Penggunaan Sarana Produksi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 16. Rata-rata penggunaan benih jagung per usahatani dan per hektar oleh petani jagung hibrida, 20082009
Keterangan Penggunaan
benih Anjuran
penggunaan benih kg
Persentase kg
Per usahatani 0,67 ha 12.91
13.4 96.34
Per hektar 19.27
20 96.35
Pada Tabel 16 terlihat bahwa penggunaan rata-rata benih jagung hibrida
oleh petani masih dibawah anjuran, baik per usahatani maupun per hektar. Kekurangan penggunaan benih jagung ini dikarenakan sebagian besar
petani menggunakan benih merk Bisi 2. Benih merk Bisi 2 memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan benih merk lain, sehingga jumlah
benih dalam ukuran kemasan 5 kg menjadi lebih banyak. Oleh karena itu, penggunaan benih per satuan luas tanam menjadi lebih efisien.
2. Penggunaan pupuk urea, TSPSP-36, SP-18, NPKPhonska, KCl, dan Pupuk Kandang
Pupuk yang paling banyak digunakan oleh petani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar adalah pupuk urea. Penggunaan pupuk urea
di daerah penelitian melebihi anjuran sebesar 307,66ha 123,06. Berdasarkan hasil penelitian, kelebihan penggunaan pupuk urea
dikarenakan kelangkaan pupuk TSPSP-36 di pasaran, sehingga untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman jagung hibrida, petani memilih
menambah dosis pupuk urea atau NPKPhonska. Harga pupuk urea di Kecamatan Terbanggi Besar juga relatif lebih murah
karena mendapat subsidi dari pemerintah. Oleh karena itu, petani yang
memiliki keterbatasan modal cenderung menambah dosis pupuk urea dan mengurangi dosis pupuk yang lain seperti TSPSP36 dan KCl untuk
mengurangi biaya produksi. Penggunaan pupuk SP-18 masih di bawah anjuran. Hal ini dikarenakan pupuk Sp-18 termasuk pupuk yang baru di
pasaran, ketersediaanya masih terbatas dan informasi mengenai pupuk SP- 18 masih belum disampaikan ke seluruh petani, sehingga hanya sedikit
petani yang menggunakan pupuk SP-18. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani jagung hibrida di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten
Lampung Tengah dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17, rata-rata penggunaan pupuk TSPSP-36 sebesar
26,89. Sedikitnya penggunaan pupuk TSPSP-36 dikarenakan kelangkaan pupuk tersebut di pasaran, sehingga sebagian petani beralih menggunakan
pupuk SP-18 atau mengganti penggunaan pupuk TSPSP36 dengan pupuk NPKPhonska. Untuk pupuk KCl, hanya digunakan oleh beberapa petani,
karena harga pupuk KCl yang sangat mahal. Selain itu, ada beberapa petani yang sulit mendapatkan pupuk KCl. Hal ini dikarenakan harga
pupuk KCl yang sangat tinggi dan minimnya petani yang menggunakan pupuk KCl, sehingga hanya beberapa kios pertanian yang masih menjual
pupuk KCl .
Tabel 17. Rata-rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar oleh petani responden, 20082009
Jenis pupuk Penggunaan
Anjuran Jumlah kg
Persentase penggunaan
terhadap anjuran kg
Per usahatani 0.67 ha
Urea 206.13
123.06 167.5
TSPSP-36 26.89
40.13 67
SP-18 13.21
19.72 67
KCl 5.75
8.58 67
NPKPhonska 85.85
128.13 67
Kandang 1495.66
44.65 3350
Per hektar
Urea 307.66
123.06 250
TSPSP-36 40.13 -
40.13 100
SP18 19.72
19.72 100
NPKPhonska 128.13
128.13 100
KCl 8.58
8.58 100
Kandang 2232.33
44.65 5000
Keterangan: : Anjuran penggunaan pupuk yang dikeluarkan oleh BPP
Terbanggi Besar : Anjuran penggunaan pupuk pada tahun 2010
: Anjuran penggunaan pupuk pada tahun 20082009
3. Penggunaan pestisida
Pestisida dalam usahatani jagung digunakan untuk memberantas serangan hama dan penyakit, serta gulma rumput. Penggunaan pestisida di
Terbanggi Besar tidak dilakukan secara manual, tetapi menggunakan alat bantu yaitu sprayer. Dari Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar petani
responden 41,51 menggunakan obat-obatan merek Gramoxone yang berfungsi untuk memberantas gulma, selain itu digunakan juga fungisida
seperti Lindomin dan Amistartop, serta insektisida dengan merk Buldok.
