Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

(1)

TUGAS AKHIR

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

PROSEDUR PELAKSANAAN PENAGIHAN TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PENCAPAIAN PELUNASAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM DISUSUN OLEH

NAMA : RIZKI PURI RAHAYU

NIM : 072600063

Untuk Memenuhi Salah satu Syarat

Menamatkan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulisan tugas akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tugas akhir yang dipilih penulis adalah Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Chaidir dan Ibunda Listiani, yang selalu memberikan dukungan dan motivasi, selalu mendoakan setiap langkah penulis serta curahan kasih sayang yang tak ada habisnya.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tugas akhir ini, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(3)

2. Bapak Drs. Husni Thamrin Nst. Msi selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.Sp selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

4. Bapak Drs. Bastari, MM, BKP selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan tugas akhir ini

5. Bapak Prof. DR. Marlon Sihombing, MA selaku Dosen Wali yang telah memberikan nasehat kepada penulis

6. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membimbing penulis selama perkuliahan, serta memberikan kemudahan bagi penulisan dalam penulisan tugas akhir ini

7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam beserta Staff khususnya di bagian Seksi Penagihan yang telah mempermudah dan banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan melengkapi tugas akhir

8. My Lovely SistersCharlina Wanda Sari, Ss dan Deti Pratiwi, I m lucky to be a part of you sis. Go Cai sistas!

9. 2 sahabat gilaku Berok dan Vedoy, life can be so boring without you gals. Thanks for being my friend.


(4)

11. Semua anak Tax, terutama kelas B. This three years will be a letter of my memory that I can t forget.

12. R.O.N.D.O.L [my love, I cant find the word to tell you]

13. Dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu baik dukungan moriil maupun materiil.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala saran dan kritik sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap agar tugas akhir ini membawa manfaat bagi pembaca dan kalangan akademisi.

Medan, Juli 2010 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... .. . iv

BAB I PEDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... . . 1 B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... .. 3 C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... . 5 D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... . . 6

E. Metode Pengumpulan Data .. . ... 7

F. Sistematika Penulisan . ... 8

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

LUBUK PAKAM... ... . .. 9

A. Sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam . 9

B. Visi dan Misi . .. 11

C. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam .. 12

D. Struktur Organisasi . 13

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK .... 17

A. Pengertian Utang Pajak dengan Pajak yang Terutang 17

B. Timbulnya Utang Pajak .. 18


(6)

E. Pengertian Pejabat dan Jurusita Pajak . 24

F. Dasar Hukum Penagihan Pajak . .. 26

G. Dasar Tindakan Penagihan Pajak ... 27

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI ... 34

A. Tahap Pelaksanaan Tindak Penagihan Pajak . . 34

B. Analisa Pelunasan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa 42

C. Kendala-kendala dalam Proses Penagihan . ... .. 52

D. Upaya untuk Mengatasi Kendala-kendala yang dihadapi ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN . .. 55

A. Kesimpulan . 55

B. Saran 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri

Demi mewujudkan kemandirian suatu bangsa dan negara dalam pembiayaan pembangunan, pemerintah perlu melakukan usaha usaha yang cukup optimal, salah satunya adalah menggali sumber sumber dana yang berasal dari dalam negeri. Pada saat ini sektor perpajakan merupakan salah satu sumber penerimaan yang ideal baik itu penerimaan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Bila dilihat dari potensinya, sektor perpajakan dapat menjadi salah satu sektor yang dapat memenuhi pembiayaan pembangunan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara materil maupun spiritual. Bisa berjalan secara baik atau tidak pemanfaatan sumber ini tak lepas dari adanya kebijakan kebijakan dari pemerintah dan peran serta masyarakat untuk memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan, namun dalam kenyataannya masih banyak dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat dari tidak di lunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. Selama ini masyarakat masih menganggap pajak sebagai suatu beban. Tingkat pendapatan yang rendah serta minimnya pengetahuan tentang pajak merupakan suatu faktor yang menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melunasi


(8)

Sehubungan dengan hal itu, aparat pajak dalam melakukan tugasnya didukung oleh berbagai faktor penunjang, salah satunya adalah penerapan langkah strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta upaya yang dilakukan dalam rangka pelunasan atau pencairan tunggakan pajak yang terutang sesuai dengan prosedur penagihan sehingga tercapainya pelunasan tunggakan pajak yang semestinya untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyandraan, menjual barang yang telah disita.

Melihat pentingnya pelaksanaan penagihan pajak guna pelunasan utang pajak oleh wajib pajak, maka mendorong penulis untuk memilih judul PROSEDUR PELAKSANAAN PENAGIHAN TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PENCAPAIAN PELUNASAN TUNGGAKAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM .


(9)

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori teori yang diterima bangku perkuliahan dan merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dapat mahasiswa peroleh dengan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, yang mana kegiatan ini juga memberikan tujuan dan manfaat yang sangat baik bagi mahasiswa.

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun tujuan dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan penagihan terhadap wajib pajak dalam pencapaian pelunasan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam proses penagihan dan upaya-upaya yang ditempuh dalam mengatasinya

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Sedangkan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Bagi Mahasiswa

a. Mengaplikasikan disiplin ilmu yang diperoleh diperkuliahan ke dalam permasalahan yang dihadapi di dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri


(10)

dan ikut bergabung langsung sekaligus berperan serta kedalam lingkungan kerja

b. Mendorong mahasiswa untuk belajar menjadi tenaga ahli yang siap pakai

c. Untuk menambah pengetahuan penulis khususnya dalam bidang penagihan pajak

d. Mengetahui secara langsung praktik kerja yang sesungguhnya dan penanganan masalah yang dihadapai

e. Memahami prosedur pelaksanaan penagihan pajak terhadap wajib pajak

2. Bagi Instansi Pemerintah

a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dengan lembaga pendidikan Universitas Sumatera Utara khususnya bagi Program Diploma III Administrasi Perpajakan

b. Meningkatkan kerja sama dengan Lembaga Lembaga pendidikan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia

c. Mendorong pemunculan ide ide dan pemikiran baru

d. Sebagai referensi rekrutmen sumber daya manusia dimasa yang akan datang


(11)

3. Bagi Lembaga Pendidikan

a. Meningkatkan hubungan kerja sama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

b. Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan instansi pemerintahan

c. Memberikan bukti nyata atas disiplin ilmu yang telah diterapkan d. Meningkatkan profesionalisme, memperluas serta memantapkan

pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu khususnya dibidang perpajakan

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah : 1. Prosedur pelaksanaan penagihan terhadap wajib pajak dalam pencapaian

pelunasan tunggakan pajak, yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

2. Informasi mengenai data-data pelunasan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penagihan pajak dan upaya-upaya yang ditempuh dalam mengatasinya


(12)

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun metode dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri sebagai berikut :

1. Persiapan

Pada tahapan ini penulis melakuakan persiapan yang dimulai dari penyusunan proposal, memohon surat pengantar Praktik Kerja Lapangan Mandiri dari pihak Fakultas / Program Diploma III Administrasi Perpajakan, mencari bahan untuk pembuatan laporan hingga konsultasi pada pihak dosen.

