d Dari sudut kepentingan sosial, diharapkan skripsi ini dapat memberi
masukan kepada pemerintah, khususnya DPR dan membentuk suatu hukum perkawinan dan yang bernilai keadilan bagi kepentingan
seluruh rakyat Indonesia.
E. Keaslian Penulisan
Masalah perkawinan, terutama masalah pembatalan perkawinan sebelumnya telah banyak dibahas oleh para penulis-penulis sebelumnya, disebabkan topik
tentang hal ini sangat menarik dan banyak berkaitan dengan segi-segi hukum yang lainnya.
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, pelaksanaan seminar di beberapa daerah khususnya di Medan, serta dari hasil-hasil penelitian serta hasil
penelusuran elektronik yang dilakukan, melalui media internet, televisi dan radio, ada beberapa yang mengangkat wacana tentang hukum perkawinan yang
berkaitan dengan pembatalan perkawinan, namun berbeda maksud dan tujuan penelitian yang diajukan. Kekhususan penulisan skripsi ini adalah berkaitan
dengan pembatalan perkawinan yang didasarkan atas aturan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Rumusan permasalahan serta pendekatan metode penelitian yang dipergunakan dalam skripsi ini berbeda dengan penulisan terdahulu. Dengan
demikian secara akademis, keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
Universitas Sumatera Utara
F. Tinjauan Kepustakaan
Arti kata perkawinan mengandung pengertian umum, yaitu bersatunya dua perkara. Dalam bahasa Arab kata perkawinan menunjukkan kata bergandengan
maka sering juga disebut dengan al-Aqd, yakni bergandengan bersatu antara perempuan dan laki-laki, yang selanjutnya diistilahkan dengan kata zawaaja atau
Az Zuwaaj.
2
Perkawinan merupakan pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di
dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia,
harmonis, serta mendapat keturunan. Perkawinan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing
pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi.
3
Sebagai ikatan bathin, perkawinan merupakan pertalian jiwa yang terjalin karena adanya kemauan yang sama dan ikhlas antara seorang pria dengan seorang
wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri. Dalam tahap permulaan ikatan bathin ini diawali dan ditandai dengan adanya persetujuan dari calon mempelai
untuk melangsungkan perkawinan. Selanjutnya tercermin dalam kerukunan kehidupan suami isteri, untuk mencapai tujuan utama membina keluarga yang
bahagia dan kekal. Perkawinan merupakan hubungan hukum antara seorang pria dan seorang
wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara. Perkawinan berarti ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-
2
Diambil dari http:menikahsunnah.wordpress.com20070602, makna hukum dan tujuan perkawinan
3
Bachtiar, Menikahlah, Maka Engkau Akan Bahagia , Yogyakarta, Saujana, 2004, hal.5
Universitas Sumatera Utara
isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4
Definisi lain dari perkawinan, dapat dilihat dari definisi hukum adat dimana terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap
hubungan-hubungan keperdataan seperti hak dan kewajiban suami-isteri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut
hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan.
5
Perkawinan dalam arti ‘perikatan adat ‘ialah perkawinan yang mempunyai akibat hukum
terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Akibat hukum ini telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, yaitu misalnya dengan
adanya hubungan pelamaran yang merupakan ‘rasak sanak’hubungan anak-anak, bujang-gadis dan ‘rasan tuha’ hubungan antara orangtua keluarga dan para calon
suami, isteri.
6
Sebagai ikatan lahir, perkawinan merupakan hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri.
Ikatan lahir ini merupakan hubungan formil yang sifatnya nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya, maupun bagi orang lain dan masyarakat.
7
Ikatan lahir ini biasanya terjadi dengan diadakannya upacara perkawinan
8
. Upacara perkawinan ini melibatkan keseluruhan keluarga dan sanak dari kedua mempelai, sehingga
4
Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
5
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung, Mandar Maju, 2007, hal. 8.
6
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, Alumni, 1977, hal.2841.
7
K. Wantjik Saleh, Hukum perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, hal. 14-15.
8
Riduan Syahrani, Seluk beluk dan asas-asas hukum perdata, Bandung, Alumni, 2006, hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
mampu menyatukan dua keluarga yang berbeda, dan mencapai tujuan yang dimaksud dalam perkawinan, salah satunya yaitu melanjutkan keturunan.
Dasar bagi pelaksanaan perkawinan itu sendiri terletak pada terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat sah perkawinan. Dimana perkawinan dapat dibatalkan,
apabila para pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan.
9
Dikatakan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawianan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang
suami. Namun dinyatakan Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam keadaan terpaksa suami melakukan poligami yang sifatnya tertutup atau poligami yang tidak begitu
saja dapat dibuka tanpa pengawasan hakim. Terjadinya suatu poligami yang dilaksanakan secara tertutup jika dipandang dari segi hukum agama maka
terhadap hal tersebut dapat menjadi dasar terjadinya suatu pembatalan perkawinan.
Definisi dari sahnya suatu perkawinan berarti menurut hukum yang berlaku, jika perkawinan itu dilaksanakan tidak menurut tata-tertib hukum yang telah
ditentukan maka perkawinan itu tidak sah. Jika tidak menurut pada aturan undang–undang perkawinan berarti tidak sah menurut perundangan, kalau tidak
aturan hukum agama berarti tidak sah menurut agama, begitu pula kalau tidak menurut tata-tertib hukum adat tidaklah sah menurut hukum adat
10
. Disimpulkan bahwa poligami yang tertutup dan syarat-syarat pembatalan lainnya dapat menjadi
9
Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
10
Hilman Hadikusuma,Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
dasar pengajuan pembatalan perkawinan. Kesulitan baru timbul, jika ternyata ada permasalahan yang berkaitan dengan akibat dari pembatalan perkawinan.
G. Metode Penelitian