136
BAB V PELA GANDONG
SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING ORANG BASUDARA
A. LANDASAN FILOSOFIS DAN NILAI SPIRITUAL HUBUNGAN
ISLAM-KRISTEN DALAM PELA GANDONG
Berdasarkan hasil temuan dan kajian konseling Lintas agama dan Budaya terhadap hubungan Islam-Kristen dalam Pela Gandong maka ditemukan
landasaran filosofis dan nilai spiritual konseling orang basudara, sebagai berikut:
Pela Gandong menggambarkan hubungan sebagai Orang Basudara
sebagaifalsafah hidup orang Maluku. Falsafah tersebut merupakan nilai budaya warisan leluhur. Pada periode sebelum konflik 1999, falsafah Pela Gandong
dengan gagasan inti Gandong: sebagai “saudara sekandung” telah merangkul semua lapisan masyarakat Maluku asli, bahkan pada sebagian orang luar
pendatang dari berbagai latarbelakang etnis, agama yang beragam dalam satu komunitas masyarakat adat. Falsafah budaya Pela Gandong bagi orang Ambon
Islam-Kristen memiliki makna dan nilai guna signifikan kala berada di tengah krisis yang dideritanya akibat konflik. Olehnya, pemahaman komprehensif Pela
Gandong sebagai falsafah hidup orang Maluku tersebut dapat ditelusuri melalui tiga hal utama, yakni tentang arti, makna dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Pertama, pengertian, ungkapan Pela dapat dirumuskan artinya sebagai berikut:
Pela Gandong adalah “Persekutuan sebagai orang basudara yang dibentuk untuk saling menjaga, menguatkan, mengokohkan antar individu-komunitas
negeri. Masing-masing negeri berjanji untuk hidup saling mengasihi, memiliki hak dan berkewajiban untuk saling menolong, membantu, saling
melayani”.
Kedua, makna. Pengertian etimologi falsafah Pela sebagaimana yang
diuraikan di atas, merupakan konsep abstrak yang memiliki substansi ideal normatif sarat makna yang telah dan sedang diimplementasikan dan teraktualisasi
dalam kehidupan orang Ambon. Pemaknaan hubungan Pela Gandong oleh orang
137
Ambon dalam konteks hubungan Pela negeri Batumerah-Passo: Islam-Kristen pada satu sisi, membedakan istilah Pela tidak berlatar geneologis dan Gandong
berlatar hubungan geneologis berlandaskan pada pengetahuan tentang historis pembentukan hubungan Pela Gandong. Pada sisi lain, Pela Gandong termaknai
“sama”, faktual dalam praktiknya, ketika persekutuan Pela Gandong ini tidak hanya meliputi negeri-negeri yang berPela atau berGandong secara eksklusif
tetapi juga mergakomodir negeri-negeri yang memiliki hubungan Pela Gandong. Pela Gandong dengan ini adalah hubungan yang terbuka mengakomodir seluruh
komponen masyakat adat berPela Gandong. Terbukti, ketika dalam konflik, praktik hubungan Pela Gandong telah berhasil menghambat, menghentikan
kekerasan dan menjadi instrumen penyelesaian konflik dengan pendekatan kultur.