2. Studi Literatur

Penulis melakukan studi literatur ke berbagi sumber bacaan yang berkaitan dengan judul dan proposal tersebut yang merupakan dasar teori yang mendukung pembuatan laporan seperti buku buku, majalah, koran, Undang Undang maupun literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakuakan oleh penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri 3. Observasi Lapangan

Melakukan pengamatan secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam untuk mengetahui keadan kinerja pada kantor tersebut dan untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang akan diteliti

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data juga penulius lakukan demi menunjang keberhasilan dari topik yang akan dibahas, dalam hal ini data data bersumber dari Kantor


(13)

Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam baik dari hal- hal yang sudah lihat, data tertulis maupun data lisan

3. Analisa dan Evaluasi

Kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahn dan kendala yang dihadapi dan mencari tahu atau menanyakan solusi yang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data digunakan 3 metode: a. Metode Observasi

Dalam metode ini penulis langsung ke lapangan untuk melakukan pengamatan terhadap data-data di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

b. Interview

Dalam metode ini penulis melakukan tanya jawab kepada para pegawai kantor setempat yang mengetahui hal-hal yang diperlukan dalam penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

c. Dokumentasi

Yaitu menggunakan dokumen-dokumen resmi atau arsip-arsip yang dianggap penting bukti otentik


(14)

BAB II

GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

A. Sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu ada 2 (dua) Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi penduduk yang semakin cepat, maka pemerintah merasa perlu adanya tammbahan Kantor Inspeksi Pajak yang gunanya untuk menambah penerimaan negara dari sektor pajak.

Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat didalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligus dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Kemudian pada tanggal 3 Agustus 1993 dikeluarkanlah Keputusan Menteri Keuangan Indonesia No.785/KMK.01/1993 Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 (empat) wilayah kerja yaitu:


(15)

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang beralamat di jalan Diponegoro No. 30 Medan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, Jl. Sukamulia No. 17-A Medan 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, Jl. Asrama No. 7 Medan 4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai, Jl Asrama No. 7 Medan

Untuk mengimplentasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktorat Jendral Pajak perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama untuk memudahkan wajib pajak , ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karipka) dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama). Kantor Pelayanan Pajak Pratama yaitu Instansi vertical direktorat jendral pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I (Kanwil DJP Sumut I). KPP Pratama akan melayani PPh, PPN, PBB, BPHTB. Selain itu KPP Pratama juga melakukan pemeriksaan tetapi bukan sebagai lembaga yang memutuskan keberatan, struktur organisasi KPP Pratama berdasarkan fungsi pajak bukan jenis pajak.


(16)

Adapun KPP Pratama yang bernaung di Lingkungan Kanwil DJP Sumut I adalah : 1. KPP Pratama Medan Belawan

2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Petisah 4. KPP Pratama Medan Polonia 5. KPP Pratama Medan Kota 6. KPP Pratama Medan Timur 7. KPP Pratama Lubuk Pakam 8. KPP Pratama Binjai

Sesuai dengan Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor KEP-95/PJ/2008 tanggal 27 mei 2008 tentang Saat Mulai Operasi (SMO) KPP Pratama di Lingkungan Kanwil DJP Sumut I, maka KPP Pratama Lubuk Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 mei 2008. KPP Pratama Lubuk Pakam berada dibawah lingkungan Kanwil DJP Sumut I.

B.Visi dan Misi

Pernyataan Visi :

MENJADI INSTITUSI PEMERINTAH YANG MENYELENGGARAKAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN YANG EFEKTIF, EFISIEN, DAN DIPERCAYA MASYARAKAT DENGAN INTEGRITAS DAN PROFESIONALISME YANG TINGGI


(17)

Pernyataan misi :

MENGHIMPUN PENERIMAAN PAJAK NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN YANG MAMPU MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PEMBIAYAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA MELALUI SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN.

C. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

KPP Pratama Lubuk Pakam adalah instansi vertical Direktorat Jendral Pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Kanwil DJP Sumut I. Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana Kantor Pelayanan Pajak Pratama mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dalam daerah wewenangnya, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

1. Tugas

Dalam kedudukannya tersebut, KPP Pratama Lubuk Pakam mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan wajib pajak di bidang PPh, PPN, PPnBM, PBB, BPHTB, Pajak Tidak Langsung, dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(18)

2. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama Lubuk Pakam menyelenggarakan fungsi:

a) Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

b) Pengadministrsian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya. c) Penyuluhan Perpajakan

d) Penatausahaan utang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak e) Pelaksanaan pemeriksaan pajak

f) Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak g) Pelaksanaan konsultasi perpajakan

h) Pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi i) Pelaksanaan administrasi KPP

D. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilakanakan dengan teratur dan baik untuk


(19)

mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal. Susunan organisasi KPP Pratama Lubuk Pakam adalah sebagai berikut :

1. Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum terdiri dari 3 bagian: a. Tata Usaha dan Kepegaiwan

Tugasnya adalah menyelenggarkan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepagawaian dengan cara melakukan pengurusan surat, pengetikan surat, pengetikan dan pengadaan , penataan berkas penyusunan arsip, tata usaha kepagawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang tugas Kantor Pelayanan Pajak

b. Keuangan

Tugasnya adalah merencanakan kebutuhan selama 1 tahun dan melakukan pendanaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

c. Bagian Rumah Tangga

Tugasnya adalah melakukan seluruh urusan rumah tangga dan urusan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang tugasnya adalah mengkoordinasikan urusan pengolahan data dan penyajian informasi, pembuatan monografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta


(20)

ektensifikasi wajib pajak dan intensifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi SPT dan e-Filing, pelaksanaa i-SISMIOP dan SIG, serta penyiapan laporan kinerja.

3. Seksi Pelayanan

Seksi pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak serta melakukan kerjasama perpajakan.

4. Seksi Penagihan

Seksi penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dang angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan

Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi perpajakan lainnya.


(21)

6. Seksi Ekstensifikasi

Seksi ekstensifikasi perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III

Seksi pengawasan dan Konsultasi I, Seksi pengawasan konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, mealkukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding.


(22)

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK

A. Pengertian Utang Pajak dengan Pajak yang Terutang

Pengertian utang dalam hukum perdata dapat mempunyai arti luas dan sempit. Utang dalam arti luas bila dilihat secara umum merupakan segala sesuatu yang harus dilakukan oleh yang berkewajiban sebagai konsekuensi perikatan seperti menyerahkan barang, melakukan perbuatan tertentu, membayar barang dan sebagainya. Sedangkan utang dalam arti sempit adalah perikatan sebagai akibat perjanjian khusus yang disebut utang piutang yang mewajibkan debitur untuk membayar kembali jumlah uang yang telah dipinjamnya dari kreditur. Jadi, utang pajak bila dilihat dalam arti luas menurut hukum pajak merupakan suatu ikatan yang terjadi karena perjanjian disatu pihak sebagai kreditur dan pihak lain sebagai debitur yang melakukan suatu ikatan yang bukan hanya perjanjian tetapi karena undang-undang, yang penagihannya dapat dipaksakan. Pengertian utang pajak menurut Soemitro dalam bukunya Asas dan Dasar Perpajakan adalah sebagai berikut :

utang yang timbul secara khusus karena negara sebagai (kreditur) terikat dan tidak dapat memilih secara bebas, siapa yang akan dijadikan debiturnya seperti dalam hukum perdata

Jadi, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar sebagai dasar penagihan pajak.


