Analisis Penerimaan dan Keuntungan Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif

Sementara itu, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyanto 2009 diperoleh nilai PCR usahatani jagung hibrida di Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung Timur sebesar 0,38. Nilai PCR ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai PCR yang diperoleh di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, yaitu sebesar 0,52. Dari nilai PCR pada ketiga daerah penelitian tersebut, diketahui bahwa usahatani jagung hibrida lebih kompetitif jika diusahakan di Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah yang memiliki nilai PCR terendah. Hal ini dikerenakan lahan di Kecamatan Bangun Rejo merupakan lahan kering yang memang lebih cocok untuk usahatani jagung hibrida, sehingga produksi yang dihasilkan dapat maksimal. Penerimaan petani jagung hibrida di Kecamatan Bangun Rejo sebesar Rp 10.075.420,92ha, sedangkan penerimaan petani di Kecamatan Terbanggi Besar Rp 8.448.372,77. Nilai DRCR Domestic Resource Cost Ratio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi ekonomi yang juga dapat merefleksikan keunggulan komparatif komiditi jagung di Kecamatan Terbanggi Besar. Bila nilai DRCR lebih kecil dari satu, berarti bahwa memproduksi jagung di Kecamatan Terbanggi Besar efisien dipandang dari segi penggunaan sumberdaya domestik. Dengan kata lain, secara ekonomis memproduksi jagung dalam negeri lebih efisien dan menguntungkan daripada melakukan impor. Dari hasil analisis, diketahui nilai DRCR sebesar 0,10. Artinya setiap US 1 yang dibutuhkan untuk impor jagung jika diproduksi di Lampung Tengah hanya membutuhkan biaya sebesar US 0,10. Hal ini mengindikasikan bahwa usahatani jagung di Kecamatan Terbanggi Besar dipandang dari segi ekonomi sangat efisien dalam menggunakan sumber daya domestik dan memiliki keunggulan komparatif yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian Andersan 2009 diketahui nilai DRCR usahatani jagung hibrida di Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah sebesar 0,137. Sementara itu, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyanto 2009 diperoleh nilai PCR usahatani jagung hibrida di Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung Timur sebesar 0,21. Nilai DRCR ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai DRCR yang diperoleh di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, yaitu sebesar 0,10. Dari perbandingan nilai DRCR ketiga daerah penelitian tersebut diketahu bahwa Kecamatan Terbanggi Besar memiliki keunggulan komparatif yang lebih baik. Dengan tingkat keunggulan kompetitif dan komparatif jagung hibrida, sangat disayangkan jika pemerintah tidak mampu memberikan kebijakan yang mampu meningkatkan produksi dan kualitas jagung hibrida. Pada penelitian ini, rata-rata harga privat jagung hibrida yang diterima petani sebesar Rp 1.482,08kg, sedangkan harga sosialnya sebesar Rp 7.137,22kg. Dengan rendahnya kondisi harga jagung saat ini, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah belum sepenuhnya memberikan rangsangan terhadap petani jagung di Kecamatan Terbanggi Besar untuk meningkatkan produksi. Lebih rendahnya harga jagung di tingkat petani dibanding dengan harga sosial yang seharusnya diterima dikarenakan lemahnya posisi tawar petani. Keadaan ini terjadi karena adanya kegagalan pasar yaitu, struktur pasar jagung hibrida cenderung oligopsoni, sehingga petani cenderung sebagai berperan sebagai penerima harga price taker. Di Kecamatan Terbanggi Besar, harga jual jagung hibrida ditentukan oleh agen pedagang pengumpul, hanya sebagian kecil petani yang bisa melakukan penawaran harga jual sesuai kualitas jagung yang dipanen. Hal ini disebabkan, tidak semua petani dapat menghasilkan jagung dengan kualitas baik. Kualitas jagung yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses produksi. Selain penggunaan benih unggul hibrida, ketepatan waktu dan dosis pemberian pupuk juga sangat penting. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan pupuk di daerah penelitian masih belum optimal. Hal ini dikarenakan kelangkaan pupuk seperti pupuk TSPSP36, SP-18 dan KCl, sehingga unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung tidak terpenuhi dan pada akhirnya kualitas jagung yang dihasilkan rendah. Rendahnya kualitas jagung juga dipengaruhi oleh waktu panen. Waktu panen yang baik yaitu pada saat jagung hibrida berumur 105-115 hari, tetapi banyak petani yang memanen jagung lebih cepat dari waktu panen karena tingginya curah hujan atau ada kebutuhan rumah tangga yang mendesak. Saat ini, dengan semakin berkembangnya industri pakan ternak di Indonesia, maka permintaan jagung akan semakin meningkat pula, mengingat jagung merupakan bahan baku industri pakan ternak. Oleh karena itu, jaminan ketersedian komoditas jagung menjadi sangat penting, agar indutri pakan ternak dapat terus berproduksi sepanjang tahun. Masalah yang muncul saat ini hasil produksi jagung dalam negeri tidak tersedia secara continue karena sangat bergantung dengan musim. Ketersediaan jagung di Indonesia cenderung fluktuatif, pada saat panen raya penawaran jagung sangat tinggi, namun pasca panennya tidak berjalan dengan baik, sehingga kualitasnya menurun jika disimpan. Akibatnya, jagung harus langsung dipasarkan untuk menghindari jamur. Di luar musim panen, industri pakan ternak hanya mengandalkan stok yang tersisa dan biasanya jumlahnya tidak mencukupi. Oleh karena itu, impor jagung dilakukan karena tidak ada jaminan pasokan pasar lokal dalam jumlah besar. Peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan pengembangan lahan yang potensial untuk tanaman jagung. Saat ini 60 persen jagung masih di tanam di lahan kering. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa jagung juga potensial dikembangkan di lahan sawah irigasi. Selain itu, sawah tadah hujan juga dapat digunakan untuk usahatani jagung. Masalah yang sering muncul dalam usahatani jagung adalah kurangnya ketersediaan air. Pemerintah melalui Balai Penyuluhan Pertanian BPP dapat menggalakkan petani untuk membangun embung-embung sebagai tempat penampung air pada musim hujan, atau menggunakan pompa air, sehingga ketersediaan air tetap terpenuhi selama musim kemarau. Selain perluasan areal tanam, peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan penetapan kebijakan yang dapat memberikan insentif bagi petani. Dalam hal ini, pemerintah telah melakukan kebijakan proteksi harga input dengan menerapkan subsidi pupuk dan benih. Akan tetapi, kebijakan tersebut belum mampu memberikan keuntungan bagi petani keuntungan privat sesuai dengan keuntungan yang seharusnya diterima keuntungan sosial seperti yang ditunjukkan pada nilai Output Transfer OT yang negatif. Hal ini dikarenakan kebijakan subsidi input oleh pemerintah masih belum efektif. Subsidi input, baik benih jagung hibrida maupun pupuk harus tepat sasaran, artinya diberikan kepada kelompok tani yang bersedia menanam jagung hibrida dan menggunakan teknologi sesuai anjuran budidaya. Selain itu, ketersediaan benih dan pupuk yang tepat waktu juga sangat penting untuk memperlancar proses produksi. Di daerah penelitian masih ada petani yang kesulitan memperoleh pupuk pada saat musim tanam. Oleh karena itu, pemasaran benih dan pupuk bersubsidi masih perlu diperbaiki oleh pemerintah. Dalam pengembangan produksi jagung yang diperlukan bukan hanya subsidi benih dan pupuk, tetapi petani juga memerlukan mesin-mesin pertanian yang dapat menunjuang produksi, seperti mesin perontok dan pengering jagung. Untuk menghindari oligopsoni dalam pemasaran jagung dan dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani jagung, maka peran Gapoktan harus ditingkatkan. Gapoktan diharapkan mampu menjadi penyedia sarana produksi, penanganan pasca panen, serta pemasaran. Selain itu, pemerintah daerah juaga perlu membangun dan memberdayakan silo tempat pengeringan dan penyimpanan jagung untuk menampung panen dari berbagai sentra produksi, sehingga diharapkan dapat menjaga ketersediaan jagung untuk memenuhi konsumsi masyarakat dan industri pakan ternak. Untuk dapat mengatasi permasalahan ketersediaan