1.5 Pengertian Korupsi... 23

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 31

2.3 Kerangka Konseptual... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……… 34

3.2 Jenis Data……….... 34

3.3 Prosedur Pengumpulan Data………...…… 35

3.4 Metode Penganalisaan Data………... 35

3.5 Jadwal Penelitian...36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Profesi Akuntan Publik di Indonesia... 37


(7)

4.2 Keahlian yang Dimiliki Oleh Akuntan Forensik ………..…. 42

4.3 Lembaga Pelaksana Akuntansi Forensik di Indonesia... 44

1. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)... 44

2. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)... 46

3. PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)... 46

4. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)... 48

5. KAP (Kantor Akuntan Publik)... 49

4.3 Standar Umum dan Standar Khusus Akuntansi Forensik... 50

4.4 Kendala Dalam Pelaksanaan Fungsi Akuntan Forensik, Pengacara, Hakim Dalam Mengungkapkan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia... 53

4.5 Bentuk Pelaksanaan Akuntansi Forensik Dalam Menginvestigasi dan Mengungkapkan Kasus Korupsi di Indonesia... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 60

5.2 Keterbatasan Penelitian... 62

5.3 Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA... 64 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Tabel 2.1 Diagram Akuntansi Forensik... 11 Halaman

Tabel 2.2 Diagram Akuntansi Forensik-Tipikor... 30 Tabel 3.1 Jadwal Penelitian... 36


(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Gambar 2.1 Fraud Triangle... 21 Halaman


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun

2010... 66 Halaman

Lampiran 2 Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun

2008... 67 Lampiran 3 Indeks Persepsi Korupsi Negara-negara

di Dunia Tahun 2009... 68 Lampiran 4 Indeks Persepsi Korupsi Negara-negara

di Dunia Tahun 2010... 73 Lampiran 5 Indeks Persepsi Korupsi Negara-negara


(11)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rahmi Hidayat Nim : 080503013 Program studi : Akuntansi S-1 Fakultas : Ekonomi

Universitas : Universitas Sumatera Utara

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “PERANAN AKUNTAN FORENSIK, PENTINGNYA PENGACARA DAN PENDAPAT HAKIM DALAM PERADILAN UNTUK MENGINVESTIGASI DAN MENGUNGKAPKAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA” yang di bimbing oleh Drs. Firman Syarif, Ak, M.Si , adalah benar-benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dan saya kutip dari sumber lain telah mendapat izin, dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah – olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Medan, 4 Juni 2012

080503013 Rahmi Hidayat


(12)

ABSTRAK

PERANAN AKUNTAN FORENSIK, PENTINGNYA PENGACARA DAN PENDAPAT HAKIM DALAM PERADILAN UNTUK MENGINVESTIGASI

DAN MENGUNGKAPKAN KASUS KORUPSI DI INDONESIA

Korupsi telah menjadi isu yang sangat fenomenal di bicarakan di Indonesia. Korupsi merupakan salah satu bentuk dari kecurangan kerah putih yang merugikan negara . Korupsi telah menjalar ke setiap sektor kehidupan dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya untuk memerangi korupsi tersebut. Akuntan sebagai orang yang dipercaya memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan tentu harus tanggap akan kondisi dan keadaan ekonomi yang terjadi. Akuntan juga harus tahu cara berfikir orang-orang yang mungkin dengan sengaja ingin menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Perkembangan ilmu akuntansi yang pesat, dimana akuntan tidak hanya berperan dalam memberikan opini atas laporan keuangan, tetapi juga dapat berperan dalam mencegah, menginvestigasi dan mengungkapkan kasus kecurangan seperti korupsi. Akuntan inilah yang disebut dengan akuntan forensik. Selain akuntan forensik, pihak yang berperan dalam memberantas korupsi adalah pengacara dan hakim di peradilan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan akuntan forensik, pengacara dan hakim dalam mencegah, menginvestigasi dan mengungkapkan kasus kecurangan terutama kasus korupsi yang belakangan semakin marak di Indonesia.

Penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Data dari penelitian ini didapat melalui studi literatur, dan melalui berbagai dokumen yang dipublish di berbagai media massa.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa akuntan forensik, pengacara dan hakim memiliki pengaruh yang besar dan berperan penting terhadap penginvestigasian dan pengungkapan kasus korupsi di Indonesia.


(13)

ABSTRACT

Corruption has become a phenomenal issue and always interesting to discuss in Indonesia. Corruption is a white collar fraud that trouble maker the state. Corruption has spread to every sector of society. Accountants as people who are trusted to give an opinion on the fairness of the financial statements would be responsive to economic conditions and circumstances that occurred. Accountants must also know how to think of people who might deliberately want to mislead users of financial statements. Today's, accountant not only be instrument in providing opinion on financial statements, but also have a role in preventing, investigating and disclosure cases of fraud such as corruption, its known as forensic accounting, the other instance that play a role in combating corruption is a lawyer and judge in justice. Therefore, this study aims to determine the role of forensic accountants, lawyers and judges to prevent, investigate and reveal cases of fraud, especially the corruption.

The research of this scipt is qualitative data. Data from this script obtained through the study of literature, and through these documents are published in various media.

The results of the research show that forensic accountants, lawyers and judgeshave a great influenceand important roleto investigate anddisclosure of corruption cases inIndonesia.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Jenis fraud (kecurangan) yang terjadi di setiap negara ada kemungkinan berbeda, hal ini karena praktek fraud antara lain sangat dipengaruhi oleh kondisi hukum di negara yang bersangkutan. Di negara maju dimana penegakan hukum sudah berjalan dengan baik dan kondisi ekonomi masyarakat secara umum sudah cukup mantap maka praktek fraud lebih sedikit modus operasinya.

Di Indonesia sendiri, sejak bergulirnya reformasi, tuntutan akan trasparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan publik semakin kuat. Hal ini disebabkan karena sebelum adanya reformasi pemerintahan Indonesia cenderung bersifat sentralisasi. Untuk itu pemerintah pusat menyiapkan berbagai macam perangkat aturan (regulasi), memperkuat struktur kelembagaan dibidang pengawasan keuangan, penanganan korupsi dan langkah-langkah lainnya.

Ada berbagai macam bentuk fraud yang terjadi pada organisasi sektor publik di Indonesia. Salah satunya adalah korupsi. Kasus korupsi merupakan kasus yang sedang menjadi trend topic di republik tercinta ini. Berbagai kasus korupsi sudah menjadi konsumsi kita sehari-hari di berbagai media massa. Kasus korupsi di Indonesia seakan tidak ada habisnya. Begitu juga dalam upaya pemberantasannya yang belum optimal serta pemberian efek jera yang diharapkan


(15)

juga tidak terjadi. Sudah sama-sama kita ketahui penegakan hukum di Indonesia selalu saja melibatkan permainan uang dan pengaruh kekuasaan. Hal inilah yang membuat bangsa ini sulit untuk maju. Perilaku korupsi menjalar ke berbagai sendi dalam pemerintahan dan menjadi berbagai konspirasi dari berbagai instansi.

Perkembangan dunia akuntansi yang semakin pesat pada saat ini tidak hanya memberikan manfaat bagi masyarakat tapi juga menjadi sumber masalah kecurangan (fraud) yang sangat kompleks seperti: korupsi, penyalahgunaan asset dan manipulasi laporan keuangan yang sulit atau bahkan tidak bisa di deteksi oleh proses audit keuangan biasa. Oleh karena itu disiplin ilmu akuntansi dituntunt untuk dapat berubah mengikuti tren permasalahan terkini terutama yang terkait dengan isu kecurangan (fraud). Berkembangnya ilmu akuntansi forensik merupakan jawaban atas tantangan tersebut.

Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin ilmu akuntansi dalam arti luas, termasuk bidang auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian masalah hukum didalam dan luar pengadilan untuk penyelesaian masalah hukum didalam atau diluar pengadilan, disektor publik maupun privat (Tuanakotta, 2010:34).