(23)

Sedangkan pengertian Pajak yang terutang menurut Marihot P. Siahaan dalam bukunya Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, adalah :

Menurut Ketentuan Perpajakan Indonesia, Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan .

B. Timbulnya Utang Pajak

Dalam hukum pajak di Indonesia, tidak selalu dinyatakan dengan jelas dalam undang-undang, saat timbulnya utang pajak akan tetapi lebih ditekankan mengenai keharusan untuk membayarnya.

Terdapat dua ajaran mengenai saat timbulnya utang pajak, yaitu :

1. Ajaran Material

Menurut ajaran material, timbulnya utang pajak karena bunyi undang-undang saja, tanpa diperlukan suatu perbuatan manusia (jadi sekalipun tidak dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus) asalkan dipenuhi syarat: terdapatnya suatu tatbestand (keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa, yang dapat menimbulkan utang pajak). Jadi, utang pajak timbul karena adanya undang-undang pajak dan peristiwa /keadaan/perbuatan tertentu (taatbestand), serta tidak menunggu dari tindakan fiskus/pemerintah. Maksudnya adalah, untuk timbulnya utang itu tidak diperlukan campur tangan atau tindakan dari pejabat pajak, asalkan syarat-syarat yang


(24)

ialah bahwa pada saat utang itu timbul, tidak diketahui dengan pasti berapa besarnya pajak karena kebanyakan Wajib Pajak tidak menguasai ketentuan undang-undang perpajakan sehingga kurang mampu menerapkannya.

2. Ajaran Formal

Menurut ajaran formal, timbulnya utang pajak apabila telah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak. Jadi, selama belum ada utang pajak tidak akan dilakukan tindakan penagihan walaupun syarat subjek dan objek telah terpenuhi. Keuntungan dari ajaran ini adalah pada saat utang pajak timbul, sekaligus dapat diketahui dengan pasti berapa besarnya utang pajak, karena yang menentukan besarnya pajak itu adalah Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan kelemahannya adalah besar sekali kemungkinan utang pajak ditetapkan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dan bahwa ajaran ini tidak dapat diterapkan terhadap pajak langsung yang tidak menggunakan Surat Ketetapan Pajak.

Dalam sistem perpajakan Indonesia yang berlaku saat ini, khususnya untuk Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dilihat bahwa yang berlaku adalah ajaran material, karena utang pajak timbul tanpa harus menunggu adanya ketetapan penagihan dari fiskus. Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan masih menganut ajaran formal, karena utang pajak timbul jika ada penetapan dari fiskus berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).


(25)

Dalam sistem self assessment dan witholding, timbulnya utang pajak yang cocok untuk digunakan adalah berdasarkan ajaran material. Karena dalam system ini, wajib pajaklah yang harus aktif menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang, kemudian menyetor dan melaporkannya kepada Kantor Pelayanan Pajak.

C. Berakhirnya Utang Pajak

Setiap peristiwa perikatan, termasuk utang pajak, pada akhirnya akan jatuh tempo dan harus berakhir. Umumnya berakhirnya utang pajak karena dibayar atau dilunasi. Dalam hukum pajak, ada beberapa cara berakhirnya utang pajak antara lain:

a. Adanya pelunasan atau pembayaran

Utang pajak akan hapus apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran atas utang pajaknya ke kas negara. Dalam hukum pajak yang dimaksudkan adalah pembayaran dengan menggunakan mata uang dari negara yang memungut pajak ini. Pembayaran harus disetorkan ke kas negara atau tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dalam hal ini tempat lain misalnya bank yang ditunjuk pemerintah, baik bank pemerintah atau Swasta.

b. Kompensasi

Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai kelebihan pembayaran pajak, sedangkan disisi lain terdapat kekurangan pembayaran pajak sehingga jumlah kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat dikompensasikan untuk tahun atau masa pajak berikutnya. Contohnya kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai untuk


(26)

Kompensasi dapat dilakukan jika salah satu pihak disamping mempunyai hutang juga mempunyai tagihan pada yang lain. Dalam hukum pajak kompensasi dapat dilakukan Wajib Pajak untuk jenis pajak yang mempunyai kelebihan pembayaran, sedang untuk jenis yang lain terdapat kekurangan pembayaran. Tidak semua macam kompensasi dapat dilakukan untuk menghapus pajak. Seorang Wajib Pajak yang mempunyai utang pajak tidak mungkin memperhitungkan dengan tagihan pemerintah, seperti; Wajib Pajak adalah rekanan pemerintah, maka tagihan ini tidak dapat dikompensasikan dengan utang pajaknya, karena sifat hutangnya berbeda dan juga lapangan hukumnya berbeda pula. Sarana untuk melaksanakan kompensasi dapat dilakukan melalui pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

c. Daluwarsa atau lewat waktu

Berakhirnya utang pajak karena kedaluarsa aau lewat waktu terjadi jika dalam jangka waktu tertentu suatu pajak tersebut dianggap lunas dan tidak dapat ditagih lagi. Dengan demikian utang pajak utang pajak akan berakhir jika telah melewati eaktu kedaluarsa. Menurut undang-undang KUP, utang pajak akan kedaluarsa setelah lampau waktu 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, tahun pajak, atau bahagian tahun pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu, apabila telah lewat waktu 10 tahun sejak pajak terutang atau berakhirnya masa pajak, tahun pajak atau bahagian tahun pajak wajib pajak belum membayar lunas utang pajaknya dan fiskus tidak melakukan tindakan penagihan pajak, maka secara hukum utang pajak tersebut telah berakhir dengan sendirinya.


(27)

d. Pembebasan pajak

Pembebasan pajak merupakan pengakhiran utang pajak yang dilakukan oleh fiskus tanpa persetujuan pihak wajib pajak. Hal ini dilakukan jika ada permohonan atau keadaan ekonomi wajib pajak yang mengalami kemunduran keuangan. Pembebasan pajak menurut undang-undang pajak umumnya hanya diberikan terhadap sanksi administrasi saja.

e. Penghapusan pajak

Dalam hukum pajak dimungkinkan pula berakhirnya pajak melalui penghapusan terhadap kewajiban pajak karena wajib pajak mengalami kebangkrutan sehingga mengalami kesulitan keuangan. Untuk menentukan apakah seorang wajib pajak pailit atau tidak diperlukan penyidikan yang seksama oleh fiskus dengan tujuan nantinya tindakan fiskus dapat dipertanggungjawabkan.

f. Penundaan penagihan

Dengan cara ini penagihan pajak terutang dapat ditunda dalam jangka waktu tertentu. Jika kemudian ternyata wajib pajak mampu lagi untuk meluasi utang pajaknya, maka barulah ditagih. Jika tidak dapat juga ditagih maka barulah dihapuskan pajaknya.


(28)

D. Definisi Penagihan Pajak

Penagihan dilaksanakan oleh fiksus sehubungan adanya kewajiban wajib pajak, baik sebagian maupun keseluruhan, yang masih terutang pada negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses penagihan yang optimal akan lebih meningkatkan realisasi penerimaan negara melalui pencairan tunggakan. Agar penagihan dapat maksimal, maka harus dilakukan dengan tertib dan taat asas.

