PEMILIHAN JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

A. PEMILIHAN JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

Membicarakan profesi jurnalis tak dapat dipisahkan dari pendidikan Ilmu Komunikasi. Sebagaimana disampaikan oleh Cangara dalam Hamid: bagaimana kita dapat membicarakan produk komunikasi jika tidak dikaitkan dengan ilmu komunikasi, dan bagaimana kita dapat membicarakan ilmu kalau tidak membicarakan institusi pendidikan komunikasi 177 .

Sadar atau tidak, keputusan para Informan untuk menempuh pendidikan di jurusan Ilmu Komunikasi telah menjadi langkah awal mereka untuk mendekati peluang kerja di bidang komunikasi, salah satunya sebagai jurnalis. Pendidikan berperan sebagai konteks yang membingkai arah pencarian kerja. Idealnya pemilihan pekerjaan memang berdasarkan disiplin Ilmu yang tengah dipelajari.

Pemilihan jurusan Ilmu komunikasi di kalangan para Informan mengingatkan Penulis pada sosok RA. Kartini. Dari buku berjudul

178 , yang merupakan terjemahan dari surat-surat RA Kartini kepada sahabat penanya yang bernama Stella Zeehandelaar 179 . Dalam buku

177 Hafied Cangara, dalam Farid

Hamid dan Heri Budianto, Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm 30

178 Vissia Ita Yulianto, Penj. Aku Mau: Feminisme dan Nasionalisme, Jakarta: Kompas, 2004

R.A Kartini adalah anak ke-4 (puteri ke-2) dari Bupati Jepara bernama R.M.A.A Sosroningrat. Hak istimewa dari seorang anak pejabat memberinya akses untuk memperoleh pendidikan. Bersama adiknya yang bernama Roekmini, ia bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda melalui beasiswa. Lebih dari keinginan belajar, ia memiliki cita-cita untuk mendirikan sebuah sekolah untuk warga Bumi Putera khususnya bagi kaumnya. Kartini memiliki beberapa sahabat pena di negeri

Kartini sebagai perempuan muda yang hari-harinya dipenuhi oleh mimpi untuk belajar ke negeri Belanda.

Antara Kartini dengan para Informan memang bukan perbandingan yang sepadan karena mereka hidup pada masa, dinamika dan tantangan yang berbeda. Namun dibalik perbedaan-perbedaan itu, Penulis menemukan adanya kesamaan yang membuat mereka seperti hidup pada masa yang sama yaitu dalam hal kepercayaan diri membangun mimpi. Karena kepercayaan diri itu mereka sama- sama menjadi potret dari perempuan muda yang te

1. Faktor Personal

Faktor personal yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu sebab-sebab pemilihan pendidikan di jurusan Ilmu Komunikasi yang berasal dari diri sendiri. Oleh Edward E. Sampson dalam Rakhmat, faktor personal disebut juga sebagai perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) 180 .

Berdasarkan data penelitian terdapat dua aspek dari dalam diri para Informan yang mendasari keputusan mereka untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Kedua aspek itu yaitu pengetahuan mengenai Jurusan Ilmu Komunikasi dan motif kuliah di jurusan tersebut.

Belanda yang salah satunya adalah Stella Zeehandelaar. Stella adalah seorang perempuan muda biasa di Negeri Belanda yang tahu sedikit-sedikit tentang Hindia Belanda. Dalam surat-suratnya kepada Stella, Kartini banyak berkisah tentang keinginan-keinginannya di atas: mendapat beasiswa, belajar dan mendirikan sekolah. Namun pada akhirnya hubungan mereka harus terputus setelah Kartini menikah pada tahun 1903 dan akhirnya meninggal pada usia 23 tahun, setahun setelah ia menikah. Ibid, hlm. viii, 197-200 180

Jalaluddin Rahmat. Psikologi Komunikasi. Cetakan Ke-6 (Bandung: Remaja Rosdakarya), hal. 33

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu 181 . Pengetahuan mengenai jurusan Ilmu Komunikasi tidak lain adalah segala sesuatu yang kita ketahui tentang jurusan tersebut.

1.1.1. Pengetahuan Umum Jurusan Favorit

Jurusan Ilmu Komunikasi dinilai secara positif sebagai program studi yang bergengsi dengan banyak peminat. Penilaian itu diutarakan oleh beberapa Informan seperti: Twinika S.F (2008), Mia Ayu Yulivia (2007), Ema Yuliani Utami (2007) dan Veronika Juwita Hapsari (2007). Menurut

passing grade 182 . Passing grade sendiri adalah nilai minimum yang harus didapatkan untuk bisa lulus ujian masuk perguruan tinggi 183 . Semakin tinggi passing grade suatu jurusan maka semakin tinggi pula tingkat kesukaran untuk masuk ke jurusan itu.

Salah satu rujukan informasi mengenai kualitas jurusan Ilmu Komunikasi adalah lembaga bimbingan belajar. Hal itu seperti dialami oleh

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Cetakan ke-18 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 104

182 Rumus passing grade = (B x 4) - (S x 1) x 100

JS x 4

Keterangan : B = Jumlah jawaban benar S = Jumlah jawaban salah JS = Jumlah soal http://lembijarairlanggacollege.blogspot.com/p/snmptn.html diakses pada 16 Februari 2012 pukul 19:11 WIB

183 www.snmptn.or.id/passing grade/ di akses pada 1 Agustus 2011 pukul 11.55 WIB 183 www.snmptn.or.id/passing grade/ di akses pada 1 Agustus 2011 pukul 11.55 WIB

ada buku semacam kaya grade-

Penilaian senada disampaikan oleh Mia A.Y. Disini, sang kakak yang menjadi sumber referensi.

apik banget lho Komunikasi UNS ki,

gradenya apik banget, percayalah padaku (dulu kakakku bilang, bagus banget lho Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS itu, gradenya bagus banget, percayalah padaku), 185

Ada pun sama-sama meyakini skor passing grade sebagai indikator dari kualitas pendidikan, kiranya Ema Yuliani Utami menunjukkan sikap yang lebih tegas. Iya memutuskan kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi karena yakin jurusan tersebut bagus.

saya milih komunikasi. Kenapa, karena passing gradenya

, soalnya dari situ kan kita bisa tahu seberapa berkualitas prodi yang mau kita masukin 186 .

Dalam kondisi lain, indikator kualitas pendidikan dilihat pula dari animo peminatnya. Memilih jurusan kuliah seperti halnya saat kita akan membeli makanan di sentra kuliner. Dengan pengalaman yang nol, insting pertama yang akan dilakukan adalah mencari yang paling ramai.

184 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011 185 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ayu Y. pada hari Rabu, 23 Februari 2011 186 Hasil wawancara mendalam dengan Ema Yuliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011 184 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011 185 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ayu Y. pada hari Rabu, 23 Februari 2011 186 Hasil wawancara mendalam dengan Ema Yuliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011

cuman berdasarkan pendapat kalau itu lho, komunikasi UNS itu bagus passing gradenya tinggi, yang mau masuk kesana juga

banyak. Cuman modal kaya gitu aja. 187

Sejauh ini passing grade Jurusan Ilmu Komunikasi memang tercatat relatif tinggi. Berdasarkan data Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2010 kategori IPS, skor passing grade Jurusan Ilmu Komunikasi di Indonesia rata-rata berada di angka 50 persen. Duduk di posisi tertinggi yaitu jurusan Ilmu Komunikasi UI dengan skor 55,01 persen. Diikuti oleh UGM yaitu 54,71 persen, UNPAD persen 53,15 persen UNAIR 53,05 persen dan UNDIP 52,05 persen. Ada pun UNS berada tepat dibawah UNDIP dengan skor 51,43 persen 188 .

Ada pun animo untuk memilih Jurusan Ilmu Komunikasi di Indonesia akhir-akhir ini memang tinggi. Peningkatan jumlah pendaftar prodi ilmu komunikasi terasa sekitar 1990-an, di mana saat itu, banyak pembukaan perusahaan penerbitan media koran dan televisi 189 .

Berdasarkan data wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mengenai passing grade sangat berharga bagi para Informan saat akan menentukan jurusan kuliah. Passing grade membantu mereka mengukur kualitas pendidikan di suatu jurusan. Bagaimana pun aspek

187 Hasil wawancara mendalam dengan Veronika Juwita Hapsari pada hari Rabu, 23 Februari 2011 188 http://www.ptn-online.com/passing-garde-snmptn-2010-ips-vers-z-e-r-o/ diakses pada 16 Februari pukul 13:31 WIB

189 http://www.pendis.depag.go.id diakses pada 20 Februari 2012 pukul 09:51 WIB 189 http://www.pendis.depag.go.id diakses pada 20 Februari 2012 pukul 09:51 WIB

Pendidikan Public Speaking

Beberapa Informan menilai bahwa Jurusan Ilmu Komunikasi merupakan pendidikan yang mengajarkan teknik berbicara (public speaking) . Kira-kira pengertian itu diturunkan dari konsep komunikasi yang secara sederhana disamakan dengan aktivitas percakapan. Para Informan yang memiliki penilaian seperti itu di antaranya adalah Annisa Fitri (2010) dan Dian Erika (2008).

Komunikasi itu kuliah buat orang yang suka ngomong 190 .

dulu sih taunya komunikasi itu ngomong sih mbak jadi orang- orang yang terkumpul di situ adalah kumpulan orang yang speak-

speak, ya orang yang dari sononya suka speak-speak gitu atau

berbakat speak-speak 191

Menurut Annisa dan Dian, kriteria orang yang dianggap layak kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi yaitu mereka yang memiliki bakat atau talenta berbicara. Mereka beranggapan bahwa Jurusan Ilmu Komunikasi merupakan pendidikan bagi seseorang untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

190 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Rabu, 2 Maret 2011 191 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 190 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Rabu, 2 Maret 2011 191 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011

.aku dibilangin mbakku, kamu kan pinter ngomong, yaudah kamu

masuk komunikasi aja. 192

Kowe kuliah komunikasi wae. Ketoke kowe cocok mu yo gor neng komunikasi adalah orang-orang yang pinter ngomong itu pasnya

masuk komunikasi (Kamu kuliah komunikasi saja, kamu kan cerewet. Dari dulu itu sepertinya pencitraan komunikasi adalah orang-orang yang pandai berbicara itu pasnya masuk komunikasi). 193

Dalam hal ini terdapat pelaziman atau penyesuaian antara ciri suatu kelompok dengan ciri anggotanya. Karena jurusan Ilmu Komunikasi

diyakini mempelajari teknik berbicara maka orang-orang yang mempelajarinya adalah orang-orang yang pada dasarnya telah memiliki bakat atau talenta berbicara.

Jurusan dengan Perkuliahan Menyenangkan

Sekalipun belum pernah mengalami sendiri, tetapi beberapa Informan merasa yakin jika perkuliahan di Jurusan Ilmu Komunikasi menyenangkan. Penilaian itu diutarakan oleh beberapa Informan seperti Fauziah Nurlina (2010), Dian Erika (2008) dan Devi Anggrahini (2008),

192 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 193 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 192 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 193 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011

kayake itu kog lapangan banget, seru banget, ya kaya

berurusan sama gadget-gadget gitu, aku suka aja, kayaknya lucu gitu. 194

Untuk memperjelas kondisi itu, ia membandingkan Jurusan Ilmu Komunikasi dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang ia nilai lebih kaku.

kayaknya enak banget kuliahnya, gak berat, gak terlalu mikir.

Serunya itu, kalau dibandingin sama FKIP gitu kan beda banget.

Komunikasi

lebih

santai kuliahnya,

terus bisa lebih

mengekspresikan diri gitu. 195

Dalam kondisi lain, Dian Erika (2008) menilai jurusan Ilmu Komunikasi menyenangkan karena memberi keleluasaan berkreatifitas. Jurusan Ilmu Komunikasi merupakan pendidikan bagi mereka yang memiliki pikiran alternatif dan kreatif.

194 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011 195 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011 194 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011 195 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011

Ada pun selanjutnya, jurusan Ilmu Komunikasi menurut Devi Anggrahini (2008) justru dinilai kurang menyenangkan meskipun oleh beberapa orang disekitarnya dikatakan menyenangkan.

dia bilang santai gitu Malah belibet ya. Itu nek menurutku. Kan kayak kuliah jadi reporter,aku kepikirane nanti nek kuliah komunikasi itu reporternya itu. Aku

malah mikirnya susah gitu. 197

Penilaian Devi yang negatif mengenai pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi berasal dari ketidaksukaannya pada pekerjaan wartawan atau reporter yang ia tahu merupakan salah satu pekerjaan perpanjangan dari pendidikan Ilmu Komunikasi. Ia menilai pekerjaan menjadi wartawan sulit, sehingga akhirnya ia menilai bahwa pendidikan di jurusan Ilmu

Komunikasi merupakan jurusan yang sulit atau sukar juga.

Berdasarkan penilaian para Informan, dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki antusiasme pada jurusan Ilmu Komunikasi yang relatif tinggi. Ungkapan: santai, dinamis dan juga bebas berekspresi menjadi label positif bagi jurusan Ilmu Komunikasi yang menunjukkan besarnya antusiasme itu. Jika ditelaah, antusiasme para Informan terhadap jurusan Ilmu Komunikasi berkaitan dengan kefleksibelan pendidikan itu baik aspek kognitif maupun praktis.

196 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 197 Hasil wawancara mendalam dengan Devi Anggrahini pada hari Selasa, 31 Mei 2011

Sebagai pendidikan srata satu (S-1), jurusan Ilmu Komunikasi dipandang sebagai pendidikan yang memberikan dasar teori sebelum praktek. Hal itu seperti disampaikan oleh beberapa Informan seperti Annisa Fitri (2010), Twinika S.F (2008), Rahajeng Kartikarani (2007), Destriana K (2008) dan Dhyanayu L.A (2008).

kuliahnya dikasih teori dulu, jadi gak langsung praktek. 198

Menurut Annisa Fitri, perkuliahan di jurusan Ilmu Komunikasi pertama-tama fokus pada teori. Teori menjadi dasar dari kuliah praktek yang dipelajari selanjutnya.

Demikian juga disampaikan oleh Twinika. Setelah sempat berbincang dengan kakak kelasnya yang kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi, ia mendapatkan pengetahuan bahwa jurusan Ilmu Komunikasi didominasi oleh kegiatan lapangan. Berikut pernyataan Twinika:

komunikasi yang aku tahu malah ini, cenderung ke membuat film gitu lho video gitu ternyata enggak, disini ada

ternyata komunikasi itu luas gitu. Gak hanya teori prakteknya juga

ada. 199

198 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Kamis, 2 Maret 2011 199 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011 198 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Kamis, 2 Maret 2011 199 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011

Selanjutnya, jurusan Ilmu Komunikasi oleh beberapa Informan dipandang sebagai jurusan yang banyak memiliki kegiatan praktek. Pengetahuan itu seperti dimiliki oleh Rahajeng Kartikarani (2007) berikut:

dulu sih gambarannya komunikasi itu banyak prakteknya,

kaya pegang kamera, terus pokoknya soal broadcast gitu lho 200

Demikian juga disampaikan oleh Destriana K (2008) berikut:

gambaran masuk komunikasi itu pasti diajarin video gitu, bisa mengoperasikan alat-alat kaya gitu sih dulu, ke praktek-

prakteknya. Cuman berarti yang kerja di TV-TV kaya gitu, gitu pasti kuliahnya di komunikasi, bisa maen kamera, bisa apa, maen mixer, gitu-gitu, hehehe, lebih ke teknis kaya gitu. 201

Ada pun pengetahuan yang lebih luas dimiliki oleh Dyanayu L.A (2008) yaitu bahwa selain broadcasting, jurusan Ilmu Komunikasi juga

mempelajari PR, dan jurnalistik. Karena pengetahuan mengenai mata kuliah praktek tersebut, ia akhirnya lebih memilih kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Berikut kutipan wawancara dengan Dyanayu:

Komunikasi itu banyak prakteknya terutama yang di UNS nya

bakalan ana praktekke dan aku ki kayake senang bangsa video, terus PR, dan

jurnalistik, nulis-nulis ngono barang (Aku lihat sepertinya lebih menarik di UNS karena aka nada prakteknya, dan aku itu sepertinya

200 Hasil wawancara mendalam dengan Rahajeng Kartikarani pada hari Rabu, 23 Februari 2011 201 Hasil wawancara mendalam dengan Destriana K. pada hari Senin, 16 Mei 2011 200 Hasil wawancara mendalam dengan Rahajeng Kartikarani pada hari Rabu, 23 Februari 2011 201 Hasil wawancara mendalam dengan Destriana K. pada hari Senin, 16 Mei 2011

Dari data di atas, diperoleh gambaran bahwa jurusan Ilmu Komunikasi tediri dari dua jenis materi kuliah yaitu teori dan praktek. Teori dipandang sebagai pengetahuan dasar sedangkan praktek sebagai aplikasi dari teori.

1.1.2. Gambaran Pekerjaan bagi lulusan Jurusan Ilmu Komunikasi Peluang Kerja Luas

Hampir semua Informan berpikir bahwa peluang kerja bagi lulusan jurusan Ilmu Komunikasi itu luas. Selain luas, kebutuhan akan tenaga kerja dari lulusan jurusan Ilmu Komunikasi dianggap konstan dalam jangka waktu yang lama.