Di Indonesia penggunaan akuntansi forensik disektor publik lebih menonjol dibandingkan sektor privat, karena banyaknya jumlah perkara disektor publik yang ter-ekspose oleh media massa. Maraknya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh organisasi sektor publik di Indonesia menjadikan profesi akuntan forensik sebagai profesi yang patut diperhitungkan dalam mencegah, mendeteksi dan mengungkapkan kecurangan yang terjadi.


(16)

Indonesia termasuk dalam peringkat yang paling tinggi dalam hal urusan korupsi. Sebuah prestasi yang sangat memalukan sebagai negara yang mempunyai nilai religious yang tinggi. Terjadinya perbuatan korupsi dalam suatu negara adalah karena lemahnya sistem. Sistem maksudnya disini adalah sistem mengenai pencegahan korupsi itu sendiri.

Hasil polling yang dilakukan oleh Transparancy International Indonesia (TII) tentang indeks korupsi di Indonesia tahun 2011, mendapat reaksi dari lembaga-lembaga yang menempati urutan tertinggi. Lembaga legislatif merupakan salah satu lembaga terkorup hasil polling TII menuntut TII untuk mengklarifikasi kesalahan data dan menjelaskan secara rinci posisi dan kiprah mereka selama ini. Selain lembaga legislatif ada lembaga kepolisian dan lembaga peradilan yang juga termasuk lembaga terkorup menurut polling TII. Meskipun lembaga peradilan merupakan suatu lembaga yang terkorup kita layak mengkritisi sejauh mana kalangan advokat atau pengacara ikut berperan dalam konstleasi pemecahan kasus korupsi, begitu juga halnya dengan keputusan hakim di peradilan, apakah keputusan hakim berpengaruh terhadap kemajuan pengungkapan kasus korupsi itu sendiri atau malah menimbulkan kasus fraud terbaru berupa kasus penyuapan hakim?

Pendekatan akuntansi forensik dipandang dapat membantu dalam menganalisis berbagai kasus korupsi di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan korupsi sistemik yang dilakukan melalui konspirasi yang telah dipersiapkan dengan dukungan dokumen legal oleh para pelakunya.


(17)

Di semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang

Akuntansi forensik berperan penting dalam mendukung proses pengadilan. Kasus korupsi akuntansi forensik pertama kali di Indonesia ditetapkan oleh Price Waterhouse Coopers (PWC) sebagai akuntan forensik pada Bank Bali. Teknik akuntansi forensik memang telah lama berkembang. Ini merupakan prestasi dari akuntan forensik dimana Price Waterhouse Cooper berhasil menunjukkan arus dana yang begitu rumit. Dan tahun 2005 merupakan tahun suksesnya akuntan forensik dan sekaligus sistem peradilan di Indonesia. Disiplin ilmu akuntansi forensik ini memfokuskan diri dalam menyelidiki kasus-kasus kejahatan yang melibatkan aspek finansial yang kompleks. Selain kasus Bank Bali ada lagi beberapa kasus yang berhasil di ungkapkan oleh akuntan forensik, diantaranya adalah:

1. Kasus Komisi Pemilihan Umum, dimana akuntan forensiknya adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). KPK berhasil menyelesaikannya di pengadilan.

2. Kasus Bank BNI dimana akuntan forensiknya adalah PPATK (Tuanakotta,2010:15)

Di tahun 2008 dan awal 2009 muncul skandal Bank Century yang ditenggarai berisi dengan tindak pidana perbankan, tindak pidana korupsi, tindak


(18)

pidana pencucian uang, tindak pidana perpajakan, dan tindak pidana umum yang merupakan kasus yang menarik di bidang akuntansi forensik. Banyak pelajaran yang dapat ditarik dari kasus-kasus tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menyusun skripsi mengenai “Peranan Akuntan Forensik, Pentingnya Pengacara dan Pendapat Hakim dalam Peradilan Untuk Menginvestigasi dan Mengungkapkan Kasus Korupsi Di Indonesia”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui peran akuntan forensik, pengacara dan pendapat hakim di peradilan dalam menginvestigasi dan mengungkapkan kasus korupsi di Indonesia. Adapun permasalahan yang akan diteliti selanjutnya dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan profesi akuntan forensik di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh keberadaan akuntan forensik terhadap adanya kasus korupsi di Indonesia?

3. Apakah standar umum yang digunakan akuntan forensik dalam melakukan tugasnya?

4. Bagaimana pengaruh pengacara dalam menyelesaikan kasus korupsi?

5. Bagaimana pengaruh pendapat hakim diperadilan dalam upaya pemberantasan korupsi?

6. Apa yang menjadi hambatan akuntan forensik dalam memberantas tindak pidana korupsi?


(19)

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan profesi akuntan forensik di Indonesia. Pengaruh keberadaan akuntan forensik terhadap kasus korupsi di Indonesia, standar yang digunakan akuntan forensik dalam melakukan tugasnya, pengaruh pengacara dan pendapat hakim di peradilan dalam menginvestigasi korupsi, dan hambatan-hambatan dalam memberantas kasus korupsi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

1.4Manfaat penelitian 1.4.1 Bagi Penulis

Suatu kesempatan yang bagus bagi penulis dapat meneliti tentang peran akuntan forensik, pentingnya pengacara, dan pendapat hakim di peradilan dalam menginvestigasi kasus korupsi di Indonesia, karena bisa menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai akuntansi forensik yang belakangan mulai tren di masyarakat Indonesia.


(20)

1.4.2 Bagi Peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya oleh peneliti lain, sehingga dapat memperkaya pengetahuan akan akuntansi forensik yang kedepan sangat bermanfaat mengingat banyaknya muncul kasus-kasus kecurangan, tidak hanya pada sektor publik tetapi juga pada sektor privat.

1.4.3 Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada para akademisi agar terpacu dalam belajar dan mengajar matakuliah akuntansi forensik atau menjadi seorang akuntan forensik yang sangat dibutuhkan saat ini dan masa mendatang, karena semakin beragamnya kasus kecurangan yang terjadi di Indonesia. Untuk itu sangat dibutuhkan matakuliah akuntansi forensik dalam kurikulum jurusan akuntansi. Dengan adanya penelitian ini hendaknya para akademisi terpacu untuk mengadakan mata kuliah akuntansi forensik pada program studi akuntansi untuk Universitas yang belum menerapkannya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik adalah aplikasi ilmu keuangan dan mental investigatif dalam upaya pemecahan masalah dalam konteks ‘rule of evidence’. Sebagai sebuah disiplin ilmu, akuntansi forensik mencakup keahlian tentang keuangan, pengetahuan tentang kecurangan serta pemahaman terhadap realitas bisnis dan cara kerja dari sistem hukum (Bologna & Linquist 1995:42).

Houcks (dalam Bressler 2000:3) menyatakan bahwa akuntansi forensik dapat didefinisikan sebagai penggunaan akuntansi, audit, dan keterampilan investigasi untuk membantu dalam masalah hukum. Sama halnya dengan dokter forensik yang merupakan aplikasi dari ilmu kedokteran untuk menemukan bukti-bukti kejahatan, teknik akuntansi forensik pun menerapkan teknik-teknik akuntansi untuk mengungkapkan aspek finansial yang berkaitan langsung dengan dugaan keras penyelewengan tersebut. Seorang akuntan forensik akan dapat mengenali dan melakukan analisis mendalam atas transaksi finansial yang rumit dan canggih yang digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menutupi jejak tindakannya.

Akuntansi forensik, menyediakan suatu analisis akuntansi yang dapat digunakan dalam perdebatan di pengadilan yang merupakan basis untuk diskusi


(22)

serta resolusi di pengadilan. Penerapan pendekatan-pendekatan dan analisis-analisis akuntansi dalam akuntansi forensik dirancang untuk menyediakan analisis-analisis dan bukti memadai atas suatu asersi yang nantinya dapat dijadikan bahan untuk pengambilan berbagai keputusan di pengadilan.