Menurut Moeljo Hadi, SH dalam bukunya Dasar-dasar Penagihan pajak Negara, pengertian Penagihan adalah :

Penagihan adalah serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yang terutang menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku .

Penagihan yang dimaksud oleh Moeljo Hadi lebih kepada tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh dari kewajiban perpajakannya.

Mirip dengan pengertian di atas, Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro merumuskan pengertin Penagihan adalah sebagai berikut :

Penagihan ialah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi Undang-Undang Pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang .


(29)

E. Pengertian Pejabat dan Jurusita Pajak 1. Pengertian Pejabat

Pengertian pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 atau yang disebut dengan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) Pasal 1 ayat 5 adalah sebagai berikut:

Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah .

Dari pengertian pejabat disini dapat diketahui bahwa UU PPSP ini tidak hanya untuk penagihan pajak-pajak pusat saja sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.19 tahun 1959, akan tetapi untuk penagihan pajak-pajak daerah. Dari pengertian Pejabat ini juga tersurat tugas-tugas Pejabat dalam kaitannya dengan pelaksanaan tindakan penagihan pajak. Pejabat berwenang yang dimaksud menurut ketentuan Pasal 2 UU PPSP disebutkan bahwa Pejabat yang berwenang tersebut ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak-pajak pusat dan Kepala


(30)

2. Pengertian Jurusita Pajak

UU PPSP Pasal 1 angka 6 menyebutkan pengertian jurusita pajak adalah : Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan . Untuk diangkat menjadi jurusita pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Berijazah serendah-rendahnya SMU atau yang setingkat dengan itu; 2. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda atau Golongan II/a; 3. Berbadan Sehat dan tidak cacat phisik;

4. Lulus Pendidikan Jurusita Pajak;

5. Sebelum melaksanakan tugasnya diangkat dan disumpah oleh pejabat; 6. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.

Sebelum memangku jabatannya, Jurusita di ambil sumpah atau janji menurut agama dan kepercayaan yang dianutnya.

Tugas Jurusita Pajak :

a. melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; b. memberitahukan Surat Paksa;

c. melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaaan, dan


(31)

F. Dasar Hukum Penagihan Pajak

1. Undang-undang No. 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU. PPSP)

2. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

3. Keputusan Menteri Keuangan No. 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa 4. Keputusan Menteri Keuangan No. 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan

Penyitaan Harta Kekayaan Penaggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

5. Keputusan Menteri Keuangan No. 564/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Surat Paksa dan Penyitaan di luar Wilayah Kerja Pejabat yang Menerbitkan Surat Paksa

6. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 135 tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagiha Pajak dengan Surat Paksa

7. PP Nomor 136 tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang dikecualikan dari Penjualan secara Lelang dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.


(32)

G. Dasar Tindakan Penagihan Pajak

Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) menentukan dasar penagihan yang menjadi landasan tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap wajib pajak PPh, PPN, dan PPn BM. Dasar penagihan pajak tersebut adalah :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB dikeluarkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. SKPKB diterbitkan apabila :

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;

c. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen);


(33)

d. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau

e. Kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT diterbitkan apabila fiskus menemukan data baru berkaitan dengan perhitungan pajak yang masih dibayar oleh wajib pajak, dan ternyata diketahui bahwa besarnya pajak terutang yang telah ditetapkan dalam SKPKB masih kurang dari semestinya. Untuk mengantisipasi hal ini, Undang-Undang KUP memberikan kewenangan kepada fiskus untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) untuk menagih kekurangan pajak yang terutang tersebut.

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT.

3. Surat Tagihan Pajak (STP)

Sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:


(34)

b. Dari hasil penelitian terdapat kekuranngan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau bunga;

c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda/atau bunga;

d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak

mengisi faktur pajak secara lengkap (selain: identitas pembeli, nama dan tandatangan);

f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau

g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah memberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

4. Surat Keputusan Keberatan

Keberatan merupakan upaya hukum yang diajukan wajib pajak sebagai akibat dari adanya perbedaan penafsiran dan pendirian menengenai ketentuan hukum di bidang perpajakan terhadap suatu kasus tertentu antara wajib pajak dengan fiskus. Sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada direktur Jenderal Pajak atas suatu:

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);


(35)

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.

Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak. Keputusan keberatan yang dapat diajukan sesuai dengan undang-undang penagihan dengan Surat Paksa adalah keputusan keberatan yang menambah jumlah pajak yang terutang.

Kemungkinan keputusan keberatan menurut undang-undang KUP pasal 26 ayat (3) yaitu:

1. Ditolak.

2. Diterima sebagian

3. Diterima seluruhnya, atau

4. Menambah jumlah pajak yang masih harus dibayar

5. Surat Keputusan Pembetulan


(36)

hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam:

a. Surat keputusan pajak, yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;

b. Surat Tagihan Pajak;

c. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; d. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;

e. Surat Keputusan Pembetulan; f. Surat Keputusan Keberatan;

g. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi; h. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; i. Surat Keputusan Ketetapan Pajak; atau

j. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.

Ruang lingkup pembetulan terbatas pada kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari:

a. Kesalahan tulis pada nama, alamat, NPWP, nomor ketetapan pajak, jenis pajak, masa atau tahun pajak, tanggal jatuh tempo,

b. Kesalahan hitung berupa tamaba, kurang, kali, bagi suatu bilangan, atau

c. Kekeliruan dalam penerapan ketentuan seperti tarif, persentae NPPN, sanksi administrasi, penghasilan tidak kena pajak, Pajak Penghasilan tahun berjalan, dan kredit pajak


(37)

Pengertian membetulkan dapat berupa menambah, mengurangkan atau menghapuskan, tergantung sifat kesalahan tau kekeliruan yang terjadi. Keputusan pembetulan yang dapat diajukan sesuai dengan undang-undang penagihan dengan Surat Paksa adalah keputusan pembetulan yang menambah jumlah pajak yang terutang

6. Putusan Banding

Keputusan keberatan disampaikan kepada wajib pajak untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan isi surat keputusan tersebut. Apabila wajib pajak merasa tidak puas atas jawaban keputusan keberatan yang diterbitkan oleh fiskus, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan banding. Keputusan banding yang dapat diajukan sesuai dengan undang-undang penagihan dengan Surat Paksa adalah keputusan banding yang menambah jumlah pajak yang terutang. Sesuai dengan pasal 27 Undang-Undang KUP, wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Putusan pengadilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan pajak diambil berdasakan hasil penilaian pembuktian, peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta keyakinan hakim. Putusan pengadilan pajak atas pengajuan banding yang dilakukan oleh wajib pajak dapat berupa:


(38)

2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya, 3. Menambah pajak yang harus dibayar, 4. Tidak dapat diterima,

5. Membetulkan kesalahan tulis dan kesalahan hitung

6. Membatalkan Surat Keputusan Keberatan yang dikeluarkan oleh fiskus.

Apabila pengadilan pajak memutuskan bahwa atas pengajuan banding yang diajukan oleh wajib pajak ternyata ditemukan bukti bahwa masih terdapat kekurangan pembayaran pajak, pegadilan pajak akan menambah besarnya pajak yang terutang. Dalam hal ini wajib pajak harus membayar kekurangan pembayaran pajak tersebut. Dengan demikian, putusan banding yang mengakibatkan besarnya pajak terutang bertambah.