Hal itu seperti disampaikan oleh Dyanayu L.A (2008). Menurutnya, keberadaan media massa sebagai institusi penyedia dan penyampai berita

merupakan jaminan dari bagaimana profesi di bidang tersebut akan terus dibutuhkan khususnya di era masyarakat informasi belakangan ini.

komunikasi kan malah berkembang, jaman sekarang gitu lho, media kan juga berkembang. Berati kan nyari pekerjaan bisa di

bilang lebih mudah lah dari di banding kan dengan ekonomi atau

hukum 203

Selanjutnya, luasnya lapangan pekerjaan bagi lulusan jurusan Ilmu Komunikasi bahkan disebut-sebut melewati batas disiplin ilmu itu sendiri.

202 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 203 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 202 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 203 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011

Kayaknya sih di TV, di Broadcast, terus jurnalistik, pers, majalah, majalah gitu, terus departemen-departemen, ya ambil kesimpulan

departemen-departemen butuh juga lulusan komunikasi gitu. 204

Ada pun luasnya peluang kerja bagi lulusan jurusan Ilmu Komunikasi oleh Dian Erika (2008) dipandang dari perspektif lain. Menurutnya, lulusan jurusan Ilmu Komunikasi memiliki kesempatan untuk bekerja di bidang apapun karena memiliki bekal pengetahuan yang luas. Berikut kutipan wawancaranya:

anak-anak sastra atau komunikasi kaya gitu, jadi apa pun mungkin, maksudnya karena mikirnya alternatif kaya gitu ya,

mungkin karena wawasannya bisa di bilang luas jadi apa pun, 205

Selanjutnya ia menyebutkan beberapa kemungkinan pekerjaan bagi jurusan Ilmu Komunikasi yang ia pikirkan:

Jadi guru bisa, jadi admin bisa, apalagi di bidangnya sendiri yang

kaya video, terus jurnalistik atau pun PR. Terus di media elektronik baik mereka yang teknis maupun ini yang menyajikan berita, terus yang meliput dan jadi reporter segala macam. Terus jadi wartawan

kan pasti juga, design grafis juga bisa. Pokoknya dari tingkatan

paling bawah sampai atas. 206

204 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011 205 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 206 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 204 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011 205 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 206 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011

Secara garis besar, luasnya peluang kerja bagi lulusan Program Studi Ilmu Komunikasi jika dikategorikan akan terbagi menjadi dua kelompok: 1). Pekerjaan Bidang Komunikasi dan 2). Pekerjaan Non Komunikasi.

Dari data tersebut, peneliti menangkap kecenderungan bahwa para Informan telah memiliki pengetahuan cukup mengenai bidang-bidang pekerjaan yang akan menjadi peluang kerja selepas kuliah. Adanya pemikiran bahwa lulusan Prodi Ilmu Komunikasi bisa bekerja lintas disiplin menggambarkan semakin luasnya peluang kerja bagi lulusan Prodi Ilmu Komunikasi. Bahkan untuk menonjolkan tingginya peluang kerja bagi lulusan Prodi Ilmu Komunikasi Dhyanayu membandingkannya dengan kemungkinan peluang pada fakultas lain yaitu fakultas Ekonomi dan Hukum.

Seperti telah disebutkan di atas, peluang kerja untuk lulusan jurusan Ilmu Komunikasi dianggap luas. Tak hanya terbatas pada disiplin ilmu, lulusan jurusan Ilmu Komunikasi diperkirakan dapat menembus pekerjaan dari displin ilmu lain.

Meskipun demikian pekerjaan bidang komunikasi tetap menjadi top of mind para Informan. Pekerjaan-pekerjaan bidang komunikasi yang disebutkan terkait dengan media massa dan PR. Hal itu seperti disampaikan oleh Aviana Cahyaningsih (2008). Bayangannya kala itu jurusan Ilmu Komunikasi adalah pendidikan untuk menjadi wartawan, khususnya di media cetak.

-bener yang ini, menyiapkan orang menjadi wartawan, cuma wartawan tok gitu lho, jadi bayangane komunikasi

yang dipelajari gimana jadi wartawan yang baik, piye kerja di Itu pun aku mikire cuma yang media cetak 207

Pada kesempatan lain Putu Ayu Gayatri (2007) mengungkapkan hal yang senada.

Hal itu diamini pula oleh beberapa Informan seperti Mia Ayu Yuliavia (2007) dan Ema Yuliani Utami (2007). Hanya saja Ema kemudian menambahkan adanya profesi Public Relations Officer (PRO) dalam gambarannya.

207 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 208 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ajeng Yulivia pada hari Rabu, 23 Februari 2011 207 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 208 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ajeng Yulivia pada hari Rabu, 23 Februari 2011

Ada pun untuk beberapa Informan, Jurusan Ilmu Komunikasi dipandang sebagai jurusan untuk belajar menjadi Public Relations (PR) saja. Hal itu diutarakan oleh Ambar Kusuma Ningrum (2010) dan Nabila N.K (2009).

Kan komunikasi itu PR ya, oh iya mbak, saya tahunya komunikasi

itu PR. 210

komunikasi itu humas gitu. 211

Kiranya berdasarkan data di atas, pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi dipandang sebagai pendidikan profesi yang pada ujungnya mempersiapkan seseorang untuk berprofesi di bidang tertentu. Secara umum para Informan memiliki pemikiran yang sama bahwa pekerjaan utama di bidang komunikasi yaitu pekerjaan di industri media (cetak, majalah, radio dan tv) dan PR.

1.2. Motif Kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi

Keputusan para Informan untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi merupakan hal yang bersifat subjektif dan unik. Dibalik keputusan itu terdapat motif-motif yang melatarbelakangi. Motif adalah suatu pengertian mengenai

209 Hasil wawancara mendalam dengan Ema yUliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011 210 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011 211 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011 209 Hasil wawancara mendalam dengan Ema yUliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011 210 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011 211 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011

1.2.1. Memperoleh Pengetahuan tentang Media Massa

Keputusan para Informan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi ada sangkut pautnya dengan media massa. Citra Jurusan Ilmu Komunikasi yang tertangkap oleh beberapa Informan ternyata lekat dengan keberadaan media massa. Jurusan Ilmu Komunikasi duduk sebagai institusi pendidikan dan media massa sebagai objek studi sekaligus aplikasi dalam dunia riil.

Beberapa Informan yang mengalaminya diantaranya adalah Dian Erika (2008), Mia A.Y (2007) dan Fannany Noorohmah (2008). Pada Dian Erika, keinginan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi secara tidak langsung terkait dengan pengalaman masa kecilnya yang sudah familiar dengan keberadaan media massa. Dari situ ia memiliki rasa penasaran dan tertarik untuk mempelajarinya lebih dalam.

di rumah itu banyak koran, majalah, intine banyak

bacaan. Terus radio juga 24 jam

mengasyikkan...Awalnya itu aku gak ngerti itu jurusan apa. Pokoknya saya pengen belajar itu (media massa),. 213

Theodore M. Newcomb dkk, Penerjemah Tim Fakultas Psikologi UI, Psikologi Sosial, (Bandung: Diponegoro, 1978), hal.38

213 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011

A.Y (2007) dan Fannany Norrohmah (2008) sedikit berbeda dengan Dian Erika. Mereka lebih fokus pada satu bidang media saja yaitu Broadcasting atau penyiaran. Hal itu karena keduanya telah memiliki cita-cita untuk menjadi penyiar.

Pada Mia, fokusnya untuk belajar Broadcasting telah membawanya pada obsesi untuk kuliah di jurusan Broadcasting. Namun, karena pengetahuannya yang masih terbatas, ia sedikit mengalami kebingungan saat dihadapkan pada jurusan D3 dan S1.

dulu aku belum kenal sama ilmu komunikasi. Dulu aku tahunya itu

ada jurusan broadcast yang S1, aku ditanya sama guru BP, Mia mau ambil apa? Aku ambil broadcast yang S1 pak. Adanya D3 katanya. Padahal kan aku emang harus sekalian S1 mbak, pengen sekalian S1 gitu. Akhirnyalah memutuskan, yasudah aku berarti broadcastnya langsung S1, Komunikasi 214 .

Keputusan Mia untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi program S-1 dilatarbelakangi oleh kesadaran akan pentingnya pengetahuan teoritis khususnya mengenai penyiaran sebelum nantinya ia menekuni dunia penyiaran. Pengetahuan teoritis menjadi prioritas kuliah karena dianggap sebagai dasar atau pedoman sebelum terjun dalam kegiatan praktis.

Senada dengan Mia, Fananny pun lebih memilih S1 daripada D3. Pernah terpikir olehnya untuk kuliah di Jurusan Brodcasting program D3, tetapi atas saran dari beberapa orang ia kemudian lebih memilih untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi program S-1. Ia menyimpulkan bahwa kuliah di

214 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ajeng Yulivia pada hari Rabu, 23 Februari 2011 214 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ajeng Yulivia pada hari Rabu, 23 Februari 2011

Awalnya mau langsung ke Broadcastnya, cuma, banyak saran, eman- eman kalo cuman ke Broadcastnya aja. Kenapa gak langsung

komunikasi aja. Yang langsung semuanya bisa dapat gitu lho, gak hanya Terus akhire yaudah lah, akhire ambil komunikasi 215

Baik Mia maupun Fannany, keduanya lebih berorientasi untuk kuliah di jurusan yang pertama-tama memberi bekal pengetahuan yang kuat (teori) daripada praktek. Dalam hal ini, program S-1 menjadi pilihan yang dinilai lebih pas dari pendidikan diploma.

1.2.2. Mendapat Keterampilan

Berdasarkan data di atas, terindikasi bahwa para Informan memutuskan kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi karena memiliki tujuan untuk bekerja di bidang komunikasi. Proyeksi masa depan untuk bekerja itu tidak hanya ditanggapi dengan persiapan secara keilmuan tetapi juga dengan keterampilan. Para Informan telah menyadari arti penting keterampilan di samping penguasaan pengetahuan.

Keterampilan Tata Bahasa dan Penulisan

Menurut Goris Keraf, bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. 216 Istilah komunikasi sendiri secara sederhana kerap dipahami sebagai bentuk percakapan dimana bahasa menjadi intinya. Hal itu

215 Hasil wawancara mendalam dengan Fannany Norohmah pada hari Senin, 16 Mei 2011 216 www.wismasastra.wordpress.com/DefinisiBahasa , diakses pada 11 Agustus pukul 12.15 WIB 215 Hasil wawancara mendalam dengan Fannany Norohmah pada hari Senin, 16 Mei 2011 216 www.wismasastra.wordpress.com/DefinisiBahasa , diakses pada 11 Agustus pukul 12.15 WIB

karena aku menonjolnya di bidang bahasa, biar

berkembang saja, kalau di komunikasi kan cakupannya luas 217

Ada pun pengalaman Aviana Cahyaningsih (2008) sedikit berbeda dalam hal fokus keterampilan. Keinginan kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi terkait dengan cita-cita untuk menjadi jurnalis. Dari situ ia berpikir untuk meningkatkan keterampilannya di bidang tulis menulis khususnya penulisan berita yang sejak SMA sudah mulai ia sukai. Berikut ini kutipan wawancara dengan Aviana:

basiknya dari awal emang suka nulis di majalah sekolah

dan sudah ngerti piye senenge, yo istilahnya dasare udah tahu gitu lho...browsing-browsing tentang komunikasi. Eh ternyata emang kog ngarahnya ke kaya wartawan, nulis-nulis gitu. Terus akhirnya memutuskan ya sudahlah ketoke jiwaku pilih neng komunikasi wae. Akhirnya kuliah komunikasi itu 218

Dari data di atas, baik Nabilla maupun Aviana keduanya memutuskan kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi diawali terlebih dahulu oleh kesadaran akan bakat dan juga minat mereka. Jurusan Ilmu

217 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011 218 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 217 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011 218 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011

Keterampilan Fotografi

Fotografi merupakan salah satu bidang kajian di studi Ilmu Komunikasi. Fotografi disebut sebagai media komunikasi visual. Secara umum, fotografi dilihat sebagai sebuh teknik praktis untuk mengoperasikan kamera guna menghasilkan gambar yang bagus.

Pada beberapa informan, dengan latar belakang hobi di bidang fotografi, mereka kemudian memutuskan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Mereka adalah Rahajeng K (2007) dan Annisa Fitri (2010).

Menurutku sih komunikasi, ya, sesuailah sama aku, daripada

jurusan-jurusan lain gitu kan, komunikasi kan kalau aku lihat dulu itu yang di UNS itu kaya kebanyakan praktek gitu, bisa sesuai sama

apa yang aku suka gitu, foto-foto kan, jadi aku gak mau masuk

jurusan yang aku sendiri gak suka. 219

Pemikiran yang sama dimiliki juga oleh Annisa Fitri (2010). Bahkan Annisa sudah berpikir untuk menekuni fotografi sebagai profesinya kelak. Ia bercita-cita menjadi foto jurnalis.

Aku pengen jadi foto jurnalis sebenarnya, tapi setelah sudah mulai berkenalan dengan banyak orang yang bekerja di bidang itu, aku malah ngrasa, aku bisa gak nih, aku mampu ndak ya, ternyata masih

banyak ilmu yang perlu aku pelajari dari orang lain, untuk jadi foto jurnalis masih butuh banyak belajar dari orang lain, masih butuh

banyak banget tahapannya untuk jadi foto jurnalis 220

219 Hasil wawancara mendalam dengan Rahajeng Kartikarani pada Rabu, 23 Februari 2011 220 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Rabu, 2 Maret 2011 219 Hasil wawancara mendalam dengan Rahajeng Kartikarani pada Rabu, 23 Februari 2011 220 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Rabu, 2 Maret 2011

For better life...Kuliahnya dikasih teori dulu, jadi gak langsung praktek, apa lagi ya, setauku lulusan komunikasi kalo kerja dapat

posisi yang lebih mapan, istilahnya seatle gitu 221

Ada pun mapan yang ia maksud yaitu berkaitan dengan kesejahteraan dan kesempatan untuk mendapatkan jaringan yang luas.

Mapan buat aku itu ya, e dia at less punya simpanan di bank yang lumayan banyak, terus dia punya link yang bagus, having good connection, terus apa ya, dia lebih gampang membaur sama orang, terus dia punya pekerjaan yang bagus yang emang bener banyak orang pengen. Buat aku lulusan komunikasi akan seatle dengan

pekerjaan semacam itu 222

Dari data di atas, keputusan untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi dilandasi oleh keyakinan akan adanya masa depan yang cerah setelah menyandang gelar sarjana Ilmu Komunikasi. Baik Rahajeng maupun Annisa, fotografi merupakan kesenangan atau hobi. Dalam kondisi ini, hobi telah menjadi penunjuk arah kemana fokus pendidikan tinggi akan diputuskan.

221 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Rabu, 2 Maret 2011 222 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Rabu, 2 Maret 2011

Secara sederhana, relasi diartikan sebagai hubungan 223 . Menjalin hubungan merupakan bentuk komunikasi yang begitu mendasar bagi setiap orang seperti halnya mencari teman dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia komunikasi, terdapat sebuah kajian yang secara khusus mempelajari hal ini yaitu Public Relations (PR).

Adalah Twinika Sativa S.F (2008). Ia tertarik untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi karena ingin memperoleh softskill dalam mencari relasi. Hal itu terkait dengan cita-citanya yang ingin menekuni dunia Public Relations (PR).

Masuknya di komunikasi karena alasannya yang pertama dari segi

soft skill, kan di situ dia gak hanya teori tapi ada praktek. Tapi kalau aku, aku itu cenderung komunikasi karena mungkin dari tulisannya ilmu komunikasi jadi itu lebih ke softskill kita untuk mencari relasi kayak gitu 224

Keputusan Twinika memilih jurusan kuliah telah dilandasi oleh proyeksi masa depan nya untuk menjadi Public Relations Officer (PRO). Dalam hal ini dapat dilihat bahwa, proyeksi masa depan begitu kuat mempengaruhi keputusan seseorang.

1.2.3. Menampilkan identitas diri

Pada beberapa informan, keputusan mereka untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi ternyata tak luput pula dari keinginan untuk menampilkan identitas

223 Sulchan Yasyin, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amanah, 1995) 224 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika pada hari Kamis, 12 Mei 2011

Informan.

Tampil beda

Identitas diri yang pertama yaitu tampil beda. Pemilihan Jurusan Ilmu Komunikasi oleh Dian Erika (2008), salah satunya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk berbeda dari teman-teman sebaya di lingkungan tempat tinggalnya.

