1 Kerangka berfikir

Bagan 2.1 Kerangka berfikir

Traum Aktivit

as Arcus

Achilles

Lansun High Obesitas

Robekan/irit

asi fascia

serabut

fascia

crossli

kurang

Plantar

nyeri

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan formulasi atau simplikasi dari rangka teori atau teori teori yang mendukung penelitian. Kerangka konsep terdiri dari variabel variabel serta hubungan variabel dengan yang lain (Notoadmodjo, 2010). Variabel yang diteliti terdiri dari variabel indepen dan atau variabel bebas dan variabel dependen atau variabel terikat.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Pengukuran nyeri

Pemberian

nyeri sebelum

Transverse

sesudah intervensi

Friction

intervensi pada

Dan

pada

B. Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Variabel

Defenisi

A Cara ukur

Hasil ukur Skala

operasional Ukur

a. 1-3 : Nyeri Dependen :

Plantar fasciitis adalah

ringan Interval suatu

V Sebelum dan

b. 3,1 -6 : Penurunan

kondisi

sesudah

Nyeri nyeri

patologis pada fascia

pemberian

sedang pada

c. 6,1-10 : Planta

terjadi

penguluran

yang disebabkan oleh Nyeri berat r

degenerasi, overuse Fasciit

pada fascia plantaris is kemudian

menimbulkan iritasi dan

menyebabkan

nyeri pada tumit .

Independen Suatu modalitas yang

- - :Kinesi

otapin proses penyembuhan g tubuh kita, efek pada lifting

pada

Kinesiotaping berpengaruh

pada

superficial dan deep limfatic vessels akan penuh,

dengan

adanya efek lifting pada

kinesiotaping membantu

aliran

limfatik

menjadi menjadi

Independen Transverse friction adalah

Transverse dengan

arah

Frictio transversal

untuk

n remodeling struktur kolagen dari jaringan ikat dan kemudian menempatkan kembali kolagen

C. Hipotesis penelitian

Ha : Ada perbedaan nyeri sebelum dan sesudah pemberian Transverse Friction dan Kinesiotaping pada karyawan SPG penderita Plantar Fasciitis di Ramayana Kota Bukittinggi tahun 2017.

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment ) adalah rancangan rangkaian waktu (times series design). Rancangan ini seperti menggunakan Uji T Dependen, kecuali mempunyai keuntungan dengan melakukan observasi (pengukuran yang berulang ulang), sebelum dan sesudah perlakuan (Notoadmodjo, 2010).

1 0 ------------------------------ X ------------------------------------- 0 2

Keterangan :

X :Transverse Friction dan Kinesiotaping

0 1 :Pengukuran sebelum intervensi

0 2 :Pengukuran sesudah intervensi

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Mall Ramayana kota Bukittinggi.

2. Waktu

Waktu penelitian yaitu pada bulan Agustus 2017 dengan waktu pengambilan data pada bulan Januari 2017. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 2 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu.

Waktu dan frekuensi tersebut diambil dengan pertimbangan masa efektivitas dari kinesiotaping. Penelitian Briem., et al (2011) menyatakan bahwa dengan pemakaian kinesiotaping dengan interval 3 hari selama 2 minggu, keluhan nyeri pada otot dapat berkurang secara signifikan. Penentuan waktu dan frekuensi tersebut juga mempertimbangkan masa inflamasi pada suatu perlukaan. Penggunaan Kinesiotaping dengan Frekuensi 1 kali sehari, Intensitas 60% tarikan, waktu dua hari sekali, tanpa repetisi. Sedangkan Transverse Friction Frekuensinya 1 kali sehari, Intensitas tergantung toleransi pasien, tanpa repetisi.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

tersebut (Notoadmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan wanita di Mall Ramayana kota Bukittinggi yaitu sebanyak 78 orang.

2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmojo, 2010).

Setelah didapatkan sampel maka selanjutnya adalah pengambilan sampel, dengan menggunakan purposive sampling yaitu suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Sampel dalam penelitian ini adalah 10 orang karyawan wanita yang menderita Plantar Fasciitis di Mall Ramayana kota Bukittinggi.

Adapun kriteria sampel sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1. Karyawan wanita yang mengalami nyeri pada telapak kaki terutama pada pagi hari saat bangun (sesuai diagnosa fisioterapi).