(39)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Tahap Pelaksanaan Tindak Penagihan Pajak

Dalam pelaksanaan tindak penagihan ada tahap-tahap yang harus dilakukan oleh Jurusita Pajak adalah sebagai berikut :

Jadwal Waktu Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

No JENIS TINDAKAN PENERBITANALASAN PELAKSANAANWAKTU

1 Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis (Pasal5 Keputusan Menteri Keuangan

No.561/MK.04/2000

Wajib

Pajak/Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan jatuh tempo pembayaran

Setelah 7 hari sejak jatuh tempo

pembayaran

2 Penerbitan Surat Paksa (Pasal 7 UU No. 19/2000 dan Pasal 9 Keputusan Menteri Keuangan No. 561/KMK.04/2000)

Penanggung Pajak tidak melunasi utang

pajaknya dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis (dalam rangka penagihan seketika dan sekaligus)

Setelah lewat 21 hari sejak

diterbitkannya Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

3 Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan (SPMP) (Pasal 12 UU No.19/2000)

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan

kepadanya telah diberitahukan Surat Paksa

Setelah lewat 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan Kepada Penanggung Pajak


(40)

4 Pengumumam Lelang (Pasal

26 UU No.19/2000) Setelah Pelaksanaanpenyitaan ternyata penanggung pajak tidak melunasi utang

pajaknya

Paling singkat 14 hari sejak penyitaan

5 Penjualan /Pelelangan Barang Sitaan (Pasal 26 UU PPSP)

Setelah Pengumuman lelang ternyata Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya

Peling singkat 14 hari setelah

pengumuman lelang

1. Penerbitan Surat Teguran

Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak atau penggung pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat Teguran diterbitkan apabila 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran, wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya

Selanjutnya setelah 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal penerbitan Surat Teguran wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya, maka pihak KPP akan segera mengeluaran Surat Paksa.

2. Penerbitan Surat Paksa

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal surat teguran maka akan diterbitkan surat paksa yang disampaikan oleh Juru Sita


(41)

Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2x24 jam.

3. Penyitaan

Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2x24 jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang wajib pajak, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

4. Pengumuman Lelang

Pengumuman lelang baru dapat dilaksanakan palin singkat 14 (empat belas hari) setelah pelaksanaan sita. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan barang tidak bergerak 2 (dua) kali. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak senilai Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa. Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang Negara sebelum lelang dilaksanakan.

Bersama dengan pengumuman lelang, pejabat mengajukan Surat Permintaan jadwal waktu lelang dan tempa pelelangan kepada Kantor Lelang Negara setempat. Setelah pemberitahuan jadwal waktu lelang dan tempat pelelangan diterima pejabat menerbitkan Surat Pemberitahuan Terakhir (pemberitahuan secara tertulis) bahwa apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak juga dilunasi maka barang yang


(42)

disita akan dilakukan lelang dan diterusakan dengan melakukan pengumuman lelang melalui media massa yang memuat tempat dan tanggal pelelangan.

5. Lelang

Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.

Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) UU PPSP dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.


(43)

TABEL 1

DATA PELUNASAN TUNGGAKAN DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

TRIWULAN I TAHUN 2009

No WajibJenis Pajak Jumlah Wajib Pajak Jumlah STP/SKPKB/S KPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Put usan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas Jumlah STP/SKPKB/S KPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Put usan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan

Tindakan Penagian Pajak

Pelaksanaan Surat

Teguran Pelaksanaan SuratPaksa Jumlah Surat Teguran (LBR) Pencairan Piutang (Rp) Jumlah Surat Paksa (LBR) Pencairan Piutang (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 BADAN 2,760 56,282,155 71,795 1,039 7,459 47 400,396


(44)

TABEL 1I

DATA PELUNASAN TUNGGAKAN DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

TRIWULAN II TAHUN 2009

No WajibJenis Pajak Jumlah Wajib Pajak Jumlah STP/SKPKB/S KPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Put usan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas Jumlah STP/SKPKB/S KPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Put usan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan

Tindakan Penagian Pajak

Pelaksanaan Surat

Teguran Pelaksanaan SuratPaksa Jumlah Surat Teguran (LBR) Pencairan Piutang (Rp) Jumlah Surat Paksa (LBR) Pencairan Piutang (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 BADAN 2,760 56,282,155 506,876 2,287 21,984 71 901,160


(45)

TABEL III

DATA PELUNASAN TUNGGAKAN DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

TRIWULAN III TAHUN 2009

No WajibJenis Pajak Jumlah Wajib Pajak Jumlah STP/SKPKB/S KPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Put usan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas Jumlah STP/SKPKB/S KPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Put usan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan

Tindakan Penagian Pajak

Pelaksanaan Surat

Teguran Pelaksanaan SuratPaksa Jumlah Surat Teguran (LBR) Pencairan Piutang (Rp) Jumlah Surat Paksa (LBR) Pencairan Piutang (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 BADAN 2,760 56,282,155 908,364 2,792 68,912 93 959,226


(46)

TABEL 1V

DATA PELUNASAN TUNGGAKAN DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

TRIWULAN IV TAHUN 2009

No WajibJenis Pajak Jumlah Wajib Pajak Jumlah STP/SKPKB/S KPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putu san Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas Jumlah STP/SKPKB/SK PKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putu san Banding /SK

Peninjauan Kembali yang

lunas tanpa tindakan penagihan

Tindakan Penagian Pajak

Pelaksanaan Surat

Teguran Pelaksanaan SuratPaksa Jumlah Surat Teguran (LBR) Pencairan Piutang (Rp) Jumlah Surat Paksa (LBR) Pencairan Piutang (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 BADAN 2,760 56,282,155 1,542,956 3,250 112,053 100 1,235,696


(47)

B. Analisa Pelunasan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa

Berdasarkan data dari tabel I dapat dilihat bahwa jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas adalah sebesar Rp 56.282.155.000 dengan jumlah wajib pajak badan sebanyak 2.760. Dengan perhitungan sebagai berikut dapat diperkirakan tunggakan rata-rata untuk setiap wajib pajak badan adalah:

Rp. 56.282.155.000 = Rp. 20.392.085 2.760

Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perkiraan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan adalah 4 wajib pajak (Rp. 71.795.000 / Rp. 20.392.085). Jadi jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan adalah sebanyak 2.756 wajib pajak (2760 - 4). Tetapi jika dilihat dari tabel, terdapat jumlah Surat Teguran sebanyak 1.039 dengan pencairan piutang sebesar Rp. 7.495.000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada 1717 wajib pajak badan yang tidak dilakukan tindakan penagihan (2.756 1.039) dan yang membayar tunggakan pajaknya kurang lebih hanya 1 wajib pajak saja setelah disampaikan Surat Teguran (Rp. 7.495.000 / Rp. 20.392.085).

Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak badan terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran dapat dilihat dengan perhitungan sebagai berikut:


(48)

Dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Dan jumlah wajib pajak badan yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan dengan Surat Paksa yaitu hanya sekitar 20 wajib pajak saja (Rp. 400.396.000 / Rp. 20.392.000).

Kemudian untuk wajib pajak orang pribadi, dengan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas sebesar Rp. 3.597.124.000 terdapat jumlah wajib pajak sebanyak 2.832. Dengan perhitungan sebagai berikut dapat diperkirakan tunggakan rata-rata untuk setiap wajib pajak orang pribadi adalah:

Rp. 3.597.124.000 = Rp. 1.270.170 2.832

Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perkiraan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan adalah 37 wajib pajak (Rp. 46.433.000 / 1.270.170). Jadi jumlah wajib pajak orang pribadi yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan adalah sebanyak 2.795 wajib pajak (2.832 - 37). Tetapi jika dilihat dari tabel , terdapat jumlah Surat Teguran sebanyak 454 dengan pencairan piutang sebesar Rp. 1.149.000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada 2.341 wajib pajak badan yang tidak dilakukan tindakan penagihan (2.795 454) dan yang membayar tunggakan pajaknya hanya sekitar 3 wajib pajak saja setelah disampaikan Surat Teguran (Rp. 1.149.000 / Rp. 1.270.170).


(49)

Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak orang pribadi terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran dapat dilihat dengan perhitungan sebagai berikut:

55 / 454 X 100 % = 12,1 %

Dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Dan jumlah wajib pajak orang pribadi yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan dengan Surat Paksa yaitu hanya sekitar 2 wajib pajak saja (Rp. 2.774.000 / Rp. 1.270.170)

Berdasarkan data dari tabel II dapat dilihat bahwa jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas adalah sebesar Rp 56.282.155.000 dengan jumlah wajib pajak badan sebanyak 2.760. Dengan perhitungan sebagai berikut dapat diperkirakan tunggakan rata-rata untuk setiap wajib pajak badan adalah:

Rp. 56.282.155.000 = Rp. 20.392.085 2.760

Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perkiraan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan adalah 25 wajib pajak (Rp. 506.876.000 / Rp. 20.392.085). Jadi jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan


(50)

tindakan penagihan adalah sebanyak 2.735 wajib pajak (2760 - 25). Tetapi jika dilihat dari tabel, terdapat jumlah Surat Teguran sebanyak 2.287 dengan pencairan piutang sebesar Rp. 21.984.000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada 448 wajib pajak badan yang tidak dilakukan tindakan penagihan (2.735 2.287) dan yang membayar tunggakan pajaknya kurang lebih hanya 1 wajib pajak saja setelah disampaikan Surat Teguran (Rp. 21.984.000 / Rp. 20.392.085).

Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak badan terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran dapat dilihat dengan perhitungan sebagai berikut:

71 / 2.287 X 100 % = 3,1 %

Dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Dan jumlah wajib pajak badan yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan dengan Surat Paksa yaitu hanya sekitar 44 wajib pajak saja (Rp. 901.160.000 / Rp. 20.392.085).

Kemudian untuk wajib pajak orang pribadi, dengan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas sebesar Rp. 3.597.124.000 terdapat jumlah wajib pajak sebanyak 2.832. Dengan perhitungan sebagai berikut dapat diperkirakan tunggakan rata-rata untuk setiap wajib pajak orang pribadi adalah:

Rp. 3.597.124.000 = Rp. 1.270.170 2.832


(51)

Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perkiraan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan adalah 37 wajib pajak (Rp. 46.945.000 / 1.270.170). Jadi jumlah wajib pajak orang pribadi yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan adalah sebanyak 2.795 wajib pajak (2.832 - 37). Tetapi jika dilihat dari tabel , terdapat jumlah Surat Teguran sebanyak 1.171 dengan pencairan piutang sebesar Rp. 8.160.000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada 1.624 wajib pajak badan yang tidak dilakukan tindakan penagihan (2.795 1.171) dan yang membayar tunggakan pajaknya hanya sekitar 6 wajib pajak saja setelah disampaikan Surat Teguran (Rp. 8.160.000 / Rp. 1.270.170).

Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak orang pribadi terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran dapat dilihat dengan perhitungan sebagai berikut:

59 / 1.171 X 100 % = 5,0 %

Dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Dan jumlah wajib pajak orang pribadi yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan dengan Surat Paksa yaitu hanya sekitar 106 wajib pajak saja (Rp. 262.392.000 / Rp. 1.270.170)


(52)

Berdasarkan data dari tabel III dapat dilihat bahwa jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas adalah sebesar Rp 56.282.155.000 dengan jumlah wajib pajak badan sebanyak 2.760. Dengan perhitungan sebagai berikut dapat diperkirakan tunggakan rata-rata untuk setiap wajib pajak badan adalah:

Rp. 56.282.155.000 = Rp. 20.392.085 2.760

Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perkiraan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan adalah 46 wajib pajak (Rp. 908.364.000 / Rp. 20.392.085). Jadi jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan adalah sebanyak 2.714 wajib pajak (2760 - 46). Tetapi jika dilihat dari tabel, terdapat jumlah Surat Teguran sebanyak 2.792 dengan pencairan piutang sebesar Rp. 68.912.000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada lebih 78 wajib pajak badan yang dilakukan tindakan penagihan dengan Surat Teguran dari yang seharusnya (2.714 2.792) dan kelebihan ini merupakan pengganti dari kekurangan penagihan dari triwulan sebelumnya. Sedangkan yang membayar tunggakan pajaknya kurang lebih hanya 3 wajib pajak saja setelah disampaikan Surat Teguran (Rp. 68.912.000 / Rp. 20.392.085).

Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak badan terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran dapat dilihat dengan perhitungan sebagai


(53)

Dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Dan jumlah wajib pajak badan yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan dengan Surat Paksa yaitu hanya sekitar 47 wajib pajak saja (Rp. 959.226.000 / Rp. 20.392.085).

Kemudian untuk wajib pajak orang pribadi, dengan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas sebesar Rp. 3.597.124.000 terdapat jumlah wajib pajak sebanyak 2.832. Dengan perhitungan sebagai berikut dapat diperkirakan tunggakan rata-rata untuk setiap wajib pajak orang pribadi adalah:

Rp. 3.597.124.000 = Rp. 1.270.170 2.832

Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perkiraan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan adalah 42 wajib pajak (Rp. 53.025.000 / 1.270.170). Jadi jumlah wajib pajak orang pribadi yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan adalah sebanyak 2.790 wajib pajak (2.832 - 42). Tetapi jika dilihat dari tabel , terdapat jumlah Surat Teguran sebanyak 1.445 dengan pencairan piutang sebesar Rp. 8.746.000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada 1.345 wajib pajak badan yang tidak dilakukan tindakan penagihan (2.790 1.445) dan yang membayar tunggakan pajaknya hanya sekitar 7 wajib pajak saja setelah disampaikan Surat Teguran (Rp. 8.764.000 / Rp. 1.270.170).


(54)

Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak orang pribadi terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran dapat dilihat dengan perhitungan sebagai berikut:

60 / 1.445 X 100 % = 4,1 %

Dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Dan jumlah wajib pajak orang pribadi yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan dengan Surat Paksa yaitu sekitar 210 wajib pajak (Rp. 266.613.000 / Rp. 1.270.170).