Aku emoh podho karo liyane (Saya tidak mau sama dengan yang lainnya) 225

Ia memilih kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi di tengah kecenderungan orang-orang di lingkungannya yang kuliah di fakultas keguruan dan kesehatan. Menurutnya, tampil beda adalah membanggakan.

ehm karena gengsi, beneran. Soalnya gak ada yang kuliah di komunikasi. Soalnya lingkunganku rata-rata jadi pegawai, kalau

ndak kesehatan ya jadi guru. Cuma kaya gitu kaya gitu. Terus yo, walaupun rada-rada mentereng, tapi aku gak suka...Kan kalo

misalnya orang-orang di sastra apa komunikasi gitu ra ketang sithik

ana unsur seninya mbak dan pikirane rada alternatif. Lha aku pengennya kaya gitu 226

Dari pengalaman Dian Erika, keinginan untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi terdorong oleh keinginannya menentang arus. Yang dimaksud arus yaitu kecenderungan pilihan pendidikan dan pekerjaan di lingkungannya yang berlangsung turun temurun sebagai tenaga kesehatan

225 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 226 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 225 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 226 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011

Pamer (Show Off)

Identitas diri yang kedua terkait dengan kebanggaan dapat masuk di jurusan dengan passing grade tinggi. Seperti telah di sebutkan pada sub bab terdahulu, passing grade adalah nilai minimum yang harus didapatkan untuk bisa lulus ujian masuk perguruan tinggi 227 . Semakin tinggi passing grade maka akan semakin tinggi pula tingkat kesukaran untuk masuk ke suatu jurusan. Keberhasilan diterima di jurusan berpassing grade tinggi dalam hal ini dianggap sebagai sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Hal itu seperti diungkap oleh Ema Yuliani Utami (2007).

kalo aku merasa bisa kuliah di jurusan yang passing gradenya tinggi itu sepertinya bakal lebih kompetitif. Berarti kan teman-temanku itu juga cerdas-cerdas dan lebih pentingnya buat nanti ketika aku nglamar kerja, bisa jadi aku diperhitungkan karena

lulus dari prodi yang berpassing grade tinggi 228

Formalitas peningkatan status pendidikan

Keputusan untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi oleh Devi Anggrahini (2008) dan Veronika J.H (2007) dapat diartikan sebagai formalitas. Formalitas disini kaitannya dengan keinginan mendapatkan

227 www.snmptn.or.id/passing grade/ di akses pada 1 Agustus 2011 pukul 11.55 WIB 228 Hasil wawancara mendalam dengan Ema Yuliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011

perguruan tinggi. Formalitas untuk kuliah oleh Devi berhubungan dengan latar belakangnya sebagai siswa berprestasi yang mendapatkan beasiswa melalui jalur PMDK. Sebenarnya ia lebih berminat untuk kuliah di Fakultas Ekonomi, hanya saja jurusan yang ia inginkan tidak tercantum di daftar penerima PMDK jalur prestasi dan yang ada hanya Ilmu Komunikasi. Dalam kondisi tersebut mau tak mau dia akhirnya memilih jurusan Ilmu Komunikasi.

Sebenare kalau dulu, gak pengen sih dulu. Pengennya malah ekonomi ya. Terus, PMDK Ekonominya gak ada. Kan Cuma ada apa ya kemarin, di IPS itu komunikasi sama apa gitu. Terus yowes aku

tertariknya sama itu 229

Hal senada juga terjadi pada Veronika JH (2007). Veronika memiliki obsesi untuk menjadi dokter sehingga ia menempatkan Jurusan

Kedokteran Umum sebagai pilihan pertama saat SPMB. Pada saat itu, Ilmu Komunikasi ia pilih sebagai pilihan kedua. Saat pengumuman test, ternyata ia justru diterima di Jurusan Ilmu Komunikasi dan memutuskan untuk mencobanya. Hal itu seperti ia ungkapkan berikut ini:

Sebenarnya aku masuk komunikasi itu nyasar... Jadi bukan, bukan cita- namanya, dulu itu pengen banget jadi dokter, ternyata kan gak

kesampaian, yasudah. Ya sekarang ternyata setelah masuk kesini ya

belajar mencintailah. 230

229 Hasil wawancara mendalam dengan Devi Anggrahini pada hari Selasa, 31 Mei 2011 230 Hasil wawancara mendalam dengan Veronika Juwita Hapsari pada hari Rabu, 23 Februari 2011

Komunikasi bukan jurusan yang mereka inginkan tetapi mereka memutuskan untuk tetap mencoba menjalaninya. Keputusan tersebut

di Jurusan Ilmu Komunikasi karena hanya di jurusan itu mereka diterima. Namun pada akhirnya mereka berusaha untuk bertahan karena lebih fokus pada tujuan memperoleh pendidikan tinggi bukan jurusannya.

1.2.4. Meniru model

Seperti telah dikemukakan di muka, keputusan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi berkaitan dengan proyeksi masa depan untuk bekerja di bidang komunikasi. Dalam hal ini, proses itu melibatkan beberapa pihak yang menjadi model. Model yang menjadi inspirasi untuk belajar dan bekerja di jurusan Ilmu Komunikasi yaitu orang-orang yang pernah atau sedang

berkecimpung di dunia Komunikasi. Beberapa Informan yang tertarik kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi lantaran tertarik meniru model di antaranya yaitu Agnes Amanda (2007), Destriana K (2008), Triendah F (2009), Fannany N (2008) dan Ambar K.N (2010). Berikut ini model-model yang ditiru oleh para Informan:

Keluarga

Model pertama dari kalangan keluarga. Hal itu seperti terjadi pada Agnes Amanda (2007) dan Destriani K (2008). Status kedua model adalah kakak.

kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi yaitu kakak sepupu. Kakaknya itu pernah kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Dari kakaknya ia mengetahui gambaran kuliah dan pekerjaan yang menjadi perpanjangan program studi tersebut. Ia pun kemudian tertarik untuk mencoba mengikuti apa yang telah dilakukan kakak sepupunya. Berikut pernyataan Agnes:

ada kakak sepupu yang dulu kuliah di komunikasi juga, dan sekarang udah nya saya lebih ke melihat dia, jadi saya melihat, oh kalau komunikasi nanti kerjanya seperti ini, ini, ini. Jadi akhirnya ya

udah terus ambil komunikasi 231

Seperti halnya Agnes, Destriana K (2008) merujuk kakaknya sebagai model saat ia memutuskan jurusan kuliah. Ia menjadikan kakak perempuannya sebagai model ideal yang ingin ia tiru. Saat kakaknya menjadi penyiar dan ingin kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi, ia turut tersuntik juga untuk melakukan hal yang sama. Hal itu seperti diungkapkan oleh Destriana berikut ini:

roles modelnya kakakku Dia kan pengen kuliah komunikasi tapi gak

ketrima kaya gitu...Wah kanyaknya seru kalo jadi sosok penyiar kaya gitu gitu. Kan dulu kakakku penyiar di Radio GIS (Radio Lokal di

231 Hasil wawancara mendalam dengan Agnes Amanda pada hari Rabu, 23 Februari 2011 232 Hasil wawancara mendalam dengan Destriana K. pada hari Senin, 16 Mei 2011 231 Hasil wawancara mendalam dengan Agnes Amanda pada hari Rabu, 23 Februari 2011 232 Hasil wawancara mendalam dengan Destriana K. pada hari Senin, 16 Mei 2011

personal dan memungkinkan mereka untuk mengadakan komunikasi tatap muka untuk bertanya mengenai banyak hal guna mengurangi ketidaktahuan mereka mengenai pendidikan maupun pekerjaan.

Profesi

Kategori model yang kedua yaitu pekerja atau profesi di bidang komunikasi.

i. Wartawan

Pada pengalaman Triendah Febriani (2009), yang menjadi roles modelnya untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi yaitu sosok wartawan yang pernah kost di rumahnya. Berawal dari proses pengamatan, ia merasa tertarik untuk bekerja sebagai wartawan seperti apa yang biasa ia lihat dalam kehidupan sehari-hari.

Ehm, dulu itu kan ada wartawan sempat ngekost di rumahku. Jadi

aku tahu lah malam-malam ditelfon ke luar, pergi sampai sore, gak di rumah, terus nanti udah pulang eh tengah malam keluar lagi

Pertamanya sih gara-

tanya- tanya sama guru BK (Bimbingan Konseling) terus aku dikasih buku tanya- tanya sama guru BK (Bimbingan Konseling) terus aku dikasih buku

Berdasarkan data di atas, jika diurutkan secara kronologis maka pertama-tama Triendah memperoleh kesempatan mengamati pekerjaan sebagai wartawan secara langsung; kedua, ia kemudian tertarik pada profesi tersebut; ketiga, ia ingin menjadi wartawan; keempat, ia mencari informasi mengenai cara untuk menjadi wartawan dan kelima, akhirnya ia memutuskan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi demi keingannya itu.

Dalam hal ini, pengalaman mengamati profesi sebagai jurnalis secara langsung telah memberi dampak yang cukup positif pada Triendah. Hal itu karena informasi yang ia peroleh mengenai profesi sebagai jurnalis jauh lebih jelas, berbeda dengan jika ia mendengarkan cerita atau melihat gambar atau cara-cara lain yang melalui pihak lain terlebih dahulu.

ii. Pembaca Berita/ Anchor

Kesan pintar dan multitalenta untuk pekerja bidang komunikasi dimiliki oleh Triendah Febriani (2009). Ia cukup tertarik dengan Tina

Talisa (TV One) dan Isyana Bagus Oka (RCTI). Menurutnya, kedua orang itu pintar dan cantik.

orangnya kelihatan pinter, kadang dia biasanya itu waktu mau siaran gitu dia sempat nyanyi. Kayaknya multitalenta banget gitu. Bahasa inggrisnya juga lancar banget gitu. Jadi kayaknya perfect gitu lho

233 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Febriani pada hari Senin, 21 Maret 2011 233 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Febriani pada hari Senin, 21 Maret 2011

keihatannya eksklusif banget, cantik juga. 234

Berdasarkan data di atas, sosok Tina Talisa dan Isyana Bagus Oka dianggap sebagai model ideal oleh Triendah bukan hanya karena perannya sebagai pembaca berita namun juga karena pencitraan mereka secara personal. Hal itu berkaitan erat dengan kesamaan identitas jenis kelamin

-sama perempuan. Mereka dianggap sebagai model ideal karena memiliki perpaduan antara penampilan yang menarik dan juga kecerdasan intelektual yang tinggi atau yang lazim disebut sebagai kecantikan luar dalam oleh kebanyakan orang. Melalui kecantikan luar dalam itu, mereka kemudian dipandang sebagai sosok yang pantas untuk ditiru.

Ada pun keputusan Fannany Norrohmah (2008) untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi secara spesifik telah dilatarbelakangi oleh ketertarikannya untuk menjadi pembaca berita (Anchor) di TV. Ketertarikannya itu ia dapat dari pengalaman melihat sebuah film Korea yang mengisahkan kehidupan beberapa orang yang bekerja di televisi. Ia mendapatkan pengetahuan mengenai kegiatan-kegiatan broadcasting seperti liputan, editing dan menjadi pembaca berita. Dari film itu juga ia mendapat pengetahuan bahwa pendidikan untuk menekuni dunia

234 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Fibriani pada hari Senin, 21 Maret 2011 234 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Fibriani pada hari Senin, 21 Maret 2011

Aku sempat ada satu film Korea, aku lupa apa judulnya. Jadi itu tu lebih ke TV, dia jadi jurnalis tapi lebih ke TV. Mereka jadi anchornya, terus mereka liputan, terus mereka editing, mereka

kuliahnya juga di komunikasi massa. Asyik kayaknya gitu 235

Dari data di atas, Fannany mendapat pengetahuan mengenai pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi Massa beserta pekerjaan-pekerjaan yang menjadi perpanjangan dari pendidikan tersebut dari film. Dalam hal ini model yang ingin ditiru sesungguhnya adalah para artis yang memerankan profesi sebagai pekerja media, khususnya pembaca berita. Terlepas dari latarbelakang cerita itu fiksi atau non fiksi tapi yang menjadi menarik disini adalah film telah memberi pengetahuan bahkan sampai mendorong penontonnya tertarik untuk menjadi sama dengan apa yang dilihat.

iii. Presenter

Pengalaman terinspirasi oleh sosok yang familiar di televisi dialami oleh Dian Erika (2008). Ia terinspirasi oleh beberapa presenter yaitu: Susan Bachtiar, Sarah Sechan dan Nadia Hutagalung. Berikut kutipan wawancaranya:

Kalau menginspirasi sih ada, Susan Bachtiar kan pintar sekali

kelihatannya. Terus waktu dulu kan jaman-jamannya MTV masih bagus waktu itu, Sarah Sechan sama Nadia Hutagalung. Walau dia gak pintar-pintar amat tapi dia sangat ini, good looking 236

235 Hasil wawancara mendalam dengan Fannany Norohmah pada hari Senin, 16 Mei 2011 236 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 235 Hasil wawancara mendalam dengan Fannany Norohmah pada hari Senin, 16 Mei 2011 236 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011

iv. Public Relations Officer (PRO)

Ada pun motivasi untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi pada Ambar K.N (2010), berangkat dari ketertarikan pada sosok Public Relations (PR) yang ia kenal dari televisi.

Waktu SMP kelas 3 itu, saya ini kan nonton acara di TV tentang

tempat-tempat gitu. Dan itu yang selalu ngomong itu PR nya. Terus

oh yaudah, yaudah, tar gue kuliah komunikasi biar jadi PR gitu. Yaudah, jadi

awalnya gitu 237 .

Saat ditanya mengenai alasan dibalik ketertarikannya itu ia mengatakan bahwa PR memiliki penampilan yang menarik:

Penampilannya menarik, cewek-ceweknya cantik, ya semacam saya

lah, haha, terus enak dilihat gitu kanyaknya PR-PR itu 238

237 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011 238 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis 10 Maret 2011 237 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011 238 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis 10 Maret 2011

Dari data di atas, baik keinginan untuk meniru keluarga atau pun profesi, keduanya sama-sama berasal dari proses belajar: berkenalan, mengamati dan memahami. Ada pun selanjutnya, proses belajar tak hanya memberi pengetahuan (intelektual) tetapi juga memberi rasa kagum (emosional) pada sosok-sosok tertentu. Saat emosi telah tersentuh maka mereka kemudian terdorong untuk menjadi sama dengan sosok-sosok yang mereka anggap ideal.

2. Faktor Situasional

Yang disebut dengan faktor situasional dalam penelitian ini yaitu hal-hal dari luar diri Informan yang berpengaruh secara positif terhadap keputusan para mereka untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi. Faktor situasional oleh Edward E. Sampson dalam Rakhmat disebut sebagai perspektif yang berpusat Yang disebut dengan faktor situasional dalam penelitian ini yaitu hal-hal dari luar diri Informan yang berpengaruh secara positif terhadap keputusan para mereka untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi. Faktor situasional oleh Edward E. Sampson dalam Rakhmat disebut sebagai perspektif yang berpusat

2.1. Significant Others

Siginificant others menurut George Herbert Mead dalam Rakhmat disebut sebagai orang lain yang sangat penting 240 . Dalam konteks penelitian ini, significant others kemudian diterjemahkan sebagai orang-orang yang paling berpengaruh terhadap pengambilan keputusan para Informan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Ada pun berikut ini adalah orang-orang yang secara lugas menganjurkan Informan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi:

2.1.1. Orang tua

Orang tua adalah ayah dan ibu 241 . Dalam penelitian ini, sebutan orang tua berkembang pula pada sosok orang tua dari orang tua kita (kakek dan

nenek) atau orang-orang yang kita hormati. Berikut ini alasan-alasan di balik dukungan mereka:

Jurusan Ilmu Komunikasi meningkatkan kualitas diri

Pengalaman mendapatkan dorongan dari orang tua untuk memilih kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi salah satunya dialami oleh Twinika S.F (2009). Kedua orang tuanya, khususnya ibu, memberikan dukungan penuh agar ia kuliah di jurusan tersebut. Berikut kutipan wawancaranya:

239 Rahmat. Op.Cit, hal. 33 240 Ibid, Hal. 103 241 Kamus Besar Bahasa Indonesia/ Orang tua 239 Rahmat. Op.Cit, hal. 33 240 Ibid, Hal. 103 241 Kamus Besar Bahasa Indonesia/ Orang tua

Dukungan itu berdasarkan pada pemikiran bahwa jurusan Ilmu Komunikasi akan memberi pengetahuan dan keterampilan yang luas sebagai bekal memasuki dunia kerja. Bahkan orang tuanya secara spesifik telah memberi dukungan untuknya menekuni Public Relations (PR).

karena adanya gambaran kuliah komunikasi akan memberi gak hanya dari teori mbak, kita perlu relasi dan itu bisa di bentuk dari situ, dari komunikas

-sangat mendukung ketika saya masuk di komunikasi malah mendukungnya lebih ke spesialisasi kok, dia

mengarahkan, kamu masuk ini aja, spesialisasi ini, dan aku akhirnya

fokus di PR 243

Dari kutipan wawancara di atas, dukungan orang tua agar anaknya kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi dilatarbelakangi oleh pengetahuan orangtua mengenai jurusan tersebut. Orang tua telah memperhitungkan perlunya kualitas diri yang terbentuk dari pengetahuan secara intelektual dan juga keterampilan. Dalam hal ini, orang tua Twinika menilai perlunya jaringan yang luas untuk memasuki dunia kerja nanti, oleh sebab itu mereka mendukung agar anaknya belajar menjalin relasi dan juga menekuni PR di Jurusan Ilmu Komunikasi.

Pengalaman senada dialami juga oleh Nabilla N.K (2009). Bertolak pada bakat di bidang bahasa yang ia miliki, ayahnya menyarankan agar ia kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi. Menurut ayahnya, jurusan tersebut akan mengakomodir kemampuannya berbahasa yang lebih luas.

242 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011 243 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011 242 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011 243 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011

bahasa tapi yang lebih luas gitu. 244

Dari kutipan wawancara di atas, jurusan Ilmu Komunikasi dinilai secara sederhana sebagai pendidikan yang akan mempelajari kemampuan berkomunikasi. Menurut ayah Nabilla, bahasa merupakan bagian dari studi Ilmu Komunikasi sehingga ia menarik kesimpulan bahwa jurusan Ilmu Komunikasi memiliki bidang kajian yang lebih luas dari jurusan sastra. Oleh karena itu, ia lebih menyarankan anaknya untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi untuk mengembangkan bakat/potensi.