Akuntansi forensik sebagai aplikasi ilmu akuntansi yang bermanfaat dalam penyelesaian dan pencegahan tindak pidana korupsi. Menurut Tuanakotta (2007:3), faktor yang mendorong berkembangnya akuntansi forensik dengan cepat di Amerika Serikat (Sarbanes-Oxley Act 2002). Yang menjadi objek akuntansi forensik di sektor swasta maupun sektor publik adalah skandal keuangan yang menyangkut fraud “penghilangan” aset, seperti pencurian, penyalahgunaan, dan lain-lain. Dengan demikian diperlukan akuntan forensik yang mempunyai keahlian dalam menginvestigasi indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di sebuah perusahaan atau instansi negara.

Agar akuntan forensik untuk dapat mengidentifikasi indikator penipuan, mereka harus terlatih di bidang investigasi, deteksi, dan berbagai teknik audit khusus. Pada umumnya penyidik forensik akan menjadi auditor yang berpengalaman dan akuntan. Harris dan Brown (dalam Bressler, 2000:3) menyarankan bahwa seorang akuntan forensik harus dapat menunjukkan keahlian khusus dalam aturan bukti dan hukum, kemampuan analisis dan investigasi, identifikasi pola kekerasan, interpersonal yang sangat baik dan kemampuan komunikasi, dan keterampilan berorganisasi. Buckhoff dan Hansen (dalam Bressler, 2010:4) menunjukkan bahwa tidak hanya kemampuan komunikasi yang


(23)

baik yang menjadi indikator penting, tetapi penyidik penipuan juga harus bisa bertanya pertanyaan yang tepat.

Akuntan forensik biasanya akrab dengan hukum pidana, perdata, serta memahami prosedur dalam ruang sidang. Mereka menekankan keterampilan investigasi, termasuk teori, metode dan pola dari fraud. Akuntan forensik berfikir kreatif untuk mempertimbangkan dan memahami taktik pelaku penipuan yang di gunakan pelaku dalam melakukan dan menyembunyikan fraud. Seain itu akuntan forensik juga berkomunikasi secara jelas dan ringkas kepada berbagai pihak tentang penemuannya, termasuk kepada mereka yang masih awam tentang audit.

Grippo dan Ibex (dalam DiGabriele, 2008:4) menggambarkan bahwa keterampilan yang paling penting yang dimiliki seorang akuntan forensik adalah pengalaman dalam bidang akuntansi dan audit, perpajakan, operasi bisnis, manajemen, internal control, hubungan interpersonal, dan komunikasi. Messmer (dalam DiGabriele, 2008:4) menyatakan bahwa akuntan forensik sukses harus memiliki komunikasi tertulis dan lisan, pola pikir kreatif dan ketajaman bisnis. Mereka mampu mewawancarai orang yang memiliki potensi tidak kooperatif dan memiliki skeptisme yang kuat.

Akuntansi forensik mengarahkan untuk menyediakan informasi keuangan dan akuntansi untuk tujuan yang sah. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang akuntan forensik mestinya tidak hanya memiliki keahlian akuntansi, tetapi juga keterampilan dalam bidang hukum, teknik investigatif, hubungan antar personal dan keterampilan komunikasi, sehingga tidak hanya terampil dalam akuntansi keuangan.


(24)

Akuntansi forensik sudah mulai digunakan secara luas di beberapa negara di dunia. America Serikat dan Kanada merupakan Negara pionernya. Di Indonesia sendiri akuntansi forensik mulai digunakan saat reformasi 1998 sebagai akibat krisis keuangan yang terjadi di Asia dan menyebabkan korupsi menjadi merajalela.

Tabel 2.1

Diagram Akuntansi Forensik Jenis

Penugasan

Akuntansi Forensik

Fraud Audit

Proaktif Investigatif Akuntansi

Ganti Rugi Hukum: Pidana Perdata Administratif Arbitrase dan alterntif penyelesaian sengketa Sumber Informasi Risk Assesment Temuan audit tuduhan keluhan Temuan Audit

Output Identifikasi potensi fraud Indikasi awal adanya fraud Bukti ada tidaknya pelanggaran


(25)

2.1.2 Pentingnya Pengacara

Pengancara merupakan orang yang memberikan nasehat dan pembelaan pada orang atau organisasi yang terjerat kasus hukum. Di Indonesia pengacara disebut juga dengan istilah Advokat. Advokat atau pengacara adalah bagian tak terpisahkan dari dinamika dan kinerja didunia peradilan, selain terdakwa sendiri. Mereka (advokat, tersangka, terdakwa, penggugat, atau tergugat) adalah lawan main atau partner kerja langsung dalam persidangan dengan hakim (perkara perdata), serta polisi, jaksa, dan hakim dalam peradilan pidana. Kalau hasil polling TII mengatakkan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan masik indeks lembaga terkorup, tentu yang menjadi korban atau sekaligus partisipan dalam korupsi berjamaah itu adalah advokat, terdakwa, penggungat, atau tergugat.

Advokat merupakan penegak hukum selain polisi, jaksa, dan hakim. Dalam sistem penegakan hukum pidana terpadu (integrated criminal justice), advokat menjadi bagiannya. Mestinya konsep orisinil advokat bukanlah pembela kejahatan, tetapi penegak hukum dan pembela keadilan. Dalam praktiknya advokat biasa menyeludupkan hukum, subyektif, melihat hukum dari kacamata klien yang dibelanya. Benar dijadikan salah dan salah dijadikan benar. Indonesia mempunyai masalah korupsi yang parah. Pihak yag diuntungkan dengan adanya kasus korupsi ini adalah advokat.


(26)

2.1.3 Pendapat Hakim di Peradilan

Hakim merupakan orang yang dianggap mampu menyelesaikan perkara korupsi secara jelas, tetapi adakalanya kekuasaan hakim dipengadilan justru dipengaruhi oleh pihak yang ingin menyelamatkan diri dari sanksi pidana dengan mengiming-imingi hakim tersebut dengan apapun yang dianggap menguntungkan hakim tersebut. Serta tak jarang seorang hakim diintimidasi oleh para koruptor dengan mengganggu kekuasaannya dalam pengadilan berupa ancaman bagi para hakim yang tidak mau bekerja sama dan ada juga yang melakukan pemberian sejumlah uang agar perkaranya dimenangkan sehingga terdakwa mendapat vonis bebas.

Hakim sangat berperan dalam penyelesaian kasus korupsi. Keputusan dan persepsi dari seorang hakim menentukan kualitas penegakan hukum suatu Negara. Makin maraknya tindak pidana korupsi dewasa ini, sehingga dianggap perlu adanya pengaturan tindak pidana korupsi, mengingat juga sifat dari tindak pidana korupsi merupakan “extraordinary crime”. Oleh karena itu pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh hakim antara lain dengan instrument hukum yang luar biasa tersebut tidak bertentangan dengan standar hukum secara universal.

Pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh hakim dipengadilan yang saat ini gencar dilakukan merupakan langkah nyata menuju kehidupan bernegara yang lebih baik. Namun kesemuanya pemberantasan yang dilakukan oleh hakim memiliki kendala maupun hambatan dimana seorang hakim harus secara teliti mengkaji mengenai alat bukti yang diajukan saat persidangan karena merupakan


(27)

tindak pidana khusus yang diatur secara tersendiri oleh Undang-Undang No.21 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini.

Dalam peradilan, hakim memimpin jalannya persidangan berdasarkan bukti yang hanya diajukan oleh jaksa. Dia tidak bisa melihat bukti lain. Hakim hanya terbatas pada dakwaan, tidak boleh mengadili, dan memeriksa fakta diluar dakwaan. Jadi kalau putusan pengadilan adalah bebas maka bukan hanya hakim yang bertanggungjawab melainkan juga jaksa dan aparat penegak hukum lainnya. Jika orang terpilih menjadi hakim di pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi) dan kemudian diminta harus menghukum semua orang yang didakwa korupsi tanpa memperhatikan fakta-fakta persidangan berarti ini merupakan tanda-tanda negara kekuasaan, bukan negara hukum. Yang mana salah satu karakter negatif negara kekuasaan adalah hakim sebagai alat kekuasaan dan tidak punya kemandirian.

