Pengertian Umum Korupsi TINJAUAN PUSTAKA
demokrasi-- tidak lagi dipimpin oleh hukum dan tidak lagi melayani kepentingan rakyat, tetapi tak lebih hanya berupaya melayani dirinya sendiri.
16
Korupsi merupakan masalah yang sangat serius. Alinea pertama Penjelasan Umum UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention
Against Corruption, 2003 menyatakan: ”Tindak pidana korupsi merupakan
ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas, serta keamanan dan stabilitas bangsa
Indonesia. Oleh karena korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan langkah-
langkah pencegahan tingkat nasional maupun internasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif
diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerjasama internasional, termasuk pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana
korupsi.
17
Korupsi di manapun dan kapanpun selalu memiliki karakteristik ciri khas. Beberapa karakteristik Korupsi, antara lain:
18
1. Melibatkan lebih dari satu orang,
2. Korupsi tidak hanya berlaku di kalangan pegawai negeri atau anggota
birokrasi negara, korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta,
16
Semma, Mansyur. 2008. Negara dan Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 32.
17
Djaja, Ermansjah. 2008. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika, hal. 3-4
18
Karakteristik Korupsi
.
http:tipikor99.wordpress.com.akses 19032014
3. Korupsi dapat mengambil bentuk menerima sogok, uang kopi, salam
tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau benda atau pun wanita,
4. Umumnya serba rahasia, kecuali sudah membudaya,
5. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak
selalu berupa uang, 6.
Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum,
7. Setiap perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan
pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat, 8.
Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima pembayaran uang dan sebagainya, untuk membuka rahasia perusahaan tempat seseorang
bekerja, mengambil komisi yang seharusnya hak perusahaan.
C.
Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Azas dalam pertanggungjawaban pidana adalah ”tidak dipidana jika tidak mempunyai kesalahan”Geen straf zonder schul; Actus non facit reum nisi mens
sit rea. Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis akan tetapi dalam hukum yang tertulis di Indonesia berlaku.
Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan.
19
Setelah melihat Asas diatas kita harus dapat menentukan siapakah orang yang dapat dikatakan
bersalah. Menurut pendapat Moeljatno;
19
Saleh, Roeslan. 1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Angkasa. Jakarta.hal.126
”Orang yang mempunyai kesalahan adalah jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu
kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu mengetahui makna jelek perbuatan tersebut dan karenanya dapat bahkan harus
menghindari untuk perbuatan demikian. Jika begitu tentunya perbuatan tersebut memang sengaja dilakukan”.
20
Kesalahan haruslah dipikirkan dua hal disamping melakukan perbuatan pidana: 1.
Adanya keadaan psycis batin tertentu 2.
Adanya hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan hingga menimbulkan celaan.
Keadaan batin dari orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalh kemampuan bertanggungjawab dan yang menjadi dasar yang penting untuk
menentukan adanya kesalahan yang mana jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa hingga dapat dikatakan normal. Menurut Van
Hamel mengatakan bahwa ada tiga syarat untuk mampu bertanggung jawab:
21
”Kemampuan bertanggungjawab adalh suatu keadaan normalitas psychis dan kemampuan kecerdasan yang membawa tiga kemampuan;
a. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatan sendiri.
b. Mampu untuk menyadari, bahwa perbuatan itu menurut pandangan
masyarakat tidak diperbolehkan. c.
Mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatan-perbuatan itu.
20
Moeljatno, 2002. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, hal 157
21
Sudarto. 1990. Hukum Pidana 1.Semarang : Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universites Diponegoro, hal 93