Baik Twinika maupun Nabilla, keputusan mereka untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi salah satunya atas pengaruh dari orang tua mereka. Mereka mendengarkan dan juga melaksanakan anjuran dari orang tua mereka, karena apa yang dianjurkan cukup rasional untuk mereka terima yaitu berkaitan dengan pengenalan potensi diri dan bagaimana dapat mengembangkan potensi itu untuk kelak memiliki pekerjaan yang menjanjikan. Di samping itu rasa hormat atau segan pada sosok orang tua sepertinya turut memperkuat diterimanya dorongan itu.

Lapangan kerja luas

Adapun dorongan pada Ambar Kusuma Ningrum ia dapat dari ibunya. Persetujuan dan juga dorongan dari ibunya saat ia mengemukakan rencana

244 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011 244 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011

Mama mikirnya nanti pas kerja banyak lah, lulusan komunikasi itu bisa diterima dimana-mana, PNS juga butuh kog, sarjana komunikasi

itu PNS butuh bisa jadi ini itu, mama sih gak tahu komunikasi itu belajar apa-apa, pokoknya jadi pegawai negeri itu ada deh sarjana komunikasi, udah kamu ambil aja komunikasi, nanti bisa kerja kemana-mana 245

Berdasarkan data di atas, dorongan yang Ambar peroleh untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi berasal dari harapan ibunya agar ia memiliki masa depan yang cerah. Menurut ibunya, jurusan Ilmu Komunikasi adalah jawabannya karena berdasarkan pengetahuan yang ia miliki, lapangan kerja untuk lulusan jurusan Ilmu Komunikasi relatif luas, dengan lapangan kerja luas maka peluang kerjanya pun luas dan semakin cepatnya mendapatkan pekerjaan. Ibunya berharap agar pendidikan yang akan dijalani oleh Ambar mampu menjanjikan kemapanan di masa depan.

Berdasarkan data di atas, pada prinsipnya orang tua menjadi pihak yang potensial berpengaruh terhadap pengambilan keputusan Informan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Dalam hal ini, orang tua merekomendasikan Program Studi Ilmu Komunikasi karena jurusan tersebut dipandang sebagai pendidikan yang menjanjikan peningkatan kualitas diri dan juga lapangan pekerjaan yang luas. Kedua pertimbangan itu menyiratkan adaya harapan orangtua agar anak-anak mereka memiliki masa depan yang pasti.

245 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011 245 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011

2.1.2. Bibi

Selain orang tua, terdapat anggota keluarga lain yang turut berpengaruh terhadap keputusan para Informan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Di antaranya anggota keluarga itu adalah sosok Bibi. Hal itu dialami oleh Annisa Fitri (2010).

Ketika kecil ia sudah berkenalan dengan Ilmu Komunikasi dan pengetahuan itu ia dapat dari bibinya yang saat itu kuliah di jurusan tersebut. Dari bibinya ia mendapatkan gambaran bahwa kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi menyenangkan, sehingga ia akhirnya tertarik untuk kuliah di jurusan itu juga.

dia cerita, sekolahnya enak dek, gini gini gini, terus nanti kamu

lapangan kerjanya ke depan kaya gini, nanti kalo kamu mau masuk kuliah, begitu kamu selesai pasti laku banget tu komunikasi. Oh, berarti

harus masuk komunikasi ni 246

Dari kutipan wawancara di atas, pengaruh untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi telah Annisa dapat jauh sebelum ia harus menentukan jurusan

246 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Rabu, 2 Maret 2011 246 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Rabu, 2 Maret 2011

2.1.3. Kakak

Pada beberapa Informan, keputusan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi mendapatkan suntikan pengaruh dari sosok kakak. Dorongan dari kakak berdasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

Jurusan Ilmu Komunikasi mendukung pengembangan bakat

Pengaruh pemilihan jurusan kuliah dari sosok kakak salah satunya dialami oleh Fauziah Nurlina (2010). Melalui kakak perempuannya ia mendapatkan penilaian bahwa ia merupakan siswa yang berbakat di bidang komunikasi, sehingga kakaknya menganjurkan agar ia mencoba kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi.

aku dibilangin mbakku, kamu kan pinter ngomong, yaudah kamu

masuk komunikasi aja. Jadi dari kelas 2 SMA aku udah pengen masuk komunikasi walaupun belum tahu tar ke depannya gimana 247

Berdasarkan kutipan wawancara di atas, terdapat dukungan dari seorang kakak kepada adiknya untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Dorongan tersebut berdasarkan pada pengetahuan yang dimiliki sang kakak bahwa jurusan Ilmu Komunikasi merupakan jurusan untuk orang-orang yang pandai berbicara.

247 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011 247 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011

Jurusan Ilmu Komunikasi: Jurusan Berkualitas

Informasi mengenai jurusan Ilmu Komunikasi sebagai jurusan yang berkualitas pada Mia A.Y (2007) didapat dari kakaknya yang kuliah di jurusan Public Relations FISIP UNS. Ia kemudian meyakinkan Mia bahwa Jurusan Ilmu Komunikasi bagus karena memiliki passing grade yang tinggi.

dulu kakak PR, cuma dulu kakak ku bilang, apik banget lho UNS ki, gradenya apik banget, percayalah padaku, 248

Dari kutipan wawancara di atas, pengalaman kakak Mia yang telah memiliki pengetahuan mengenai jurusan Ilmu Komunikasi ditularkan kepada adiknya dengan tujuan agar adiknya mengindahkan sarannya untuk selanjutnya Mia memutuskan kuliah di jurusan tersebut. Sebagai penguat informasi, penilaian mengenai passing grade disertakan agar dapat lebih dipercaya.

Secara umum, peran kakak dalam pengambilan keputusan jurusan kuliah relatif postif. Mereka mendukung adiknya untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi dengan pertimbangannya masing-masing. Dengan latar belakang pernah mengenyam pendidikan tinggi, maka pertimbangan mereka diperhatikan

248 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ajeng Yulivia pada 23 Februari 2011 248 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ajeng Yulivia pada 23 Februari 2011

2.1.4. Guru

Guru adalah orang yang profesinya mengajar 249 . Dalam pengambilan keputusan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi, beberapa Informan memiliki pengalaman mendapatkan pengaruh dari guru mereka. Ada pun sosok guru disini yaitu tentor atau pengajar di lembaga bimbingan belajar.

Mengingat salah satu tujuan lembaga bimbingan belajar yaitu membantu peserta didiknya untuk menentukan jurusan kuliah, maka terdapat kesempatan bagi para peserta didik untuk berdiskusi dengan tentor-tentor mereka mengenai rencana jurusan kuliah yang akan diambil.

Dalam proses ini, wawasan mengenai passing grade diberikan oleh lembaga bimbingan belajar sebagai acuan untuk mengukur peluang dan tingkat kesulitan suatu jurusan, sehingga pada akhirya para peserta didik dapat menentukan pilihan jurusan yang sesuai dengan kemampuannya.

Demikian yang dialami oleh Fauziah Nurlina (2010), melalui bimbingan belajar ia memperoleh kesempatan berdiskusi mengenai penjurusan kelas sampai pemilihan jurusan kuliah. Ia bahkan diarahkan juga untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Berikut kutipan wawancara dengannya:

249 Kamus Besar Bahasa Indonesia/ Guru 249 Kamus Besar Bahasa Indonesia/ Guru

bagus lho komunikasinya. Ya secara dia anak UNS kan, tahu gimana komunikasi UNS. Jadi dia tawar-tawar gitu ke aku. Oh iya ya, bagus bagus bagus. Terus aku coba gitu deh 250

Adapun pengalaman yang sama dialami oleh Ambar Kusuma Ningrum (2009). Diskusi dengan salah satu tentor di lembaga bimbingan belajar membuat dia yakin untuk mengambil jurusan Ilmu Komunikasi sebagai pilihan kuliahnya.

kecil, kecil, bener-bener kecil, dalem banget. Yaudah, komunikasi aja,

ari dulu kan kamu sukanya komunikasi, udah ambil aja komunikasi. Menurut aku kamu itu emang

pengennya komunikasi, dia bilang gitu, dia langsung jebret gitu,

Dari kutipan wawancara di atas, nampak adanya hubungan yang cukup dekat antara Fauziah dan Ambar dengan tentornya. Hubungan yang dekat itu terbentuk karena sistem belajar di lembaga bimbingan belajar yang jauh lebih longgar daripada pendidikan formal di sekolah. Kedekatan hubungan itu menjadi bekal penting bagi terciptanya komunikasi yang efektif hingga khirnya ia cenderung mendengarkan dan menuruti apa yang disarankan oleh tentornya. Pengalaman sang tentor yang pernah mengenyam pendidikan di perguruan

250 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada 23 Maret 2011 251 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011 250 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada 23 Maret 2011 251 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011

2.1.5. Teman

Pada beberapa Informan, keputusan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi dilatarbelakangi oleh masukan dari teman. Hal itu seperti dialami oleh Dhyanayu Lutfi Almitra (2008), Devi Anggrahini (2008) dan Veronika Juwita Hapsari (2007).

Ketika akan menentukan jurusan kuliah, Dhyanayu sempat berdiskusi dengan teman-temannya SMA. Ia menjadi semakin diteguhkan untuk mengambil jurusan Ilmu Komunikasi sebagai piihan kuliah. Berikut kutipan wawancara dengannya:

Aku kan emang pengennya rono (komunikasi). Terus aku kan yo crita- crita karo kanca-kancaku. Kowe kuliah komunikasi wae. Ketoke kowe cocok mu yo gur neng kono. Ngono kuwi to mbak. Kowe kan crewet.

(Aku kan sebenarnya ingin komunikasi. Terus aku kan cerita sama teman- temanku. Kamu kuliah komunikasi aja. Sepertinya kmau cocoknya ya cuma disitu, gitu mbak, kamu kan cerewet.) 252

Dari pengalaman Dhyanayu, dapat diketahui bahwa keberadaan teman- teman dapat pula memberi pengaruh dalam pengambilan keputusan jurusan kuliah. Dalam hal ini, pendapat teman-temannya berperan sebagai pemantap keputusan mengingat sebelumnya ia sudah merrencanakan untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi.

252 Hasil wawancara mendalam dengan Dhyanayu Lutfi Almitra pada hari Juma t, 13 Mei 2011 252 Hasil wawancara mendalam dengan Dhyanayu Lutfi Almitra pada hari Juma t, 13 Mei 2011

Sebenare kalau dulu,gak pengen sih dulu. Pengennya malah ekonomi

ya. Terus PMDK Ekonominya gak ada. Kan cuma ada apa ya kemarin, di IPS itu komunikasi sama apa gitu. Terus yowes aku tertariknya sama itu (Komunikasi), dulu kan, si Lusi sama Dyah (mahasiswi komunikasi angkatan 2006 dan 2007) kan di situ juga. 253

Adapun pada Veronika J.H, secara langsung ia disarankan oleh salah seorang temannya untuk kuliah di jurusan Ilmu Komuniaksi untuk kuliah di

jurusan tersebut. Ia kemudian percaya dan mengikuti saran itu. Kepercayaan Veronika pada saran itu berdasarkan pengalaman yang telah dialami oleh temannya itu:

Ada yang nyaranin sih, katanya udah masuk komunikasi aja, komunikasi UNS kan bagus. Yang nyaranin kan anak komunikasi UNS juga, anak komunikasi angkatan 2006, jadi menurutku dia udah tahu

gitu. 254

Baik pengalaman Devi maupun Veronika, keduanya sama-sama mantap memutuskan Ilmu Komunikasi sebagai pilihan jurusan kuliah karena rekomendasi yang diberikan oleh teman mereka yang kuliah di jurusan tersebut.

253 Hasil wawancara mendalam dengan Devi Anggrahini pada hari Selasa, 31 Mei 2011 254 Hasil wawancara mendalam dengan Veronika Juwita Hapsari pada 23 Februari 2011 253 Hasil wawancara mendalam dengan Devi Anggrahini pada hari Selasa, 31 Mei 2011 254 Hasil wawancara mendalam dengan Veronika Juwita Hapsari pada 23 Februari 2011

2.1.6. Psikolog

Psikolog merupakan praktisi psikologi yang mempelajari mengenai perilaku manusia atau aktivitas-aktivitas individu. Perilaku atau aktivitas- aktivitas tersebut dalam pengertian yang luas terdiri dari aktivitas emosional dan kognitif 255 .

Kemampuan Psikolog membaca perilaku manusia membuat Putu Ayu Gayatri (2007) yakin pada beberapa pertimbangan atau saran yang diberikannya. Dalam hal ini, terkait pemilihan jurusan kuliah pertama-tama ia mempertimbangkan saran jurusan kuliah berdasarkan hasil psikotest yang pernah ia ikuti saat SMA. Berikut kutipan wawancaranya:

Dulu waktu SMA kan ada test psikologi, ada saran jurusan kuliah juga kan, justru disitu aku malah disarananinnya masuk Komunikasi sama

matematika. Itu yang nyaranin Psikolog, itu berdasarkan psikotes. Yaudah deh, akhirnya jadi bimbang, kog kayaknya emang gak berbakat gitu, kerjanya itu juga lebih gampang komunikasi. 256

Adapun selanjutnya ia berkonsultasi langsung dengan seorang psikolog terkait keinginannya untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi dan ia disarankan untuk kuliah di UNS Solo.

Waktu itu juga konsultasi juga sama psikolog juga dosen, namanya Pak Darsono. Dia ngajar juga di komunikasi juga, sempat dia bilang

mending komunikasi UNS gitu. 257

Bimo Walgito, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar (Edisi Revisi), (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hal.15

256 Hasil wawancara mendalam dengan Putu Ayu Gayatri pada 23 Februari 2011 257 Hasil wawancara mendalam dengan Putu Ayu Gayatri pada 23 Februari 2011

Berdasarkan kutipan wawancara di atas, Putu Ayu Gayatri menjadikan ilmu Psikologi sebagai acuan pemilihan jurusan. Ia ingin untuk kuliah di jurusan yang benar-benar sesuai dengan minat dan kemampuannya. Melalui bantuan Psikolog ia kemudian diarahkan untuk kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi dan ia sungguh-sungguh menjalaninya.

2.2. Media Massa

Selain significant others, media massa turut berpengaruh terhadap pengambilan keputusan para Informan untuk kuliah di juruan Ilmu Komunikasi. Media massa adalah media yang digunakan dalam komunikasi massa. Media massa diantaranya terdiri dari: surat kabar, majalah, radio, televisi dan film 258 . Melalui media-media itu lah para Informan kemudian digiring untuk mengenai jurusan Ilmu Komunikasi

2.2.1. Media Menyajikan Gambaran Pekerjaan Bidang Komunikasi yang Serba Menyenangkan

Yang dimaksud dengan pekerjaan bidang komunikasi yaitu semua pekerjaan yang menjadi perpanjangan dari disiplin ilmu Komunikasi mulai dari Jurnalistik, Public Relations (PR) hingga Advertising. Meski tak semuanya terpantau namun pekerjaan bidang komunikasi ada yang dapat diamati oleh masyarakat. Pekerjaan-pekerjaan itu khususnya yang berhubungan dengan audio visual. Menurut para Informan, pekerjaan bidang komunikasi itu menyenangkan.

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hal.20

Menurut Aviana Cahyaningsing (2008), pekerjaan bidang komunikasi khususnya wartawan dinilai sebagai pekerjaan yang menyenangkan memiliki pergaulan luas.

kog asik ya, bisa ketemu orang-orang setiap hari, ketemu orang-orang yang beda, entah itu orang yang penting atau orang

yang biasa, tapi bisa nambah ilmu juga, dari apa sih, wawancara kaya gitu.

Seneng, kayaknya ada kepuasan tersendiri ketika bisa ngobrol sama

orang-orang, nambah teman. 259

Berdasarkan data di atas, Aviana tertarik untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi pertama-tama berangkat dari ketertarikan pada pergaulan. Baginya, pergaulan adalah gerbang wawasan. Semakin luas pergaulan yang terjalin maka akan semakin luas pula wawasan yang diperoleh.

Berpenampilan Menarik

Karena kelebihannya secara visual, media televisi dapat memunculkan sosok pekerja media seperti reporter dan pembaca berita. Kemunculan itu membuat mereka cukup dikenal oleh masyarakat, minimal bagi mereka yang gemar menyaksikan siaran berita televisi.