2. Penderita berusia 20-35 tahun.

3. Penderita dengan tinggi sepatu 4-8 cm

4. Penderita memiliki jam kerja 5-8 jam

5. Penderita yang bersedia menjadi responden

6. Penderita yang memiliki nyeri VAS 6-7

7. Penderita dengan Index Massa tubuh normal yaitu 18,5-25

8. Penderita yang telah bekerja ≥ 6 bulan

b. Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang memiliki diagnosa Tarsal Tunnel Syndrome

2. Pasien yang menolak menjadi responden.

3. Pasien dengan tanda-tanda inflamasi akut, tumor, fraktur dan dislokasi.

4. Pasien yang memiliki kulit sensitif.

5. Karyawan yang sedang hamil

6. Pasca operasi daerah ankle

D. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah VAS, yang akan digunakan untuk mengukur derajat nyeri dan dicatat pada lembar observasi.

E. Teknik pengumpulan data

1. Data yang dikumpulkan Data yang diambil adalah nyeri pasien saat sebelum melakukan terapi dan sesudah terapi dengan menggunakan Transverse friction dan Kinesiotaping . Kemudian akan dicatat dalam lembar observasi yang telah disediakan. Serta data lain yang dikumpulkan adalah meliputi nama, umur, dan jenis kelamin.

2. Cara mengumpulkan data Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara

mengambil data tentang karyawan yang ada di Mall Ramayana kota Bukittinggi dan melalui assesment untuk mendapatkan data awal.

F. Pengolahan data

Pengolahan dilakukan dengan menggunakan komputer dengan tahapan sebagai berikut :

1. Editing Langkah ini dimaksudkan untuk melakukan pengecekan terhadap

kejelasan data, kelengkapan data, keseimbangan dan keselarasan data.

2. Coding Langkah ini dimaksudkan untuk melakukan pengkodean data untuk memudahkan penggolongannya.

3. Processing Pada tahap ini dilakukan kegiatan memasukkan data dan diolah dengan menggunakan program komputer

4. Cleaning Pada tahap ini, sebelum analisa data dilakukan terhadap data yang

sudah dimasukkan perlu dilakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap kelengkapan data.

G. Langkah-Langkah Penelitian

1). Persiapan kegiatan sebelum diberikan Transverse Friction

a) Peneliti mengumpulkan responden sesuai dengan kriteria responden setelah menyetujui lembaran persetujuan yang di ajukan peneliti.

b) Peneliti memberikan penjelasan tentang persiapan Transverse Friction kepada responden.

c) Peneliti akan memberikan perlakuan intervensi sesuai frekuensi, intensitas, dan waktu yang telah ditetapkan.

d) Peneliti akan memberhentikan pemberian intervensi apabila ditemukan kontra indikasi pada pasien.

2). Kegiatan saat dilakukan Tranverse Friction

a) Kumpulkan sampel yang akan menjadi responden

b) Ukur nyeri sebelum dilakukan intervensi Transverse Friction

c) Bersihkan area yang akan diterapi c) Bersihkan area yang akan diterapi

e) Ukur kembali nyeri setelah diberikan intervensi Transverse Friction 3). Persiapan kegiatan sebelum diberikan Kinesiotaping

a) Peneliti mengumpulkan responden sesuai dengan kriteria responden setelah menyetujui lembaran persetujuan yang di ajukan peneliti.

b) Peneliti memberikan penjelasan tentang persiapan Kinesiotaping kepada responden.

c) Peneliti akan memberikan perlakuan intervensi sesuai frekuensi, intensitas, dan waktu yang telah ditetapkan.

d) Peneliti akan memberhentikan pemberian intervensi apabila ditemukan kontra indikasi pada pasien.

4). Kegiatan saat diberikan Kinesiotaping

a) Kumpulkan sampel yang akan menjadi responden

b) Ukur nyeri sebelum dilakukan intervensi Kinesiotaping

c) Bersihkan area yang akan diterapi

d) Lakukan Kinesiotaping selama 3 kali dalam seminggu selama 2 minggu.

e) Ukur kembali nyeri setelah diberikan intervensi Kinesiotaping.

H. Analisa data

1. Analisa Univariat Bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoadmojo, 2010). Analisa ini digunakan untuk mengetahui rata-rata nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi Tranverse Friction dan Kinesiotaping pada karyawan Mall penderita Plantar Fasciitis .

2. Analisa Bivariat Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan Transverse Friction dan Kinesiotaping pada Plantar Fasciitis menggunakan Uji T test Dependen tapi sebelumnya akan dilakukan uji normalitas.