2.1.4 Pengertian Fraud

Berdasarkan Black’s Law Dictionary (dalam Tunggal 2010:2) “fraud is a generic embracingall the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resortedto by one individual, to get an advantage over another by false representation. No definite and invariable rule can be laid down as a general proposition in defining fraud, as it includes surprise, trick, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries drfining it are those which limit human is cheated. (Kecurangan adalah istilah umum, mencakup berbagai alat yang kecerdikan (akal bulus) manusia dapat direncanakan, dilakukan oleh seseorang individual, untuk memperoleh manfaat terhadap pihak lain dengan penyajian yang palsu. Tidak ada aturan yang tetap dan tanpa kecuali dapat ditetapkansebagai dalil umum dalam mendefenisikan kecurangan karena kecurangan mencakup kekagetan, akal (muslihat), kelicikan dan caa-cara yang tidak layak atau wajar untuk menipu orang


(28)

lain. Batasan satu-satunya mendefenisikan kecurangan adalah apa yang membatasi kebangsatan manusia).

Kecurangan atau fraud dapat didefenisiskan sebagai tindakan kriminal (crime) yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang atau beberapa orang berupa kecurangan/ ketidakberesan (irregularities) atau penipuan yang melanggar hukum (illegal act) untuk mendapatkan keuntungan atau mengakibatkan kerugian suatu organisasi. Secara umum fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orange-orang dari dalam atau dari luar organisasi, dengan maksud mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain.

Dari defenisi fraud diatas, maka yang di maksud dengan fraud sangatlah luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Menurut Tunggal (1992:19) suatu tindakan dikatakan fraud

1. Harus terdapat penyajian yang keliru (misrepresentation)

apabila memenuhi beberapa unsur, dimana keseluruhan unsur harus ada, jika tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi :

2. Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present) 3. Faktanya material (material fact)

4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly)

5. Dengan maksud (intent) untuk menyebabkan pihak lain bereaksi

6. Pihak yang terlukai harus bereaksi (acted) terhadap kekeliruan penyajian (misreprentation)

7. Mengakibatkan kerugian (detriment)

Fraud disini juga termasuk manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/ perusahaan.


(29)

Sebagai contoh adalah kasus korupsi. Korupsi merupakan suatu hal yang sangat sulit diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistemik, namun kita harus yakin bahwa korupsi dapat dicegah, paling tidak diperkecil kemungkinan terjadinya.

2.1.4.1Langkah-langkah pencegahan fraud

Pencegahan kecurangan merupakan tanggung jawab manajemen. Auditor intern bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan serta efektifitas tindakan manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dengan demikian auditor internal harus melakukan audit sesuai dengan prosedur, memonitor gejala-gejala fraud, melakukan penelusuran untuk mencegah fraud dan mengindintifikasi fraud yang mungkin terjadi.

Pencegahan kecurangan bukanlah merupakan hal yang mudah, dikarenakan fraud dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan cara yang cenderung semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin kompleksnya aktifitas bisnis.

Menurut Razae dan Riley (2005:7) menjelaskan ada tiga unsur yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen perusahaan bila ingin mencegah terjadinya tindakan fraud, yaitu:

1. Menciptakan dan mengembalikan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika yang tinggi.

2. Penerapan dan evaluasi proses pengendalian anti kecurangan 3. Pengembangan proses pengawasan (Oversight Process)

Dalam Amrizal (2004:3) salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan


(30)

kecurangan Association of Certified Fraud Examination (ACFE) mengelompokkan fraud kedalam tiga kelompok dan tindakan pendeteksian fraud berdasarkan tiga kelompok kecurangan tersebut adalah:

1) Kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud) 2) Penyalahgunaan asset (Aset Misappropriation)

3) Corruption (Korupsi)

1) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

Kecurangan laporan keuangan dapat didefenisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemendalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan terhadap laporan keuangan dapat dideteksi melalui analisis laporan sebagai berikut:

a. Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisi hubungan antara item-item dalam laporan laba-rugi, neraca, laporan aruskas dengan menggambarkannya dalam persentase.

b. Analisis rasio, yaitu alat dalam mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Contohnya current ratio, adanya tindak pidana penggelapan uang atau pencucian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.


(31)

c. Analisis Horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase-persentase perubahan item-item laporan keuangan selama beberapa periode laporan.

2) Penyalahgunaan asset (Aset Misappropriation)

Penyalahgunaan asset digolongkan kedalam ‘kecurangan kas’ dan ‘kecurangan atas persediaan dan asset lainnya’. Banyak teknik yang dapat dilakukan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan asset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi akan menunjukkan gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu metode tersebut juga menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan mengingatkan auditor akan adanya potensi terjadinyakecurangan dimasa mendatang. Adapun tekniknya adalah sebagai berikut:

a. Analytical review, merupakan suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidakbiasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan dengan penjualan bersih yang dapatmengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bila dibandingkan dengan tingkat penjualannya.


(32)

b. Statical Sampling, seperti persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan. Metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu atributnya, misalnya pemasok fiktif.

c. Vendor atau outsider complaints, merupakan keluhan dan komplain dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

d. Site-visit Observation, yaitu observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi akuntansi dilaksanakan terkadang akan memberikan peringatan kepada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai potensi bermasalah.

3) Corruption (Korupsi)

Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red Flag) si penerima maupun si pemberi.


(33)

bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan Tipikor di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal

gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

Sedangkan menurut Tunggal (1992:60) kecurangan dapat dicegah dengan memperhatikam internal control yang baik sebagai berikut:

1. Memberikan insentif/ benefit yang cukup memadai. 2. Penyederhanaan struktur organisasi.

3. Adanya internal check antara beberapa bagian yang berhubungan dengan memperhatikan pemisahan fungsi berikut:

a. Membuat/ menyetujui transaksi b. Melaksanakan transaksi

c. Membukukan transaksi 4. Supervisi dan pengawasan yang cukup

5. Evaluasi dari kewajaran transaksi hubungan istimewa (related party transaction).

6. Adanya rotasi pegawai.

7. Diwajibkan setiap pegawai untuk menggunkan hak cutinya dan selama itu pekerjaannya dikerjakan oleh orang lain.

8. Tindakan yang tegas/ berat bagi pelaku kecurangan.

9. Adanya pelaksanaan yang komponen (ahli dalam bidangnya dan dapat dipercaya dengan garis dan kewajiban yang jelas.

10.Tersedianya catatan/ dokumen-dokumen yang memadai.

11.Adanya pengawasan secara fisik terhadap setiap harta serta catatan perusahaan atau instansi terkait.

12.Pelaksanaan audit secara independen (melalui internal/ eksternal auditor) 13.Menerapkan kebijakan conflict of interest dengan menekankan pada:

a. Pemeriksaan uang, hadiah atau jasa dari setiap orang atau perusahaan kepada siapa perusahaan melakukan bisnis.

b. Penggunaan informasi perusahaan untuk tujuan pribadi.

c. Penggunaan waktu perusahaan atau fasilitas untuk kepentingan pribadi.

d. Ikut serta dalam manajemen (secara langsung) pada setiap perusahaan swasta.

e. Meminjam atau meminjamkan kepada pegawai lain. 14.Melakukan asuransi/ kehilangan.