Keputusan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi yang dilatarbelakangi oleh ketertarikan pada kedua profesi itu salah satunya dialami oleh Ambar Kusuma Ningrum (2010). Menurutnya, sosok reporter dan pembaca berita menarik karena penampilan mereka yang anggun. Berikut kutipan wawancaranya:

259 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 259 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011

hehehe. 260

Berdasarkan data di atas, kehadiran sosok reporter dan pembaca berita telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para pirsawan televisi. Penampilan reporter dan pembaca berita yang relatif menarik (cantik dan tampan) seolah- olah sengaja ditampilkan oleh media sebagai daya jual tersendiri bagi stasiun televisi itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa guna menarik perhatian massa beberapa pendekatan harus dilakukan, salah satunya dengan menyajikan penampilan yang serba menarik. Karena faktanya memang manusia akan cenderung lebih menyukai melihat gambar orang-orang berwajah cantik daripada sebaliknya

Jalan-jalan

Pengalaman Dhyanayu Lutfi Almitra (2008) untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi diawali oleh ketertarikannya pada pekerjaan sebagai reporter televisi. Menurutnya bekerja di stasiun televisi akan menyenangkan karena memungkinkannya traveling ke berbagai tempat. Berikut diungkapkan olehnya:

misale ke media sih elektronik misale jadi wartawane apa piye, tapi sing bagian jalan-jalan ngono lho mbak, misale opo sing kuliner-kuliner

koyo ngono kuwi. Ya pokoknya lapangan gitu lah. (Aku misalnya media sih elektronik, misalnya jadi reporternya gitu, tapi yang tugas jalan-jalan aja lho mbak, misalnya apa yang kuliner-kuliner seperti itu. Ya pokoknya lapangan gitu lah) 261

260 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011 261 Hasil wawancara mendalam dengan Dhyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 260 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis, 10 Maret 2011 261 Hasil wawancara mendalam dengan Dhyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011

2.2.2. Media Memunculkan sosok Roles Model

Pada beberapa Informan, roles model menjadi awal ketertarikan kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Dalam hal ini roles model yang dimaksud yaitu sosok pekerja media maupun talent yang dikenal melalui layar telvisi. Berikut ini sosok roles model yang muncul berdasarkan profesinya:

i. Presenter

Pengalaman terinspirasi oleh sosok presenter dialami oleh Dian Erika (2008). Presenter-presenter yang menginspirasinya anatar lain Susan Bachtiar, Sarah Sechan dan Nadia Hutagalung.

Kalau menginspirasi sih ada, Susan Bachtiar kan pintar sekali kelihatannya. Terus waktu dulu kan jaman-jamannya MTV masih bagus waktu itu, Sarah Sechan sama Nadia Hutagalung. Walau dia gak pintar-

pintar amat tapi dia sangat ini, good looking 262

Dalam kondisi ini, televisi dengan keunggulannya di bidang audio visual memberi keleluasaan bagi para Informan untuk menyaksikan sebuah program acara . Program acara sendiri ibarat barang dagangan yang akan dikemas sebaik

262 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 262 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011

Secara tidak langsung, kehadiran para artis yang berparas cantik itu mengarahkan persepsi pemirsanya bahwa bekerja di bidang tersebut menyenangkan. Bekerja di media massa menjanjikan popularitas.

ii. Pembaca Berita

Hal yang terjadi dengan pekerjaan sebagai pembaca berita tak jauh berbeda dari pekerjaan sebagai presenter. Mereka sama-sama muncul di televisi tentunya dengan penampilan yang sempurna. Namun sama-sama terkenal label untuk mereka sedikit berbeda terkait kemampuan secara intelektual. Pembaca berita dikenal sebagai pribadi yang pintar dan multitalenta.

Hal itu seperti yang dialami oleh Triendah Febriani (2009). Ia cukup tertarik dengan Tina Talisa (TV One) dan Isyana Bagus Oka (RCTI). Ia mengidolakan kedua presenter itu karena kepandaiannya.

kelihatan pinter, kadang dia biasanya itu waktu mau siaran gitu dia sempat nyanyi. Kayaknya multitalenta banget gitu. Bahasa inggrisnya juga lancar banget gitu. Jadi kayaknya perfect gitu lho orangnya. Siapa ya, yang di RCTI, Isyana Bagus Oka. Ya itu, dia sebenarnya juga hampir sama kaya Tina Talisa. Kelihatan pinter gitu. Kalau cewek pinter kaya gitu kan sepertinya gimana ya, keihatannya eksklusif banget, cantik

juga. 263

263 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Fibriani pada hari Senin, 21 Maret 2011 263 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Fibriani pada hari Senin, 21 Maret 2011

Sebagai proses internal, pengambilan keputusan untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi melibatkan wawasan atau pengetahuan mengenai jurusan tersebut. Pengetahuan mengenai jurusan Ilmu Komunikasi menjadi modal awal bagi para Informan dalam memutuskan kuliah di jurusan tersebut. Pengetahuan itu ibarat peta. Ia menunjukkan letak pendidikan Jurusan Ilmu Komunikasi di antara berbagai kelebihan, kekurangan, peluang serta hambatannya.

Secara umum, pengetahuan para Informan mengenai jurusan Ilmu Komunikasi relatif luas namun masih dangkal. Keterbatasan itu terjadi tidak lain karena akses terhadap sumber pengetahuan masih melewati perantara (teman, keluarga, media massa) yang tentunya tak luput dari distorsi-distorsi. Ada pun jika dirangkum pengetahuan itu kurang lebih berkaitan dengan: kualitas pendidikan, persaingan masuk, kualifikasi mahasiswa, materi pendidikan dan lapangan kerja.

Berbekal pengetahuan itu, Para Informan memiliki gambaran yang lebih jelas mengenai jurusan Ilmu Komunikasi. Mereka pun kemudian tertarik untuk belajar di jurusan tersebut. Berdasarkan data penelitian, Penulis menemukan Berbekal pengetahuan itu, Para Informan memiliki gambaran yang lebih jelas mengenai jurusan Ilmu Komunikasi. Mereka pun kemudian tertarik untuk belajar di jurusan tersebut. Berdasarkan data penelitian, Penulis menemukan

Sebagai proses internal, keputusan para Informan sepenuhnya berada di tangan para Informan, namun sebagai makhluk sosial mereka tak luput dari pengaruh beberapa pihak di sekitar mereka. Pihak pertama yang berpengaruh adalah orang-orang di sekitar Informan yang secara emosional memiliki kedekatan. Berdasarkan data mengenai significant others, Penulis menarik kesimpulan bahwa efektivitas dorongan yang diberikan oleh significant others pertama-tama terjadi karena kepercayaan para Informan terhadap personality mereka baru kemudian merembet pada informasi yang diberikan. Kepercayaan tersebut terjadi karena:

1) Familiarity

Kedekatan emosional erat kaitannya dengan familiarity. Seberapa sering kita berinteraksi maka akan semakin akrab dan semakin dekat hubungan kita. Kedekatan emosional dengan keluarga (ayah, ibu, bibi, dan kakak), selain terjadi karena hubungan genetika, dipengaruhi pula oleh intensitas komunikasi dalam kurun waktu yang relatif lama. Adapun selanjutnya, hubungan antar anggota keluarga terjadi atas dasar kasih sayang sehingga menjadikan komunikasi Kedekatan emosional erat kaitannya dengan familiarity. Seberapa sering kita berinteraksi maka akan semakin akrab dan semakin dekat hubungan kita. Kedekatan emosional dengan keluarga (ayah, ibu, bibi, dan kakak), selain terjadi karena hubungan genetika, dipengaruhi pula oleh intensitas komunikasi dalam kurun waktu yang relatif lama. Adapun selanjutnya, hubungan antar anggota keluarga terjadi atas dasar kasih sayang sehingga menjadikan komunikasi

Adapun kedekatan emosional dengan teman terjadi karena hubungan yang telah terspesifik pada kesamaan identitas tertentu. Beberapa bentuk hubungan pertemanan antara lain teman bermain, teman kuliah, teman komunitas atau pun teman kerja. Kesamaan identitas itu yang kemudian membentuk rasa percaya untuk berbagi pikiran dan juga membuka diri untuk adanya masukan atau saran.

2) Kompetensi/keahlian

Dalam hal ini, guru dan psikolog dipercaya karena keahlian atau kompetensi mereka. Guru dilihat sebagai sosok yang berkompeten dalam

pendidikan sehingga ia akan didengarkan saat memberikan masukan-masukan mengenai pendidikan. Sedangkan psikolog dilihat sebagai sosok yang berkompeten di bidang ilmu jiwa. Berkaitan dengan pilihan jurusan kuliah, ia didengarkan karena kemampuannya menganalisis minat personal. Hal itu terjadi karena kita akan cenderung menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi daripada kita, atau lebih berhasil dalam kehidupannya 264 .

264 Rakhmat, Op.Cit, hal.42

Adapun selanjutnya, significant others dipercaya karena mereka memiliki keunggulan dalam pengalaman. Saat para Informan belum mengalami sendiri apa yang namanya kuliah, maka ia akan berusaha untuk mencari informasi mengenai dunia perkuliahan dari orang-orang yang pernah mengalaminya. Meskipun terbagi menjadi tiga komponen, pada kenyataannya kepercayaan personality terbentuk oleh unsur kedekatan emosional, kompetensi dan pengalaman secara bersamaan.

Selanjutnya, pengaruh kedua berasal dari media massa terkait dengan informasi yang diproduksi dan ditampilkan. Hal yang tampak adalah munculnya sosok roles model baik dari kalangan presenter maupun pembaca berita. Uniknya, keduanya sama-sama berasal dari kalangan berjenis kelamin perempuan. Secara umum, roles models itu muncul karena mampu menginspirasi

para Informan dalam dua hal yaitu: kecantikan dan kepandaian. Dalam konteks ini, media massa khususnya televisi telah menghadirkan sosok ideal untuk kaum perempuan yaitu sosok yang memiliki perpaduan antara kecantikan secara fisik dan juga kepandaian secara intelektual. Konsep itu yang kemudian dipercaya oleh para Informan dan kemudian memotivasi mereka untuk menjadi sama dengan apa yang ia lihat.

Terkait dengan lapangan pekerjaan, sepengetahuan para Informan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi perpanjangan dari jurusan Ilmu Komunikasi terdiri dari dua bidang yaitu Media Massa dan Public Relations (PR). Untuk Terkait dengan lapangan pekerjaan, sepengetahuan para Informan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi perpanjangan dari jurusan Ilmu Komunikasi terdiri dari dua bidang yaitu Media Massa dan Public Relations (PR). Untuk

Di samping kedua bidang itu, para Informan menilai fleksibilitas lulusan jurusan Ilmu Komunikasi dimana mereka dapat bekerja lintas disiplin ilmu seperti sebagai admin, pengajar dan juga terfavorit yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ada pun jika dikaji lebih dalam, dorongan dari sisi afektif (perasaan) lebih mendominasi keputusan para Informan daripada dorongan dari sisi kognitif (pikiran). Meskipun tidak dapat dipisahkan secara tegas, namun upaya para Informan untuk mendapatkan informasi mengenai jurusan Ilmu Komunikasi didahului terlebih dahulu oleh rasa suka. Atas dasar itulah, penilaian-penilaian

selanjutnya yang muncul berupa hal-hal positif yang mendukung rasa suka itu. Dari situ bermuara pada sikap yang nyata yaitu keputusan pemilihan jurusan Ilmu Komunikasi.

Pemilihan Jurusan Ilmu Komunikasi

Keinginan Keinginan Meniru Model Memperoleh Pengetahuan

Keinginan

Keinginan

Memperoleh Keterampilan

Menampilkan Identitas diri

Ket:

Menyebabkan

Jurusan Ilmu Komunikasi: - Perpaduan teori dan praktek

- Mempelajari Public speaking - Pekerjaan luas

Jurusan Ilmu Komunikasi: - Passing grade tinggi

- Berkualitas - Iklim kompetitif - Rame Peminat

Jurusan Ilkom: - Menyenangkan

- Dinamis - Media dan PR

Media Massa Siginificant Others

Pendidikan Ilmu Komunikasi

Seluk beluk pemilihan jurusan Ilmu Komunikasi telah dibahas pada sub pertama. Dari situ dapat dilihat bahwa pekerjaan bidang komunikasi telah dipikirkan oleh para Informan sejak mereka memutuskan kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi. Memiliki pekerjaan di bidang komunikasi adalah impian dari setiap Informan pada penelitian ini. Berdasarkan data penelitian, jenis-jenis pekerjaan yang mereka inginkan cukup beragam, namun jika dipersempit terangkum dalam tiga bidang pekerjaan komunikasi yaitu: industri media massa, Public Relations (PR) dan Design Grafis.

Keinginan bekerja di bidang komunikasi bagi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi pada prinsipnya merupakan kewajaran jika hal itu berdasarkan pada pandangan umum yang menilai bahwa pekerjaan ideal adalah pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang tengah dipelajari.

Namun pada kenyataannya, terdapat fenomena menarik yang tak setiap orang mengetahuinya. Dari hasil penelitian, diperoleh gambaran bahwa meskipun terlihat mudah, pemilihan pekerjaan bidang komunikasi melibatkan pergumulan panjang dalam diri para Informan. Mereka melakukan tawar menawar idealisme dengan diri mereka sendiri dengan terus mempertanyakan kemantapan diri dalam dua pertimbangan yaitu: keinginan dan kemampuan.

Dan jika pemilihan pekerjaan bidang komunikasi itu dikelompokkan berdasarkan derajad idealismenya, maka dapat dipetakan adanya tiga tipe atau model pemilihan pekerjaan bidang komunikasi pada pengalaman para Informan. Ketiga tipe

(Tipe Nyata).

1. Ideal type

Yang dimaksud dengan ideal type dalam penelitian ini yaitu pemilihan pekerjaan bidang komunikasi berdasrkan pada gambaran-gambaran serba ideal mengenai pekerjaan itu. Suatu pekerjaan lebih banyak dilihat sejauh atribut-atribut yang tampak di luar saja. Umumnya hal-hal itu menyenangkan menurut ukuran para Informan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa setiap Informan pernah mengalami fase ini. Pemilihan pekerjaan tipe ini dihuni oleh paling banyak Informan karena fase ini berlangsung di masa awal kuliah. Berikut ini adalah jenis-jenis pekerjaan bidang komunikasi yang termasuk tipe ini.

1.1. Media Massa

1.1.1. Wartawan

Wartawan adalah sebuah profesi yang tugasnya mencari mengumpulkan, menyeleksi dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui media massa 265 . Berdasarkan data penelitian, pekerjaan ini tergolong populer di kalangan para Informan. Alasan-alasan yang melatarbelakanginya yaitu:

265 Jani Yosef, To Be A Journalist, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 43

Dalam hal ini, pekerjaan sebagai wartawan bisa diartikan sebagai perantara cita-cita bukan cita-cita itu sendiri. Cita-cita yang sesungguhnya adalah melakukan traveling sedangkan menjadi wartawan hanyalah cara untuk mengakomodir cita-cita itu. Berikut seperti diutarakan oleh Nabilla Noor Khudori (2009):

basiknya aku suka traveling, suka tempat baru, terus, terbiasa beradaptasi, kalau di satu tempat yang udah di kenal terlalu lama rasanya jadi gak berkembang, jadi selalu pengen sesuatu

Kalau aku sekarang ya dengan berbagai pengaruh gitu, sekarang itu pertama pengen jadi wartawan, tapi jangan wartawan lokalan aja, yang jauh-

jauh gitu, dikirim kemana lah, Palestina atau mana gitu. 266

Dari situ dapat dilihat bahwa pemilihan pekerjaan sebagai wartawan lebih mengarah pada keinginan untuk memperoleh atribut-atribut yang menyertai pekerjaan sebagai wartawan yaitu: traveling, berhadapan dengan hal- hal yang selalu baru dan pergi ke luar negeri.

Jika masuk dalam konsep kewartawanan, keinginan Nabilla untuk menjadi wartawan luar negeri mengarah pada posisi sebagai koresponden luar negeri. Koresponden luar negeri adalah mereka yang ditugaskan secara permanen di luar kota baik di dalam maupun luar negeri 267 .

Hal yang kemudian menarik adalah penyebutan Palestina sebagai daerah yang ingin dijadikan sebagai wilayah penugasan. Palestina sendiri merupakan

266 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011

Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional, Cetakan ke-2 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 14 Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional, Cetakan ke-2 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 14

Keinginan untuk menjadi wartawan di daerah konflik bagi perempuan menunjukkan adanya keinginan untuk melakukan pembuktian diri bahwa perempuan mampu melakukan sebuah pekerjaan yang lazim dilakukan oleh laki-laki.

Banyak Teman

Berteman adalah kebutuhan afiliasi yang bersifat alamiah. Setiap orang pastilah senang jika memiliki banyak teman. Terkait kebutuhan itu, profesi

sebagai jurnalis dinilai sebagai pekerjaan yang mengkondisikan pelakunya untuk memiliki banyak teman.

Berdasarkan pengakuan beberapa Informan, diperoleh kesimpulan bahwa keinginan bergaul dengan banyak orang menjadi alasan untuk menekuni pekerjaan sebagai wartawan. Hal itu seperti dialami oleh Mia Ayu Yulivia (2007) dan Aviana Cahyaningsih (2008)

268 http://abisyakir.wordpress.com/2009/01/02/special-akar-konflik-palestina-israel/ , diakses pada Selasa, 13 Desember 2011 pukul 10:15 WIB

Bdk. Pengalaman Yuli Ismartono dalam Profil Jurnal Perempuan, Eko Bambang Subiyantoro -107

Berarti waktu itu yang terrpikirkan adalah jadi wartawan 270

dulu sih mikirnya kog asik ya, bisa ketemu orang-orang setiap hari, ketemu orang-orang yang beda, entah itu orang yang penting atau orang yang biasa

ngobrol sama orang-orang, nambah teman. 271

soalnya aku orangnya bukan tipe orang yang milih untuk kerja di belakang meja, tinggal duduk seharian dengan jadwal kerja yang terus menerus, monoton, pagi sampai sore gitu, nanti bosen. Aku lebih suka pekerjaan yang outdoor, lebih ke kaya wartawan itu 272 .

