Pengembangan Kebijakan, Strategi Nasional dan Regional

1. Pengembangan Kebijakan, Strategi Nasional dan Regional

Sejalan dengan tujuan program, perlu dibuat landasan peraturan yang jelas tentang pengelolaan terumbu karang agar terhindar dari kegiatan-kegiatan yang merusak dan tidak ramah lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan konflik kepentingan. Pada tingkat nasional, COREMAP II berperan dalam penyusunan Undang-Undang tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang disahkan pada Desember 2007 (UU No. 27/2007) dengan memuat larangan atas penambangan karang dan kegiatan penangkapan ikan yang merusak. COREMAP juga telah berpartisipasi dalam rancangan Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Sumber Daya Perikanan (PP 60/2007) dan produk turunannya, serta mendukung penyusunan Peraturan Menteri 17/2008 yang disahkan pada September 2008 sebagai amanat pelaksanaan dari UU No. 27/2007.

Pada saat yang sama program COREMAP aktif membantu Pemerintah Daerah dalam menyusun peraturan daerah (PERDA) tentang Pengelolaan Terumbu Karang. Penyusunan PERDA membutuhkan waktu relatif panjang dari perkiraan semula. Pada 2007, Kabupaten Natuna yang pertama mengesahkan PERDA tentang Pengelolaan Terumbu Karang, disusul Kabupaten Tapteng pada tahun yang sama. Pada 2008, PERDA Pengelolaan Terumbu Karang (PTK) di Kabupaten Bintan dan Mentawai disahkan sedangkan PERDA PTK Kota Batam dan Provinsi Sumatera Barat disahkan pada 2009. Pengesahan PERDA PTK Kota Batam membutuhkan waktu yang cukup panjang padahal awalnya diharapkan Batam sebagai pilot dalam penyusunan PERDA walaupun sebenarnya pembahasan dengan panitia khusus (Pansus) DPRD sudah selesai pada Juli 2007. Hal ini disebabkan karena adanya pembahasan revisi PERDA Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam dan setelah dua tahun tanpa ada kemajuan akhirnya pada Agustus 2009 PERDA PTK Kota Batam disahkan oleh DPRD.

Rancangan PERDA PTK (RANPERDA) tentang pengelolaan terumbu karang Kabupaten Nias telah tersusun dalam bentuk draf akhir (final draft) pada 2009, namun hingga 2010 belum dibahas karena kabupaten tersebut mengalami pemekaran menjadi tiga kabupaten dan satu kotamadya dimana dua kabupaten di antaranya yaitu Nias Utara dan Nias Barat terdapat desa lokasi COREMAP. Jika dilihat dari pengalaman dalam penyusunan PERDA dan sisa waktu yang tersedia, dua kabupaten tersebut mengalami hambatan dalam menyusun PERDA mengingat manajemen pemerintahan yang masih terbatas baru terbentuk pada Oktober 2009, dan kegiatan pemerintahan pada awal Maret 2010.

Draf akhir RANPERDA PTK Kabupaten Lingga telah tersusun pada 2009, dilakukan pembahasan dengan stakeholders melalui konsultasi publik. Hasil pembahasan yang telah disempurnakan tersebut telah disampaikan kepada Bagian Hukum Pemkab dan telah dilakukan berbagai perbaikan, yang selanjutnya dipakai sebagai bahan pembahasan (draft RANPERDA) dengan Tim Eksekutif yang telah dibentuk Pemda. Draft hasil pembahasan dengan Tim Eksekutif ini akan ditindaklnjuti oleh Biro Hukum Provinsi Kepri untuk proses harmonisasi peraturan/perundangan, sebelum disampaikan kepada DPRD Kabupaten Lingga untuk dibahas sebagai Perda. Sementara itu RANPERDA Nias Selatan telah selesai

Tabel 2: Hasil Capaian Kelembagaan Daerah LOKASI

RENSTRA

PERDA

Batam Substansi telah dimasukan ke dalam No. 7 Tahun 2009, 25 Agustus RPJMD 2007-2011, namun, belum

ditetapkan dalam bentuk Perwako

Natuna

SK Bupati No. 346/2007, 15

Perda No. 1 Tahun 2007. 1

September 2007 Bintan

November 2007

SK Bupati Bintan No. 13/II/2009.