(34)

2.1.4.2Faktor yang menyebabkan seseorang melakukan fraud

Ada tiga hal yang mendorong seseorang melakukan fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar dalam fraud triangle (segitiga fraud) berikut:

Gambar 2.1 Fraud Triangle (sumber: Tuanakotta, 2007:106)

Pressure adalah tekanan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud yang disebabkan oleh kebutuhan yang segera (biasanya keuangan), contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan, dan lain-lain. Tekanan lain yang tidak berhubungan dengan finansial dapat mencakup:

- Tantangan untuk menaklukkan sistem - Ketidakpuasan kerja

- Ketidakstabilan emosional

FRAUD RISK

MOTIVATION PRESSURE

ATTITUDE RATIONALIZATION OPPORTUNITY


(35)

Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.

Rasionalization merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya. Contoh lain perusahaan telah mendapat keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.

Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya kecurangan sebagai akibat antara tekanan kebutuhan seseorang dengan lingkungannya yang memungkinkan untuk bertindak. Karni (2002:38) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya kecurangan adalah sebagai berikut:

1) lemahnya pengendalian internal

a. manajemen tidak menekankan perlunyan peranan pengendalian internal.

b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan.

c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadinya conflict of interest.

d. Auditor internal tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para eksekutif terutama menyagkut pengeluaran yang besar

2) Tekanan keuangan terhadap seseorang a) Banyaknya utang

b) Pendapatan rendah c) Gaya hidup mewah 3) Tekanan nonfinansial


(36)

a. Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan.

b. Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa dikonsultasikan ke bawahannya.

c. Penurunan penjualan. 4) Indikasi lain

a) Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai. b) Meremehkan integritas pribadi.

c) Kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal.

Kecurangan (fraud) biasanya ditemui melalui cara-cara sebagai berikut: a. Melalui sistem pengawasan yang diterapkan (misalnya melalui

pemeriksaan intern.

b. Secara kebetulan (by accident) c. Laporan dari pihak lain.

2.1.5 Pengertian Korupsi

Andi Hamzah (2007:4) menjelaskan bahwa korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruption berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa lain itulah turun ke banyak bahasa eropa seperti Inggris yaitu, corruption, corrupt, Prancis yaitu corruption, dan Belanda yaitu corruptie. Dari bahasa belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia yaitu korupsi.

Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak (Hartanti, 2005: 9). Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah,


(37)

penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. Perbuatan korupsi dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime. Dalam praktek UU yang bersangkutan, korupsi dalah tindak pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau pun tidak langsung merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.

korupsi adalah penjualan barang-barang milik pemerintah oleh pegawai negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik pungutan liar dari izin dari perizinan, lisensi, bea cukai, atau pelarangan masuk bagi pesaing (Shleifer dan Vishny dalam Tuanakotta, 2007:117). Para pegawai negeri biasanya memungut bayaran untuk tugas pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk kepentingan pribadinya. Hal seperti sudah menjadi kebiasaan bagi pegawai negeri di Indonesia. Untuk kasus seperti ini sehingga korupsi menyebabkan ekonomi biaya tinggi, korupsi memiliki pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan suatu negara.

Menurut Silalahi dalam Wiratmaja (2010:9) korupsi bukan hanya terjadi pada aparatur pemerintahan, korupsi di kalangan pegawai swasta malah jauh lebih besar, seperti terjadinya kredit macet di sejumlah bank swasta yang disebabkan oleh adanya kolusi antara direktur bank dengan pengusaha. Disamping itu korupsi di kalangan aparatur negara tidak semata-mata disebabkan oleh gaji yang kecil, sebab yang justru melakukan korupsi yang melakukan korupsi secara


(38)

besar-besaran adalah mereka yang bergaji besar akan tetapi tidak puas dengan apa yang diterima sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan.

Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibat dari korupsi ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan politisi korup bisa masuk kedalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka juga memiliki status sosial yang tinggi. Timbulnya korupsi disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya budaya lokal. Budaya yang dianut dan diyakini masyarakat kita telah sedikit banyak menimbulkan dan membudayakan terjadinya korupsi. Pada masyarakat jawa dikenal budaya mbecek, upeti, patron-klien dan lain sebagainya. Budaya-budaya tersebut boleh jadi dikatakan sebagai akar dari timbulnya korupsi di kemudian hari. Dalam budaya Patron-Klien, diyakini bahwa Patron memiliki kebesaran hak dan kekuasaan, sedangkan klien terbatas pada kekecilan hak dan kebesaran kewajiban terhadap patron. Klien selalu berupaya meniru apa yang dilakukan patron, serta membenarkan setiap tindakan patronnya. Hal tersebut didasari karena adanya pandangan bahwa semua yang berasal dari patron dianggap memiliki nilai budaya luhur. Patron tidak dapat menolak tindakan tersebut, termasuk tindakan yang tidak terpuji, anti-manusiawi, merugikan orang lain yang kemudian disebut dengan korupsi. Umunya klien sering memberikan barang-barag tertentu kepada patronnya, dengan harapan mereka akan diberikan pekerjaan ataupun upah lebih tinggi. Klien juga memberikan penghormatan yang berlebihan kepada patronnya.


(39)

Korupsi kecil tersebut lambat laun meluas kepada kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Proses penyebaran korupsi tersebut disebut dengan continous imitation (peniruan korupsi berkelanjutan). Proses ini bisa terjadi tanpa disadari oleh masyarakat. Dalam keluarga misalnya, seringkali orang tua tanpa sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya. Meskipun sebenarnya orang tua tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa bahwa anak adalah peniru terbaik, mereka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang dewasa disekitarnya.

2.1.5.1Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi

Dalam Tuanakotta (2007:251) istilah korupsi menurut Undang-Undang No.31 tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

(2) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

(3) Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggaraan Negara tersebut berbuata atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

(4) Memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(5) Menjanjikan atau memberikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.


(40)

(6) Setiap orang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri siding pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(7) Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam perang.

(8) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang.

(9) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan perang. (10) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang

keperluan Tentara Nasional Indonesia dan dengan sengaja membiarkan perbuatan curang.

(11) Orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang.

(12) Dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jawabatannya, atau membiarkan uang dan surat berharga tersebut diambil atau digelapkan orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

(13) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberikan tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

(14) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberikan tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusak atau membuat tidak dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya.

(15) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang


(41)

menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

(16) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

(17) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

(18) Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

(19) Advokat menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau dapat diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan, berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(20) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

(21) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

(22) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

(23) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah Negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahui bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


(42)

(24)Pegawai negeri atau penyelenggara Negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan dan persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

(25) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelengga Negara dianggap pemberia suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

(26) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

(27) Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.

(28) Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi.

(29)Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. (30) Setiap orang diluar wilayah republik Indonesia yang

memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadi tindak pidana korupsi.


(43)

Jenis

Penugasan Akuntansi Forensik

Fraud Audit

Proaktif Investigatif

Sumber

Informasi Risk Assesment

Tuduhan, keluhan

temuan audit Temuan Audit

Output

Identifikasi Potensi Kecurangan

Indikasi Awal Adanya Fraud

Bukti ada tidaknya pelanggaran Besarnya Kerugian Mencari keterangan dan barang bukti Mencari bukti Berkas perkara Memeriksa alat bukti Keyakinan berdasarkan alat bukti Alasan pembuktian penerapan hukum novum

Hitungan Penyidikan Penuntutan

Pemeriksaan di sidang Putusan pengadilan Upaya hukum Tabel 2.2

Diagram Akuntansi Forensik- Tipikor (sumber: Tuanakotta, 2007:19)


(44)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Wiratmaja (2010)

“Akuntansi Forensik dalam Upaya

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”

akuntansi forensik dalam kontek preventif, detektif dan represif secara aksiomatik dapat mengambil peranannya dengan menyediakan pendekatan-pendekatan yang efektif dalam mencegah, mengetahui, atau

mengungkapkan dan menyelesaikan kasus korupsi.

Akuntansi forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi preventif, detektif, dan persuasif melalui penerapan prosedur audit forensik dan audit investigatif yang bersifat ligitation support untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan dalam


(45)

proses pengambilan putusan di pengadilan.