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi

1. Gambaran Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di PT. Ramayana Lestari Sentosa, TBK Ramayana Bukittinggi (R-88) jalan Ahmad Yani No. 1 Benteng Pasar Atas, Guguk Panjang, kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Dengan jumlah karyawan wanita sebanyak 78 orang dan laki laki sebanyak 72 orang. Saat jam kerja karyawan wanita diharuskan menggunakan pakaian seragam orange hitam dan sepatu High Heels di atas 5cm yaitu selama 8 jam sehari dan hanya mendapatkan waktu istirahat selama

1 jam.

2. Data Geografis

Bukittinggi terletak antara 100 o 20-100 25 BT dan 00 16-00 20’LS. Sekitar 780- 950 meter ketinggian dari permukaan laut.

Batas Daerah Ramayana : Selatan

: Benteng Pasar Atas

Barat

: Jalan Veteran

Timur

: Kampung Parak Kopi

Utara

: Pasar Bawah

B. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik variabel penelitian. Pada penelitian ini analisa univariat dilakukan untuk

menggambarkan kondisi nyeri sebelum dan sesudah pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping pada kasus Plantar Fasciitis.

1. Rata-rata skala nyeri pada kasus Plantar Fasciitis sebelum pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping.

Tabel 5.1

Distribusi rata-rata skala nyeri sebelum pemberian Transverse Friction dan

Kinesiotaping pada kasus Plantar Fasciitis di Ramayana Bukittinggi tahun

Variabel

Minimum Maksimum Mean

SD N

Nyeri pada kasus Plantar fasciitis

Berdasarkan tabel 5.1 Diketahui bahwa rata-rata (Mean) nyeri pada kasus Plantar Fasciitis, sebelum pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping adalah 6.30 dengan standar deviasi 0.483 skala nyeri terendah

6 dan 7 tertinggi.

2. Rata-rata skala penurunan nyeri pada kasus Plantar Fasciitis sesudah pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping.

Tabel 5.2

Perbedaan rata-rata skala nyeri sesudah Pemberian Transverse Friction dan

Kinesiotaping terhadap penurunan nyeri pada kasus Plantar Fasciitis Di

Ramayana Bukittinggi Tahun 2017

Variabel

Minimum Maksimum Mean

SD N

Nyeri pada kasus Plantar fasciitis

Berdasarkan tabel 5.2 Diketahui bahwa rata-rata (mean) nyeri pada kasus Plantar Fasciitis, sesudah pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping adalah 5.00 dengan standar deviasi 0.471 skala nyeri terendah 4 dan 6 tertinggi.

C. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan, korelasi atau pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan penurunan nyeri pada kasus Plantar Fasciitis dengan Transverse Friction dan Kinesiotapping.

1. Perbedaan penurunan rata-rata nyeri pada kasus Plantar Fasciitis sebelum dan sesudah pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping.

Tabel 5.3 Perbedaan rata-rata skala nyeri pada kasus Plantar Fasciitis sebelum dan

sesudah pemberian Transverse Friction dan Kinesiotaping di Ramayana

Bukittinggi tahun 2017

Variabel

Nilai Nilai

Standar

P – value N

Nyeri pada kasus Plantar

10 Fasciitis pre- post

6-4

7-6

-2.919 0.483-0.471

Berdasarkan uji wilcoxon pada tabel 5.3 Didapatkan nilai p untuk nyeri pada kasus Plantar Fasciitis adalah 0.004 < α (α = 0.05) maka dapat di simpulkan bahwa ada pengaruh penurunan nyeri sebelum dan sesudah diberikan Transverse Friction dan Kinesiotapping pada kasus Plantar Fasciitis.

BAB VI PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat

1. Rata-rata skala nyeri pada kasus Plantar Fasciitis sebelum pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping.

Penelitian yang telah dilakukan terhadap 10 orang responden penderita nyeri pada kasus Plantar Fasciitis didapatkan hasil rata rata nyeri sebelum pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping adalah 6.30 dengan standar deviasi 0.483 skala nyeri terendah 6 dan 7 tertinggi.