Berdasarkan data dari tabel IV dapat dilihat bahwa jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas adalah sebesar Rp 56.282.155.000 dengan jumlah wajib pajak badan sebanyak 2.760. Dengan perhitungan sebagai berikut dapat diperkirakan tunggakan rata-rata untuk setiap wajib pajak badan adalah:

Rp. 56.282.155.000 = Rp. 20.392.085 2.760

Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perkiraan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan adalah 76 wajib pajak (Rp. 1.542.956.000 / Rp. 20.392.085). Jadi jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan adalah sebanyak 2.684 wajib pajak (2760 - 76). Tetapi jika dilihat


(55)

dari tabel, terdapat jumlah Surat Teguran sebanyak 3.250 dengan pencairan piutang sebesar Rp. 112.053.000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada lebih 602 wajib pajak badan yang dilakukan tindakan penagihan dengan Surat Teguran dari yang seharusnya (2.648 3.250) dan kelebihan ini merupakan pengganti untuk kekurangan penagihan dari triwulan sebelumnya. Sedangkan yang membayar tunggakan pajaknya kurang lebih hanya 5 wajib pajak saja setelah disampaikan Surat Teguran (Rp.112.053.000 / Rp. 20.392.085).

Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak badan terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran dapat dilihat dengan perhitungan sebagai berikut:

100 / 3.250 X 100 % = 3,0 %

Dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Dan jumlah wajib pajak badan yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan dengan Surat Paksa yaitu hanya sekitar 61 wajib pajak saja (Rp. 1.235.696.000 / Rp. 20.392.085).

Kemudian untuk wajib pajak orang pribadi, dengan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang terbit dan belum lunas sebesar Rp. 3.597.124.000 terdapat jumlah wajib pajak sebanyak 2.832. Dengan perhitungan sebagai berikut dapat diperkirakan tunggakan rata-rata untuk setiap wajib pajak orang pribadi adalah:


(56)

Rp. 3.597.124.000 = Rp. 1.270.170 2.832

Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perkiraan jumlah STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan//Putusan Banding /SK Peninjauan Kembali yang lunas tanpa tindakan penagihan adalah 44 wajib pajak (Rp. 56.324.000 / 1.270.170). Jadi jumlah wajib pajak orang pribadi yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan adalah sebanyak 2.788 wajib pajak (2.832 44). Tetapi jika dilihat dari tabel , terdapat jumlah Surat Teguran sebanyak 1.571 dengan pencairan piutang sebesar Rp. 9.659.000. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada 1.217 wajib pajak badan yang tidak dilakukan tindakan penagihan (2.788 1.571) dan yang membayar tunggakan pajaknya hanya sekitar 8 wajib pajak saja setelah disampaikan Surat Teguran (Rp. 9.659.000 / Rp. 1.270.170).

Persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak orang pribadi terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran dapat dilihat dengan perhitungan sebagai berikut:

62 / 1.571 X 100 % = 3.9 %

Untuk jumlah wajib pajak orang pribadi yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan pemberitahuan dengan Surat Paksa yaitu sekitar 214 wajib pajak (Rp. 272.285.000 / Rp. 1.270.170)

Dari analisis data tesrebut dapat dilihat bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa.


(57)

C. Kendala-kendala dalam Proses Penagihan

Di dalam proses pelaksanaan penagihan tunggakan pajak ada beberapa kendala yang dihadapi oleh jurusita pajak yaitu:1

1. Banyaknya Surat Teguran yang tidak sampai kepada wajib pajak

Kendala ini merupakan penyebab yang paling sering ditemui oleh pihak jurusita pajak di lapangan. Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor diantaranya alamat wajib pajak tidak jelas/tidak ditemukan, rumah kosong, wajib pajak sudah pindah, atau wajib pajak numpang alamat.

2. Tidak adanya objek sita

Dalam melakukan tindakan penyitaan jurusita pajak sering tidak menemukan adanya aset untuk disita. Ataupun penanggung pajak tidak memiliki objek sita yang memadai untuk membayar tunggakannya. Selain itu, saat melakukan tindakan pelelangan, objek sita yang akan dilelang sering sulit untuk dicarikan pembeli, terutama atas barang-barang sitaan berbentuk barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan yang sulit terjual untuk waktu yang cepat.


(58)

3. Wajib Pajak/ Penanggung Pajak kurang kooperatif

Jurusita pajak juga dihadapkan pada penanggung pajak yang tidak mau bekerja sama ketika akan dilakukan penyitaan harta penanggung pajak. Misalnya saja seperti menghalang-halangi kegiatan penyitaan yang akan dilakukan oleh jurusita pajak karena tidak mau barang-barangnya disita, tetapi di lain pihak penanggung pajak tidak juga melunasi tunggakan pajaknya.

4. Minimnya pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan

Banyak wajib pajak yang beranggapan bahwa apabila tidak ada kegiatan usaha, maka wajib pajak tersebut tidak perlu melapokan kewajiban perpajakannya setiap bulan ke KPP, akibatnya wajib pajak dikenai sanksi administrasi karena tidak melaporkan kewajiban perpajakannya tersebut dan akhirnya menjadi tunggakan pajak bagi KPP.

D. Upaya untuk Mengatasi Kendala-kendala dalam Proses Penagihan

Berikut adalah beberapa upaya untuk menghadapi kendala-kendala yang dihadapi dalam proses penagihan, yaitu:2

1. Jurusita pajak melakukan pengecekan di lapangan dimana tempat tinggal wajib pajak berada untuk mengetahui kebenaran alamatnya.

2Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Endar selaku Jurusita Pajak di KPP Pratama Lubuk


(59)

2. Jika tidak ada objek atau barang wajib pajak untuk disita, maka jurusita pajak melakukanDelinquency Audit/pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

3. Meningkatkan penggalangan jaringan kerja (network) atau berkoordinasi dengan lebih baik dengan perangkat pemerintah mulai dari tingkat Desa hingga Pemerintah Daerah maupun dengan instansi lain seperti Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Cukai, Badan Pertahanan Nasional, Kepolisian, Lembaga Perbankan dan lembaga-lembaga swasta agar tim penagihan dapat memiliki banyak bekal untuk melakukan langkah dan meningkatkan kinerjanya, juga memperoleh bantuan dan dukungan dari pihak-pihak tersebut dalam melakukan tindakan penagihan aktif.

4. Meningkatkan penyuluhan kepada Wajib Pajak mengenai hak dan kewajiban kenegaraannya, terlebih khususnya mengenai pelunasan tunggakan pajak.


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan penagihan dalam pencapaian pelunasan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam yaitu sebagai berikut:

a. Pada triwulan I, persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa terhadap Surat Teguran untuk wajib pajak badan adalah 4,5% sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 12,1%

b. Pada triwulan II, persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa terhadap Surat Teguran untuk wajib pajak badan adalah 3,1% sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 5,0%

c. Pada triwulan III, persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa terhadap Surat Teguran untuk wajib pajak badan adalah 3,3% sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 4,1%

d. Pada triwulan IV, persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa terhadap Surat Teguran untuk wajib pajak badan adalah 3,0% sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 3,9%


(61)

Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Oleh karena itu, kinerja di seksi Penagihan KPP Pratama Lubuk Pakam masih perlu ditingkatkan lagi.