2 Miqdad (2008) “Mengungkap Praktek Kecurangan

(fraud) Pada Korporasi dan Organisasi Publik Melalui Audit Forensik”

upaya untuk memberantas korupsi, kecurangan, terutama pada perusahaan-perusahaan yang mati secara misterius (tidak

wajar) atau untuk mengungkapkan kecurangan, penyelewengan yang melanggar hukum yang berlaku (pada organisasi publik ataupun swasta) dan sebagai kelengkapan untuk proses hukum dapat dilakukan dengan forensic auditing.


(46)

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori dari penelitian terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antara variable yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis.

Dalam penelitian ini penulis mengunakan kerangka konseptual untuk membantu pemaham dan pembahasan masalah seperti dibawah ini:

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Akuntansi Forensik

Pengungkapan Korupsi Pengacara


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Metode analisis data yang dikumpulkan penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni metode dimana data dikumpulkan, disusun, diinterpretasikan, dianalisa sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang didasarkan pada teori yang mendukung dengan peranan akuntan forensik, pengacara, dan pendapat hakim diperadilan dalam mendeteksi, mengidentifikasi dan mengungkapkan kasus kecurangan pada organisasi sektor publik.

3.2 Jenis data

Jenis data ditetapkan untuk menghindarkan penelitian agar tidak menyimpang dari tujuan, serta dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Adapun data yang digunakan adalah data sekunder, dimana


(48)

data sudah tersedia sehingga penulis tinggal mencari dan mengumpulkan dengan mengutamakan kualitas.

3.3 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data dan bahan yang sesuai dengan yang diperlukan dalam penulisan. Prosedur ini digunakan oleh penulis untuk mempermudah memperoleh data yang diperlukan. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara, yaitu:

1. Studi literatur, yaitu dilakukan dengan melihat, membaca, dan mempelajari teori pada buku-buku, daftar pustaka, referensi, dan literature yang sesuai dengan persoalan yang akan diteliti.

2. Pencarian secara online di beberapa situs Web, dengan berkembangnya teknologi maka munculah banyak database yang menyediakan berbagai informasi, sehingga memudahkan penulis dalam mencari data.

3.4 Metode Penganalisaan Data

Penulis menggunakan metode deskriptif yaitu data yang diperoleh, dianalisis dan diinterpretasikan sehingga memberikan informasi yang lengkap tentang objek yang diteliti, selanjutnya hasil tersebut dibandingkan dengan teori yang sudah ada untuk kemudian dapat digunakan sebagai pengambilan kesimpulan dan saran.


(49)

3.5 Jadwal Penelitian

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Tahapan penelitian Februari Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pengajuan Proposal

Skripsi

Bimbingan dan Perbaikan Proposal

Bimbingan dan Penyelesaian

Ujian Komprehensif


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Profesi Akuntan Forensik di Indonesia

The wall Street Journal 1997 (dalam Tuanakotta, 2010: 79) menyatakan bahwa krisis keuangan yang melanda Indonesia pada tahun 2007 mengindikasikan kemungkinan pemerintah Indonesia meminta bantuan IMF (international Monetary Fund) dan Bank Dunia (World Bank) untuk pertama kalinya. Untuk mendapatkan pinjaman dana tersebut IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses agreed-upon due diligence process (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia. Temuan awal ADDP dengan sampel eman bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement disisi asset dan understatement disisi kewajiban (liabilities). Temuan ini membuat pasar dan pemerintah panik dan berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya rush dana tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADDP tersebut tidak lain adalah penerapan dari akuntansi forensik atau audit ivestigatif. Disinilah awal perkembangan akuntasi forensik di Indonesia.

Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia diawali pada saat penyelesaian kasus Bank Bali dimana akuntan forensiknya adalah Pricewaterhouse Cooper (PwC). Dengan menggunakan software khusus PwC


(51)

berhasil memperlihatkan arus dana dengan metode audit follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan metode in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini.

Akhir-akhir ini akuntan forensik mengalami perkembangan yang pesat dan semakin mendapatkan perhatian dari kalangan akademisi maupun praktisi. Pada 8 Februari 2002 US news dan World Report menyebutkan bahwa akuntan forensik merupakan satu dari delapan peluang karir yang paling aman untuk beberapa tahun kedepan. Saat ini sudah banyak perguruan tinggi yang menawarkan mata kuliah atau jurusan akuntansi forensik sebagai salah satu jurusan pendidikan mereka. Begitu juga halnya di Indonesia sendiri. Beberapa universitas di Indonesia telah memasukkan matakuliah akuntansi forensik dalam kurikulum walaupun masih sebatas mata kuliah pilihan.

Menurut Hopwod, Leiner, dan Young (2009:5) “forensic accountants apply special skills in accounting, auditing, finance, quantitative methods, certain areas of the law, research, and investigative skills to collect, analyze, and evaluate evidential matter and to interpret and communicate findings. Finance and quantitative skills are especially important to forensic accountants who calculate damages.

Akuntan forensik menerapkan keterampilan khusus di bidang akuntansi, audit, keuangan, metode kuantitatif, daerah tertentu dari hukum, penelitian, dan keterampilan investigasi untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi bukti dan untuk menginterpretasikan dan mengkomunikasikan temuan. Keuangan dan keterampilan kuantitatif sangat penting kepada akuntan forensik dalam menghitung kerusakan.


(52)

Di luar negeri profesi ini telah lama berkembang dan memfokuskan diri pada penyelidikan kasus-kasus kejahatan yang melibatkan aspek-aspek financial yang lebuh kompleks. Dengan demikian profesi ini punya posisi yang unik untuk mengungkapkan aspek finansial yang berkaitan langsung dengan dugaan terhadap kecurangan yang dilakukan. Akuntan forensik dapat mengenali dan melakukan analisis mendalam atas transaksi finansial yang rumit dan canggih yang digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menutupi tindak kejahatannya.

Akuntan forensik dapat dijadikan alat untuk menguak adanya tindak pidana korupsi. Karena apabila dengan hanya mengandalkan audit biasa (general audit) yang dilakukan auditor keuangan tidak akan berpengaruh besar dalam mengungkapkan kasus korupsi. Oleh sebab itu BPK sebagai badan pengawas keuangan negara harus memiliki alat yang lebih handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya dalam pemerintahan, baik di BUMN maupun di BUMD salah satu metode audit yang handal tersebut adalah dengan adanya akuntan forensik.

Akuntan forensik juga berperan penting dalam pemerintahan. Mereka bekerja untuk lembaga seperti BPK, KPK, BPKP, Badan intelejen, dinas pendapatan. Dalam hal ini akuntan forensik berperan dalam mencari aktivitas yang mencurigakan sehubungan dengan data keuangan dan penipuan oleh individu dan bisnis. Brooks (dalam DiGabriele 2008:3) menyatakan bahwa akuntan forensik juga memiliki peran penting yang lebih terlihat dalam membantu pemerintah dalam mengevaluasi catatan akuntansi dan perbankan tersangka teroris.


(53)

Berdasarkan hasil pengamatan penulis banyak kalangan akademisi yang mengharapkan perkembangan akuntansi forensik dimasa mendatang, mengingat bahwa semakin banyaknya kasus fraud terutama kasus korupsi yang merebak hampir diseluruh sektor kehidupan bermasyarakat. Akuntansi forensik dipandang akan sangat menguntungkan dan relevan bagi mahasiswa, profesi akuntan, dan masyarakat bisnis.