komoditas jagung, maka alternatif kebijakan yang perlu dilakukan antara lain: 1 Memberikan subsidi input yang tepat sasaran, dan diimbangi dengan perbaikan fasilitas penunjang produksi seperti mesin pertanian, 2 Memperbaiki sistem pemasaran input agar dapat tersedia tepat waktu, 3 Memperbaiki sistem tataniaga jagung hibrida dengan memberdayakan peran Gapoktan sebagai penyedia sarana produksi, penanganan pasca panen dan pemasaran, sehingga dapat menghindari oligpsoni pada pemasaran jagung dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 14 Januari 1987 sebagai anak keempat dari lima bersaudara, pasangan Bapak Daryono dan Ibu Maryati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar SD di SD Negeri I Natar pada tahun 1999, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP di SLTP Negeri I Natar pada tahun 2002, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas SMA di SMA Negeri I Natar pada tahun 2005. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru SPMB. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktik Umum selama empat puluh hari di Bank Rakyat Indonesia BRI. Pada tahun yang sama penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Lapang KKL selama delapan hari ke Malang, Bali dan Yogyakarta. Selama masa perkuliahan, penulis pernah tergabung dalam kegiatan kemahasiswaan, penulis pernah menjabat sebagai Sekertaris Training and Education Departement pada Sosek English Club SEC periode 2006 – 2007, anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Himaseperta periode 2005 – 2006, dan menjadi Staf Ahli Departemen Luar Negeri pada Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung pada tahun 20082009. SANWACANA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si., selaku pembimbing pertama yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, saran, dan arahan dari awal hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Suriaty Situmorang, M.Si., selaku pembimbing kedua sekaligus pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, saran, dan arahan dari awal hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Eka Kasymir M.S., selaku pembahas yang telah banyak memberikan bahasan, saran, dan kritikan yang membangun demi perbaikan kualitas skripsi ini. 4. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian sekaligus pembimbing akademik yang telah banyak memberikan nasihat, saran, dukungan, serta perhatian kepada penulis. 5. Dr. Ir. Agus Imron, M.S. Alm, selaku Ketua Program Studi Agribisnis, dan seluruh Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian yang memberikan ilmu dan pelajaran yang bermanfaat kepada penulis. 6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 7. Program Hibah Kompetisi IMHERE Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan dukungan dana penelitian kepada penulis. 8. Keluargaku tercinta: Bapak, Ibu, Mas Dedi, Mbak Lusy, Mas Ewin, Mbak May, Mbak Nita, Mas Barizin, dan adikku Andrew Adityo yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, pengertian, perhatian, dan dukungan kepada penulis. 9. Sahabat-Sahab atku “SCISAR”: Selviana Nisar, Amd.Kep., Candra Rini Puspita Ningtyas, S.Si., Ika Noviana Wati, S.Pd., Sri Ningsih, S.S., Rina Agustina, S.Pd., yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 11. Teman-teman Tim IMHERE : Fitri Rosalia, Shinta Tantri Adisti, dan Friska Yohana Saragih atas segala dukungan, perhatian, dan kerjasamanya. 12. Teman-teman seperjuangan di AGB ’05: Anum, Elvita, Eni, Resti, Dayang, Ganis, Novi Y, Shinta. Terimakasih atas doa, dukungan, dan kebersamaannya selama ini. 13. Teman-teman AGB’05: Ade, Ninda, Dita, Resi, Mbe’, Nining, Aty, Mitha, Della, Tio, Yuli, Oksa, Indra, Deni, Arif Komti, Budi, Ari, Trisno, Niko, Oki, dan Koko atas keceriaan dan kebersamaanya. 13. Mbak Eka dan Bapak Surat Kasna, selaku PPL Desa Nambah Dadi dan Karang Endah yang telah banyak membantu penulis dalam pengambilan data dan kegiatan turun lapang. 14. Bagian administrasi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung: Mbak Iin, Mbak Ai, Mas Bo, Mas Kardi, Mas Boim, dan Pak Margono yang telah membantu kelancaran administrasi selama ini. 15. Teman-teman SOSEK 02, 03, 04, 05, 06, dan 07 atas semangat, dukungan, dan bantuannya, serta teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bandar Lampung, 28 Agustus 2010 Penulis, Anggun Permata Sari