Ada pun sama-sama ingin menjadi jurnalis agar memiliki pergaulan yang luas, Triendah Febriani (2009) memiliki desk impian yaitu desk politik. Wartawan politik keren aja kayaknya. Kayaknya itu kalau dunia politik

itu apa ya, kalau kita dengerin kata politik itu kan bayangannya elite,

terus orang-orang penting, hal-hal yang rumit, pastinya soal korupsi,

kolusi, banyak hal yang bisa kita kritisi banget di dunia politik. 273

Jika ditilik dari definisinya, pekerjaan sebagai wartawan menuntut seseorang untuk memiliki kemampuan menggali informasi dari berbagai narasumber yang tentunya akan berbeda-beda setiap harinya. Tanggung jawab itulah yang kemudian mengkondisikan para wartawan untuk memiliki kecerdasan sosial untuk terus memperluas pergaulan.

Pergaulan bagi wartawan adalah modal yang mungkin sama pentingnya dengan kemampuan tata bahasa dan menyusun berita dengan cepat. Bagaimana

270 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ajeng Yulivia pada hari Rabu, 23 Februari 2011 271 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 272 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Febriani pada hari Senin, 21 Maret 2011 273 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Febriani pada hari Senin, 21 Maret 2011 270 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ajeng Yulivia pada hari Rabu, 23 Februari 2011 271 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 272 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Febriani pada hari Senin, 21 Maret 2011 273 Hasil wawancara mendalam dengan Triendah Febriani pada hari Senin, 21 Maret 2011

Dengan demikian, tak berlebihan jika kemudian Mia Ayu Yulivia, Aviana Cahyaningsih dan Triendah Febriani tertarik pada pekerjaan sebagai wartawan karena memiliki jaringan yang luas memang bagian dari pekerjaan seorang wartawan.

Hanya saja yang perlu digarisbawahi disini adalah, ketertarikan para Informan terhadap pekerjaan sebagai wartawan di atas masih terfokus pada hal- hal yang tampak menyenangkan dari pekerjaan itu. Memiliki jaringan yang luas tentunya tak serta merta diperoleh oleh para wartawan. Mereka harus melakukan pendekatan, terus memelihara hubungan baik dsb.

Wawasan Luas

Bekerja di bidang informasi mengkondisikan para wartawan untuk terus meningkatkan wawasan demi penulisan berita yang berbobot. Kiranya tak berlebihan jika wartawan disebut sebagai orang pandai karena pekerjaan lah yang mengkondisikannya.

Terkait label untuk jurnalis sebagai pekerjaan intelek, beberapa Informan menjadi termotivasi untuk menjadi jurnalis. Mereka ingin

Erika (2008) dan Fauziah Nurlina (2010).

Menurut Dian Erika, media cetak merupakan media dengan iklim belajar paling tinggi yang dapat mengkondisikan wartawannya untuk cerdas.

Karena bisa mengkaji. Sama sih TV mungkin juga bisa mengkaji, semua bisa mengkaji. Cuman lebih ini ya, kayaknya orang kerja di media cetak

walaupun kita gak ngerti apa-apa tapi kita terpacu buat ngerti apa-

apa. 274

Pengennya kan jadi wartawan gitu kan, wartawan cetak gitu, Koran

Mereka itu pinter banget bikin pertanyaan, pinter banget

menyusun kata-kata. 275

Demikianlah ketertarikan Dian Erika dan Fauziah untuk menjadi wartawan berasal dari penilaian mereka bahwa pekerjaan itu akan terus mengkondisikan mereka untuk terus belajar melalui pola kerjanya sehari-hari. Wartawan surat kabar dinilai sebagai pekerjaan ideal karena memacu mereka untuk terus belajar meski pun sudah memasuki dunia kerja.

Gemar Menulis

Keinginan menjadi wartawan ternyata salah satunya berhubungan dari hobi menulis. Hal itu dialami oleh Ema Yuliani Utami (2007):

Saya suka menulis. Saya suka bekerja di bawah tekanan deadline.

Karena ikut UKM itu (UKM VISI) jadi tertarik buat kerja di media, secara khusus pengen di cetak..... 276

274 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 275 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011 276 Hasil wawancara mendalam dengan Ema Yuliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011 274 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 275 Hasil wawancara mendalam dengan Fauziah Nurlina pada hari Rabu, 23 Maret 2011 276 Hasil wawancara mendalam dengan Ema Yuliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011

Tak berlebihan jika akhirnya Ema memilih bekerja sebagai wartawan di media cetak karena melalui media itu ia akan memiliki kesempatan bekerja dengan format penulisan mendalam. Sebuah pekerjaan yang tentunya membutuhkan spesifikasi kemampuan menulis yang tinggi. Cita-cita yang cukup ideal bagi mereka yang mengaku memiliki hobi menulis.

Disamping soal hobi, ketertarikan Ema terhadap pekerjaan sebagai wartawan secara langsung atau pun tidak terkondisikan pula oleh keikutsertaannya pada lembaga pers mahasiswa (LPM). Keberadaan Ema di komunitas itu mengkondisikan ia untuk menyukai jurnalistik. Dalam hal ini, LPM berperan sebagai kerangka rujukan praktek kerja sebagai wartawan.

Menarik untuk Perempuan

Menurut anggapan beberapa Informan, dunia wartawan merupakan dunia yang menarik khususnya untuk perempuan. Mungkin kata menarik itu lebih tepat jika diterjemahkan sebagai sebuah tantangan yang pantas dicoba oleh perempuan.

277 http://www.tabloidnova.com/Nova/Karier/Pengembangan-Diri/Trik-Atasi-Jenuh-2 , diakses pada 26 Oktober 2011 pukul 19.04 WIB

(2008) berikut: dulu pengen jadi wartawan itu karena kerennya, ya

embuh kenapa keren, keren aja, keren. Apalagi kalau wartawan cewek itu

patin kesini-kesini dan biasanya itu cowok gitu lho, harus yang punya mental yang bagus, ketahanan fisik yang bagus juga. Kalau cewek i ketoke jik jarang, jadi

keren gitu sih mikirnya dulu. 278

Hal senada diutarakan oleh Destriana K (2008):

Apa ya, keren

Mungkin pas kerusuhan-kerusuhan nyari berita gitu kan, keren gitu aja sih. 279

Secara tidak langsung terdapat sebuah pemakluman bahwa dunia wartawan adalah dunia laki-laki. Yang dimaksud dengan dunia laki-laki disini adalah: pertama, mayoritas wartawan adalah laki-laki sehingga pekerjaan itu menjadi identik sebagai pekerjaan laki-laki. Kedua, bidang pekerjaannya penuh

lebih lemah dari laki-laki. Hal yang kemudian menarik adalah: dibalik pemakluman para Informan akan dunia wartawan sebagai dunia laki-laki ternyata tak membuat mereka mundur justru membuat mereka maju untuk mencoba. Tampaknya mereka lebih tertarik pada sisi prestasi yang akan mereka peroleh dari keberanian menantang arus itu.

278 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 279 Hasil wawancara mendalam dengan Destriana K. pada hari Senin, 16 Mei 2011 278 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 279 Hasil wawancara mendalam dengan Destriana K. pada hari Senin, 16 Mei 2011

1.1.2. Wartawan Foto

Menjadi wartawan foto atau lazim pula disebut fotografer jurnalistik adalah keinginan dari Annisa Fitri (2010). Keinginan itu telah ia sadari sejak duduk di bangku sekolah menengah tingkat pertama sekaligus menjadi sumber motivasinya untuk kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi.

Aku pengen jadi foto jurnalis. Karena suka motret

beberapa majalah aku pengen jadi editor in chief di majalah fashion gitu-gitu, 280

Ia tertarik menjadi editor in chief karena ingin menyumbangkan ide- idenya dalam konsep majalah perempuan.

sejauh aku tahu, di majalah-majalah fashion itu fashionnya tidak bisa diaplikasikan ke semua orang, rata-rata cuma buat orang yang tingginya 170 cm, ukuran breastnya 34B, ukuran bajunya supersmall

padahal gak semua orang Indonesia tingginya 170 cm, gak semua orang Indonesia breastnya 34B, gak semua ukuran bajunya super small jadi gak merakyat gitu. tidak bisa diaplikasikan ke semua orang, Kita harus punya patokan sendiri, jangan terlalu berkiblat dengan yang di luar. 281

Keinginan Annisa untuk menjadi editor termotivasi oleh idealismenya yang ingin melakukan perubahan di dapur majalah fashion. Untuk bisa mewujudkan idealisme itu, menjadi editor in chief adalah jawabannya. Editor

280 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Kamis, 2 Maret 2011 281 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Kamis, 2 Maret 2011 280 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Kamis, 2 Maret 2011 281 Hasil wawancara mendalam dengan Annisa Fitri pada hari Kamis, 2 Maret 2011

Dalam hal ini, seorang pada prinsipnya adalah bagian dari pekerjaan sebagai wartawan tetapi dengan jenjang kepangkatan yang lebih tinggi. Ia sudah mulai jarang melakukan reportase ke lapangan dan lebih banyak bekerja di belakang meja. Oleh karena itu pekerjaan ini menurutnya ideal karena posisinya yang strategis sebagai pembuat kebijakan-kebijakan dalam media.

1.2. Televisi

Satu-satunya pekerjaan bidang komunikasi di media televisi yang muncul dalam tipe ideal yaitu reporter. Reporter adalah salah satu sebutan untuk tiga

profesi yang sama selain jurnalis dan wartawan. Pekerjaan ini identik dengan mereka yang bekerja di media massa televisi dan radio 283 . Disini, pengertian reporter lebih mengarah kepada media televisi. Beberapa alasan menjadi reporter yaitu:

Terkenal

Ketertarikan untuk menjadi reporter televisi diantaranya dimiliki oleh Ambar Kusuma Ningrum (2010).

282 Fitriyan Dennis, Bekerja sebagai Wartawan, (Jakarta: Esensi, 2008), hlm. 51 283 Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional, Cetakan ke-2(Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.44 Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.44

Ada pun selanjutnya ia mengutarakan keinginannya untuk menjadi penyiar atau anchor. Anchor adalah crew televisi yang bertugas hanya membacakan berita yang disusun oleh para reporter dan dirangkai oleh tim redaksi 285 .

Pengen jadi penyiar. Penyiar kan penampilan menarik, berwawasan

luas, ya harus pintar ngomong lah. 286

Sebagai pekerjaan dalam industri televisi, reporter memiliki kesempatan lebih besar untuk dikenal masyarakat. Sebagai konsekwensinya unsur penampilan menjadi aspek penting bagi para reporter. Lazimnya sosok penyiar atau reporter memiliki daya tarik secara fisik dan juga intelektual. Pengelola stasiun televisi sangat memperhatikan terpenuhinya unsur daya tarik karena dua hal itu 287 .

Oleh sebab itu, untuk memenuhi posisi ini pada info-info rekuitmen biasanya salah satu butir persyaratannya menyebutkan

Excellent communication skill and good looking 288 yang kurang lebih artinya fasih dalam berkomunikasi dan berpenampilan menarik.

284 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis 10 Maret 2011 285 Muda, Op.Cit,hlm.149 286 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis 10 Maret 2011 287 Muda, Op.Cit, hlm. 147 288 http://www.bumncpns.com/lowongan-kerja-reporter-presenter-trans-7-mei-2011-jakarta.html ,

diakses pada Senin, 31 Oktober 2011 pukul 08.29 WIB diakses pada Senin, 31 Oktober 2011 pukul 08.29 WIB

Jalan-Jalan

Sama halnya dengan yang terjadi dengan profesi sebagai wartawan di media cetak, reporter televisi memiliki kemungkinan juga untuk melakukan tugas perjalanan. Bahkan bagi reporter televisi kondisinya mungkin akan jauh lebih berkesan karena sifat dokumentasinya yang berupa audio visual.

Aku misale ke media sih elektronik, misale jadi wartawane tapi sing bagian jalan-jalan ngono lho mbak, misale opo sing kuliner-kuliner koyo

ngono kuwi. Ya pokoknya lapangan gitu lah (Aku misalnya ke media sih elektronik, misalnya jadi wartawannya tapi yang bagian jalan-jalan gitu lho mbak, misalnya apa sih, kuliner-kuliner kaya gitu. Ya pokoknya lapangan gitu lah). 289

Pernyataan Dhyanayu Lutfi Almitra (2008) di atas kurang lebih senada dengan pemikiran Fannany Norohmah (2008) berikut:

Sebagai wartawan secara umum ya, pertama menantang, dua bertemu dengan orang-orang yang penting, terus, ehm gimana ya, bisa pergi ke

banyak tempat, kalau kita mau liputan dimana gitu 290

289 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 290 Hasil wawancara mendalam dengan Fannany Norohmah pada hari Senin, 16 Mei 2011 289 Hasil wawancara mendalam dengan Dyanayu Lutfi Almitra pada hari Jumat, 13 Mei 2011 290 Hasil wawancara mendalam dengan Fannany Norohmah pada hari Senin, 16 Mei 2011

Jika dicermati, para Informan masih melihat pekerjaan sebagai reporter dari hasil kerjanya yang ditampilkan di layar televisi yang memang terlihat sempurna. Mereka belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai proses kerja dari profesi itu secara seksama yang sesungguhnya membutuhkan kerja keras karena seorang reporter televisi berperan juga sebagai produser. Selain aktif dalam peliputan mulai dari mengumpulkan informasi, menyusun berita dan melaporkannya ia harus mengarahkan tim agar melaksanakan tugas secara bersinerrgi. Ia juga pengambil keputusan akhir tentang suatu hal yang perlu dilakukan atau tidak 291 .

Dalam hal ini pekerjaan yang ideal menurut Dhyanayu dan Fannany adalah pekerjaan lapangan dan secara konkrit pekerjaan itu adalah sebagai

reporter televisi.

1.3. Radio

Pekerjaan di bidang radio yang dimaksud disini adalah sebagai penyiar. Hal itu dialami oleh Putu Ayu Gayatri (2007) berikut: Aku kepikiran secara khusus aku pengen jadi penyiarnya,

karena untuk menjadi penyiar memang butuh kemampuan tentang bagaimana caranya penyiar membuat skrip, tulisan kita bahasakan menjadi bahasa lisan gitu, dan itu juga butuh keahlian khusus, ya supaya tidak

291 Muda, Op.Cit, hlm. 15 291 Muda, Op.Cit, hlm. 15

Kesadaran diri yang cenderung menyukai bahasa telah mendorong Putu Ayu untuk menjadi penyiar. Ia merasa memiliki modal untuk menekuni dunia itu. Dalam hal ini, hobi dan juga kesadaran bakat kembali menjadi acuan dari pemilihan pekerjaan bidang komunikasi.Pada perjalanannya, cita-citanya sebagai penyiar itu sudah tercapai. Ia telah merintis karir di dunia ini sejak masa awal kuliah.

1.4. Public Relations (PR) Penampilan Menarik

Alasan pertama yang muncul terkait cita-cita bekerja sebagai PR Officer yaitu mengenai penampilan yang menarik.

Pengen jadi PR, soale penampilannya menarik, cewek-ceweknya

cantik, ya semacam saya lah, haha.. Terus enak dilihat gitu kanyaknya PR- PR itu. 293

Sejauh ini, penampilan adalah unsur penting dalam pekerjaan di dunia PR. Maka tak mengherankan jika sosok PR Officer selalu tampak cantik atau tampan dalam segala kondisi. Hal tersebut terkait dengan upaya menciptakan citra diri yang positif sebagai awal dari menciptaka citra positif untuk perusahaan dimana PR Officer itu bekerja.

292 Hasil wawancara mendalam dengan Putu Ayu Gayatri pada hari Rabu, 23 Februari 2011 293 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis 10 Maret 2011 292 Hasil wawancara mendalam dengan Putu Ayu Gayatri pada hari Rabu, 23 Februari 2011 293 Hasil wawancara mendalam dengan Ambar Kusuma Ningrum pada hari Kamis 10 Maret 2011

Jika dikaji lebih dalam, keinginan untuk bekerja di bidang PR Officer masih didasari oleh pengetahuan yang sangat terbatas. Pengetahuan itu belum menyentuh sisi realistis dari pola kerja dan juga jenis-jenis pekerjaanya. Namun demikian, dengan pengetahuan yang terbatas itu ternyata sudah cukup untuk membuat Ambar tertarik pada pekerjaan itu.

Dalam hal ini, gambaran ideal Ambar terkait pekerjaan yang ingin ia miliki yaitu sebuah pekerjaan yang memberinya ruang untuk menonjolkan sisi femininitasnya sebagai perempuan: cantik dan menarik. Secara konkrit, pekerjaan itu adalah sebagai PR Officer.