Dalam melakukan tugasnya, akuntan forensik atau di Indonesia disebut auditor investigatif melakukan beberapa bentuk audit. Ada 3 bentuk audit yang bisa dilakukan oleh akuntan forensik dalam menginvestigasi dan mengungkapkan kasus korupsi di Indonesia, yaitu:

a) Audit keuangan adalah secara tradisional, pemeriksaan keuangan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku (Compliance test).

b) Audit kinerja adalah sebagai sebuah pengujian secara sistematis, terorganisasi dan objektif atas sesuatu entitas untuk menilai pemanfaatan sumber daya dalam memberikan pelayan publik secara efisien dan efektif dalam memenuhi harapan stakeholder dan memberikan rekomendasi guna peningkatan kinerja.

c) Audit investigatif adalah audit dengan tujuan khusus, yaitu untuk membuktikan dugaan penyimpangan dalam bentuk kecurangan (fraud), ketidakteraturan (irregularities), pengeluaran illegal (illegal expenditures) atau penyalahgunaan wewenang (abuse of power) di bidang pengelolaan keuangan negara.


(54)

Di Indonesia perkembangan ilmu ini masih jauh dari harapan, dari sekian banyak Kantor Akuntan Publik (KAP) hanya sebagian kecil saja yang menawarkan jasa ini, alasannya apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim, secara ilmu ekonomi “belum ada pasarnya”. Apalagi standar operasional dan ujian sertifikasi, konon belum begitu memadai, sangat jauh bila dibandingkan dengan negara tetangga Australia yang sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik. Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, namun belum serinci Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

Belum adanya standar yang memadai, persoalan tambahan yang membuat ilmu ini kurang begitu populer adalah penguasaan ilmu yang cukup luas. Selain akuntansi dan audit, akuntan forensik juga harus menguasai bidang yang berkaitan dengan kejahatan keuangan (money laundering), hukum, psikologi, sosiologi, antropologi, viktimologi, kriminologi, dan lain-lain. Akuntan forensik harus memiliki kemampuan “multitalenta”.

Kedepan, beberapa kalangan meramalkan perkembangan profesi ini akan lebih pesat. Selain makin banyak kantor bisnis dari negara asing yang masuk ke Indonesia., juga makin tingginya kesadaran perusahaan untuk melindungi asset mereka dari pola-pola tindakan kecurangan.


(55)

4.2 Keahlian Yang Dimiliki Oleh Akuntan Forensik

Seorang akuntan forensik harus memiliki keahliahan di banyak area. Beberapa akuntan forensik juga memiliki spesialisasi dalam bidang teknologi informasi. Menurut Hopwood, Leiner dan Young (2009:6) kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang akuntan forensik adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan auditing

b. Keahlian dan pengetahuan investigatif

c. Keahlian dalam bidang kriminal dan psikologi d. Pengetahuan akuntansi

e. Pengetahuan hukum

f. Pengetahuan teknologi informasi g. Kemampuan kominikasi yang baik

Keahlian audit yang penting bagi akuntan forensik karena sifat informasi pengumpulan dan verifikasi akuntansi forensik. Akuntan forensik yang terlatih dengan baik dapat mengumpulkan dan menganalisis informasi yang relevan sehingga kasus-kasus di mana mereka bekerja akan mendukung di pengadilan. Teknik audit yang lebih di tekankan adalah audit investigatif.

Pengetahuan dan keterampilan investigasi, seperti taktik pengawasan dan wawancara dan keahlian interogasi, membantu akuntan forensik di luar keterampilan yang berkaitan dengan audit dan memadukan aspek keuangan dan hukum forensik. Sebelum melakukan wawancara atau investigasi, akuntan forensik sebagai seorang investigator harus menguasai dengan baik semua fakta yang terkumpul. Investigasi biasanya dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari beberapa investigator.


(56)

Pengetahuan tentang kriminologi, khususnya studi tentang psikologi penjahat, penting untuk akuntan forensik, karena keterampilan investigasi yang efektif seringkali mengandalkan pada pengetahuan tentang motif pelaku melakukan fraud dan insentif yang diterimanya dengan melakukan tindakan tersebut. Seorang akuntan forensik harus bisa membaca verbal behavior, paralinguistic behaviour dan nonverbal behavior dari pelaku.

Pengetahuan akuntansi membantu akuntan foresik menganalisis dan menginterpretasikan informasi keuangan yang diperlukan untuk menelusuri sebuah kasus dalam penyelidikan keuangan seperti kebangkrutan yang sudah di setting, operasi pencucian uang (money laundering operation), atau skema penggelapan. Hal Ini mencakup pengetahuan tentang internal control yang berhubungan dengan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Pengetahuan hukum sangat penting untuk keberhasilan akuntan forensik. Pengetahuan tentang hukum dan prosedur pengadilan memungkinkan akuntan forensik untuk mengidentifikasi jenis bukti yang diperlukan untuk memenuhi standar hukum yurisdiksi di mana kasus itu harus diadili, dan menyimpan bukti dengan cara yang memenuhi kriteria pengadilan.

Pengetahuan dan keahlian dalam bidang teknologi informasi (TI) merupakan alat yang penting bagi akuntan forensik dalam tindak kriminal dalam dunia digital. Akuntan forensik harus mengetahui titik yang berhubungan dengan


(57)

hardware dan software komputer yang dicurigai sebagai celah bagi pelaku fraud dalam melakukan tindak kecurangan.

Kemampuan komunikasi dibutuhkan oleh akuntan forensik dalam melaporkan hasil investigasi dan analisisnya secara benar dan tepat pada pengguna informasi baik secara lisan maupun tulisan. Selain keahlian diatas ada beberapa keahlian lagi yang harus dimiliki oleh akuntan forensik yaitu, composure maksudnya seorang akuntan forensik harus dapat bekerja dengan baik walaupun dalam kondisi tertekan.

4.3 Lembaga Pelaksana Akuntan Forensik di Indonesia

Beberapa lembaga pelaksana akuntansi forensik di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)

Badan Pengawas Keuangan dibentuk dengan tujuan untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, badan layanan umum dan badan usaha milik daerah dan lembaga lain yang mengelola keuangan negara berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hasil pemeriksaan tersebut nantinya akan diserahkan pada Dewan Perwakilan Rakyat. Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan


(58)

dengan tujuan tertentu sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.

Dalam melaksanakan tugas Pemeriksaan, BPK berwenang :

a. Menentukan menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan.

b. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

c. Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.

d. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK.

e. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

f. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

g. Menggunakan tenaga ahli dan/ atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

h. Membina jabatan fungsional Pemeriksa.

i. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan, dan

j. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. (bpk.go.id)

BPK sendiri mendefenisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya keahlian teknis dalam mendeteksi fraud, yaitu mempunyai kemampuan


(59)

mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi dan mampu melaporkan fakta tersebut secara lengkap. Salah satu pendekatan yang diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan akuntansi forensik atau audit investigatif.

2. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

KPK merupakan institusi yang ditunjuk oleh pemerintah yang fokus pada pengungkapan kasus korupsi. Sejak pertama kali di bentuk pada tahun 2004 KPK telah banyak berhasil menyelamat uang negara dengan niai triliunan yang di selewengkan oleh para koruptor/

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tugas sebagai berikut: a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi.

b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi. e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

(kpk.go.id)

3. PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)

Dalam menginvestigasi suatu tindak pidana korupsi teknik audit yang biasa dilakukan oleh PPATK adalah menelusuri ketidakwajaran penghasilan atau pola konsumsi pelaku tindak pidana korupsi. Selain itu teknik lain yang biasa digunakan adalah menelusuri aliran uang (follow the money).


(60)

Berdasarkan pasal 26 Undang - Undang No.15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, menetapkan tugas PPATK sebagai berikut :

a. Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini.

b. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan.

c. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan.

d. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

e. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam Undang-undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan.

f. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

g. Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan.

h. Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan. i. Memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan

sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

Berdasarkan pasal 27 Undang - Undang No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003 mengatur kewenangan PPATK sebagai berikut :

a. Meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan.

b. Meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum.

c. Melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan.

d. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b. (ppatk.go.id)


(61)

4. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)

Sesuai dengan Pasal 52, 53 dan 54 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan.

b. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan.

c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP.

d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan.

