Hubungan Sipil – Militer Kerangka Teori

14 Seandainya timbul konflik kepentingan dan ide politik, pihak sipil mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk melakukan penyelidikan dan pengawasan.

1.6.3 Hubungan Sipil – Militer

Dengan mengacu pada tulisan Cohan, Civil-Military Relation in Contemporary World, Susilo Bambang Yudhoyono dalam makalahnya Pengaruh Internasional dalam Hubungan Sipil-Militer berpendapat bahwa hubungan sipil- militer dapat berupa: 1. hubungan militer dengan masyarakat secara keseluruhan 2. lembaga militer dengan lembaga lain baik pemerintahan maupun swasta 3. para perwira senior dengan politisi dan negarawan 17 Suhartono lebih menekankan bahwa hubungan sipil-militer adalah hubungan antara pihak militer dengan masyarakat politik yang direpresentasikan partai politik . 18 Sedangkan Hardito berpendapat bahwa hubungan sipil-militer mencakup interaksi yang luas antara kalangan perwira professional dengan berbagai sekmen masyarakat. Hubungan antara sipil dan militer di setiap negara berbeda-beda, . Sedangkan Suryohardiprojo berpendapat bahwa hubungan sipil-militer adalah hubungan antara pihak militer yang meliputi semua jenjang pangkat dalam organisasi tersebut dengan semua lapisan masyarakat tidak hanya dengan masyarakat politik. 17 Elliot A. Cohan, Opcit hal 8 18 Suhartono, Hubungan Sipil – Militer Tinjauan Histografis 1945 – 1998, Pola, Arah, dan Perspektif, sebuah makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Mencari Format Baru Hubungan Sipil – Militer, Jakarta FISIP UI, 1999 hal 3 15 tergantung pada sistem politik yang dianut negara tersebut. Misalnya di negara yang menganut sistem demokratik liberal dimana masyarakat cenderung memiliki kebebasan dalam politik, maka yang dianut adalah pola supremasi sipil, dimana sipil memiliki peran yang luas didalam politik dan pihak militer hanya merupakan pihak yang berfungsi sebagai alat negara untuk keamanan. Berbeda dengan yang terjadi dinegara yang menganut sistem otoriter, pola hubungan sipil-militer yang terjadi adalah supremasi militer. Militer memegang peranan penting dalam segala bidang kehidupan, hak-hak sipil dikekang dan hanya dijadikan sebagai pelengkap dalam pemerintahan. Menurut pendapat Hardito bahwa pola hubungan sipil-militer dapat berupa dominasi sipil atas militer atau sebaliknya maupun kesejajaran antara keduanya dalam mencapai tujuan politik suatu negara 19 Sedangkan Bakti yang mengartikan hubungan sipil-militer dalam dua model: . 20 19 Ibid hal 5 20 Ikrar Nusa Bakti, Tentara Mendambakan Mitra, Hasil Penelitian LIPI Tentang Pasang Surut Keterlibatan Militer dalam Kehidupan Kepartaian di Indonesia, Bandung : Penerbit Mirzan 1999.hal 11 Pertama, model negara-negara Barat, yaitu hubungan sipil yang menekankan “supremasi sipil atas militer” civilian supremacy upon the military atau militer adalah sub-ordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum. Kedua, model negara-negara berkembang yang 16 menganggap bahwa hubungan sipil-militer tidak menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Dalam negara berkembang, militer merupakan kekuatan sosial politik yang memegang peranan penting, hal ini dapat mengakibatkan konfrontasi keduanya dalam mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu, yang terbaik adalah pola hubungan antara sipil dan militer yang saling sejajar dan harmoni. Militer tidak menguasai hak- hak sipil dan sipil juga tidak ikut campur dalam masalah internal militer, sehingga tidak terjadi ketidaksenangan diantara sebelah pihak. Cohan mengklasifikasikan pola hubungan sipil-militer kedalam empat model yaitu: 21 1. The traditional model. Militer merupakan kelompok yang dilatih untuk menjadi militer yang professional, tidak ikut campur dalam hal-hal yang bukan wilayahnya dan hanya terfokus pada bidang pertahanan dan keamanan. Militer dalam hal ini tidak berhubungan dengan kelompok sosial disekitarnya. 2. The constabulary model. Dalam model ini, fungsi tentara hampir sama dengan polisi yaitu sebagai pengatur ketertiban. Tentara seperti halnya polisi bersifat sebagai pengatur. Pengaturan yang dilakukan adalah demi ketertiban daripada berkonsentrasi pada peperangan. 3. The military as reflection of society. Sebuah sistem nasional dimana militer memainkan peran yang penting dalam membangun civil society yang 21 Elliot A. Cohan, Opcit Hal 14 17 dilaksanakan melalui dinas militer secara luas melalui pendidikan dan indoktrinasi yang positif. 4. The guardian military. Sebuah sintesa dimana militer berfungsi melindungi orde politik dan sosial namun tidak melibatkan diri dalam politik praktis. Menurut Huntington 22 1. Subjective civilian control pengendalian sipil subyektif Hubungan sipil-militer dalam hal ini dilakukan dengan cara meminimalisir kekuasaan militer. Hak-hak sipil diperbesar dan membuat militer menjadi terpolitisasi. Model ini merupakan bentuk ketidakharmonisan hubungan sipil dan militer, karena militer menjadi sangat terbatas ruang geraknya. Namun sebaliknya kekuasaan sipil menjadi sangat luas atau dengan kata lain maximizing civilian control. Kaum sipil menjadi suatu kekuatan yang menjadi pengontrol atas militer. hubungan sipil-militer ditunjukkan melalui dua cara, yaitu: 2. Objective civilian control pengendalian sipil objektif Menurut Huntington istilah objective civilian control mengandung 4 unsur yaitu 1. Profesionalisme yang tinggi dan pengakuan dari pejabat militer akan batas-batas profesionalisme yang menjadi bidang mereka; 2 subordinasi yang efektif dari militer kepada pemimpin politik yang membuat keputusan pokok tentang kebijakan luar negeri dan militer; 3 pengakuan dan persetujuan dari pihak 22 Samuel P. Hutington, The Soldier And The State : The Theory and Politict of Civil – Military Relations, Cambridge : Harvard University Press, 1957, hal 80-99 18 pemimpin politik tersebut atas kewenangan professional dan otonomi bagi militer;dan 4. Akibatnya minimalisasi intervensi militer dalam politik dan minimalisasi politik dalam militer. Hal ini dilakukan dengan cara memperbesar profesionalisme militer namun tidak sama sekali diminimkan kekuasaannya, melainkan tetap menyediakan kekuasaan terbatas tertentu yang hanya berhubungan dengan bidang militer. Hal ini diharapkan menjadi suatu model untuk pencapaian hubungan sipil- militer yang sehat atau dengan kata lain model ini dilakukan dengan cara militarizing the military atau memiliterkan militer.

1.6.4 Orientasi Militer