2. Kendala yang dihadapi dalam proses penagihan adalah:

a. Banyaknya Surat Teguran yang tidak sampai kepada wajib pajak b. Tidak adanya objek sita

c. Wajib Pajak/ Penanggung Pajak kurang kooperatif d. Minimnya pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan Dan upaya yang ditempuh dalam mengatasinya adalah:

a. Melakukan pengecekan di lapangan

b. MelakukanDelinquency Audit/pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak c. Jurusita pajak dapat meminta bantuan pihak ketiga untuk memperlancar

proses penagihan

d. Meningkatkan penyuluhan atau sosisalisai

B. Saran

Dari kesimpulan di atas penulis mencoba memberikan saran yaitu sebagai berikut: 1. Sebaiknya tindakan penagihan di KPP Pratama Lubuk Pakam lebih ditingkatkan

lagi di tahun-tahun berikutnya.


(62)

dengan kemasan menarik, seperti pemberian door prize bagi wajib pajak yang dapat menjawab pertanyaan seputar perpajakan atau kerja sama dengan pihak lain seperti media massa melalui talkshowataupun penayangan iklan perpajakan yang mampu menggugah semangat wajib pajak untuk membayar pajak.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Siahaan, Marihot P, SE, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hadi, H Moeljo, SH, 2001,Dasar-Dasar Penagihan Pajak dengan Surat Paksa oleh Juru Sita Pajak Pusat dan Daerah,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kurniawan, Panca, Bagus Pamungkas, 2006, Penagihan Pajak di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang.

Mardiasmo, 2009,Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Waluyo, 2007,Perpajakan Indonesia,Salemba Empat, Jakarta.

Zain, Mohammad, 2005,Manajemen Perpajakan,Salemba Empat, Jakarta.

Undang-Undang No 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa www.pajakonline.com


(1)

3. Wajib Pajak/ Penanggung Pajak kurang kooperatif

Jurusita pajak juga dihadapkan pada penanggung pajak yang tidak mau bekerja sama ketika akan dilakukan penyitaan harta penanggung pajak. Misalnya saja seperti menghalang-halangi kegiatan penyitaan yang akan dilakukan oleh jurusita pajak karena tidak mau barang-barangnya disita, tetapi di lain pihak penanggung pajak tidak juga melunasi tunggakan pajaknya.

4. Minimnya pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan

Banyak wajib pajak yang beranggapan bahwa apabila tidak ada kegiatan usaha, maka wajib pajak tersebut tidak perlu melapokan kewajiban perpajakannya setiap bulan ke KPP, akibatnya wajib pajak dikenai sanksi administrasi karena tidak melaporkan kewajiban perpajakannya tersebut dan akhirnya menjadi tunggakan pajak bagi KPP.

D. Upaya untuk Mengatasi Kendala-kendala dalam Proses Penagihan

Berikut adalah beberapa upaya untuk menghadapi kendala-kendala yang dihadapi dalam proses penagihan, yaitu:2

1. Jurusita pajak melakukan pengecekan di lapangan dimana tempat tinggal wajib pajak berada untuk mengetahui kebenaran alamatnya.

2Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Endar selaku Jurusita Pajak di KPP Pratama Lubuk


(2)

2. Jika tidak ada objek atau barang wajib pajak untuk disita, maka jurusita pajak melakukanDelinquency Audit/pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

3. Meningkatkan penggalangan jaringan kerja (network) atau berkoordinasi dengan lebih baik dengan perangkat pemerintah mulai dari tingkat Desa hingga Pemerintah Daerah maupun dengan instansi lain seperti Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Cukai, Badan Pertahanan Nasional, Kepolisian, Lembaga Perbankan dan lembaga-lembaga swasta agar tim penagihan dapat memiliki banyak bekal untuk melakukan langkah dan meningkatkan kinerjanya, juga memperoleh bantuan dan dukungan dari pihak-pihak tersebut dalam melakukan tindakan penagihan aktif.

4. Meningkatkan penyuluhan kepada Wajib Pajak mengenai hak dan kewajiban kenegaraannya, terlebih khususnya mengenai pelunasan tunggakan pajak.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan penagihan dalam pencapaian pelunasan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam yaitu sebagai berikut:

a. Pada triwulan I, persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa terhadap Surat Teguran untuk wajib pajak badan adalah 4,5% sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 12,1%

b. Pada triwulan II, persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa terhadap Surat Teguran untuk wajib pajak badan adalah 3,1% sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 5,0%

c. Pada triwulan III, persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa terhadap Surat Teguran untuk wajib pajak badan adalah 3,3% sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 4,1%

d. Pada triwulan IV, persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa terhadap Surat Teguran untuk wajib pajak badan adalah 3,0% sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi adalah 3,9%


(4)

Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Paksa. Oleh karena itu, kinerja di seksi Penagihan KPP Pratama Lubuk Pakam masih perlu ditingkatkan lagi.

2. Kendala yang dihadapi dalam proses penagihan adalah:

a. Banyaknya Surat Teguran yang tidak sampai kepada wajib pajak b. Tidak adanya objek sita

c. Wajib Pajak/ Penanggung Pajak kurang kooperatif d. Minimnya pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan Dan upaya yang ditempuh dalam mengatasinya adalah:

a. Melakukan pengecekan di lapangan

b. MelakukanDelinquency Audit/pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak c. Jurusita pajak dapat meminta bantuan pihak ketiga untuk memperlancar

proses penagihan

d. Meningkatkan penyuluhan atau sosisalisai B. Saran

Dari kesimpulan di atas penulis mencoba memberikan saran yaitu sebagai berikut: 1. Sebaiknya tindakan penagihan di KPP Pratama Lubuk Pakam lebih ditingkatkan


(5)

dengan kemasan menarik, seperti pemberian door prize bagi wajib pajak yang dapat menjawab pertanyaan seputar perpajakan atau kerja sama dengan pihak lain seperti media massa melalui talkshowataupun penayangan iklan perpajakan yang mampu menggugah semangat wajib pajak untuk membayar pajak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Siahaan, Marihot P, SE, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hadi, H Moeljo, SH, 2001,Dasar-Dasar Penagihan Pajak dengan Surat Paksa oleh Juru Sita Pajak Pusat dan Daerah,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kurniawan, Panca, Bagus Pamungkas, 2006, Penagihan Pajak di Indonesia,

Bayumedia Publishing, Malang.

Mardiasmo, 2009,Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Waluyo, 2007,Perpajakan Indonesia,Salemba Empat, Jakarta.

Zain, Mohammad, 2005,Manajemen Perpajakan,Salemba Empat, Jakarta.

Undang-Undang No 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa www.pajakonline.com


Dokumen yang terkait

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Aktif Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Pratama Medan Timur

0 46 84

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 70 56

Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

2 97 62

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Aktif Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

1 51 64

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pematangsiantar

0 0 7

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pematangsiantar

0 0 16

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pematangsiantar

0 1 15

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pematangsiantar Chapter III V

0 0 25

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pematangsiantar

0 0 1

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Aktif Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

1 1 13