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Agronomis Jagung Menurut Suprapto 1995, jagung termasuk famili Graminae. Golongan jagung yang terdapat di Indonesia ada 4 macam, yaitu: a. Zea mays indentata Sturt, disebut jagung gigi kuda dan hanya sedikit ditanam di Indonesia karena kurang tahan terhadap hama bubuk b. Zea mays indurata Sturt, disebut jagung mutiara dan banyak ditanam di Indonesia karena jenis ini agak tahan terhadap hama bubuk. c. Zea mays saccharata Sturt, disebut jagung manis dan masih kurang popular di Indonesia. d. Zea mays everta Sturt, disebut jagung berondong, karena dapat dibuat menjadi berondong. Selanjutnya Soeprapto 1995 membagi varietas jagung berdasarkan beberapa kriteria, yaitu: a. Tinggi tempat penanaman, terdiri dari: 1. Jagung dataran rendah, yang dapat menghasilkan dengan baik apabila ditanam di dataran rendah atau di bawah 800 m dpl. 2. Jagung dataran tinggi, yang dapat memberikan hasil baik kalau ditanam di dataran tinggi atau di atas 800 m dpl. b. Berdasarkan umur varietas, terdiri dari: 1. Varietas yang berumur dalam, di mana umur panen lebih dari 100 hari setelah tanam. 2. Varietas yang berumur sedang, di mana umur panen antara 85- 100 hari setelah tanam. 3. Verietas yang berumur genjah, di mana umur dari tanaman sampai panen kurang dari 85 hari setelah tanam. c. Berdasarkan warna biji, terdiri dari: 1. Varietas yang berbiji kuning 2. Varietas yang berbiji putih 3. Varietas campuran d. Berdasarkan perbenihannya, terdiri dari: 1. Golongan bersari silang, di mana benih dapat diambil dari pertanaman sebelumnya. 2. Golongan hibrid, di mana benih tidak dapat diambil dari pertanaman sebelumnya. e. Berdasarkan tipe bijinya, terdiri dari: 1. Mutiara. 2. Gigi kuda. 3. Setengah mutiara. 4. Setengah gigi kuda. 5. Manis. 6. Berondong. 2. Budidaya Jagung Hibrida Aak 1993 membagi proses budidaya jagung hibrida menjadi beberapa tahap, yaitu: a. Persiapan tanam dan pengolahan tanah Pengolahan tanah diawali dengan membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan atau pengolahan tanah dengan bajak. Pengolahan tanah ini dilakukan dengan kedalaman antara 15-20 cm. Kemudian dibentuk guludan yang berfungsi untuk mengatur air, sehingga tidak becek, dan jagung ditanam di guludan tersebut. b. Benih Benih yang ditanam adalah benih hibrida. Benih hibrida merupakan hasil persilangan dan hanya dapat diperoleh dengan cara membeli benih tersebut. Kebutuhan benih per hekter biasanya tergantung pola tanamjarak tanam dan banyaknya benih tiap lubang. c. Penanaman 1. Waktu tanam Jagung hibrida membutuhkan air secukupnya. Tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada saat air kurang atau saat air berlebihan. Penanaman dapat dilakukan akhir bulan September – November atau Februari – April. 2. Kedalaman lubang tanam Kedalaman lubang tanam pada umumnya antara 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi satu butir benih. 3. Jarak tanam Penanaman jagung hibrida biasanya dilakukan secara monokultur atau hanya sejenis dan kesuburan sngat berpengaruh terhadap jarak tanam. Pada jarak tanam 75 x 25 cm, setiap lubang ditanam satu tanaman, dan pada jarak tanam 75 x 50 cm setiap lubang ditanam dua tanaman. 4. Kebutuhan benih Benih yang diperlukan untuk penanaman dengan jarak tanam 75 x 25 cm untuk satu benih dan 75 x 50 cm untuk dua benih adalah antara 20 – 30 kg per hektar. d. Pemeliharaan tanaman Jagung hibrida perlu dipelihara dengan baik, agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga memberikan hasil panen yang melimpah. 1. Penyulaman dan penyiangan a. Benih yang tidak tumbuh atau hilang hendaklah secepatnya dilakukan penyulaman dengan benih yang baru. Penyulaman ini dapat dilakukan selama bibit tanaman jagung yang tumbuh belum tinggi, sehingga keseragaman