Perda No. 12 Tahun 2008, 28

Dalam proses untuk dimasukan

September 2008

dalam RPJMD 2010-2015.

Final draft/ Ranperda. Sudah dikirim ke Prov utk harmonisasi isi

Lingga

Draf akhir

Perda. Sdh diagendakan dg DPRD & eksekutif, masuk Prolegda

Prov. Kepri Kep DPRD No. Kpts-

Pembahasan oleh Panitia Kerja

DPRD/160/VI/2010 Mentawai

Kep. Bupati no. 188.45 – 179, 5 Juli

Perda No. 19 Tahun 2008,19

Desember 2008 Prov. Sumatera Barat

Perda No. 3 Tahun 2009 Tapteng

Belum dibahas

SK bersama Bupati No. 05/KPTS/

SK Bupati No. 10 Tahun 2006, 28

HKM/Th 2007 dan DPRD No.

Desember 2006

032/KPTS/DPRD/ Th 2007, 5 Desember 2007.

Nias

SK Bupati No. 20/2007, 22 Nov.

Draf

Draft akhir selesai 2009,

rencananya disahkan DPRD periode Nias Selatan

SK Bupati No. 523/ 136/P/2007, 30

Mei 2007

2004-09 namun belum terlaksana karena adanya kendala non-teknis

Prov. Sumatera Utara Tidak membuat karena sudah

Draf awal

tercakup dalam Perda yang telah ada (Perda Pesisir)

Sementara di tingkat provinsi, Provinsi Sumatera Barat telah mengesahkan PERDA PTK yang pada 2009, dan Provinsi Kepulauan Riau masih pembahasan dengan Panitia Legislatif dan diharapkan tahun 2010 sudah dapat disahkan. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara tidak membuat PERDA Pengelolaan Terumbu Karang karena secara substansi telah tercantum dalam PERDA yang telah ada, yakni Perda Pesisir. Secara rinci, nomor dan tanggal pengesahan PERDA dapat dilihat pada tabel di atas.

Rencana Strategis (RENSTRA) tentang Pengelolaan Terumbu Karang di daerah adalah produk dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota maupun provinsi. RENSTRA pengelolaan perumbu karang di lokasi COREMAP sebagian besar tersusun sebelum dikeluarkannya Undang Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, yang juga merupakan target capaian kelembagaan COREMAP

II. Sebagai turunan dari UU 27/2007 adalah Peraturan Menteri No. 16/2008 tentang Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Pengertian Rencana Strategis sesuai peraturan tersebut adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. Terkait dengan rencana strategis dalam undang undang tersebut adalah rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Amanat UU tersebut adalah bahwa pemerintah daerah wajib menyusun semua rencana tersebut.

Dokumen RENSTRA tentang Pengelolaan Terumbu Karang di Kabupaten Nias, Nias Selatan, Tapteng, Natuna dan Bintan telah disahkan oleh Bupati. Pengesahan RENSTRA Kota Batam dikukuhkan lebih belakangan karena menunggu pengesahan PERDA Kota Batam yang juga tertunda karena menunggu revisi PERDA tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Meski demikian pembahasan Renstra Kota Batam telah dilaksanakan dan hingga akhir 2010 telah tersusun draf final Peraturan Walikota (Perwako) untuk Renstra Pengelolaan Terumbu Karang Kota Batam.

Draf RENSTRA Kabupaten Lingga telah selesai disusun dan telah diadakan pertemuan dengan para stakeholders untuk membahas draft RENSTRA tersebut.

Penyempurnaan draft sudah dilakukan dan sudah diserahkan kepada Pemda untuk disahkan melalui Peraturan Bupati Lingga. Sebagai kabupaten hasil pemekaran baru, Kabupaten Lingga masih terkendala dengan sumberdaya manusia maupun kelembagaan pemerintahan kabupaten, sehingga penyusunan RENSTRA di kabupaten tersebut terlambat dari jadwal semula. Hal itu ditambah dengan komitmen dari Bupati Lingga sendiri dalam mewujudkan perangkat RENSTRA maupun PERDA Pengelolaan Terumbu Karang yang relatif masih terbatas mengingat Bupati di kabupaten tersebut tergoda untuk memacu pembangunan melalui eksploitasi pertambangan sumberdaya bauksit di pulau-pulau kecil di wilayahnya dengan alasan meningkatkan pendapatan asli daerah dengan mengabaikan aspek lingkungan dan guidelines yang telah ditetapkan donor (ADB).