Plantar Fasciitis adalah peradangan dan atau degenerasi jaringan collagen dari plantar fascia yang membujur sepanjang kaki bagian bawah. Kondisi plantar fasciitis dapat menyebabkan gangguan yang serius. Terlebih untuk wanita yang memiliki mobilitas tinggi. Maka diperlukan penanganan yang tepat pada kasus plantar fasciitis. Karena jika dibiarkan akan terjadi gangguan musculoskeletal lebih lanjut (Zidni, 2014).

Ada beberapa faktor penyebab pada kasus fasciitis plantaris. Beberapa faktor tersebut antara lain yaitu faktor anatomi, faktor biomekanik, dan faktor lingkungan. Contoh pada faktor anatomi termasuk arcus yang rendah atau pes planus , arcus yang tinggi atau pes cavus, dan tekanan tubuh yang berlebih atau obesitas.

Pada faktor biomekanik termasuk tightness pada tendon achilles, kelemahan flexor plantar fascia. Pada faktor lingkungan bisa disebabkan oleh trauma, dan aktivitas yang berlebih (Alghadir, 2006).

Efek dari posisi yang lama dan terus-menerus serta stress yang berlebihan dari plantar fascia, akan menyebabkan perubahan pada serabut collagen , dimana terjadi penurunan kandungan air 3-4% dan penurunan GAG sekitar 20%. Sehingga akan menurunkan jarak diantara serabut-serabut collagen dan menyebabkan perubahan gerak yang bebas diantara serabut- serabut. Menurunnya gerakan diantara serabut collagen membuat jaringan cenderung menjadi kurang elastis dan lebih rapuh, sehingga akan terbentuk serabut collagen dalam pola yang acak, disamping itu produksi fibroblas yang berlebihan pada fase produksi akan membentuk jaringan fibrous yang tidak beraturan sehingga menciptakan terjadinya abnormal crosslink yang akan menyebabkan perlengketan pada jaringan. Terjadinya abnormal crosslink disertai dengan inflamasi pada fascia plantarisnya. Sehingga timbul nyeri tekan pada fascianya (Periatna, 2006).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zidni Sadati Maulana Aden (2014) yang berjudul “Penambahan Kinesiotaping pada Perlakuan Myofascial Release Technique Lebih Baik dalam Menurunkan Nyeri Fungsional pada Plantar Fasciitis oleh Karena Pemakaian Sepatu Hak tinggi (High Heels) ” yang dilakukan selama 1 bulan, nyeri Plantar Fasciitis yang diteliti terhadap 18 responden dengan

dua kelompok masing-masing 9 orang menjelaskan bahwa nyeri masing- masing kelompok diuji normalitas data dengan Shapiro Wilk Test, pada Kelompok I menunjukkan nilai p>0,05 dan pada Kelompok II menunjukkan nilai p<0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kedua kelompok terjadi penurunan nyeri fungsional yang bermakna oleh karena perlakuan yang diberikan yaitu Myofascial Release dan ditambahkan dengan Kinesiotaping yang dapat melepaskan adhesion atau perlengketan pada plantar fascia dan mengurangi nyeri dengan gate control theory, memulihkan kualitas cairan pelumas dari jaringan fascia, mobilitas jaringan dan fungsi normal sendi. Serta Kinesiotaping dapat memberikan penguluran secara simultan, mencegah terjadinya perlukaan baru, serta memperlancar aliran darah serta lymfa yang ada di area yang diterapi.

Hasil Penelitian ini juga sejalan dengan Iffa Herlina (2015) yang berjudul “Hubungan Lama Pemakaian High Heels dengan Resiko Fasciitis

Plantaris pada Sales Promotio n Girl (SPG) PT. Sri Ratu Madiun” yang dilakukan pada 53 responden. Dan dari hasil penelitian ini secara deskriptif terdapat 83,02 % yang beresiko terjadi fasciitis plantaris. Dan dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara lama pemakaian high heels dengan resiko fasciitis plantaris.

Menurut asumsi peneliti, sebelum pemberian intervensi dengan Transverse Friction dan Kinesiotapping diketahui bahwa rata-rata nyeri tumit pada karyawan wanita di Ramayana berada pada kategori sedang dan berat . Sebelum dilakukan intervensi responden menyatakan nyeri sepanjang telapak kaki, telebih jika responden berdiri lama, berjalan lama, dan ketika menapak pertama saat bangun tidur. Nyeri tumit terjadi karena regangan atau tarikan pada fascia yang berlebihan karena posisi kaki atau penggunaan sepatu yang salah dalam waktu yang lama. Hal ini terjadi secara berulang ulang tanpa disadari fascia mengalami peradangan atau inflamasi sehingga menyebabkan nyeri sepanjang telapak kaki.

Faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat nyeri pada karyawan penderita Plantar Fasciitis adalah lamanya aktivitas karyawan yang bisa mencapai 8 jam perhari dengan menggunakan High Heels sehingga fascia menjadi overuse. Karyawan Ramayana hanya dapat duduk pada jam istirahat yaitu satu jam, selebihnya karyawan harus berdiri melayani pelanggan, oleh karena itu mereka hanya punya sedikit waktu untuk mengistirahatkan dan merilekskan kaki. Ini juga merupakan penyebab tingginya tingkat nyeri karyawan ramayana penderita Plantar Fasciitis. Karena pada saat berdiri berat badan menumpu pada kaki membuat Fascia tertarik yang lama kelamaan bisa menyebabkan inflamasi. Hal ini juga dapat mempengaruhi produktivitas karyawan, karena apabila nyeri terasa pada saat bekerja itu akan dapat mengurangi keefektifan pelayanan konsumen di Ramayana itu sendiri.

2. Rata-rata skala nyeri pada kasus Plantar Fasciitis sesudah pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping.

Penelitian yang telah dilakukan terhadap 10 orang responden penderita nyeri pada kasus Plantar Fasciitis didapatkan hasil rata rata nyeri sesudah pemberian Transverse Friction dan Kinesiotapping adalah

5.00 dengan standar deviasi 0.471 skala nyeri terendah 4 dan 6 tertinggi.

Nyeri merupakan respon subyektif dimana seseorang memperlihatkan tidak nyaman secara verbal maupun non verbal atau keduanya, akut maupun kronis. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi,tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi dan kegiatan yang biasa dilakukan. Nyeri yang dialami oleh klien artritis reumatoid didapatkan skala nyeri rata-rata enam atau nyeri sedang (Dina, 2009).

Nyeri pada plantar fasciitis diawali karena adanya lesi pada soft tissue di sisi tempat perlengketan plantar aponeurosis yang letaknya dibawah dari tuberositas calcaneus atau pada fascia plantaris bagian medial calcaneus akibat dari penekanan dan penguluran yang berlebihan. Adanya penekanan dan penguluran pada fascia plantaris dapat menimbulkan aksi potensial dari ujung saraf nocisensorik (serabut saraf

A-delta dan C) yang menghantarkan impuls nyeri ke kornu dorsalis medula spinalis lalu ke otak, dan di otak impuls tersebut di interpretasikan sebagai nyeri (Alamsyah, 2016).

Transverse friction adalah suatu metode massage yang bertujuan untuk memproduksi traumatic hyperemia dengan meningkatkan suplai darah di area otot yang spasme dengan cara mengurangi nodule dan melemaskan struktur serat otot yang spasme. Hal ini dapat mempengaruhi efektifitas gerakan dari serat otot seperti memanjang dan otot akan mudah digerakan kembali sehingga peredaran darah dan metabolisme disekitar otot tersebut dapat.

Kinesiotaping adalah suatu modalitas yang didasarkan pada proses penyembuhan alami tubuh kita. Metode Kinesiotaping menunjukkan kemanjurannya melalui aktivasi saraf dan sistem sirkulasi darah. Metode ini pada dasarnya berasal dari ilmu kinesiologi, mengakui pentingnya tubuh dan gerakan otot dalam rehabilitasi dan kehidupan sehari-hari. Maka nama “kinesio” digunakan. Fungsi otot tidak hanya untuk gerakan tubuh, tetapi juga mengontrol peredaran vena dan aliran getah bening. Oleh karena itu, kegagalan otot untuk berfungsi dengan baik menyebabkan berbagai macam penyakit kesehatan (Nugroho, 2013).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Partono (2006) dengan judul “Pengaruh Penambahan Transverse