Sebaran petani jagung hibrida berdasarkan jenis pestisida yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Sebaran petani responden berdasarkan jenis pestisida yang digunakan, 20082009
Jenis Jumlah orang
Persentase Gramoxone
22 41,51
Lindomin 1
1,89 Amistartop
4 7,55
Buldok 2
3,77 Jumlah petani yang menggunakan
pestisida 29
58,49 Jumlah petani yang tidak
menggunakan pestisida 24
41,51 Total
53 100,00
4. Penggunaan tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam mengelola usahatani. Penggunaan tenaga kerja di Terbanggi Besar terdiri
dari tenaga kerja dalam keluarga TKDK dan tenaga kerja luar keluarga TKLK. Tenaga kerja yang dicurahkan dalam usahatani jagung hibrida
terdiri dari tenaga kerja pria dan wanita diukur setara dengan hari orang kerja HOK. Penyetaraan dilakukan berdasarkan upah dan jam kerja
tenaga kerja pria dan wanita. Upah tenaga kerja di Kecamatan Terbanggi Besar sebesar Rp 35.000 per hari.
Tabel 19. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani jagung hibrida per usahatani dan per hektar, tahun 20082009
Jenis Kegiatan TKDK
HOK TKLK
HOK Total TK
HOK Per usahatani 0,67 ha
Pengolahan lahan Penanaman
Pemupukan I Pemupukan II
Pemupukan III Pengendalian HPT I
Pengendalian HPT II Penyiangan
Pemanenan 0,93
1.45 2.45
2.18 0.29
0,40 0,04
7.88 2,76
9,15 6,15
1,54 1,22
0,22 0,04
- 2,82
11,36 10,08
7,49 3,99
3,40 0,51
0,44 0,04
10,70 14,12
Jumlah 18,38
32,48 Total TKDK + TKLK
50,86 Per hektar
Pengolahan lahan Penanaman
Pemupukan I Pemupukan II
Pemupukan III Pengendalian HPT I
Pengendalian HPT II Penyiangan
Pemanenan 1,39
2,16 3,66
3,26 0,43
0,59 0,05
11,76 4,12
13,66 9,17
2,29 1,81
0,33 0,06
- 4,20
16,96 14,95
11,23 5,95
5,07 0,76
0,65 0,05
15,96 21,08
Jumlah 27,41
48,59 Total TKDK + TKLK
75,90
Pada Tabel 19 terlihat bahwa penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung lebih banyak berasal dari tenaga kerja luar keluarga. Rata-rata
penggunaan tenaga kerja terbanyak yaitu pada kegiatan pemanenan sebesar 14,12 HOK. Selain pemanenan, penyiangan dan pengolahan lahan
juga menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 10,70 HOK dan 10,08 HOK. Pada saat pemanenan, petani lebih banyak
menggunakan tenaga kerja borongan, sehingga lebih banyak menyerap tenaga kerja dan mempercepat proses pemanenan. Untuk penyiangan,
lebih banyak dikerjakan secara manual dengan menggunakan arit,
sehingga waktu penyiangan menjadi lebih lama. Pada waktu pengolahan lahan, petani di daerah penelitian lebih banyak menggunakan traktor, dan
ada beberapa petani yang menggunakan ternak.