Sementara itu RENSTRA Pengelolaan Terumbu Karang Kabupaten Mentawai tersusun belakangan meski sebenarnya rencana kegiatan tersebut telah ada sejak 2006, namun karena tidak ada pihak yang bersedia melaksanakannya pada waktu itu – mengingat jarak lokasi relatif cukup jauh – maka RENSTRA Kab. Kepulauan Mentawai baru tersusun pada 2009 dengan didanai APBD. Pada 2010 Kabupaten Kepulauan Mentawai mengesahkan RENSTRA Pengelolaan Terumbu Karang-nya.

Pada tingkat provinsi, RENSTRA Provinsi Sumatera Utara telah selesai disusun tinggal menunggu pengesahan dari gubernur, sedangkan RENSTRA Provinsi Kepulauan Riau telah disusun pada 2005, namun pada saat itu masih dalam kerangka internal di Dinas Kelautan Perikanan Provinsi, sehingga hanya dikukuhkan melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. Pada 2010 pembahasan untuk RENSTRA Provinsi Kepri telah dimulai dengan membentuk panitia kerja (Panja). Diharapkan pada 2011, Renstra Provinsi Kepulauan Riau dapat disahkan oleh Gubernur. Sedangkan RENSTRA Pengelolaan Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat mengalami keterlambatan, sedangkan Provinsi Sumatera Utara telah tersusun draft awal. Diharapkan pada 2011 RENSTRA di kedua provinsi telah dapat dikukuhkan dalam bentuk SK/Peraturan Gubernur.

Program COREMAP II bekerjasama dengan BAPPEDA provinsi dan kabupaten sasaran untuk mengintegrasikan RENSTRA ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) guna menjamin keberlanjutan Program COREMAP II bekerjasama dengan BAPPEDA provinsi dan kabupaten sasaran untuk mengintegrasikan RENSTRA ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) guna menjamin keberlanjutan

Sosialisasi PERDA dan peraturan hukum lainnya yang terkait dengan pengelolaan terumbu karang telah disosialisasikan kecuali di Nias (hasil pemekaran menjadi Nias Utara dan Nias Barat), Nias Selatan dan Lingga karena kedua kabupaten terakhir tersebut belum memiliki PERDA. Dari survei yang dilakukan pada 2009, dampak dari sosialisasi ini tampak signifikan, penangkapan yang merusak semakin menurun lebih dari 50%. Seperti yang terjadi di Tapteng, sebelum program COREMAP dilaksanakan perdagangan karang hias cukup tinggi. Sekitar 40-

50 pedagang membuka kios terutama di tempat-tempat wisata yang menjual karang hias tetapi sejak sosialisasi program COREMAP II dan sosialisasi PERDA, perdagangan karang hias menurun dan hanya tinggal 2-3 orang saja yang masih melakukannya. Mereka meminta waktu untuk menghabiskan stok yang tersisa dan hasil wawancara dengan masyarakat/pedagang karang tersebut bahwa mereka sudah tahu perdagangan karang dilarang dan saat ini mereka sudah beralih dengan menjual hiasan dari kulit kerang-kerangan yang banyak terdampar di tepi pantai, meskipun produk kerajinan tersebut relatif belum berkualitas baik, dari desain maupun bahannya.

Kondisi demikian menjadi tugas dan peran Pemda setempat dan PIU agar menjadi pembahasan dalam pertemuan komite pengarah daerah (KPD) sehingga pimpinan daerah dapat menunjuk dinas/lembaga yang bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap mereka. Sementara itu kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya kelautannya meningkat. Dari 371 masyarakat yang disurvei, 66% diantaranya sudah mengetahui pentingnya terumbu karang sehingga perlu dikelola dengan baik, dari 70% yang ditargetkan.