Friction pada Intervensi Ultrasound terhadap Pengurangan Nyeri pada

Kasus Tennis Elbow Tipe II ”. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan tingkat nyeri secara signifikan sebelum dan sesudah terapi dengan Ultrasound dan Transverse Friction akibat tennis elbow tipe II.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Suryo Nugroho (2013), dengan judul “Pengaruh Kinesiotaping dan Core Stability terhadap penurunan nyeri dan peningkatan LGS pada kasus nyeri punggung

bawah fakultas ilmu kesehatan universitas muhammadiyah Surakarta ”. Metode penelitian yaitu Quasi Eksperiment dengan desain penelitian Pre and Post Test Two Group Design. Populasi dalam penelitian ini pengrajin tenun lidi di desa Janti. Responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 24 responden. Total sampel sebanyak 24 responden dengan rincian pada kelompok eksperimen kinesio tapping 12 responden, sedangkan pada kelompok eksperimen core stability 12 responden. Hasil penelitian dianalisa dengan uji Independent T-Test. Hasil Penelitian Uji Independent T-Test menunjukan hasil p= 0,0001 < 0,05 yang berarti ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kelompok eksperimen kinesio tapping dan kelompok core stability terhadap penurunan nyeri dan peningkatan lingkup gerak sendi kasus nyeri punggung bawah.

Setelah intervensi diberikan responden menyatakan bahwa nyeri tumit berkurang, ketegangan otot mulai berkurang, sehingga responden dapat melakukan aktifitas secara fleksibel tanpa mengeluhkan nyeri tumit.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa nyeri pada karyawan Ramayana penderita Plantar Fasciitis sesudah pemberian intervensi Transverse Friction dan Kinesiotaping lebih rendah dibandingkan sebelum pemberian intervensi Transverse Friction dan Kinesiotaping. Dengan pemberian intervensi Transverse Friction dan Kinesiotaping secara teratur dapat mengurangi nyeri pada Plantar Fasciitis, karena Transverse Friction dan Kinesiotaping dapat mengurangi perlengketan dan ketegangan yang terjadi pada fascia.

Selain itu Transverse Friction juga dapat dijadikan sebagai terapi rileksasi dan dapat dilakukan di sela sela jam kerja atau istirahat oleh karyawan secara mandiri. Apabila nyeri mulai terasa maka karyawan bisa melakukan Transverse Friction secara mandiri dan melanjutkan kembali pekerjaannya.

B. Bivariat

1. Analisis Rata-rata tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberikan intervensi Transverse Friction dan Kinesiotaping pada penderita Plantar Fasciitis

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 10 orang responden penderita Plantar Fasciitis menunjukkan bahwa ada perbedaan penurunan nyeri sebelum dan sesudah pemberian 6 kali terapi dengan Transverse Friction dan Kinesiotapping. Hasil analisis statistik menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,004 . p < α (α =

0.05) yang menunjukkan bahwa H 0 ditolak, berarti ada perbedaan 0.05) yang menunjukkan bahwa H 0 ditolak, berarti ada perbedaan

Plantar Fasciitis adalah peradangan dan atau degenerasi jaringan collagen dari plantar fascia yang membujur sepanjang kaki bagian bawah. Kondisi plantar fasciitis dapat menyebabkan gangguan yang serius. Terlebih untuk wanita yang memiliki mobilitas tinggi. Maka diperlukan penanganan yang tepat pada kasus plantar fasciitis. Karena jika dibiarkan akan terjadi gangguan musculoskeletal lebih lanjut (Zidni, 2014).

Ada beberapa faktor penyebab pada kasus fasciitis plantaris. Beberapa faktor tersebut antara lain yaitu faktor anatomi, faktor biomekanik, dan faktor lingkungan. Contoh pada faktor anatomi termasuk arcus yang rendah atau pes planus, arcus yang tinggi atau pes cavus , dan tekanan tubuh yang berlebih atau obesitas.

Transverse friction adalah suatu metode massage yang bertujuan untuk memproduksi traumatic hyperemia dengan meningkatkan suplai darah di area otot yang spasme dengan cara mengurangi nodule dan melemaskan struktur serat otot yang spasme. Hal ini dapat mempengaruhi efektifitas gerakan dari serat otot seperti memanjang dan otot akan mudah digerakan kembali sehingga peredaran darah dan metabolisme disekitar otot tersebut dapat berjalan lebih lancar dan membuat nyeri pada otot berkurang.

Kinesiotaping adalah suatu modalitas yang didasarkan pada proses penyembuhan alami tubuh kita. Metode Kinesiotaping menunjukkan kemanjurannya melalui aktivasi saraf dan sistem sirkulasi darah. Metode ini pada dasarnya berasal dari ilmu kinesiologi, mengakui pentingnya tubuh dan gerakan otot dalam rehabilitasi dan kehidupan sehari- hari. Maka nama “kinesio” digunakan. Fungsi otot tidak hanya untuk gerakan tubuh, tetapi juga mengontrol peredaran vena dan aliran getah bening. Oleh karena itu, kegagalan otot untuk berfungsi dengan baik menyebabkan berbagai macam penyakit kesehatan (Nugroho, 2013).