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, BPKP mempunyai kewenangan :

a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.

b. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro.

c. Penetapan sistem informasi di bidangnya.

d. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidangnya.

e. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya.

f. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :

1. Memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan, tempat-tempat penimbunan, dan sebagainya.

2. Meneliti semua catatan, data elektronik, dokumen, buku perhitungan, surat-surat bukti, notulen rapat panitia dan sejenisnya, hasil survei laporan-laporan pengelolaan, dan surat-surat lainnya yang diperlukan dalam pengawasan.

3. Pengawasan kas, surat-surat berharga, gudang persediaan dan lain-lain.


(62)

4. Meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan, baik hasil pengawasan BPKP sendiri maupun hasil pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan, dan lembaga pengawasan lainnya. (bpkp.go.id)

5. KAP (Kantor Akuntan Publik)

Seorang akuntan forensik tidak mesti seorang sarjana akuntansi. Seorang akuntan forensik harus mendalami berbagai disiplin ilmu. Selain ilmu akuntansi, audit, juga harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang prinsip-prinsip hukum dasar serta standar untuk penemuan hukum dan etika profesi seberti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, tidak jarang untuk akuntan forensik juga menjadi pengacara berlisensi.

Akuntan sebagai orang yang dipercaya para stakeholder untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan tentu harus tanggap akan kondisi dan keadaan ekonomi yangsedang terjadi. Akuntan juga harus tahu cara berpikir orang-orang yang mungkin dengan sengaja ingin menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Sehingga usaha-usaha licikmereka dapat terbaca dan memberikan opini atas laporan keuangan dengan tepat pula.Akuntan harus menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini, sejajar dengan Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK


(1)

142 Sudan 172 1.6

143 Turkmenistan 172 1.6

144 Uzbekistan 172 1.6

145 Iraq 175 1.5

146 Afghanistan 176 1.4

147 Myanmar 176 1.4


(2)

Lampiran 5. Indeks Persepsi Korupsi Negara-Negara di Dunia Tahun 2011

No. Negara IPK Rangking

1 Selandia Baru 9.5 1

2 Denmark 9.4 2

3 Finlandia 9.4 2

4 Swedia 9.3 4

5 Singapura 9.2 5

6 Norwegia 9 6

7 Belanda 8.9 7

8 Australia 8.8 8

9 Swiss 8.8 8

10 Kanada 8.7 10

11 Luxemburg 8.5 11

12 Hong Kong 8.4 12

13 Islandia 8.3 13

14 Jerman 8 14

15 Jepang 8 14

16 Austria 7.8 16

17 Barbados 7.8 16

18 Inggris 7.8 16

19 Belgia 7.5 19

20 Irlandia 7.5 19

21 Bahamas 7.3 21

22 Chili 7.2 22

23 Qatar 7.2 22

24 Amerika Serikat 7.1 24

25 Prancis 7 25

26 Saint Lucia 7 25

27 Uruguay 7 25

28 Emirat Arab 6.8 28

29 Estonia 6.4 29

30 Siprus 6.3 30

31 Spanyol 6.2 31

32 Bostwana 6.1 32

33 Portugal 6.1 32

34 Taiwan 6.1 32

35 Slovenia 5.9 35

36 Israel 5.8 36


(3)

38 Bhutan 5.7 38

39 Malta 5.6 39

40 Puerto Rico 5.6 39

41 Cape Verde 5.5 41

42 Polandia 5.5 41

43 Korea Selatan 5.4 43

44 Brunei Darussalam 5.2 44

45 Dominica 5.2 44

46 Bahrain 5.1 46

47 Macau 5.1 46

48 Mauritus 5.1 46

49 Rwanda 5 49

50 Costa Rica 4.8 50

51 Lithuania 4.8 50

52 Oman 4.8 50

53 Seychelles 4.8 50

54 Hungaria 4.6 54

55 Kuwait 4.6 54

56 Yordania 4.5 56

57 Chezh Republic 4.4 57

58 Namibia 4.4 57

59 Saudi Arabia 4.4 57

60 Malaysia 4.3 60

61 Kuba 4.2 61

62 Latvia 4.2 61

63 Turkey 4.2 61

64 Georgia 4.1 64

65 Afrika Selatan 4.1 64

66 Kroasia 4 66

67 Montenegro 4 66

68 Slovakia 4 66

69 Ghana 3.9 69

70 Italy 3.9 69

71 FYR Macedonia 3.9 69

72 Samoa 3.9 69

73 Brazil 3.8 73

74 Tunisia 3.8 73

75 China 3.6 75

76 Romania 3.6 75

77 Gambia 3.5 77


(4)

79 Vanuatu 3.5 77

80 Colombia 3.4 80

81 El Salvador 3.4 80

82 Greece 3.4 80

83 Maroko 3.4 80

84 Peru 3.4 80

85 Thailand 3.4 80

86 Bulgaria 3.3 86

87 Jamaica 3.3 86

88 Panama 3.3 86

89 Serbia 3.3 86

90 Sri Langka 3.3 86

91 Bosnia Herzegovina 32 91

92 Liberia 32 91

93 Trinidad and Tobago 32 91

94 Zambia 32 91

95 Albania 3.1 95

96 India 3.1 95

97 Kiribati 3.1 95

98 Swaziland 3.1 95

99 Tonga 3.1 95

100 Argentina 3 100

101 Benin 3 100

102 Burkina Faso 3 100

103 Djibouti 3 100

104 Gabon 3 100

105 Indonesia 3 100

106 Madagaskar 3 100

107 Malawi 3 100

108 Mexico 3 100

109 Sao Tome & Principe 3 100

110 Suriname 3 100

111 Tanzania 3 100

112 Algeria 2.9 112

113 Egypt 2.9 112

114 Kosovo 2.9 112

115 Moldova 2.9 112

116 Senegal 2.9 112

117 Vietnam 2.9 112

118 Bolivia 2.8 118


(5)

120 Bangladesh 2.7 120

121 Ecuador 2.7 120

122 Ethiopia 2.7 120

123 Guatemala 2.7 120

124 Iran 2.7 120

125 Kazakhstan 2.7 120

126 Mongolia 2.7 120

127 Mozambique 2.7 120

128 Solomon Island 2.7 120

129 Armenia 2.6 129

130 Republik Dominica 2.6 129

131 Honduras 2.6 129

132 Filiphina 2.6 129

133 Syiria 2.6 129

134 Cameroon 2.5 134

135 Eritrea 2.5 134

136 Guyana 2.5 134

137 Lebanon 2.5 134

138 Maldives 2.5 134

139 Nicaragua 2.5 134

140 Niger 2.5 134

141 Pakistan 2.5 134

142 Sierra Leone 2.5 134

143 Azerbaijan 2.4 143

144 Belarus 2.4 143

145 Comoros 2.4 143

146 Mauritania 2.4 143

147 Nigeria 2.4 143

148 Russia 2.4 143

149 Timor-Leste 2.4 143

150 Togo 2.4 143

151 Uganda 2.4 143

152 Tajikistan 2.3 152

153 Ukraina 2.3 152

154 Republik Afrika Tengah 2.2 154

155 Republik Congo 2.2 154

156 Cote d'Ivoire 2.2 154

157 Guinea-Bissau 2.2 154

158 Kenya 2.2 154

159 Laos 2.2 154


(6)

161 Papua New Guinea 2.2 154

162 Paraguay 2.2 154

163 Zimbabwe 2.2 154

164 Kamboja 2.1 164

165 Guinea 2.1 164

166 Kyrgystan 2.1 164

167 Yaman 2.1 164

168 Angola 2 168

169 Chad 2 168

170 Democratic Republic of the Congo 2 168

171 Libya 2 168

172 Burundi 1.9 172

173 Equatorial guinea 1.9 172

174 Venezuela 1.9 172

175 Haiti 1.8 175

176 Iraq 1.8 175

177 Sudan 1.6 177

178 Turkmenistan 1.6 177

179 Uzbekistan 1.6 177

180 Afganistan 1.5 180

181 Myanmar 1.5 180

182 Korea Utara 1 182

183 Somalia 1 182