Pekerjaan Mudah

Pengalaman tertarik pada pekerjaan sebagai PR Officer juga dialami oleh Nabilla Noor Khudori (2009). Namun, alasannya tertarik pada profesi ini berbed. Ia hanya berpikir untuk mencoba sesuatu yang ekstrim disamping keinginannya sebagai wartawan. Berikut disampaikan oleh Nabilla:

Kalau gak wartawan ya jadi humas lah, kerja di kantor. Sekalian aja yang ekstrim gitu mbak, kalo gak yang susah ya gampang banget

gitu,hehe 294

294 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011 294 Hasil wawancara mendalam dengan Nabila Nur Khudori pada hari Rabu 23 Maret 2011

Banyak Teman

Public relations dinilai sebagai dunia kerja yang memungkinkan orang- orang yang berkecimpung di dalamnya untuk memiliki akses yang luas. Hal itu seperti disampaikan oleh Twinika S.F (2008)berikut:

suka yang keluar,yang bisa kemasyarakat. 295

Berdasarkan pernyataan Twinika S.F (2008) di atas PR Officer dibayangkan sebagai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu dalam kegiatan praktek, khususnya dalam hal menjalin relasi.

untuk terus membina hubungan yang baik dengan para relasi. Tak berbeda dengan soal pertemanan, keinginan memiliki relasi terkait dengan bagaimana seseorang merasa membutuhkan kemampuan diterima oleh orang lain.

Dalam hal ini, Twinika merasa tertarik dengan PR karena memberi sebuah harapan untuk memiliki pekerjaan yang memberi ruang untuk memiliki

295 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011 295 Hasil wawancara mendalam dengan Twinika Sativa pada hari Kamis, 12 Mei 2011

1.5. Design Grafis

Keinginan untuk bekerja sebagai designer grafis dimiliki oleh Devi Anggrahini (2008).

design gitu. 296

Keinginan Devi untuk menekuni usaha Design grafis senyatanya belum cukup konkret. Baik design maupun usaha keduanya terdeskripsikan dengan jelas. Faktor suka lah yang menjadi alasan di balik rencana itu. Dalam kondisi ini, hobi telah menjadi jembatan untuk menemukan pilihan pekerjaan.

Jika dilihat berdasarkan bidang pekerjaannya, pemilihan pekerjaan tipe ini terdiri dari lima bidang pekerjaan yaitu: media cetak, radio, televisi, Public Relations dan Design Grafis. Sedangkan berdasarkan jenisnya tipe ini terdiri dari

8 jenis pekerjaan yaitu: wartawan, wartawan foto, editor majalah fashion, penyiar, reporter, anchor, PR Officer dan Designer Grafis.

Pada prinsipnya. pemilihan pekerjaan pada tipe ini dilandasi oleh alasan yang sama yaitu keinginan untuk memiliki pekerjaan yang menyenangkan. Menurut penuturan para Informan, yang dimaksud pekerjaan menyenangkan yaitu pekerjaan yang: memperluas pergaulan, dinamis, popular, dan memberi kesempatan berpenampilan menarik sebagai perempuan.

296 Hasil wawancara mendalam dengan Devi Anggrahini pada hari Selasa, 31 Mei 2011 296 Hasil wawancara mendalam dengan Devi Anggrahini pada hari Selasa, 31 Mei 2011

mewujudkannya. Beberapa faktor yang telah mempengaruhi pemilihan pekerjaan bidang komunikasi pada tipe ini yaitu:

Idealisme

Para Informan ingin memiliki pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya. Paling tidak pekerjaan-pekerjaan yang dipilih atas dasar kesenangan dan tak jarang terkait dengan misi-misi pribadi untuk bisa berguna bagi orang-orang disekitarnya. Hal itu dapat dilihat dari pengalaman Annisa Fitri (2010) dan Triendah Febriani (2009) di atas.

Status Pendidikan

Status sebagai mahasiswi di jurusan Ilmu Komunikasi membuat para Informan termotivasi untuk bisa bekerja di bidang yang sesuai dengan pendidikan yang tengah mereka tempuh.

Keterbatasan Pengetahuan

Seperti telah disebutkan di awal, tipe ini lebih banyak terjadi saat para Informan masih menjadi mahasiswi semester awal. Status baru sebagai mahasiswi di jurusan Ilmu Komunikasi belum sepenuhnya mereka pahami. Mereka masih mencoba meraba-raba dunia komunikasi. Masih terbatasnya pengetahuan baik mengenai pendidikan di jurusan Ilmu Komunikasi maupun Seperti telah disebutkan di awal, tipe ini lebih banyak terjadi saat para Informan masih menjadi mahasiswi semester awal. Status baru sebagai mahasiswi di jurusan Ilmu Komunikasi belum sepenuhnya mereka pahami. Mereka masih mencoba meraba-raba dunia komunikasi. Masih terbatasnya pengetahuan baik mengenai pendidikan di jurusan Ilmu Komunikasi maupun

Keanggotaan pada Unit Kegiatan Mahasiswa

Keikutsertaan pada suatu organisasi bakat dan minat membuat para Informan terus berupaya menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasinya. Katakanlah bergabung dengan orang-orang yang menyukai fotografi dan ingin menjadi fotografer membuat seseorang akan menerima sebuah pesan bahwa menjadi fotografer adalah pekerjaan yang lazim di lingkungannya dan juga akan mungkin juga untuknya.

Terpaan Media

Disamping keberadaan media itu sendiri yang sudah cukup menarik perhatian khalayak, selama ini media massa telah menjadi etalase atau mungkin showroom dari dunia komunikasi. Mulai dari media cetak hingga elektonik, disana disajikan potret pekerjaan orang-orang di bidang komunikasi.

2. Transition Type

Yang dimaksud dengan transition type dalam penelitian ini yaitu pemilihan pekerjaan bidang komunikasi yang sifatnya masih labil dan belum sepenuhnya kokoh untuk terus diperjuangkan. Para Informan masih berada dalam upaya meraba-raba bentuk pekerjaan yang paling sesuai untuk mereka.

Pengalaman mengalami situasi ini diantaranya dialami oleh Agnes Amanda (2007) dan Mia Ayu Yuliavia (2007). Memasuki tahun-tahun terakhir di jurusan Pengalaman mengalami situasi ini diantaranya dialami oleh Agnes Amanda (2007) dan Mia Ayu Yuliavia (2007). Memasuki tahun-tahun terakhir di jurusan

aku malah jadi tambah wawasan ya mbak, oh ternyata luas ya, gak hanya di media, kaya media massa doang, bisa jadi PR juga, di periklanan juga, terus ya pokoknya banyak di design juga ada spesialisasi juga kan, berarti kan designnya juga bisa. Dan saya malah semakin dilema karena

semakin banyak pilihan 297

berhubung semakin banyak pilihan, kalo aku jadi tambah bingung,

hehe. Wah, luas ya, ilmu komunikasi bisa kemana-mana, terus jadi pengen punya radio sendiri, hehe. 298

Dilema muncul saat seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan. Munculnya pilihan-pilihan baru seperti yang dialami Agnes dan Mia di atas berasal dari semakin luasnya konsep pekerjaan bidang komunikasi seiring bertambahnya masa studi di Jurusan Ilmu Komunikasi. Berikut adalah pekerjaan- pekerjaan yang dipilih dalam tipe ini:

2.1 Majalah

Menjadi jurnalis majalah adalah perkembangan proyeksi bidang komunikasi pada Dian Erika (2008). Pada saat awal kuliah, Dian sempat memiliki ketertarikan untuk menekuni pekerjaan sebagai wartawan di surat kabar. Namun pada saat penelitian ini berlangsung ia mengatakan lebih tertarik dengan majalah daripada surat kabat. Berikut disampaikan oleh Dian Erika:

Haduh, bukan serba salah, bukan rumit,tapi usah ngomongnya ...Kalau aku sih pengennya semuanya beres, di keluarga beres, pekerjaan juga beres tapi ternyata setelah di lakoni oh gak bisa beres, gak bisa semuanya

297 Hasil wawancara mendalam dengan Agnes Amanda pada hari Rabu, 23 Februari 2011 298 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ayu Yulivia pada hari Rabu, 23 Februari 2011 297 Hasil wawancara mendalam dengan Agnes Amanda pada hari Rabu, 23 Februari 2011 298 Hasil wawancara mendalam dengan Mia Ayu Yulivia pada hari Rabu, 23 Februari 2011

ke hal-hal yang sedikit lunak aj

harian di majalah. 299

Pemilihan pekerjaan tidak lagi satu melainkan dua. Terdapat sebuah alternatif pilihan pekerjaan yang sedang dipersiapkan seandainya pilihan pekerjaan pertama tidak bisa terwujud. Majalah dipilih sebagai alternatif pilihan pekerjaan karena pekerjaan itu dinilai lebih longgar dan dapat sejalan dengan tanggung jawabnya mengurus ibunya kelak.

kalo misalnya mau sih mau banget kalau jadi kaya gitu (wartawan). Cuman nanti kan kerjanya lebih berat gimana dengan ibu. Ya cuman

Yo kalau majalah kan waktunya mungkin lebih longgar ,terus e,bisa milih juga, maksude

bisa milih di majalah perempuan atau majalah seni dan lain-lain. 300

Berdasarkan data di atas, pergantian orientasi pada Dian Erika terjadi karena pertimbangan tanggung jawabnya pada keluarga. Oleh sebab itu ia mencari pekerjaan yang dapat menjembatani idealismenya dan juga tanggungjawabnya pada keluarga. Ia merasa majalah adalah jawabannya karena pekerjaannya yang tak seberat di surat kabar. Fakta itulah yang kemudian mendorongnya untuk coba mencari pekerjaan lain sebagai alternatif.

2.2 Televisi

299 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 300 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 299 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011 300 Hasil wawancara mendalam dengan Dian Erika pada hari Minggu, 8 Mei 2011

Kalo kepikirannya tetap wartawan, tapi yang TV itu

yang, jadi kaya pembawa berita atau pewawancara yang terkonsep yang gak di lapangan. 301

Menurutnya, pekerjaan sebagai penyiar lebih longgar daripada wartawan.

Kalau dulu tertariknya ke yang cetak, tapi setelah tahu kerjanya, maksudnya sing em, menurutku kaya media TV itu lebih bisa apa sih, lebih teratur, lebih terkonsep gitu lho. Kalo dulu lebih cenderung ke cetak

tapi kalo sekarang lebih pengen ke TV nya. 302

Berdasarkan pengalaman Aviana di atas, keputusannya berganti orientasi karir terjadi karena ia mulai meragukan kekuatannya untuk bekerja sebagai wartawan media cetak. Menurutnya, pekerjaan wartawan media cetak lebih berat karena harus berada di lapangan. Ia kemudian memilih pekerja di televisi sebagai penyiar karena pekerjaannya terkesan lebih ringan dengan aktivitas yang lebih banyak berada di ruangan.

Surat kabar sejauh ini memang dianggap sebagai media yang citra maskulinnya paling kuat. Dinamika kerja di surat kabar dianggap sebagai aktivitas profesional dengan mobilitas yang sangat tinggi, kerja keras, tekanan deadline yang amat ketat, tidak ada batas waktu kerja yang jelas, -bisa sampai 24

301 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 302 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 301 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 302 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011

2.3 PR

Ada pun setelah memasuki mata kuliah spesialisasi, Informan yang tertarik menjadi PR semakin banyak. Beberapa pertimbangan yang bersifat personal melatarbelakangi pergantian orientasi itu. Pengalaman berganti orientasi diantaranya dimiliki oleh Fannany Norrohmah (2008) dan Aviana Cahyaningsih (2008).

Berikut seperti disampaikan oleh Fannany. Ia yang dulunya tertarik pada dunia broadcasting akhirnya mengaku mulai tertarik pada PR.

aku emang dari awal pengennya di radio, sekarang radionya

Pertimbangannya dari orangtua gitu. Jujur aneh juga sih mereka nyuruh kuliah di komunikasi, tapi ketika nanti kalau lulus mau kerja dimana Aku jawabnya, kepengennya kerja jadi

Nanti di daerah konflik perang atau gimana. Pengennya itu aku yang kantoran aja, gitu. Kalau misalnya setidaknya menurut orangtua kan kantoran yang emang dekat dengan kita kan ya jadi PR official kan. 304

303 Siregar. Op.Cit, hlm.13 304 Hasil wawancara mendalam dengan Fannany Norohmah pada hari Senin, 16 Mei 2011 303 Siregar. Op.Cit, hlm.13 304 Hasil wawancara mendalam dengan Fannany Norohmah pada hari Senin, 16 Mei 2011

Pada kondisi yang hampir sama, pengalaman berganti orientasi dirasakan pula oleh Aviana Cahyaningsih (2008). Menurutnya, PR Officer jauh lebih ringan dari wartawan. Hal itu seperti ia ungkapkan berikut ini:

Em, gak tahu, semakin jalan kesini kog rasanya berat ya wartawan. Ya kan ngliat dari teman-teman juga, dari cerita-cerita juga. Apalagi cewek kan. Aku juga melihat kemampuan diriku juga kan dari masalah fisik. Dapat tugas apa baru kerja gini wes drop, baru kerja gini drop gitu. Melihat kemampuan diri, wah to ketoke yo ra patut ya, gak apa ya, gak memenuhi syarat lah kalo misalnya mau jadi wartawan yang harus kesana kesana kesana. 305

Dari dua pengalaman pergantian orientasi karir ke bidang PR di atas, diperoleh gambaran bahwa pekerjaan sebagai PR officer dinilai sebagai pekerjaan yang relatif lebih aman untuk perempuan. Sisi aman itu antara lain berupa: pekerjaan kantoran, pekerjaan yang minim resiko, pekerjaan yang tidak menguras tenaga. Di lain pihak, para perempuan di atas mulai memasukkan sebuah sugesti pada diri mereka sendiri baik itu yang berasal dari pernyataan orang lain maupun dari hasil refleksi atas pengalaman orang lain, bahwasanya perempuan adalah makhluk yang lemah dan kurang pantas jika bekerja di dunia pekerjaan dengan mobilitas tinggi.

305 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011 305 Hasil wawancara mendalam dengan Aviana Cahyaningsih pada hari Rabu, 11 Mei 2011

Dari keseluruhan data di atas dapat dilihat mulai adanya pergeseran konsep pekerjaan di kalangan mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi. Hal itu terjadi karena mereka dengan masa studi yang mulai bertambah mulai menyerap konsep-konsep baru yang membuat mereka memiliki wawasan yang luas mengenai dunia komunikasi. Bertambahnya wawasan itu pada beberapa Informan justru membuat mereka mengalami kebingungan untuk memilih pekerjaan karena apa yang ia bayangkan sebelumnya tentang pekerjaan tak seideal yang dibayangkan. Dari sini dapat dilihat adanya tiga faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan bidang komunikasi:

Kesadaran Kemampuan Diri

Jika sebelumnya faktor kesenangan telah menjadi pertimbangan dalam pemilihan pekerjaan bidang komunikasi, pada tipe ini pertimbangan itu mulai merembet pada sisi kemampuan diri. Disini. tingkat keidealan dalam Jika sebelumnya faktor kesenangan telah menjadi pertimbangan dalam pemilihan pekerjaan bidang komunikasi, pada tipe ini pertimbangan itu mulai merembet pada sisi kemampuan diri. Disini. tingkat keidealan dalam

Mata Kuliah Spesialisasi Profesi

Keinginan bekerja sesuai dengan bidang studi masih menjadi motivasi utama dari para Informan. Hanya saja disini telah mengerucut pada mahasiswi semester tengah dan akhir. Semakin bertambahnya pengetahuan yang berasal dari mata kuliah spesialisasi telah membuka cakrawala para Informan mengenai dunia komunikasi.

Masukan dari Orangtua

Pada tipe ini, beberapa Informan telah merasakan sikap aktif orangtua untuk menanyakan prospek pekerjaan selepas para Informan lulus kuliah. Sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung pada anak, para orangtua mencoba untuk terus memonitor perkembangan anak-anaknya dan tak jarang memberi masukan terkait pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih pekerjaan. Pertimbangan itu antara lain berupa identitas para Informan sebagai perempuan yang suatu saat akan menikah sehingga seyogyanya mencari pekerjaan yang tetap memberi mereka ruang untuk mengurus tumah tangga.

Dalam hal ini, para Informan mulai menyerap konsep gender sesuai dengan yang diyakini oleh masyarakat di sekitarnya khususnya mengenai pekerjaan. Mereka mencoba untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang Dalam hal ini, para Informan mulai menyerap konsep gender sesuai dengan yang diyakini oleh masyarakat di sekitarnya khususnya mengenai pekerjaan. Mereka mencoba untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang

3. Real Type

Yang dimaksud dengan real type dalam penelitian ini yaitu pemilihan pekerjaan bidang komunikasi yang berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan logis/rasional mengenai kemampuan diri.

Jika dilihat dari jenis-jenis pekerjaannya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis pekerjaan pada tipe ini dengan jenis pekerjaan pada kedua tipe sebelumnya. Ketiganya masih berada pada bidang yang sama yaitu media massa dan public relations (PR). Yang kemudian membedakan adalah alasannya yang berdasarkan pengalaman yang semakin kaya. Ada pun dilihat dari sisi kuantitas, pemilihan pekerjaan tipe ini dialami oleh paling sedikit Informan. Berikut ini adalah data selengkapnya:

3.1 Majalah

Ketertarikan terhadap profesi sebagai wartawan khususnya sebagai wartawan majalah dimiliki oleh Rahajeng Kartikarani (2007).

kalo aku suka jurnalis majalah, karena kalo majalah kan ini mbak, setiap minggu itu ada topik, jadinya akan lebih terkonsep aja kerjanya,

terjadwal. Ngerti lah minggu ini mau bahas apa aja gitu. 306

Berdasarkan data di atas, dapat ditangkap adanya kecenderungan bahwa Rahajeng tidak menginginkan pekerjaan yang kurang terkonsep. Hal itu kontras dengan pekerjaan sebagai jurnalis yang lebih membutuhkan improvisasi.