Efek lifting pada kinesiotaping berpengaruh pada sistem limfatik. Ketika terjadi inflamasi sistem limfatik pada superfisial dan deep limfatic vessels akanpenuh. Dengan adanya efek lifting pada kinesiotaping akan membantu aliran limfatik menjadi normal, sehingga terjadi penurunan tingkat inflamasi (Nugroho, 2013).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Indra Alamsyah (2016) yang berjudul “Efek tivitas Penambahan Latihan Hold Relax pada

Intervensi Transverse Friction dalam Mengurangi Nyeri pada Plantar Fasciitis” yang dilakukan selama 2 bulan dengan 20 responden usia 40-

65 tahun dibagi dua kelompok perlakuan secara random sama banyak. Kelompok I diberi intervensi transverse friction dan kelompok II diberi intervensi transverse friction dengan penambahan latihan hold relax. Pelatihan dilakukan 6 minggu dengan frekuensi 3x seminggu dan repetisi

latihan 10x pengulangan pada setiap latihan. Sebelum dan setelah 6 minggu pelatihan semua sampel diukur nilai nyeri dengan menggunakan Visual Analog Scale. Hasil analisis didapatkan terjadi penurun skor nyeri pada Kelompok I nilai awal 6,90 dan nilai akhir 3,40 dengan nilai p<0,004 dan penurunan nilai skor nyeri pada Kelompok II nilai awal 7,10 dan nilai akhir 2,80 dengan nilai p<0,004. Artinya pada Kelompok I dan Kelompok II terjadi penurunan nyeri secara signifikan. Dari uji Mann whitney perbandingan rerata penurunan nyeri setelah perlakuan pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Simpulan dari hasil penelitian ini bahwa intervensi Transverse Friction dengan penambahan latihan Hold Relax lebih efektif mengurangi nyeri dari pada intervensi Transverse Friction pada pasien Plantar Fasciitis.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Sofia Hanani (2013) yang berjudul “Pengaruh Auto Stretching terhadap Penurunan Nyeri Fasciitis

Plantaris pada Sales Promotion Girls Pengguna High Heels di Matahari Department Store Pekalongan” Uji normalitas data dengan

menggunakan uji Shapiro Wilk Test karena sample <30. Uji pengaruh dengan menggunakan Wilcoxon test sedangkan uji beda pengaruh dengan menggunakan Mann Whitney. Auto stretching dilakukan sendiri oleh pasien 2x sehari selama 30 hari, dilakukan dalam pengawasan terapis. Auto stretching dilakukan sebelum melakukan pekerjaan yaitu pada pagi hari dan sesudah selesai bekerja yaitu sore hari. Dimana menggunakan uji Shapiro Wilk Test karena sample <30. Uji pengaruh dengan menggunakan Wilcoxon test sedangkan uji beda pengaruh dengan menggunakan Mann Whitney. Auto stretching dilakukan sendiri oleh pasien 2x sehari selama 30 hari, dilakukan dalam pengawasan terapis. Auto stretching dilakukan sebelum melakukan pekerjaan yaitu pada pagi hari dan sesudah selesai bekerja yaitu sore hari. Dimana

Menurut asumsi peneliti pemberian dengan modalitas Transverse Friction dan Kinesiotaping pada pasien dengan kasus Plantar Fasciitis di Ramayana Bukittinggi tahun 2017 menunjukan hasil yang signifikan atau mengalami penurunan nyeri akibat efek massage dari Transverse Friction dan efek dari Kinesiotaping mampu melancarkan peredaran darah, aktivitas saraf dan mengontrol pergerakan kaki. Sehingga pasien merasakan perubahan pada kondisi nyeri yang di alaminya semakin menurun dalam 6 kali terapi, dan pasien diminta untuk tidak melakukan aktivitas yang berlebihan dan mengistirahatkan kaki sejenak saat bekerja agar nyeri pada telapak kaki tidak kembali dirasakan. Dan diharapkan kepada responden agar dapat melakukan Transverse Friction secara mandiri disela sela jam kerja karena Transverse Friction juga dapat dijadikan intervensi untuk relaksasi.

BAB VII PENUTUP