Ketiga, nilai-nilai. Hubungan persaudaraan ini sarat dengan nilai-nilai
kolektifitas yang mengintegrasikan individu-individu dan kelompok yang berbeda satu dengan yang lain. Masyarakat Pela Gandong mengalami satu realitas bahwa
masyarakat itu berbeda dalam kesatuan, dan bersatu dalam perbedaan. Kolektifitas, dalam arti kesatuan dalam kebersamaan termanifestasikan dalam
sikap dan perilaku praktis hidup bermasyarakat maupun beragama yang saling menghargai, saling menerima, saling mempercayai, saling menolong. Dalam
berinteraksi antar pemeluk agama-agama, orang Islam dengan Orang Kristen di Ambon, hidup berdampingan, saling memberi atau berbagai. Dalam Pela
Gandong: sebagai “orang basudara” terdapat hubungan keakraban, yang terbahasakan dalam istilah-istilah familier, seperti: laeng lia laeng pung
kekurangan, laeng bantu laeng pung kesusahan, saling “batanggong”. Dengan demikian, nilai-nilai keutamaan yang terkandung dalam budaya Pela
Gandong, yakni: Pertama, nilai kemanusiaan, yang mana setiap komponen:
individu-komunitas memiliki martabat dan kesetaraan. Semua orang diharuskan untuk berperilaku dan diperlakukan dengan cara yang betul-betul manusiawi,
seperti melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan. Nilai kemanusiaan dapat bertumbuh dan memberikan manfaat bagi masyarakat secara universal. Nilai
kemanusiaan ini sudah tertanam dalam sanubari setiap individu-komunitas masyarakat. Kemanusiaan teraktualkan, misalnya dalam pengalaman negeri
Batumerah-Passo. Ketika orang Passo mengalami kecelakaan, orang Batumerah
138
memberikan penyelamatan, pertolongan, dan berbagi kelebihan yang dimiliki masing-masing
Solidaritas kemanusiaan yang kuat antar sesama masyarakat berPela Gandong tidak dapat direduksi bahkan dirusak oleh adanya perbedaan dalam
agama dan keyakinan. Solidaritas ini bahkan sudah dibangun dalam berbagai kelompok sosial, entah keluarga, rukun tetangga, bahkan lintas negeri Baca:
Desa. Nilai kemanusian Pela Gandong telah menjadi pelopor solidaritas, malah ditengah krisis konflik telah tampil sebagai penghambat bagi perilaku kekerasan.
Nilai-nilai kemanusiaan dipertegas melalui sapaan relasional dalam bahasa masyarakat adat berpela Gandong: seperti ade-kaka, bongso, gandong. Oleh
karena itu, hanya dengan menyapa sesama masyarakat berPela Gandong, orang tersebut perlakukan yang manusiawi.
Kedua, nilai persaudaraan sejati. Merujuk kepada isi janji atau ikrar Pela
Gandong, antar negeri Batumerah-Passo berkaitan dengan larangan tidak boleh kawin-mengawini sesama individu berPela, norma ini sama dimiliki pada
umumnya negeri-negeri berGandong. Hal ini hendak menjelaskan bahwasannya, esensi Gandong: saudara sekandung merupakan nilai dasar terciptanya hubungan-
hubungan Pela Gandong antara negeri-negeri di Ambon. Pela Gandong adalah hubungan kekerabatan sebagai “Orang Basudara”, dan dapat dibedakan sebagai
persaudaraan yang sejati, sekandungan: Gandong dan persaudara biasa: sesama masyarakat berPela dipandang sebagai saudara. Bahkan persaudaraan ini teruji
bukan dalam kesamaan-kesamaan identitas melainkan dalam kepelbagaian yang
ada, sebagaimana dalam hubungan Pela Gandong Islam-Kristen.
Inti sejarah masyarakat adat pela gandong adalah bahwa semua manusia: Islam-Kristen berasal dari pusat yang sama dan diikat oleh sumpah leluhur.
Terlepas dari asal daerah yang sama atau berbeda dan satu teritorial, tetapi masyarakat terkokohkan dalam kesatuan masyarakat adat untuk memegang teguh
kekeluargaan dan persaudaraan sejati diperlakukan sebagai gandong: ”sekandung”. Persaudaraan sejati bertujuan mengatasi perasaan primordialisme
yang mengangung-angungkan masing-masing negeri sebagai yang paling baik, benar, tinggi, sehingga manusia bertindak sewewenang-wenang terhadap yang
lain tanpa rasa bersalah.