306 Hasil wawancara mendalam dengan Rahajeng Kartikarani pada hari Rabu, 23 Februari 2011 306 Hasil wawancara mendalam dengan Rahajeng Kartikarani pada hari Rabu, 23 Februari 2011

Pertimbangan jam kerja dalam profesi sebagai wartawan sejauh ini memang masih dianggap sebagai pekerjaan yang tak mengenal jam kerja. Waktu

24 jam adalah waktu kerja wartawan yang juga tak memberi batasan yang jelas kapan ia memiliki waktu libur yang lazim dimiliki oleh pekerjaan lainnya. Karena itulah, pekerjaan sebagai wartawan kerap kali menyelipkan perasaan angker untuk perempuan.

Dari keputusan Rahajeng di atas, secara tidak langsung ia memberikan pengakuan bahwa wartawan adalah pekerjaan yang kurang pantas untuk perempuan. Dan kalau pun akan tetap dicoba oleh perempuan maka majalah adalah pilihan yang lebih tepat terkait waktu yang lebih leluasa.

Waktu yang longgar untuk perempuan dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan porsi untuk mengurus keluarga. Dalam masyarakat tradisional, sekali pun perempuan bekerja, namun urusan domestic tetaplah menjadi Waktu yang longgar untuk perempuan dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan porsi untuk mengurus keluarga. Dalam masyarakat tradisional, sekali pun perempuan bekerja, namun urusan domestic tetaplah menjadi

3.2 Kantor Berita

Keinginan untuk menjadi wartawan di kantor berita ada pada Ema Yuliani Utami (2007). Berikut disampaikan oleh Ema: Sebenere kalau ditanya, saya pengen kerja itu pengen jadi jurnalis.

Cuma kemarin sempat kepikiran pengen kerja di Kantor Berita aja, aku

mikirnya gak mungkin kita selamanya akan ada di lapangan ya mbak,

maksudnya, ya apa nantinya saya akan menikah dan punya anak dan mendidik mereka, maksude ya apa ya, gak tahu kenapa mungkin nanti ketika jadi wartawan dan ketika di kantor berita itu nanti kan ada jenjang kariernya. Gak tahu jangka panjangnya, pengen jadi redaktur misalnya,

jadi kita gak harus kerja di lapangan dan kita punya waktu di rumah juga

gitu. 307

Berdasarkan data di atas, keputusan Ema untuk bekerja di kantor berita telah dilandasi oleh pertimbangan yang cukup kuat. Atas dasar suka ia ingin untuk terus bertahan di industri media, tetapi ia mencoba mempertimbangkan media yang tepat yang dapat memberinya keseimbangan hidup antara karier dan juga keluarga. Pertimbangan itu salah satunya berasal dari pengalamannya yang sebelumnya bergabung di UKM jurnalistik dan telah melakukan magang di LKBN Antara Biro Jawa Tengah.

Pemilihan pekerjaan sebagai wartawan masih menunjukkan adanya idealisme yang ingin diperjuangkan. Namun demikian, pekerjaan lapangan menurut Ema memiliki batasan untuk perempuan yang menekuninya. Hal tersebut terkait dengan kehidupan berumah tangga yang membuat perempuan

307 Hasil wawancara mendalam dengan Ema Yuliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011 307 Hasil wawancara mendalam dengan Ema Yuliani Utami pada hari Rabu, 23 Februari 2011

Dalam hal ini, ia mengincar pekerjaan sebagai redaktur yang memiliki pengurangan pekerjaan lapangan dan hanya berada di lapangan. Faktor pengalaman telah memberikan pengetahuan yang lebih konkrit sebagai pertimbangan pengambilan keputusan pilihan pekerjaan.

3.3 Televisi

Ketertarikan untuk menekuni dunia televisi dimiliki oleh Veronika Juwita Hapsari (2007).

aku suka banget nonton TV, terus sekarang banyak nonton berita, jadi aku pengen banget kerja di TV berita gitu, jadi wartawan TV lah. Plus

kemarin sempat magang di metro itu 308

Hal senada disampikan oleh Agnes Amanda (2007). Hanya saja disini ia menjadikan pekerjaan sebagai jurnalis televisi sebagai rencana jangka pendek karena merasa pekerjaan itu tidak selamanya bisa ia tekuni.

Kalo aku ada jangka pendek ada jangka panjang mbak. Pendeknya di TV, panjangnya gak ada hubungannya dengan jurnalistik, berwirausaha, hehe

-bagi dengan yang lain, kan ada masanya kita akan mundur, kalo udah tua kan gak mungkin jadi wartawan terus 309

Baik Veronika dan Agnes, keduanya sama-sama memiliki pengalaman magang K3 di stasiun televisi. Karena pengalaman itu, mereka memiliki pengetahuan yang lebih konkrit mengenai dunia pertelevisian. Mereka memilih

308 Hasil wawancara mendalam dengan Veronika Juwita Hapsari pada hari Rabu, 23 Februari 2011 309 Hasil wawancara mendalam dengan Agnes Amanda pada hari Rabu, 23 Februari 2011 308 Hasil wawancara mendalam dengan Veronika Juwita Hapsari pada hari Rabu, 23 Februari 2011 309 Hasil wawancara mendalam dengan Agnes Amanda pada hari Rabu, 23 Februari 2011

3.4 Humas/ Public Relations

Adapun keinginan menjadi PRO dialami Putu Ayu Gayatri (2007). Ia memiliki impian untuk menjadi staff Dinas Pariwisata. Ia termotivasi untuk memberikan kontribusi pada perkembangan pariwisata Indonesia melalui tulisan. Menurutnya dinas pariwisata adalah pilihan yang tepat.

aku pengen kerja di Disbudpar, jadi pengennya menulis tentang

budaya dan pariwisata Indonesia gitu, hehe. 310

Jika mengacu pada pilihan pekerjaan saat awal kuliah, Putu Ayu tidak begitu mengalami pergeseran pilihan pekerjaan. Ia masih konsisten untuk menekuni dunia tulis menulis hanya saja akhirnya ia memilih menjadi staff Disbudpar karena dapat sekaligus mengakomodir ketertarikannya pada dunia pariwisata.

Pada tipe ini, pemilihan pekerjaan telah terfokus pada dua bidang pekerjaan yaitu industri media (majalah, kantor berita dan televisi) dan PR. Alasan pemilihan pekerjaan tipe ini pun lebih konkrit, berbeda dengan alasan yang

310 Hasil wawancara mendalam dengan Putu Ayu Gayatri pada hari Rabu, 23 Februari 2011 310 Hasil wawancara mendalam dengan Putu Ayu Gayatri pada hari Rabu, 23 Februari 2011

Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa para Informan memiliki cita-cita untuk menjadi wanita karier setelah mereka lulus dari Prodi Ilmu Komunikasi suatu saat nanti. Pekerjaan bidang komunikasi masih menjadi prioritas pilihan sebagai bentuk idealisme: bekerja sesuai dengan disiplin ilmu. Namun pada perjalannya, terdapat beberapa pertimbangan rasional yang muncul berkaitan dengan identitas mereka sebagai perempuan. Ada sebuah usaha untuk mencari jalan tengah bagaimana supaya tetap bisa bekerja tetapi sekaligus dapat mengurus rumah tangga saat mereka nanti menikah.

Disini dapat dipetakan beberapa faktor yang melatarbelakangi pemilihan pekerjaan tipe ini:

Status Pendidikan

Memiliki pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmu masih menjadi motivasi para Informan terkait pemilihan pekerjaan bidang komunikasi. Kencederungan ini relatif konsisten pada ketiga tipe pemilihan pekerjaan bidang komunikasi.

Pengalaman mengikuti magang K3 telah menjadi gerbang bagi para Informan untuk memasuki dunia kerja. Paling tidak dengan magang para Informan mendapatkan pengetahuan dari pengamatan dan juga praktek langsung di dunia kerja.

Terkait pekerjaan di industri media, para Informan menilai bahwa perempuan memiliki karir yang cenderung lebih pendek daripada laki-laki. Keterbatasan perempuan berkaitan dengan tenaga dan juga beban ganda sebagai ibu setelah mereka menikah.

Konsep Perempuan dan Pernikahan

Jika mengacu pada tradisi di Jawa pada khususnya dan kebiasaan orang Indonesia pada umumnya, usia pernikahan yang tepat untuk perempuan berkisar pada usia 20 tahun. Dalam hal ini, para Informan, khususnya mahasiwi semester telah masuk dalam kriteria itu. Tampaknya konsep pernikahan itu mulai dipikirkan oleh para Informan yang berdampak pada upaya mereka mengaitkan konsep pekerjaan dengan pernikahan sehingga harapannya keduanya dapat dijalani dengan seimbang

Berdasarkan data penelitian, sampai pada penelitian ini berlangsung para Informan masih menikmati masa-masa pencarian konsep pekerjaan yang tepat. Mereka berada dalam dua kutub yang saling berlawanan yaitu idealisme dan realistis. Idealisme ada di awal masa kuliah dan realistis ada di akhir masa kuliah.

itulah inti dari keputusan akhir yang akan diambil. Pekerjaan pertama yang diminati oleh para Informan yaitu jurnalis. Istilah jurnalis, wartawan, atau reporter pada prinsipnya sama. Penggunaannya saja yang akhir-akhir ini diidentikkan dengan media tertentu. Jurnalis dan wartawan bersifat lebih universal, sedangkan reporter identik dengan radio dan televisi.

Profesi sebagai jurnalis sendiri telah muncul sejak awal masa kuliah. Bisa dikatakan pekerjaan ini merupakan pekerjaan paling populer di kalangan para Informan. Ada pun berdasarkan medianya, jurnalis surat kabar menjadi spesialisasi yang paling diminati. Profesi ini dianggap sebagai pekerjaan paling ideal bagi lulusan prodi Ilmu Komunikasi.

Meski masih cukup populer hingga akhir masa kuliah namun kecenderungan minat untuk menjadi jurnalis mulai bergeser. Konsentrasi para

Informan telah terpecah pada profesi jurnalis di majalah, kantor berita dan televisi. Belum lagi ada yang kemudian menyeberang ke profesi PRO.

Pekerjaan bidang komunikasi terpopuler kedua yaitu PRO. Sama halnya dengan profesi sebagai jurnalis, dari awal kuliah profesi ini sudah dikenal oleh mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi. Namun minat untuk berkecimpung di bidang ini justru bertolak belakang dengan profesi sebagai jurnalis. Pencitraannya

-olah menjadi jalan tengah antara keinginan para Informan untuk berkarier dan tetap memiliki waktu luang untuk keluarga.

anchor . Profesi ini merupakan bagian dari crew media massa khususnya televisi. Secara umum para Informan berekspektasi bahwa sama-sama bekerja di media pekerjaan ini relatif lebih ringan daripada jurnalis. Job desk nya yang lebih banyak berada di studio menyebabkan profesi ini dianggap lebih ringan dari jurnalis yang berada di lapangan. Saat profesi jurnalis goncang pada masa transisi, profesi sebagai anchor turut diperhitungkan menjadi pekerjaan alternatif di samping PRO.

Ada pun terakhir adalah profesi sebagai penyiar radio dan designer grafis. Masing-masing pekerjaan ini hanya diminati oleh segelintir Informan. Latar belakang pemilihan ketiga pekerjaan itu kurang begitu kuat hanya berdasarkan hobi. Oleh karena itu dalam penelitian ini kedua profesi ini kurang mendapat perhatian khusus.

Seperti telah disebutkan dimuka, pemilihan pekerjaan bidang komunikasi disisipi oleh pergeseran-pergeseran konsep. Hal ini mulai terasa sejak

pertengahan masa kuliah dimana pengetahuan dan pengalaman mulai bertambah.

Pergeseran konsep pekerjaan bidang komunikasi pada prinsipnya berhubungan dengan upaya para Informan meredefinisi identitas mereka sebagai perempuan. Mereka mencoba memetakan potensi, kekuatan fisik, tak terkecuali peran-peran sebagai perempuan dewasa. Berikut adalah pergeseran konsep pekerjaan bidang komunikasi selengkapnya:

Awalnya profesi sebagai jurnalis surat kabar diidolakan para Informan di awal kuliah. Namun perlahan mereka mundur secara teratur dari

Jurnalis surat kabar perlahan tetapi pasti mereka nilai sebagai pekerjaan yang berat.

Pekerjaan sebagai jurnalis dinilai berat terkait dengan identitas para Informan sebagai perempuan. Ada ketakutan tidak bisa membagi waktu dan jika kelak berkeluarga. Ada ketidaknyamanan untuk bekerja di malam hari dan masih banyak lagi. Belum lagi ada stereotip yang diyakini oleh para perempuan mengenai dirinya sendiri sebagai makhluk lemah yang kurang pantas mengerjakan pekerjaan berat seperti di media massa khususnya surat kabar.

4.2. Majalah lebih berpihak pada Perempuan

Sama-sama sebagai media cetak, karakter majalah dinilai lebih lunak daripada surat kabar. Hal itu lantaran majalah terbit tidak setiap hari melainkan memiliki jangka waktu yang lebih jarang, ada yang seminggu sekali, atau sebulan dua kali. Longgarnya penerbitan majalah sesungguhnya memiliki konsekwensi terhadap konsep berita dan kedalaman yang lebih daripada surat kabar, namun hal tersebut tidak dipersoalkan oleh para Informan.

perempuan karena kelonggaran jam kerjanya. Majalah menjadi alternatif bagi perempuan yang masih ingin berkecimpung di industri media dengan tanpa terlalu kehilangan banyak waktu dengan keluarga.

4.3. Kesejahteraan Kantor Berita lebih terjamin

Wacana berprofesi di Kantor Berita baru muncul pada masa akhir kuliah. Kantor berita sendiri merupakan media dengan tingkat sirkulasi berita tinggi karena tidak dibatasi oleh deadline seperti halnya media lainnya. Namun memang untuk status kepegawaian disini dinilai lebih jelas kepangkatannya. Secara khusus yang dimaksud disini adalah Kantor berita Antara. Sebagai media milik pemerintah menjadikan para stafnya dalam jangka waktu tertentu akan diangkat sebagai pegawai negeri. Dalam hal ini kantor berita dinilai aman untuk perempuan karena status kepegawaiannya.

4.4. Televisi lebih tolerir untuk perempuan

Seperti halnya majalah dan kantor berita, televisi dinilai lebih kooperatif untuk perempuan karena jam kerjanya yang menurut mereka relatif lebih longgar dan juga berada dalam sebuah tim yang memastikan seorang reporter televisi tidak sendiri dalam menjalankan tugas.

dengan sifat audio visual yang dia miliki sehingga memungkinkan mereka menjadi orang terkenal jika berkecimpung di dalamnya.

4.5. PRO: pekerjaan yang tepat untuk perempuan

Pekerjaan di bidang PR nampaknya menjadi bidang yang dinilai paling pas untuk perempuan. Berdasarkan data penelitian, pada masa pertengahan kuliah para Informan mulai berpikir bahwa pekerjaan itu lebih ringan daripada media sehingga mereka memutuskan beralih atau paling tidak mulai membuka ruang untuk kemungkinan berkecimpung di dunia PR. PR dinilai lebih ringan karena pekerjaannya yang bersifat kantoran yang notabene dilihat sebagai bentuk pekerjaan yang lebih terkonsep/terstruktur mulai dari jam kerja dan juga bentuk pekerjaan.

Dari keseluruhan data di atas, dapat dilihat bahwa pergeseran konsep pekerjaan Ilmu Komunikasi yang paling jauh ada pada profesi sebagai jurnalis surat kabar. Untuk pekerjaan yang lainnya penilaiannya cenderung tetap hanya ada perspektif gender sebagai perempuan. Selangkapnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini. Pertama berkaitan dengan kriteris pekerjaan dan kedua berupa jenis-jenis pekerjaan konkritnya.

Pergeseran Kriteria Pekerjaan Bidang Komunikasi

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN DISPOSISI MATEMATIS DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA Wahyu Tricahyanti, Dwi Astuti, Dian Ahmad Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email: Wahyutricahyanti96gmail.com Abs

0 0 11

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEPTUAL SISWA PADA MATERI BANGUN RUANG DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI DI KELAS IX SMP NEGERI 1 SUNGAI RAYA Herlina Ningsih, Dwi Astuti, Romal Ijudin Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email: herlinani

0 1 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION PADA MATERI KOORDINAT KARTESIUS DI SMP Agustina Poligrentia, Zubaidah R, Dian Ahmad. B.S Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email: Agustina_poligrentiayahoo.

0 0 9

Resta Lara, Abas Yusuf, Sri Lestari Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Untan Pontianak Email: restalara93gmail.com Abstract - ANALISIS LAYANAN INFORMASI TENTANG PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA PADA SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3 PONT

0 1 9

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU PUTIH DI KPMKP KRAI KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI Program Studi Agribisnis

0 2 105

Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali

0 0 39

Penerapan Contractor Safety Management System (Csms) Tahap Prakualifikasi di PT. Pageo Utama Jakarta Selatan

2 13 92

Analisis Potensi Pembangunan Ekonomi (Studi Kasus Tingkat Kecamatan di Kabupaten Sragen Tahun 2005-2010)

0 0 210

Analisis Biaya, Keuntungan dan Daya Saing Usahatani Tembakau di Kabupaten Boyolali

1 2 87

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sistem Tanam Benih Langsung di Kabupaten Karanganyar

0 2 139