10
1.5 Manfaat Penelitian
Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah pengetahuan di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara tentang kontrol sipil terhadap militer pasca orde baru dan penelitian ini dilakukan guna memenuhi syarat memperoleh gelar Ilmu Politik S.IP
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
1.6 Kerangka Teori
1.6.1 Militer
Militer dalam bahasa Inggris military adalah the soldiers; the army, the armed forcec
8
Dalam studi hubungan sipil-militer, para peneliti dan pengamat militer sering berbeda pendapat mengenai siapa pihak militer itu. Amos Perlmutter membatasi
konsep militer hanya ditekankan kepada semua perwira yang duduk dalam jabatan yang menuntut kecakapan politik, aspirasi dan orientasi yang bersifat politik, tidak
memandang kepangkatan, apakah perwira tinggi, menengah atau pertama. . yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan prajurit atau tentara; angkatan
bersenjata terdiri dari beberapa angkatan, yakni darat, laut dan atau mariner serta udara.
9
8
Lihat AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1974, hal 536.
9
Amos Perlmutter, Militer dan Politik, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2000, hal. 25
Pendapat
11
lainnya, Cohan menyebutkan bahwa pihak militer dapat berupa personal militer, lembaga militer atau hanya perwira senior.
10
Para pengamat hubungan sipil-militer dalam negeri, seperti Letjen TNI Purn Sayidiman Suryohardiprojo
11
mendefenisikan militer berkaitan dengan kekuatan bersenjata, yaitu TNI sebagai organisasi kekuatan bersenjata yang bertugas menjaga
kedaulatan negara. Sedangkan Hardito,
12
Istilah sipil dalam bahasa Inggris civilian yakni person not serving with armed forces
membatasi pihak militer ditekankan pada para perwira profesional.
Dari defenisi-defenisi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa pengertian militer secara universal adalah institusi yang bukan sipil yang mempunyai
tugas dalam bidang pertahanan dan keamanan, dalam hal ini militer merupakan suatu lembaga, bukan individu, yang menduduki posisi dalam organisasi militer.
1.6.2 Sipil dan Pemerintahan Sipil
13
seseorang yang bekerja di luar profesi angkatan bersenjata. Cohan
14
10
Elliot A. Cohan, “ Civil Military Relation in the Contemporary World”, sebagaimana dikutip oleh Susilo Bambang Yudhoyono, Pengaruh Internasional dalam Hubungan Sipil-Militer, Jakarta : FISIP UI, 1999,hal 3
11
Sayidiman Suryohadiprojo, Hubungan Sipil – Militer di Indonesia: Suatu Pembahasan, sebuah makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Mencari Format Baru Hubungan Sipil-Militer, Jakarta : FISIP UI, 1999,hal 5
12
Bagus A. Hardito, Faktor Militer dalam Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta : CSIS, 1999, hal 144
13
AS. Hornby, Opcit hal 151
14
Elliot A. Cohan, Opcit hal 6
mendefenisikan pihak sipil dapat berupa masyarakat umum, lembaga pemerintah dan swasta, para politisi dan negarawan. Suhartono membatasi pihak sipil sebagai
12
masyarakat politik yang diwakili oleh partai politik. Sayidiman Suryohardiprojo memberikan batasan pengertian sipil sebagai semua lapisan masyarakat
15
Secara teori menurut Eric Nordlinger, pemerintahan sipil terbagi dalam 3 model, yaitu :
. Dari berbagai pengetian diatas maka dibuat suatu pengertian secara universal
bahwa istilah sipil adalah semua orang baik individu atau institusi yang berada diluar organisasi militer. Dalam kajian ini, pengertian sipil dibatasi hanya pada masyarakat
politik, dengan alasan bahwa orientasi analisis dalam kajian ini adalah praktek- praktek politik kedua belah pihak dalam memperebutkan kontrol efektif atas
kekuasaan pemerintah. Masyarakat politik merupakan integrasi diantara masyarakat yang mempunyai tujuan untuk memperoleh kekuasaan dalam suatu negara.
Istilah pemerintahan sipil digunakan sebagai kebalikan dari istilah pemerintahan militer. Pemerintahan sipil merupakan pemerintahan di mana gaya
pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil. Proses administrasi keputusan politik dijalankan dengan mekanisme demokrasi, dimana keputusan itu dibicarakan
terlebih dahulu. Jika dalam pemerintahan tersebut kalangan sipil mampu lebih dominan dalam masalah kemiliteran maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan
tersebut adalah pemerintahan sipil.
16
15
Sayidiman Suryohadiprojo, Opcit hal 7
16
Eric A. Nordlinger, Opcit, Hal 18-25
13
1. Model tradisional, campur tangan militer menggambarkan berlakunya konflik
antara kelompok militer dengan pemerintahan sipil. Bentuk pemerintahan sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara sipil dan militer. Pemerintahan
sipil tradisional ini, yang disimpulkan dari pemerintahan kerajaan Eropa abad ke 17, dapat mempertahankan legitimasi pihak sipil disebabkan oleh tidak
adanya perbedaan yang jelas antara elit sipil dan militer. 2.
Model liberal, model pemerintahan ini dengan jelas mendasarkan diri pada pemisahan para elit berkenaan dengan keahlian dan tanggung jawab masing-
masing pemegang jabatan tinggi di dalam pemerintahan. Model ini akan menutup kemungkinan militer untuk menekuni arena politik dan kegiatan
politik. Model pemerintahan liberal juga didasari pada prinsip penting, yaitu pihak sipil harus menghormati pihak militer. Namun demikian, model liberal
bukan merupakan dasar yang kokoh untuk pemerintahan sipil, karena tidak selamanya pihak sipil untuk mematuhi peraturan yang dianggap penting.
3. Model serapan, model pemerintahan sipil ini memperoleh pengabdian dan
kesetiaan dengan cara menanamkan ide dan para ahli politik kedalam tubuh angkatan bersenjata. Persamaan ide politik antara kedua belah pihak yang
timbul kemudian akan menghapuskan gejala konflik diantara mereka. Bentuk serapan ini begitu berkesan dalam mempertahankan penguasaan sipil.
14
Seandainya timbul konflik kepentingan dan ide politik, pihak sipil mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk melakukan penyelidikan dan pengawasan.
1.6.3 Hubungan Sipil – Militer