139
Persaudaraaan sejati tidak sebatas mempertemukan anggota keluarga secara geneologis. Lebih daripada itu, merupakan spirit menentang ambisi dan
keserakahan demi kepentingan individu atau golongan. Dengan pengakui nilai persaudaraan sejati maka sesama orang berPela Gandong tidak mengorbankan
saudaranya, tidak merusak tatanan hidup bersama, dan menskenariokan kekacauan dalam masyarakat. Persaudaan sejati mempersilahkan masyarakat
untuk bersatu dengan tidak mengabaikan perbedaan keagamaan, melainkan hidup berdampingan antara pemeluk agama: Islam di wilayah Kristen dan Kristen di
wilayah Islam. Wujud nyata persaudaraan sejati tampak dalam kebersamaan, solidaritas,
saling mengerti, saling menerima, saling terbuka, saling berbagi, saling memberdayakan bagi kesejahteraan bersama. Orang Basudara: Bersaudara hidup
tidak untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Hal tersebut dilandasai oleh sifat penghargaan terhadap kehidupan. Semua orang tanpa membedakan agama
dan etnis dipandang sebagai sesama yang setara dengan diri sendiri dan menempatkan sesama
sebagai “saudara”. Tindakan-tindakan yang ditujukan kepada sesama masyarakat berpela dipandang sebagai tindakan yang ditujukan
kepada diri sendiri. Konseling Lintas Agama dan Budaya secara filosofis berlandaskan pada
hakekat manusia dalam Pela Gandong: individu- komunitas sebagai: “orang
basuda ra” yang mengandung nilai dan sikap hidup yang membentuk manusia
saling menghargai martabat kemanusiaan untuk hidup saling berdampingan, menolong atau membantu, dan bekerjasama demi membangun kerukunan antar
manusia dalam sebuah persekutuan. Hakekat manusia dalam Pela Gandong mengandung makna, manusia hidup memandang atau memperhatikan orang lain
sebagai bagian dari dirinya sendiri. Kehidupan manusia yang bermakna mampu menyelesaikan masalahnya, menghilangkan ancaman konflik yang mengganggu
psikis dan fisik. Manusia hidup dalam kebersamaan kolektifitas mampu untuk mensejahterakan, mendamaikan dirinya dengan sesamanya dalam kebersamaan
sebagai persekutuan “orang basudara”. Makna yang terkandung dalam nilai dan konsep Pela Gandong yaitu: 1
konsep sikap mental yang dibentuk oleh norma dan sikap budaya yang
140
mengandung nilai-nilai dasar sebagai landasan, pendorong, pengendali untuk kelangsungan hidup dan pengembangan diri; 2 konsep abstrak yang mengandung
nilai-nilai dasar yang menggambarkan makna, dan identitas yang mengungkapkan tentang kekuatan, kelebihan dan kekurangan Pela Gandong; 3 konsep ideal
normatif adalah implementasi nlai moral dan etika dalam kehidupan masyarakat berpela Gandong; 4 konsep aktual sebagai pedoman melakukan transformasi
sikap dan perilaku bermasyakat: beragama dan berbudaya. Konseling Lintas Agama dan Budaya yang berbasis budaya Pela Gandong
mengandung nilai-nilai spiritual yang menjadi kekuatan atau fondasi membangun relasi antar sesama yang berbeda keyakinan perbedaan budaya sebagai konselor-
konseli. Artinya bagi masyarakat berPela Gandong, hubungan sebagai orang basudara menjadi prioritas dalam mengarahkan seluruh perilaku hidup. Nilai-nilai
spiritual dalam konteks praktik Pela Gandong intinya menempatkan manusia harus hidup mengasihi sesama: saling menghargai, saling menerima, saling
berbagi, melengkapi dan memberdayakan. Nilai spiritual Pela Gandong pada kenyataannya, menjadi pendorong bagi manusia untuk berbuat baik terhadap
sesamanya. Nilai spiritualitas dengan sendirinya menjadi dasar bagi munculnya nilai-nilai hidup yang lain, terutama yakni menjunjung tinggi harkat dan martabat
sesama kesetaraan manusia yang terwujud dalam sikap solider kemanusiaan. Hal tersebut sejalan den
gan Matius: 22:39 “dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Orientasi nilai-nilai spiritual dalam Pela Gandong menggambarkan hubungan seseorang dengan sesamanya: sikap terhadap sesama, kewajiban terhadap sesama,
kebersamaan dan solidaritas.
B. Desain Konseling Orang Basudara